BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA DAN AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan

PENGATURAN MENGENAI PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK KAWIN

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN Oleh: Sarwenda Kaunang 2

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.

BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK. tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini sering

BAB I PENDAHULUAN. hidup rumah tangga setelah masing-masing pasangan siap untuk melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. yang juga merupakan tahapan dalam proses hidup adalah adanya suatu. perkawinan yang bahagia. Dengan melakukan perkawinan manusia

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. mereka penat dengan kegiatan sehari-hari. Selain itu, anak juga merupakan

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi adanya hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan tetapi

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan pengaturan pengangkatan anak di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga. Khususnya di Bali

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB II. Pelaksanaan pengangkatan..., Husnah, FHUI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, tetapi kenyataannya pemenuhan hak-hak anak seringkali diabaikan, karena kondisi keluarga yang tidak memungkinkan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pelaksanaan pembangunan. Salah satu program dibidang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB II KETENTUAN HUKUM PENGANGKATAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 1 Undang- perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK ANGKAT 1 Oleh : Mukmin 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa ke arah yang lebih baik yaitu arah yang menunjukkan kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta.

Transkripsi:

13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang anak adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Di Indonesia, anak hidup dan tinggal dalam lingkungan orang tua atau masyarakat yang tidak sama keadaan sosial budayanya. Mereka terdiri dari aneka ragam suku bangsa yang memiliki falsafah hidup, bahasa, adat istiadat, agama dan kepercayaan yang beragam pula. Sehingga masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan anak juga sangat beragam, tidak hanya berkaitan dengan penyakit dan kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse), penggunaan buruh anak dibawah umur dengan upah yang minim, panorama hukum diluar batas yang menimbulkan cidera fisik, korban perang dan sebagainya. Akibatnya dari tahun ke tahun jumlah anak-anak terlantar semakin meningkat. Mereka biasanya ditinggalkan ditempat-tempat umum, halaman rumah orang lain atau dirumah-rumah bersalin. Ada juga yang dititipkan atau diserahkan ke panti-panti asuhan atau diserahkan kepada keluarga lain 1. Keluarga mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai 1 Dewan Nasional Indonesia untuk kesejahteraan Social (DNIKS), Masalah Kesejahteraan AnakTerlantar dan Adopsi Sebagai Salah Satu Sarana Perlindungan Bagi Anak-Anak Bayi Terlantar, Hasil Lokakarya Adopsi Anak Bayi Terlantar, Jakarta 8-9 Maret 1976.

14 mahkluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil. Dalam suatu keluarga yang telah terikat perkawinan, anak merupakan sebuah anugerah karena keluarga baru dikatakan lengkap apabila terdiri dari ayah, ibu dan anak. Namun ada kalanya dalam suatu perkawinan tidak atau belum dikaruniai seorang anak, keinginan atau hasrat menjadi seorang ibu dan ayah bagi anak-anak mereka, terkadang tidak sejalan atau belum kehendak Yang Maha Kuasa, maka keinginan mereka untuk mempunyai anak sulit tercapai, oleh karena itu biasanya untuk mengatasinya keluarga tersebut melakukan pengangkatan anak atau yang sering disebut dengan adopsi. Akan tetapi seiring dengan perkembangan masyarakat pengangkatan anak (adopsi) yang semula bertujuan untuk memperoleh keturunan guna meneruskan dan mempertahankan keturunan dari sebuah keluarga dan juga mempertahankan perkawinan agar tidak mengalami perceraian berubah bahwa tujuan pengangkatan anak (adopsi) menjadi untuk kesejahteraan anak angkat baik yang ditelantarkan oleh orang tua kandungnya ataupun orang tua kandungnya sendiri tidak mampu. Perkembangan masyarakat sekarang menunjukkan bahwa tujuan pengangkatan anak tidak lagi semata-mata atas motivasi untuk meneruskan keturunan saja, tetapi lebih baragam dari pada itu. Di Indonesia pada umumya orang lebih suka mengambil anak dari kalangan keluarga sendiri, tanpa adanya surat pengangkatan anak sebagaimana mestinya. Kemudian berkembang, dimana orang tidak membatasi dari anak kalangan sendiri saja, tapi juga pada anak-anak orang lain yang terdapat pada panti-panti asuhan, tempat-tempat penampungan bayi terlantar dan sebagainya. Secara umum yang terpenting dalam soal pengangkatan anak adalah demi kebahagiaan dan kesejahteraan anak tersebut.

