BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Henny Natalya Sari, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. saluran pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah terganggu dan jika

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. Pinang (Areca catechu L.) atau jambe dalam Bahasa Sunda merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus)

LAMA PEMULIHAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah ,68 KM 2. menekan tingkat laju pertumbuhan penduduk adalah dengan menekan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

kontrasepsi untuk kaum pria supaya kaum pria memiliki alternatif penggunaan alat kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan fakta di atas,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adella Anfidina Putri, 2013

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan yang serba instan. Sayangnya pengkonsumsian makanan. sehingga berakibat terjadinya penumpukan lemak.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (AndrographispaniculataNees.) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EJAKULAT MENCIT (Musmusculus L.) SWISS WEBSTER ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan zat psikotropika dengan penggunaan yang paling luas.

2016 PENGARUH PEMBERIAN SIMPLISIA DAUN SIMPUR

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam penyakit degeneratif semakin berkembang pesat dikalangan masyarakat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut:

Wijayanti, et al, Pengaruh Ekstrak Metanol Biji Pepaya Tua dan Ekstrak Metanol Biji Pepaya Muda...

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kecenderungan pola makan yang serba praktis dan instant seperti makanan cepat

PERSENTASE HIDUP DAN ABNORMALITAS SEL SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DENGAN PAKAN YANG DISUPLEMENTASI DAUN BINAHONG

Key words : sukun, mencit dan fertilitas.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN JERUJU (Acanthus ilicifolius Linn.) TERHADAP FERTILITAS MENCIT (Mus musculus L. Swiss Webster) JANTAN ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

HORMON REPRODUKSI JANTAN

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. disfungsi ereksi, dan ejakulasi dini. Pada tahun 2025, diduga terdapat 322 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) merupakan tanaman yang di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bijinya untuk asma, bronkitis, kusta, tuberkulosis, luka, sakit perut, diare, disentri,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

badan berlebih (overweight dan obesitas) beserta komplikasinya. Selain itu, pengetahuan tentang pola makan juga harus mendapatkan perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam komponen yang diantaranya merupakan zat-zat kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menjadi suatu pemikiran terkait

BAB V PEMBAHASAN. untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al.,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

PENGARUH PEMBERIAN INFUS DAUN MANGGIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

PERBAIKAN KADAR LIPID DARAH PADA MENCIT

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH Avicennia marina TERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus musculus L.)

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk di Negara berkembang khususnya Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat secara tajam. Beberapa usaha telah di lakukan untuk menekan jumlah penduduk, salah satunya melalui berbagai metode KB, seperti pantang berkala, kontrasepsi hormonal, AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim), dan sterilisasi (Vasektomi dan tubektomi) (Sastrawinata, 1980). Keluarga Berencana merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ditetapkan bahwa peserta KB Pria sebesar 4,5%, namun kenyataannya partisipasi pria dalam KB masih rendah. Dilihat dari angka pencapaian peningkatan partisipasi pria tahun 1991 sebesar 0,8 % (SDKI, 1991), pada tahun 2003 sebesar 1,3 % (SDKI 2002-2003), sedangkan pada tahun 2007 sebesar 1,5 % (SDKI, 2007). Partisipasi laki-laki baik dalam praktek KB maupun dalam pemeliharaan Kesehatan Ibu dan Anak berpengaruh positif dalam mempercepat penurunan angka kelahiran total (TFR), penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), dan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), (BKKBN, 2002). Pengaturan kehamilan dan jarak melahirkan diperlukan untuk mencapai target Millenium Development Goal s (MDGs) tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran hidup (Azwar, A. 2005). Hal ini menunjukan bahwa untuk kesinambungan dan kelancaran program KB sangat diperlukan partisipasi aktif kaum pria. Salah satu alasan rendahnya partisipasi pria dalam keluarga berencana (KB) karena jenis kontrasepsi pria yang tersedia sangat terbatas. Masalah tersebut yang menjadi landasan mengapa perkembangan teknologi kontrasepsi perlu lebih mengarah pada pria (Kaspul, 2007). Sampai saat ini bahan atau alat kontrasepsi pria masih sangat terbatas yakni, kondom dan vasektomi. Terdapat petunjuk bahwa vasektomi bersifat irreversibel, sedangkan kelemahan utama dalam penggunaan kondom adalah efek psikis karena daya sensitivitas berkurang (Adimunca, 1996). Beberapa mekanisme

