BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bekerjasama. Akan tetapi banyak persoalan-persoalan yang sering muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikanadalah masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. taraf hidup manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika yang ada di SD Negeri 2 Labuhan Ratu khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dan prioritas yang tinggi oleh pemerintah, pengelola pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan proses pembelajaran yang optimal. Dalam menghadapi era

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

BAB I PENDAHULUAN. dan peserta didik melalui bahasa verbal sebagai media utama penyampaian materi

BAB I PENDAHULUAN. memberi dukungan dan perubahan untuk perkembangan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak suatu penciptaan dibatasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai konsep

BAB I PENDAHULUAN. tugas-tugas di dalam kelas saja, melainkan proses terjadinya interaksi antara guru,

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan pendidikan khususnya pendidikan di sekolah. Pembinaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan, pengajaran dan latihan bagi perannya dimasa mendatang. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan guna memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan untuk membuat dirinya berguna di masyarakat. Pengertian pendidikan menurut Undang Undang SISDIKNAS no 20

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ilmu dan teknologi bekembang dengan pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah, dalam kaitannya dengan pendidikan sebaiknya dijadikan tempat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hal penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pembangunan

berkualitas adalah tenaga pendidik/guru yang sanggup dan terampil dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi yang terus berkembang dewasa ini, sangat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. demokratis, dan cerdas. Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui (learning to know), belajar berbuat (learning to do), belajar

BAB I PENDAHULUAN. Seperti halnya yang tercantum pada Undang-undang No. 20 Tahun Sejalan dengan pernyataan di atas, Munib (Daryanto, 2004: 34)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan khususnya di sekolah dasar (SD) menjadi fokus perhatian dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. membangun peradaban manusia di era modern seperti saat ini. Pada hakikatnya. mengalami perubahan (Wayan Somayasa, 2013: 2).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. usaha itu ternyata belum juga menunjukan peningkatan yang signifikan.

penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Namun, sampai saat ini masih banyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke 4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah tidaklah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan pembaharuan pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran yang aktif. Guru adalah seorang pendidik yang yang berperan

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. keberanian, siswa akan senantiasa untuk mau mencoba hal-hal yang baru,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa Sistem Pendidikan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya, istilah yang sering digunakan adalah proses belajar mengajar dan pengajaran. Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction (Winataputra, 2007:1.19). Menurut pasal 1 ayat 20 UU Nomor 20 tahun 2003, Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam konsep pembelajaran menurut Sisdiknas tersebut, pendidik atau guru merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam proses pembelajaran. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa sehingga membentuk siswa yang mampu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Salah satu proses yang harus dilewati membentuk siswa yang mampu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif adalah dengan mempelajari matematika. Hal ini sesuai dengan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Akan tetapi, permasalahan justru sering muncul dalam pembelajaran matematika. Setelah melakukan wawancara dan observasi di kelas 4 SD Negeri 1 Tempel Kecamatan Jepon Kabupaten Blora, sebagian besar siswa menganggap bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang menakutkan dan paling sulit 1

2 bagi siswa sehingga banyak yang tidak menyenangi matematika yang berdampak pada hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika sangat rendah. Dari 29 siswa, hanya 9 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM (KKM = 70). Hasil belajar matematika siswa dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kondisi Awal Siswa Kelas 4 SD Negeri 1 Tempel Semester 2/2012-2013 NO Skor Jumlah Persentase (%) Keterangan 1 35-39 2 6,90 Belum Tuntas 2 40-44 3 10,34 Belum Tuntas 3 45-49 3 10,34 Belum Tuntas 4 50-54 3 10,34 Belum Tuntas 5 55-59 5 17,24 Belum Tuntas 6 60-64 2 6,90 Belum Tuntas 7 65-69 2 6,90 Belum Tuntas 8 70-74 2 6,90 Tuntas 9 75-79 3 10,34 Tuntas 10 80-84 2 6,90 Tuntas 11 85-89 2 6,90 Tuntas Jumlah 29 100 Nilai rata-rata 60,41 Nilai tertinggi 86 Nilai terendah 35 Jika hasil belajar matematika siswa pada tabel di atas disajikan berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), dapat disajikan seperti pada tabel 2 berikut ini. NO Tabel 2 Ketuntasan Hasil Belajar Matematika pada Kondisi Awal Siswa Kelas 4 SD Negeri 1 Tempel Semester 2/2012-2013 Ketuntasan Belajar Kriteria Jumlah Jumlah Siswa Persentase (%) 1 Tuntas 70 9 31,03 2 Tidak Tuntas < 70 20 68,97 Jumlah 29 100%