15 Sehingga pelaksanaan pengangkatan anak sebagai salah satu usaha mensejahterahkan anak pada dasarnya harus melihat pada terpenuhinya kepentingan anak dan semua hak-haknya seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Deklarasi PBB tahun 1959 tentang Hak-Hak Anak, dan Konvensi PBB tahun 1989. Kata adopsi berasal dari bahasa Latin adoptio atau adoptie dalam bahasa Belanda dan menurut kamus hukum berarti: Pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang sama dengan anak kandung. Anak yang tadinya tidak mempunyai hubungan darah dengan ayah atau ibu angkatnya, setelah adopsi/diangkat dianggap sebagai anak sendiri. Pada mulanya adopsi/pengangkatan anak dilakukan oleh pasangan suami isteri yang tidak mempunyai anak dengan persyaratan yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, namun seiring perkembangan yang terjadi dimasyarakat, banyak pula pasangan suami isteri karena terdesak masalah ekonomi maka keinginan mempunyai anak pun pupus. Sedangkan mulai banyak orang-orang yang belum terikat perkawinan dan memiliki status sosial yang tinggi dengan karir yang baik serta kehidupan ekonomi yang baik pula dengan didukung dengan rasa kemanusiaan yang tinggi dan memiliki motivasi yang kuat untuk mensejahterahkan kehidupan orang lain khususnya untuk anak-anak terlantar dengan memberikan mereka tempat tinggal yang nyaman, pendidikan yang cukup serta kehidupan yang lebih baik (sandang, papan dan pangan), oleh sebab itu

16 mereka mulai untuk mengadopsi/mengangkat anak baik dari kalangan keluarga sendiri maupun melalui lembaga sosial atau panti asuhan. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 tahun 1983 mengatur tentang pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang Warga Negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, seseorang yang belum menikah dan ingin mengadopsi/mengangkat anak, dapat menggunakan ketentuan ini bahkan saat ini telah dikeluarkan peraturan yang khusus mengatur tentang pengangkatan anak oleh orang tua tunggal, yaitu Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, khususnya dipasal 16 dimana pengangkatan anak oleh orang tua tunggal dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia setelah mendapat izin dari Menteri Pengangkatan anak atau adopsi dalam masyarakat merupakan kebutuhan bagi tiap keluarga karena berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Bagaimanapun alasan yang melatarbelakangi orang tua angkat untuk mengangkat anak haruslah tetap memperhatikan kesejahteraan anak tersebut, anak harus dirawat dengan kasih sayang, dipelihara seperti layaknya anak kandung sendiri dan tidak ditelantarkan terlebih mengutamakannya seperti yang ditegaskan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

17 B. Perumusan Masalah Sebagaimana yang telah diuraikan diatas diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah dari sudut pandang hukum orang tua tunggal (single parent) boleh mengangkat anak? Dan bagaimana teknis pelaksanaan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal (single parent adoption)? 2. Apa yang menjadi dasar pertimbangan Undang-Undang mengenai Anak dalam memberikan penerapan pengangkatan anak kepada orang tua tunggal (single parent adoption)? 3. Apa saja akibat hukum dari pengangkatan anak? Serta sanksi apabila anak yang diangkat oleh orang tua tunggal (single parent) tersebut ditelantarkan? C. Tujuan Penelitian Penulis memilih judul Tinjauan Yuridis Pengangkatan Anak Oleh Orang Tua Tunggal (Single Parent Adoption), mempunyai beberapa tujuan, antara lain: 1. Untuk mengetahui serta menganalisis dari sudut pandang hukum apakah orang tua tunggal (single parent) boleh mengangkat anak serta mengetahui teknis pelaksanaan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal (single parent adoption) yang terjadi di Indonesia. 2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Undang-Undang mengenai Anak dalam memberikan penerapan pengangkatan anak yang diangkat oleh orang tua tunggal

18 (single parent adaption). 3. Untuk mengetahui akibat hukum pengangkatan anak serta akibat hukum apabila anak yang diangkat oleh orang tua tunggal (single parent) tersebut ditelantarkan. D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Didalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu dalam penulisan ini penulis ingin mengembangkan fakta-fakta ataupun permasalahan dengan bertumpu pada literatur-literatur hukum, buku-buku dan peraturan perundang-undangan mengenai anak. 2. Data Penelitian a. Sumber Data Primer Data primer adalah data yang merupakan sumber utama, sumber data ini diharapkan mampu menjawab permasalahan yang diungkap, seperti : Undang- Undang mengenai anak. b. Sumber Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berbentuk laporan, dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan permasalahan yang diungkap, literatur-literatur hukum seperti: buku-buku, majalah, jurnal-jurnal, artikel, koran, skripsi dan tesis.

