BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia saat ini dapat dikatakan memiliki angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. manuisia bertujuan untuk melihat kualitas insaniah. Sebuah pengalaman

BAB I PENDAHULUAN PUSAT PELATIHAN NASIONAL ATLET PARALIMPIK I - 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah sebuah permasalahan yang diyakini dapat menghambat cita-cita bahkan

Kesatu: Bertemu Tenis Meja Lewat Arena Sederhana

2016 MINAT SISWA PENYANDANG TUNANETRA UNTUK BERKARIR SEBAGAI ATLET

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat guna. Tercapainya prestasi

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Olahraga berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Tenis adalah salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia untuk pembangunan. Olahraga merupakan kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia olahraga khususnya pada olahraga prestasi saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang

BAB I PENDAHULULUAN. di masyarakat terhambat. Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sportifitas dan jiwa yang tak pernah mudah menyerah dan mereka adalah

Bab 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia kegiatan psikologi olahraga belum berkembang secara meluas.

Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa. Negeri 1 Bantul Tahun 2017

BAB I PENDAHULUAN. syndrome, hyperactive, cacat fisik dan lain-lain. Anak dengan kondisi yang

STUDI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TINGKAT KEPENTINGAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK (RTP) YANG AKSESSIBEL BAGI MASYARAKAT DIFABEL

2014 PENGARUH METODE LATIHAN MENTAL IMAGERY TERHADAP PENGUASAAN KETERAMPILAN PASSING DAN STOPPING DALAM PERMAINAN SEPAKBOLA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. manusia dan merupakan keinginan yang dimiliki oleh setiap individu manusia.

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

PERAN DUKUNGAN SOSIAL IBU PADA PENCAPAIAN PRESTASI PENYANDANG CACAT TUBUH. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menghambat cita-cita dan aktivitas. Permasalahan yang dihadapi

Sambutan Presiden RI pada Peresmian OSO Sports Center, Bekasi, 25 Maret 2011 Jumat, 25 Maret 2011

BAB I PENDAHULUAN. olahraga sudah berkembang ke arah yang lebih luas. Olahraga tidak hanya sekedar. menjadi sehat atau meningkatkan kebugaran tubuh.

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKAN DAN KEJUARAAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Fisik dan performa yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKAN DAN KEJUARAAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Manusia Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Dari mana cabang olahraga badminton berasal dan bagaimana sejarah awalnya? Orang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan politik masih menjadi masalah yang sangat kompleks. Fenomena ini

BAB 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKAN DAN KEJUARAAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kemanusiannya. Pendidikan dalam arti yang terbatas adalah usaha mendewasakan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

IRRA MAYASARI F

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

Belajar dari Jepang, Perawat Terjun Langsung ke Daerah Bencana

DAFTAR PUSTAKA. Alsa, A. (2004). Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4

BAB I PENDAHULUAN. olahraga merupakan hal mutlak yang esensial untuk. perkembanngan dan kemajuan hidup suatu bangsa. Betapa tidak Olahraga mampu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di bawah pengawasan guru. Ada dua jenis sekolah, yaitu sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN. kompetisi kemenangan merupakan suatu kebanggaan dan prestasi. serta keinginan bagi setiap orang yang mengikuti pertandingan

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kecacatan bagi sebagian orang merupakan suatu masalah yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKAN DAN KEJUARAAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN DIFABEL DAN PUSAT PELAYANAN DIFABEL

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

ROMANTISME CINTA PADA PASANGAN SUAMI ATAU ISTERI YANG MENYANDANG TUNADAKSA

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN PEKAN OLAHRAGA PELAJAR DAERAH (POPDA) SE-KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari/Tanggal : Kamis/24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kita sadari bahwa tidak semua anak di dunia ini dilahirkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang sudah mendunia.

Peluang Bisnis Melalui Penyelenggaraan Pertandingan Tenis

PEDOMAN PEMBERIAN BEASISWA PERAIH MEDALI BIDANG KO DAN EKSTRA KURIKULER

Bahan RDPU DPR-RI 16 Februari 2017 oleh Gufroni Sakaril (Ketua Umum Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. maupun kesiapan masyarakat pada umumnya, dalam menghadapi masa

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

melalui Tridharma, dan; 3) mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan nilai Humaniora.