3 Berdasarkan data pada tabel 2 dapat dilihat bahwa sebanyak 20 siswa (68,97% dari keseluruhan jumlah siswa) tidak tuntas atau berada di bawah KKM (KKM=70). Sedangkan siswa yang tuntas hanya 9 orang (31,03% dari keseluruhan jumlah siswa). Data mengenai hasil belajar pada kondisi awal tersebut membuktikan bahwa selama ini guru tidak efektif dalam melakukan proses pembelajaran matematika sehingga menyebabkan banyak siswa yang hasil belajarnya rendah. Setelah dilakukan observasi atau pengamatan di kelas, ternyata pokok permasalahan dalam pembelajaran matematika adalah kurangnya kemampuan siswa dalam mengaitkan konsep-konsep matematika yang dipelajarinya dengan kegiatan dalam kehidupan sehari-harinya. Pada umumnya, para siswa belajar dengan cara menghafal konsep-konsep matematika bukan untuk mengerti konsepkonsep matematika sehingga tidak heran banyak siswa yang tidak menyenangi pembelajaran matematika dan menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang membosankan dan menakutkan. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang diterapkan guru adalah pembelajaran yang berorientasi pada target penyampaian materi. Pembelajaran semacam ini memang terbukti berhasil dalam kompetensi jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak dalam memecahkan persoalan jangka panjang. Disisi lain, guru juga memegang peranan penting dalam pembelajaran matematika. Akan tetapi, metode dan model pembelajaran yang diterapkan guru masih konvensional (teacher centered). Guru biasanya hanya menggunakan metode ceramah dan model pembelajaran yang tidak inovatif sehingga pembelajaran menjadi monoton. Padahal, proses pembelajaran matematika membutuhkan metode yang tepat. Metode mengajar yang digunakan seharusnya berorientasi pada siswa, yaitu siswa belajar secara interaktif dan mempunyai kesempatan melakukan komunikasi dan argumentasi. Pelaksanaannya juga harus dilaksanakan dengan model pembelajaran yang relevan dengan paradigma pendidikan sekarang.

4 Paradigma baru pendidikan sekarang ini menekankan bahwa pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan nyata dalam pembelajaran (Daryanto, 2012:151). Dalam proses pembelajaran matematika, masalah kontekstual yang ada pada lingkungan nyata sangat diperlukan dalam pembelajaran. Hal tersebut diperjelas dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 bahwa pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Salah satu alternatif pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma tersebut adalah Pembelajaran Matematika Realistik. Menurut Van den Heuvel (dalam Wijaya, 2012:20). Pembelajaran Matematika Realistik menekankan adanya suatu proses pembelajaran yang bermakna dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik. Siswa disajikan masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi realistik. Kata realistik disini juga dapat diartikan sebagai suatu situasi yang dapat dibayangkan siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata. Konsep Pembelajaran Matematika Realistik sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar (Daryanto, 2012:151). Sutrini (2012) telah menyimpulkan dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik bagi Siswa Kelas III SD Negeri Sukoharjo 01 Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati Semester II Tahun 2011/2012, bahwa Pembelajaran Matematika Realistik telah terbukti efektif dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu, pemakaian media yang sebenarnya bisa sangat membantu guru dalam menarik minat siswa dalam pembelajaran juga kurang dimanfaatkan dengan baik oleh guru, apalagi seiring perkembangan teknologi yang semakin