19 c. Sumber Data Tersier Data tersier yaitu data yang melakukan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer dan data sekunder seperti: bibliografi hukum, dan kamus hukum. 3. Cara Memperoleh Data a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu penulis melakukan tinjauan dengan penelusuran melalui buku-buku yang ada untuk memperoleh data dan kerangka teori untuk menjawab permasalahan yang akan diungkap. b. Penelitian Lapangan (Field Research) Dilakukan untuk mendapatkan data primer yang mendukung keberadaan data sekunder. Untuk data ini penulis langsung mendapatkan berupa keterangan atau data yang diperoleh melalui pengadilan. c. Cara Pengolahan Data Penulis melakukan cara pengolahan data dengan menyusun data-data untuk memperoleh jawaban atas permasalahan dengan bertumpu dengan literaturliteratur hukum dan buku-buku yang ada. E. Definisi Operasional Berdasarkan konsep yang telah dijelaskan diatas, sebagai bahan penunjang dalam skripsi ini maka disertakan pula definisi operasional. Adapun yang menjadi definisi operasional dalam skripsi ini antara lain: 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun

20 termasuk anak yang masih dalam kandungan 2. 2. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial 3. 3. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan 4. Ada beberapa ahli yang mengemukakan pengertian mengenai anak angkat diantaranya adalah menurut Hilman Hadikusuma 5 sebagai berikut: Anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga. Pengertian lainnya diberikan oleh Dr. Mahmud Syaltut yang membedakan dua macam arti anak angkat, yaitu: Pertama, penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam 2 Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, UU No 23 tahun 2002, LN No. 109 TLN No. 4235, psl 1 3 Ibid. 4 Ibid. 5 Muderis Zaini, ADOPSI Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hlm. 5.

21 segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri. Kedua, yaitu yang dipahamkan dari perkataan tabanni (pengangkatan anak secara mutlak). menurut syariat adat dan kebiasaan yang berlaku pada manusia. Tabanni adalah memasukkan anak yang diketahuinya sebagai orang lain ke dalam keluarganya, yang tidak ada pertalian nasal kepada dirinya, sebagai anak yang sah, tetapi mempunyai hak dan ketentuan hukum sebagai anak 6. Berdasarkan rumusan tersebut menurut Hilman Hadikusuma yang dipengaruhi hukum adat, anak angkat akan melanjutkan keturunan dan mewarisi harta kekayaan orang tua angkatnya. Sedangkan menurut Dr. Mahmud Syaltut yang didasarkan hukum islam, anak angkat mempunyai hak dan kewajiban sebagai anak, tetapi tetap sebagai anak angkat dalam arti bukan sebagai penerus keturunan 4. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. 5. Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundangundangan dan adat kebiasaan. 6. Orang Tua Tunggal (single parent) adalah mereka yang pernah menikah (janda atau duda) maupun mereka yang belum pernah terikat dalam suatu 6 Ibid.

22 perkawinan 7. Karena mereka memiliki kemampuan ekonomi dan rasa kemanusiaan yang tinggi ingin mengadopsi atau melakukan pengangkatan anak. 7. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkugan keluarga orang tua angkat 8. 8. Lembaga pengasuhan anak adalah lembaga atau organisasi sosial atau yayasan yang berbadan hukum yang menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar dan telah mendapat izin dari Menteri untuk melaksanakan proses pengangkatan anak 9. F. Sistematika Penelitian Sistematika pembahasan dan penulisan ini secara rinci penulis mengelompokkan sistematika ke dalam bab, yakni sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai apa-apa yang 7 Departemen Sosial Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak, (Jakarta : Departemen Sosial Republik Indonesia, 2005), hlm. 4. 8 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, PP Nomor 54 tahun 2007, LN No. 123 Tahun 2007, TLN No. 4768, psl 1. 9 Ibid

23 menjadi landasan pemikiran dari persoalan yang akan diteliti hingga teknik penelitiannya yang dituangkan dalam 6 (enam) sub bab yaitu: Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, Definisi Operasional dan Sistematika Penelitian. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ADOPSI/PENGANGKATAN ANAK OLEH ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT ADOPTION) Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai beberapa pengertian adopsi/ pengangkatan anak, sejarah single parent adoption (Adopsi yang dilakukan oleh orang tua tunggal), hubungan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal dengan upaya kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak. BAB III TINJAUAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG ADOPSI/PENGANGKATAN ANAK DI INDONESIA Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai tinjauan hukum terhadap pengangkatan anak (adopsi) di Indonesia menurut hukum perdata barat, hukum adat dan hukum islam. Kemudian menjelaskan teknis pelaksanaan pengangkatan anak di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 dan berdasarkan PP Nomor 54 tahun 2007 serta Ketentuan Hukum lainnya.

24 BAB IV ANALISA PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK OLEH ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT ADOPTION) Dalam bab ini penulis akan menganalisa penetapan pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua tunggal. Kemudian menjelaskan mengenai hubungan antara pengangkatan anak oleh orang tua tunggal dengan upaya kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak. BAB V PENUTUP Dalam bab ini penulis akan memberikan kesimpulan terhadap permasalahan yang dimuat dalam proposal penelitian hukum ini dan memberikan saran yang sekiranya bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia.