BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta cukup pesat.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaiannya diperlukan institusi yang mendukung mekanisme penyelesaian

SILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

BAB I PENDAHULUAN. antara pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah, sehingga tercipta

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. 1 Perlindungan terhadap tenaga

I. PENDAHULUAN. pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

Perselisihan Hubungan Industrial

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan jasa dari para pekerja dan pekerja mengharapkan upah dari

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada

BAB I PENDAHULUAN. membuat manusia tersebut berada dalam keadaan yang tertekan. Aktivitas

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JANUARI , 39 %

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Prinsip Dasar PPHI dan Macam-Macam Perselisihan. Disusun oleh : M. Fandrian Hadistianto

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 59,53 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (sengketa hubungan industrial) di Indonesia belum terlaksana sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 52,97 PERSEN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 49,84 PERSEN

BAB V PENUTUP. pekerja / buruh dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.10/MEN/V/2005 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Konsiliator Serta Tata Kerja Konsili

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2015 SEBESAR 67,11 PERSEN

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 53,16 PERSEN

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

SILABI MATA KULIAH HUKUM KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PROSEDUR PENGAJUAN PHK MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHI) (STUDI ATAS PUTUSAN NOMOR 12/G/2009/PHI.PN.MDN) S K R I P S I.

Transkripsi:

1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta cukup pesat. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya wisatawan domestik dan mancanegara yang berkunjung ke Yogyakarta. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Desember 2014 tercatat jumlah wisatawan yang menginap di hotel tercatat sebanyak 487.859 orang yang terdiri dari 474.107 orang wisatawan nusantara dan 13.752 orang wisatawan mancanegara. Berdasar jumlah tersebut menginap di hotel bintang sebanyak 154.112 orang dan 333.747 orang menginap di hotel non bintang/akomodasi lain 1. Banyak sedikitnya wisatawan yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya akan berimplikasi pada banyak sedikitnya hotel atau jenis penginapan lainnya untuk mengakomodasi para wisatawan mancanegara ataupun domestik yang berlibur di Yogyakarta. Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sampai dengan bulan Desember 2014 tercatat hotel berbintang yang aktif beroperasi sebanyak 71 hotel, kemudian untuk akomodasi menurut klasifikasi kelompok kamar, baik hotel melati maupun akomodasi lainnya di seluruh wilayah D.I. Yogyakarta dicacah secara sampel, jumlah sampel terpilih tahun 2014sebanyak 187 hotel dari jumlah populasi 1.109 usaha akomodasi lainnya 2. 1 Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, Berita Resmi Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta No. 08/02/34/Th.XVII, 2 Februari 2015. 2 Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, Berita Resmi Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta No. 08/02/34/Th.XVII, 2 Februari 2015.

2 Logika berfikir terhadap jumlah wisatawan yang berlibur ke Yogyakarta dan banyaknya jumlah hotel di Yogyakarta maka akan berimplikasi dari semakin banyaknya lapangan kerja yang bersifat padat karya. Banyaknya lapangan kerja akan membutuhkan tenaga kerja. Situasi tersebut akan memunculkan adanya pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja / pekerja, pekerja/tenaga kerja akan membutuhkan adanya pekerjaan yang disediakan oleh pengusaha. Fenomena tersebut termuat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, penyebutan dalam perundangan tersebut dikenal dengan istilah hubungan industrial. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku usaha dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pelaksanaan hubungan industrial yang dilakukan oleh pengusaha, pekerja dan organisasi pengusaha haruslah menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan berkeadilan (Pasal 103 Ayat (3) UU No.13 Tahun 2003). Memang tujuan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sangatlah menjamin adanya kesejahteraan bagi yang terlibat dalam hubungan industrial. Meskipun demikian, bagi komponen yang terlibat dalam hubungan industrial merasakan betapa tidak mudahnya menjaga keharmonisan dalam hubungan industrial. Ketidakmudahan menjaga

3 keharmonisan di antara pihak yang terlibat dalam hubungan industrial karena semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga justru mengakibatkan semakin meningkat dan kompleks perselisihan hubungan Industrial. Beberapa faktor penyebabnya adalah terkait dengan persoalan PHK, permasalahan hak yang telah ditetapkan atau mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan ataupun dalam peraturan perundang-undangan. Dinamika di dunia ketenagakerjaan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena akan menghambat terwujudnya pembangunan dibidang ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila dan UUDNRI 1945. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial harus segera dilaksanakan guna meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual 3 Guna mewujudkan keharmonisan hubungan industrial pemerintah telah mengundangkan sebuah peraturan perundangan terkait penyelesaian perselisihan hubungan industrial yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Peraturan perundangan tersebut menggantikan 2 (dua) peraturan perundangan terdahulu yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1227) dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 93, Tambahan 3 Lilik Mulyadi, Agus Subroto, 2011, Penyelesaiann Perkara Hubungan Industrial dalam Teori dan Praktek, Alumni Bandung, Malang, hlm 61.