2 dalam penggunaan kontrasepsi pria bisa diarahkan pada agen anti spermatogenesis yang menekan produksi spermatozoa, mencegah pematangan sperma dan mengahalangi transport sperma sepanjang saluran vas deferen (Sharma et al., 2000). Semakin meningkatnya industri obat, khususnya obat kontrasepsi dalam dasawarsa terakhir ini telah memacu usaha pemanfaatan tumbuhan yang berfungsi sebagai kontrasepsi. Hasil penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Nurfitri yulianti menyatakan bahwa pemberian maserat daun Jati Belanda sejumlah 0,05 g/bb/hari hingga 0,25 g/bb/hari berpengaruh menurunkan kualitas sperma mencit (Mus muculus L). Semakin tinggi dosis maserat daun Jati Belanda yang diberikan mengakibatkan penurunan konsentrasi sperma, peningkatan abnormalitas sperma, dan penurunan kecepatan sperma. Jati Belanda merupakan salah satu dari sekian banyak tanaman herbal yang sering digunakan masyarakat Indonesia sebagai obat (Rachmadani, 2001). Daun tanaman ini sering digunakan sebagai campuran jamu untuk melangsingkan tubuh (Sukandar, et al, 2004). Sampel kering dari tanaman ini, banyak diedarkan di pasaran dalam bentuk teh, serbuk, atau daun kering. Masyarakat biasanya mengonsumsi tanaman ini melalui cara direbus dan diminum airnya (Sukandar, et al., 2004). Dalam berbagai literatur, di sebutkan bahwa pada tanaman jati belanda terkandung berbagai senyawa kimia aktif antara lain tanin, musilago, kafein, β sitosterol, friedelin, kaueronic acid, flavonoid, saponin, antioksidan proanthocyanidin, dan lain sebagainya. Dengan kandungan berbagai senyawa kimia yang terdapat dalan daun Jati Belanda, daun Jati Belanda berpotensi di gunakan sebagai anti fertilitas pada pria. pengaruh flavonoid terhadap ICSH dan LH akan menurunkan kadar testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig. Penurunan testosteron ini akan mengakibatkan kelangsungan hidup sperma di dalam epididimis mengalami penurunan, sehingga pada akhirnya menyebabkan jumlah sperma yang ada pun menjadi berkurang, beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Ashfahani (2008), Wahyuni (2011) dan Modaresi (2011), menyatakan bahwa pemberian senyawa bioaktif golongan

3 flavonoid berpotensi menurunkan sekresi hormon testosteron dari sel Leydig mencit dan menghambat kinerja enzim aromatase pada pada sel Sertoli. Kandungan triterpenoid di dalam maserat daun Jati Belanda juga diduga memberikan pengaruh terhadap jumlah sperma. Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa triterpenoid bersifat antiandrogenik dan mampu berikatan dengan binding site ABP. ABP ini berfungsi untuk menerima hormon androgen (testosteron) dan menginisiasi proses spermatogenesis di dalam tubulus seminiferus. Sehingga, dengan adanya triterpenoid maka pengikatan androgen pada ABP berkurang dan menyebabkan gangguan spermatogenesis. Sarat yang harus dipenuhi bagi penggunaan kontrasepsi pria yang ideal adalah aman, efektif, reversible, dan tidak berpengaruh terhadap libido ( Kamal et al., 2003). Oleh sebab itu penggunaan kontrasepsi perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap sistem reproduksi baik hewan jantan atau betina. Pengaruh yang ditimbulkan harus bersifat sementara (reversibel) yaitu bila tidak digunakan lagi system reproduksi kembali normal sehingga tidak terjadi kemandulan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang didapatkan suatu rumusan masalah. Dimana rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimana pengaruh pemberian maserat daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dan lamanya perawatan pasca perlakuan dalam mempengaruhi kualitas sperma mencit (Mus musculus L.) galur Swiss webster? Adapun pertanyaan penelitian yang di ajukan ialah: 1. Berapa lamanya pengaruh pemberian maserat daun Jati Belanda terhadap konsentrasi (jumlah sperma/ml suspensi semen dari cauda epididymis) sperma mencit? 2. Berapa lamanya pengaruh pemberian maserat daun Jati Belanda terhadap motilitas sperma mencit? 3. Berapa lamanya pengaruh pemberian maserat daun Jati Belanda terhadap abonormalitas sperma mencit?