Sambutan Presiden RI Pd Peringatan Hari Olahraga Nasional di Yogyakarta tgl. 17 Okt 2013 Kamis, 17 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atlet dari tingkat pelajar sampai mahasiswa. Turnamen-turnamen dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membicarakan olahraga, tidak akan terlepas dari persoalan

PELUANG BISNIS MELALUI PENYELENGGARAAN PERTANDINGAN TENIS

BAB I PENDAHULUAN.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PROGRAM INDONESIA EMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perubahan pola hidup manusia adalah akibat dari dampak era

Gungde Ariwangsa SH.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia menjadi sehat dan kuat secara jasmani maupun rohani atau dalam istilah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyandang cacat tubuh merupakan istilah lain dari tunadaksa atau fisik, yaitu berbagai bentuk kelainan yang mengakibatkan kelainan fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Fokus kelainan dalam hal ini adalah pada kelainan fungsi anggota gerak, dengan demikian apabila menyebut penyandang cacat tidak termasuk di dalamnya penyandang tunanetra dan penyandang tunarungu (Soeharso, 2010). Tunadaksa adalah penderita kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti tangan, kaki, atau bentuk tubuh. Penyimpangan perkembangan terjadi pada ukuran, bentuk, atau kondisi lainnya (Geniofam, 2010). Berdasarkan data WHO tahun 2010, 10 persen dari jumlah penduduk dunia merupakan penyandang cacat, kira-kira mencapai 600 juta jiwa. Data dari Kementrian Sosial, penyandang cacat di Indonesia sebanyak 7 Juta jiwa atau 3 persen dari populasi penduduk Indonesia 238 juta jiwa (tribunbekasi.com). Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004 mencatat, jumlah penderita tunadaksa atau cacat fisik di Indonesia mencapai 1.652.741 jiwa dan diperkirakan jumlahnya telah meningkat (wartajakarta.com). Kaum difabel di Indonesia sering kali diposisikan sebagai kaum minoritas, baik secara struktural maupun kultur. Lebih dari itu, mereka juga merupakan kelompok yang selama ini terpinggirkan di tengah kehidupan bermasyarakat. Mereka

2 terpinggirkan dalam berbagai dimensi mulai dari ekonomi, pendidikan, akses publik, akses pekerjaan, akses politik dan lainnya. Difabel (different abilility) lebih familier di masyarakat umum disebut penderita cacat fisik atau penyandang cacat. Istilah ini diberikan oleh almarhum Mansoer Fakih, seorang tokoh Indonesia yang berjasa memperjuangkan kaum difabel dengan melakukan perlawanan atas kuasa normalitas (republika.co.id). Kondisi sosial penyandang cacat pada umumnya dinilai dalam keadaan rentan. Secara ekstern, bahkan masih ada keluarga yang menyembunyikan anggota keluarganya yang cacat terutama dipedesaan, dan masih masyarakat yang memandang dengan sebelah mata terhadap keberadaan dan kemampuan para penyandang cacat. (Gemari, 2009). Kondisi memprihatinkan yang masih di jumpai di masyarakat, seperti yang terjadi di daerah pontianak, ada penyandang cacat yang mengemis di perempatan jalan atau dipinggir-pinggir jalan, di pusat perbelanjaan dan lain-lain. Mereka di eksploitasi dan menjadi mesin pencetak uang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Eksploitasi terhadap penyandang cacat merupakan tindakan yang tidak terpuji dan melanggar hak azasi manusia. Maka, para penyandang cacat tidak hanya termotivasi atas belas kasihan dari orang lain dalam menjalani kehidupan, namun harus berupaya dan berusaha sebagaimana layaknya insan ciptaan Tuhan (www.pontianakkota.go.id). Tetapi ada juga sebagian penyandang cacat fisik memiliki motivasi berprestasi. Para penyandang cacat harus memiliki keahlian dan keterampilan agar dapat menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya, karena cacat fisik bukanlah hambatan bagi seseorang untuk meraih prestasi maupun cita-cita.