4 Lembaran Negara Nomor 2686). Kedua perundangan tersebut dirasa sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, karena tidak dapat mengakomodasi perkembangan-perkembangan yang terjadi terutama buruh/pekerja perorangan belum terwadahi sebagai pihak dalam perselisihan hubungan industrial. Spirit dari pembentukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial dilakukan oleh para pihak yang berselisih atau berkonflik. Hal ini tegas termuat dari adanya mekanisme penyelesaian secara bipartit dan mediasi, konsiliasi, arbitrase yang harus wajib dilalui sebelum mengajukan gugatan ke PHI. Unsur penting penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh pihak yang berkonflik/bersengketa adalah keterlibatan serikat pekerja/serikat buruh yang mewakili buruh/pekerja dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Keterlibatan serikat pekerja/serikat buruh dalam mewakili pekerja/buruh bersengketa oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh diatur pada Pasal 25 Ayat (1) Huruf b. Keterlibatan serikat pekerja/serikat buruh mewakili pekerja/buruh yang bersengketa dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilihat dalam kasus posisi dibawah ini. Kasus ini bermula dari adanya pemutusan hubungan kerja dua orang karyawan PT. Griya Asri Hidup Abadi (Hotel Grand Quality Yogyakarta) yang tergabung pada Serikat Pekerja Mandiri Hotel Grand Quality Yogyakarta yakni Ahmad Mustaqim jabatan Bell boy, alamat Jl.Solo km 8,5 Gandekan No 13,

5 Depok, Sleman dan Fitriisdianto jabatan P.A. House keeping beralamat di Nayan Rt.04 Rw. 25 Depok Sleman. Terhadap pemutusan hubungan kerja pekerja tersebut merasa terjadi suatu ketidakadilan sehingga melakukan upaya perlawanan dengan mengajukan gugatan ke PHI Yogyakarta. Namun dengan terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan pemutusan hubungan kerja dengan bipartit, bipartit mengalami kebuntuan kemudian diselesaikan secara mediasi oleh mediator dari PHI. Hasil dari mediasi mengalami kebuntuan juga. Berbekal dengan Risalah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dari Mediator tertanggal 14 Juli 2014 mengajukan gugatan di PHI. Gugatan tersebut diregister oleh PHI Yogyakarta dengan Nomor Perkara 11/Pdt.Sus- PHI/2014/PN.Yyk. Penggugat I adalah Ahmad Mustaqim jabatan Bell boy, alamat Jl.Solo km 8,5 Gandekan No 13, Depok, Sleman. Penggugat II adalah Fitriisdianto jabatan P.A. House keeping beralamat di Nayan Rt.04 Rw. 25 Depok Sleman. Pihak tergugat adalah PT. Griya Asri Hidup Abadi (Hotel Grand Quality Yogyakarta) berkedudukan di Jalan Adisucipto No. 48 Yogyakarta 55281, diwakili oleh Direktur PT Griya Asri Hidup Abadi. Hal menarik pada acara persidangan tersebut adalah pekerja yang melakukan gugatan didampingi oleh Serikat Pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) sebagai kuasa hukum. Umumnya kuasa hukum dalam beracara di persidangan adalah seorang Advokat. Mendasarkan pada uraian latar belakang dan kasus posisi di atas penulis tertarik untuk mengkaji dalam bentuk penulisan hukum atau skripsi dengan judul, Tinjauan tentang Legalitas Serikat Pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja

6 Mandiri Indonesia) Dalam Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta Sebagai Kuasa Hukum (Studi Kasus 11/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Yyk). B. Rumusan Masalah 1. Bagaiamanakah FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) dapat beracara sebagai kuasa hukum dalam perkara nomor 11/Pdt.Sus- PHI/2014/PN.Yyk? 2. Bagaimanakah implikasi dari pengurus serikat pekerja yang beracara di Pengadilan Hubungan Industrial mewakili anggotanya tanpa dibuat surat kuasa khusus? C.Tujuan Adapun tujuan dari penulisan hukum yang berjudul Tinjauan tentang Legalitas Serikat Pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) Dalam Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta Sebagai Kuasa Hukum (Studi Kasus 11/Pdt.Sus- PHI/2014/PN.Yyk) terdiri atas 2 (dua) tujuan yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, yaitu : a. Tujuan Subjektif : Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun mata kuliah Penulisan Hukum guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. b. Tujuan Objektif : a. Untuk mengetahui, mengkaji serta memahami legalitas serikat pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia)

7 dapat beracara sebagai kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial; b. Untuk mengetahui keabsahan dan dampak dari pengurus serikat pekerja/serikat buruh mewakili anggotanya dalam berperkara di PHI tanpa adanya surat kuasa; c. Untuk mengetahui, mengkaji serta memahami kendala yang ditemui oleh pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) dalam beracara di Pengadilan Hubungan Industrial. D. Manfaat Manfaat yang akan diperoleh dari penulisan hukum ini dapat peneliti bagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu : a. Manfaat Akademis Diharapkan hasil penelitian ini memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum, dan menjamin kepastian hukum mengenai kewenangan serikat pekerja beracara sebagai kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial. b. Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk memberikan masukan baik berupa saran atau solusi atas masalah yang terjadi di dalam praktek saat serikat pekerja mewakili pekerja beracara sebagi kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial. E. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian yang dilakukan oleh penulis, penulis

8 telah melakukan penelusuran dan pencarian pada media masa, cetak dan perpustakaan. Penulis menemukan penelitian sebelumnya dengan pokok bahasan mengenai pelaksanaan dan kendala atau hambatan kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapatan oleh serikat pekerja pada PT Primissima yang ditulis/diteliti oleh Rasyid Kurniawan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada NIM 05/185487/HK/16945 dengan judul Pelaksanaan Hak Berserikat Kebebasan Berserikat, Berkumpul dan Berpendapat dalam Menyelenggarakan Serikat Buruh/ Serikat Buruh yang Bebas, Terbuka, Mandiri, Demokratis, dan Bertanggug Jawab pada Serikat Buruh/ Serikat Pekerja PT. PRIMISSIMA (PERSERO). Penulisan yang dilakukan oleh penulis mengkaji mengenai salah satu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada serikat pekerja / serikat buruh untuk beracara mewakili buruh / pekerja sebagai kuasa hukum di PHI, dengan melakukan studi kasus perkara nomor 11/Pdt.Sus- PHI/2014/PN.Yyk.