BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pupuk sintetik dan pestisida yang tidak merata dan tidak menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. ditambahkan ke dalam tanah (Akelah,1996). Kehilangan sejumlah nutrisi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk yang ditambahkan pada tanah akan melepaskan nutrient yang dibutuhkan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau

2016 SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROGEL SUPERABSORBEN (SAP) BERBASIS POLI (VINIL ALKOHOL-KO-ETILEN GLIKOL)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. PERNYATAAN... i. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. seperti asam karboksilat, karbokamida, hidroksil, amina, imida, dan gugus lainnya

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. strategis guna mencapai kedaulatan pangan. Kemandirian pangan menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. hasil produksi jeruk sebanyak 2 juta ton per tahun (Anonim 1, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada beberapa tahun belakangan ini penelitian mengenai polimer

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UCAPAN TERIMA KASIH...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Hidup PP no 82 tahun 2001 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini menjadi bahan yang tak akan pernah habisnya

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan. daripada melaksanakan pertanian organik (Sutanto, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan memerlukan nutrien berupa mineral dan air untuk pertumbuhan

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. setiap hari tumbuhan membutuhkan nutrisi berupa mineral dan air. Nutrisi yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di

STUDI PERILAKU PENGGEMBUNGAN HIDROGEL BERBASIS PROTEIN DALAM LARUTAN PUPUK GROWMORE DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA TANAM CABE

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam berbagai bidang, diantaranya untuk pembangkit

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

Judul PEMBUATAN SLOW-RELEASED NPK FERTILIZER. Kelompok B Pembimbing

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Pati Onggok Tapioka

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November

PENGGUNAAN KARBONDIOKSIDA SUPERKRITIS UNTUK PEMBUATAN KOMPOSIT OBAT KETOPROFEN POLIETILEN GLIKOL 6000

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi diyakini akan menjadi suatu konsep teknologi yang akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dalam membuat berbagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan pangan yang semakin meningkat memicu peningkatan penggunaan pupuk untuk pertanian setiap tahunnya. Menurut perkiraan Departemen Pertanian, kebutuhan pupuk NPK di Indonesia tahun 2006 hingga 2015 mengalami peningkatan yaitu dari 400.000 ton/tahun pada 2006 menjadi 6.589.227 ton/tahun pada 2015 (APPI, 2009). Namun kegiatan pemupukan yang semakin meningkat ini memiliki banyak dampak terhadap kualitas lingkungan di sekitar areal pertanian. Ketika pupuk yang diberikan berlebih maka akan terjadi nutrient losses karena kapasitas tanaman untuk menyerap nutrien terbatas, selain itu juga karena adanya pencucian akibat run off oleh air hujan dan kelembaban tanah (Liu et al, 2014). Jika dilakukan secara berlebihan, penggunaan pupuk ini justru akan merusak tanah karena sisa-sisa pupuk yang tidak terserap oleh tanaman akan menurunkan ph tanah dan menyebabkan degradasi kualitas tanah. Selain merusak tanah, penggunaan pupuk yang berlebihan juga dapat berdampak pada lingkungan perairan di sekitar lahan pertanian tersebut. Kandungan nitrat dan fosfat dalam pupuk/nutrien yang tidak terserap oleh tanaman ini akan terbawa oleh air hujan maupun irigasi ke perairan sehingga akan meningkatkan pertumbuhan yang berlebihan dari ganggang di air (Harfiana et al, 2013). Meledaknya populasi ganggang (eutrofikasi) akan menurunkan kadar oksigen dalam perairan karena oksigen yang ada akan habis dikonsumsi oleh ganggang tersebut. Jika kadar oksigen di air berkurang, maka fauna yang ada di perairan pun akan kekurangan oksigen dan akhirnya mati. Selain berpengaruh pada lingkungan perairan dan tanah, penggunaan pupuk yang berlebihan juga berdampak pada atmosfer bumi. Sebagai hasil dari proses denitrifikasi yang terjadi di tanah, baik nitrogen oksida dan oksida nitrat yang terbentuk akan menyebabkan penipisan lapisan ozon yang mengakibatkan paparan radiasi ultraviolet terhadap manusia (Lubkowski dan Grzmil, 2007).

2 Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan menggunakan suatu material yang dapat mengontrol laju pelepasan pupuk atau nutrien yaitu controlled release fertilizer (CRF). Pada pemupukan konvensional (misalnya dengan urea) pemupukan dilakukan 2-3 kali selama siklus pertumbuhan tanaman, sedangkan dengan CRF nutrisi dilepas bertahap selama masa tanam dan hanya perlu diterapkan sekali saja sehingga dapat menghemat waktu dan energi (Lubkowski dan Grzmil, 2007). CRF juga menunjukkan banyak keunggulan dibandingkan pupuk konvensional, seperti penurunan tingkat kehilangan pupuk dari tanah oleh hujan atau air irigasi, menjaga ketersediaan air atau mineral untuk waktu yang lama, meningkatkan efisiensi pupuk, pengaplikasian dengan frekuensi yang lebih sedikit sesuai dengan kebutuhan tanaman normal, mengurangi dampak negatif potensial yang terkait dengan over dosis dan mengurangi toksisitas (Han et al, 2009). Salah satu material yang sering digunakan untuk CRF adalah hidrogel. Hidrogel berbentuk jaringan tiga dimensi, mempunyai kemampuan mengembang (swelling) dan menciut (deswelling) dalam air. Hidrogel bersifat tidak larut dalam air tetapi hanya menyerap dan akan melepaskan air dan nutrien secara proporsional pada saat dibutuhkan oleh tanaman. Dengan demikian tanaman akan selalu mempunyai persediaan air dan nutrien setiap saat. Oleh karena itu, hidrogel berpotensi digunakan sebagai material CRF. Pada dasarnya, hidrogel memiliki kekuatan mekanik yang rendah karena umumnya bahan dasar pembuatan hidrogel adalah polimer/monomer. Untuk memperkuat strukturnya, hidrogel diikat silang (crosslink) oleh agen-agen pengikatnya. Beberapa senyawa kimia yang digunakan sebagai agen pengikat silang adalah senyawa epoksi dan aldehida (glutaraldehid), senyawa yang memiliki dua atau lebih gugus fungsi seperti 1,6- heksametilendiisosianat, divinilsulfon, N,N-(3-dimetilaminopropil)-N-etil karbodiimida (EDC) dan N,N -metilenbisakrilamida (MBA) (Hennik dan Van Nostrum, 2012; Kurnia, 2014; Sicilia et al, 2013). Hidrogel berbahan polimer sintetis telah banyak dikembangkan, seperti polietilen oksida (PEO), polivinil pirolidon (PVP), asam polilaktat (PLA), asam poliakrilat (PAA), polimetakrilat (PMA), polietilen glikol (PEG) dan polivinil alkohol (PVA) (Gulrez et al., 2011). Akan tetapi hidrogel dengan bahan polimer