3 Banyak penyandang cacat yang berhasil mencapai suatu prestasi gemilang yang spektakuler baik prestasi di bidang olahraga, kesenian dan masih banyak lagi prestasiprestasi lain yang diraih. Berikut adalah kisah para penyandang cacat fisik yang sukses dan bagi mereka keterbatasan bukan penghambat untuk berprestasi, seperti yang dialami oleh Habibie Afsyah yang berusia 20 tahun. Dia telah mengalami motoric neuron atau kerusakan permanen pada otak kecil sejak usia 1 tahun sehingga sampai kini harus menggunakan kursi roda. Habibie gemar bermain video game, komputer dan internet. Sang bunda membantunya untuk mencari mencari pengetahuan tentang internet marketing melalui seminar. Awalnya Habibie kesulitan dalam bahasa inggris dan pengetahuan yang diberikan, tapi dengan tak kenal lelah dia menjadi terbiasa dan bisa. Perjuangannya tak sia-sia, Habibie berprofesi sekarang berprofesi sebagai internet markerter dengan penghasilan pertama kali dengan cek senilai 120 dolar dari amazon.com kemudian meningkat menjadi 5-10 juta rupiah per bulan, selain itu dia mendirikan Yayasan Habibie Afsyah yang bertujuan untuk memotivasi anak-anak sepertinya bisa menjadi manusia-manusia mandiri dan menjadi motivator di berbagai seminar. Selanjutnya, yang dialami oleh Stephen Hawking seorang ilmuwan dan pakar kosmologi yang menggeluti berbagai penelitian. Hawking pada usia 21 tahun terdeteksi sebagai penderita amyotrophic lateral scerosis (ALS) atau lebih dikenal penyakit Lou Gehrig, yakni sebuah penyakit degeneratif progresif pada saraf di tulang belakang dan otak. Sel-sel ini yang mengendalikan otot dan saat penyakit ini berkembang, otot-otot tubuh mengecil sehingga penderita tak bisa bergerak bahkan

4 untuk berbicara. Tubuh menjadi berada dalam keadaan vegetatif. Beruntung otak tetap jelas, jernih dan berfungsi sepenuhnya. Penyakit ini membawa kematian penderitanya beberapa tahun kemudian. Berkat Jane, istri yang selalu memotivasi nya untuk beranjak dan kembali ke bangku kuliah dengan semangat tinggi. Hasilnya di usia 37 tahun, Hawking terpilih sebagai Lucasian Professor of Mathematics di Cambridge. Jabatan prestisius yang sebelumnya dipegang oleh Isaac Newton. Ia juga memperoleh penghargaan Man of the Year dari Royal Association for Disability and Rehabilitation atas kampanye bagi orang-orang cacat. Penghargaan yang diperolehnya itu 15 tahun semenjak Hawking di vonis hanya hidup sampai 2 tahun. Apa yang diraih Hawking adalah suatu prestasi luar biasa. Dalam keterbatasan yang sangat parah, ia mampu merumuskan dan menciptakan teori-teori kosmologi yang sensasional (Geniofam, 2010). Fenomena berikutnya adalah prestasi olahraga event ASEAN Para Games (APG) yang diraih oleh para difabel. APG ini adalah acara multi olahraga dua tahunan untuk atlet dengan cacat fisik yang diselenggarakan segera setelah perhelatan SEA Games dan berada dibawah pengaturan ASEAN Para Sport Federation (APSF). Pertandingan ini diselenggarakan oleh negara yang menjadi tuan rumah SEA Games. Sama halnya dengan SEA Games, event APG ini masih menyisakan kebanggaan bagi atlet Indonesia karena diperhelatan dahulu Indonesia biasanya hanya berada di posisi keempat, dan sekarang Indonesia menempati peringkat kedua setelah Thailand, dalam ASEAN Para Games yang berlangsung di Solo, Jawa Tengah tanggal 12-22 Desember 2011. Indonesia meraih 113 medali emas, 108 perak, dan 89 perunggu.