5 pesat. Padahal, media pembelajaran juga berperan penting dalam meningkatkan keefektifan pembelajaran yang berdampak pada hasil belajar. Hal tersebut juga diperjelas dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 bahwa untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Hal tersebut juga sejalan dengan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Dasar dan Menengah (BSNP, 2006), disebutkan bahwa Pendidikan harus terus-menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Berdasarkan paparan yang terdapat dalam Permendiknas dan BSNP di atas, maka untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, perlu adanya media pembelajaran yang relevan dengan perkembangan IPTEK. Salah satu media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan teknologi jaman sekarang adalah media pembelajaran dengan memanfaatkan Microsoft Power Point. Power point adalah salah satu software yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran dengan memanfaatkan komputer dalam mengoperasikannya (Computer Based Learning). Melalui media Power Point, siswa tidak hanya akan mendapatkan materi yang mengandung unsur gabungan dari unsur-unsur audiovisual, tetapi juga akan disajikan pilihan menu-menu yang dikemas secara menarik dengan adanya unsur grafis, animasi, dan sound. Karena media power point memiliki kemampuan untuk menggabungkan semua unsur media seperti teks, video, animasi, image, grafik, dan sound (Rusman, 2012:147). Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian atau atensi serta motivasi belajar siswa dalam pembelajaran yang tentunya akan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya dan dapat memberikan pengalaman yang lebih, karena pada saat media ini digunakan ada dua indera yang berperan secara bersamaan yaitu indera penglihatan dan pendengaran.

6 Oleh karena itu dengan menggunakan bantuan media power point, proses pembelajaran di kelas menjadi tidak monoton dan dapat menarik atensi belajar siswa supaya lebih aktif dalam mendalami materi yang disampaikan sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara optimal. Pemakaian media power point sangat memungkinkan digunakan di SD N 1 Tempel karena sekolah telah memiliki sarana prasarana yang dapat menunjang pengoperasian media power point, yaitu LCD dan komputer. Akan tetapi, tidak ada seorang gurupun yang pernah memanfaatkan sarana dan prasarana tersebut dalam proses pembelajaran. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan informasi dari berbagai pihak dan observasi yang dilakukan di kelas 4 SD Negeri 1 Tempel Kecamatan Jepon Kabupaten Blora, banyak sekali permasalahan yang terjadi di kelas, diantaranya: 1 Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan dan membosankan sehingga banyak siswa yang tidak menyukai matematika. Hal ini disebabkan karena metode dan pembelajaran yang diterapkan guru masih konvensional, monoton, dan berpusat pada guru (teacher centered), siswa hanya mencatat rumus, kemudian menerapkan rumus tersebut pada contoh soal sehingga siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Jika hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada sikap, minat, dan motivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar kurang optimal. 2 Guru tidak mengaitkan mata pelajaran matematika dengan keadaan lingkungan sekitar yang lebih nyata, sebab guru lebih cenderung berorientasi pada target penyampaian materi sehingga siswa hanya diminta menghafal konsep dan rumus matematika tanpa memahami makna dari konsep dan rumus tersebut. 3 Kurangnya pemanfaatan media yang efektif dalam pembelajaran karena kemampuan guru dalam mengembangkan media pembelajaran masih sangat minim sehingga efektivitas pembelajaran kurang maksimal dan berdampak pada hasil belajar siswa yang kurang optimal.

7 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah penerapan Pembelajaran Matematika Realistik berbantuan media Power Point dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD N 1 Tempel Kecamatan Jepon Kabupaten Blora? 2. Bagaimana penerapan Pembelajaran Matematika Realistik berbantuan media Power Point dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD N 1 Tempel Kecamatan Jepon Kabupaten Blora? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD N 1 Tempel Kecamatan Jepon Kabupaten Blora melalui Pembelajaran Matematika Realistik berbantuan Media Power Point. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Secara Teoritis Penelitian diharapkan dapat mendukung dan memperkokoh ilmu yang berkaitan dengan Pembelajaran Matematika Realistik dan mengembangkan pemanfaatan media berbasis komputer khususnya media power point. 1.5.2 Secara Praktis 1.5.2.1 Bagi guru Sebagai alternatif dalam pembelajaran untuk menentukan strategi pembelajaran inovatif dan media yang efektif dalam pembelajaran matematika. 1.5.2.2 Bagi sekolah 1. Sebagai informasi tentang strategi pembelajaran matematika yang dapat mengaitkan masalah kontekstual dengan pembelajaran matematika. 2. Sebagai informasi mengenai media pembelajaran yang dapat meningkatkan keefektifan dalam pembelajaran matematika. 1.5.2.3 Bagi siswa Dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika khususnya penanaman konsep matematika dengan masalah kontekstual.