3 sintetis ini memiliki beberapa kekurangan diantaranya tidak ramah lingkungan karena sifatnya yang tidak biodegradable serta tidak ekonomis. Namun saat ini mulai banyak dikembangkan sintesis hidrogel menggunakan polimer alam. Bahan polimer alam memiliki banyak keunggulan dibanding bahan sintetis dimana kebanyakan bahan alam bersifat biodegradable, ketersediaannya melimpah, bernilai ekonomis, dan berkontribusi positif pada konservasi alam. Salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan adalah alga merah. Alga merah banyak mengandung polisakarida dan protein. Alga merah memiliki struktur tiga dimensi, dapat mengembang, menyusut dan membentuk gel. Hal ini sesuai dengan syarat pembentukan hidrogel sehingga alga merah dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif yang dapat digunakan untuk membuat hidrogel (Chotimah, 2013). Pada penelitian sebelumnya, hidrogel berbahan dasar alga merah yang dikompositkan dengan polimer lain seperti polivinil alkohol (PVA) telah disintesis. PVA digunakan karena memenuhi karakteristik yang baik sebagai bahan dasar hidrogel (biokompatibilitas dan hidrofilisitasnya tinggi serta kemudahannya membentuk gel), namun hidrogel berbahan polimer alam ini memiliki kekuatan mekaniknya yang rendah. Kelemahan ini dapat diatasi dengan suatu material yang memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, salah satunya adalah carbon nanotube. Carbon nanotubes (CNT) adalah suatu material yang berasal dari susunan atom karbon yang berhibridisasi sp 2 dan berikatan satu sama lain secara heksagonal membentuk struktur sarang madu (honeycomb) yang tergulung membentuk suatu silinder berukuran nanometer (Meyyappan, 2005). Penelitian mengenai aplikasi CNT telah dilakukan selama lebih dari sepuluh tahun karena sifat unik mekanik dan listriknya. CNT memiliki sifat intrinsik yang sangat baik dan dapat digunakan sebagai pengisi/filler potensial dalam pembuatan membran nanokomposit (Shirazi et al., 2011). Tong et al (2007) mengemukakan bahwa sifat mekanis dan swelling hidrogel hibrida (komposit) yang disisipi CNT lebih baik daripada hidrogel PVA yang tidak disisipi CNT. Tidak seperti komposit polimer tradisional yang mengandung filler/pengisi skala mikron, penggabungan CNT (filler skala nano) ke dalam sistem polimer menghasilkan jarak yang sangat pendek antar filler, sehingga sifat komposit sebagian besar berubah bahkan pada saat kandungan filler rendah. CNT adalah salah satu serat terkuat dan paling kaku

4 yang pernah ada (aspek rasio, diameter : panjang = 1 : 100.000.000). Sifat mekanik yang sangat baik ini jika dikombinasikan dengan sifat fisik lainnya akan menghasilkan nanokomposit CNT/polimer potensial. Selain itu, nanokomposit CNT/polimer adalah salah satu sistem yang paling banyak dikembangkan karena sistem komposit ini secara teknis mudah dibuat dan efisien secara ekonomis (Ma et al., 2010). Dalam penelitian ini, CNT disisipkan ke dalam matriks polimer campuran PVA dengan ekstrak alga merah dengan pengikat silang (crosslinker) glutaraldehid. Berdasarkan deskripsi di atas, pada penelitian ini akan disintesis hidrogel komposit berbahan dasar PVA-alga merah-cnt dan kemudian dilakukan karakterisasi dan pengujian kinerjanya. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bagaimana komposisi optimum filler CNT dalam komposit PVA-alga merah serta metode pencetakan terbaik pada sintesis hidrogel komposit? 2. Bagaimana karakteristik hidrogel komposit PVA-alga merah-cnt? 3. Bagaimana kinerja hidrogel komposit PVA-alga merah-cnt sebagai material CRF? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui komposisi optimum filler CNT dalam komposit PVA-alga merah serta metode pencetakan terbaik pada sintesis hidrogel komposit. 2. Mengetahui karakteristik hidrogel komposit PVA-alga merah-cnt. 3. Serta mengetahui kinerja hidrogel komposit PVA-alga merah-cnt sebagai material CRF.

5 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai: 1. Material alternatif bagi pengembangan teknologi dan praktek pertanian di Indonesia terutama dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan. 2. Teknologi alternatif dalam pengolahan limbah alga merah sehingga dapat meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomisnya serta dapat mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh limbah alga merah.