5 Perhelatan olahraga bagi penyandang cacat se-asean ini mempertandingkan 11 cabang olahraga dan memperebutkan 422 medali. Sedangkan Thailand meraih 123 medali emas. Diantara para atlet tersebut, terdapat beberapa atlet yang berhasil meraih beberapa medali emas, seperti atlet tenis meja bernama David Michael Yacob yang berhasil meraih 7 medali emas. David berasal dari Ambon, dan dia seorang difabel karena tangan kanannya lebih kecil dari tangan kirinya, kecacatan ini sudah terjadi sejak lahir ketika divakum ada syaraf yang tertarik yang mengakibatkan tangan kanannya lebih kecil. David baru pertama kali mengikuti ajang APG dan hal ini menjadi kebanggaan tersendiri baginya. Namun David tidak langsung merasa puas dengan apa yang diraihnya sekarang. Ia berharap dapat terus meningkatkan prestasinya hingga ke ajang dunia bukan hanya ASEAN. Ini membuktikan bahwa kekurangan atau cacat fisik bukanlah hambatan untuk berprestasi (www.presidenri.go.id). Fernald (1997) mengatakan bahwa motivasi berprestasi dipengaruhi oleh penilaian kita tentang diri sendiri. Faktor penting tersebut adalah konsep diri, cara seseorang berpikir tentang dirinya sendiri dalam arti global. Siagian (2004) juga menyatakan kuatnya motivasi seseorang untuk berprestasi (usahanya) tergantung pada pandangannya tentang betapa kuatnya keyakinan yang terdapat dalam dirinya bahwa ia akan dapat mencapai apa yang diusahakan untuk dicapai. Motivasi berprestasi merupakan semangat jiwa yang ditampilkan dalam bentuk sikap dan tindakan. Motivasi berprestasi dilandasi oleh kesukaan terhadap pekerjaan, penguasaan tugas, dan dorongan bersaing sehingga membangkitkan kekuatan atau

6 ketahanan seseorang dalam menghadapi situasi sulit, dan tantangan, dan permasalahan serta berpacu mengejar target yang ditetapkan (Winarno, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi seseorang ditentukan oleh konsep diri nya. Burns (Pudjijogyanti, 1995) menyebutkan bahwa pandangan dan sikap individu tersebut disebut dengan konsep diri. Staffieri (Pudjijogyanti, 1995) menjelaskan bahwa konsep diri terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu lain. Penilaian yang positif terhadap keadaan fisik seseorang, baik dari diri sendiri maupun dari orang lain, sangat membantu perkembangan konsep diri ke arah yang positif. Tanggapan yang diberikan lingkungan tersebut merupakan refleksi yang digunakan individu untuk menilai dirinya sendiri. Keadaan tubuh individu mempunyai pengaruh dalam berinteraksi. Setiap bagian tubuh mempunyai peranan dalam membentuk citra fisik. Ketidakpuasan terhadap diri banyak disebabkan oleh citra fisik yang buruk. Konsep diri yang positif memungkinkan seseorang untuk lebih menghargai dirinya sendiri sebagai pribadi yang berhasil. Diharapkan dengan terjadinya perubahan cara pandang mengenai kemampuan diri yang lebih positif akan mengarahkan tindakannya untuk dapat berprestasi lebih baik. Sebaliknya apabila konsep dirinya negatif individu merasa dirinya bodoh dan kurang percaya diri (minder), tidak percaya mempunyai kemampuan untuk berprestasi, karenanya individu tersebut tidak berusaha keras untuk belajar dan mudah menyerah ketika menghadapi kegagalan. Mengacu dari uraian latar belakang tersebut dapat dibuat rumusan masalah yaitu: Apakah ada hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada

7 penyandang cacat tubuh?. Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada penyandang cacat tubuh. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada penyandang cacat tubuh 2. Tingkat konsep diri yang dimiliki oleh penyandang cacat tubuh 3. Tingkat motivasi berprestasi pada penyandang cacat tubuh C. Manfaat Penelitian 1. Bagi subjek penelitian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran konsep diri kaitannya dengan motivasi berprestasi penyandang cacat tubuh, sehingga para penyandang cacat tubuh dapat mengubah cara pandang mengenai kemampuan dirinya lebih positif yang akan mengarahkan tindakannya untuk dapat berprestasi lebih baik. 2. Bagi pihak Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Soeharso Surakarta, sebagai bahan informasi yang berkaitan dengan masalah-masalah mengenai konsep diri dan motivasi berprestasi pada penyadang cacat tubuh. Ditindaklanjuti dengan mengadakan konsultasi untuk mengarahkan minat, bakat, keterampilan

8 agar menumbuhkan konsep diri yang positif dan mengembangkan motivasi berprestasinya. 3. Bagi orang tua subjek, untuk selalu membimbing dengan kasih sayang dan tidak perlu malu dengan keterbatasan yang dimiliki anaknya. 4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu psikologi sosial. Sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambahkan pemahaman mengenai konsep diri dan motivasi berprestasi pada penyandang cacat tubuh.