4 C. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan (Mus musculus) galur Swiss webster usia 8-12 minggu. 2. Sampel daun Jati Belanda yang digunakan adalah daun Jati Belanda yang telah dikeringkan dan telah digiling menjadi bubuk. 3. Lamanya pemberian maserat daun Jati belanda adalah 14 hari 4. Lamanya waktu penghentian pemberian maserat daun Jati Belanda yaitu, 0 hari, 7 hari dan 14 hari. 5. Parameter yang di ukur adalah kualitas sperma mencit yang teridiri dari konsentrasi sperma (jumlah sperma/ml suspensi semen), motilitas sperma (%), dan abnormalitas (%) sperma mencit (Mus muculus L.) 6. Maserat Jati Belanda yang digunakan adalah maserat air hasil hydrolytic maseration yang telah terpisahkan dari ampas dan selulosanya. 7. Dosis yang digunakan adalah 0,05 g/bb/hari; 0,10 g/bb/hari; 0,15 g/bb/hari; 0,20 g/bb/hari; dan 0,25 g/bb/hari (Adjirni, et al., 2001; Rahardjo, et al., 2006; Utomo, 2008). 8. Sampel sperma yang diamati berasal dari suspensi semen cauda epididymis mencit, dikarenakan sperma dalam cauda epididymis merupakan sperma yang telah termaturasi (Adyana, 2009: 215). 9. Abnormalitas sperma yang diamati adalah abnormalitas sekunder, yakni sperma yang mengalami patah ekor, kepala terpisah dengan ekornya, dan ekor menggulung (Basten dalam Yulianti, 2012, hlm. 5). 10. Kecepatan sperma yang dihitung berasal dari sperma normal (tidak mengalami cacat). D. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian maserat daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dan lamanya perawatan pasca perlakuan dalam mempengaruhi kualitas sperma mencit (Mus musculus L.) galur Swiss.

5 E. Manfaat Penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang manfaat daun Jati Belanda yang dapat dijadikan alternatif kontrasepsi alami pria yang aman dan menjadi landasan bagi penelitian selanjutnya. F. Asumsi 1. Pemanfaatan tumbuhan memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai obat kontrasepsi (Adnan, 2002; Griffin, 1990). 2. Kolesterol merupakan bahan utama sintesis hormon sex (Adyana, 2009: 14; Campbel, 2005: 73; Norris, 1984: 383). 3. Testosterone dan androgen lain di sintesis dari prekrusor kolesterol (Litwack, 1992) 4. Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) mengandung senyawa flavonoid, asam fenolat, tannin, steroid/triterpenoid (Hartanto, 1986) 5. Serbuk daun Jati Belanda mengandung flavonoid, fenol hidrokuinon, kalon, auron, dan flavonol (Miradiono, 2002) 6. Daun Jati Belanda mengandung senyawa alkaloid, trepena, triterpena (sterol), resin, glukosa, asam lemak, asam fenolat, zat pahit, dan karbohidrat (Suharmiati & Maryani, 2003). 7. Senyawa bioaktif dapat berperan sebagai penghambat spermatogenesis dan bersivat reversible. 8. Senyawa bioaktif pada tumbuhan, khususnya kelompok senyawa steroid, alkaloid, isoflavonoid, flavonoid, triterpenoid dan xanthon memiliki kemampuan sebagai bahan pengatur fertilitas (Adnan, 2002; Susetyarini, 2008; Robertzon, et al., 2002; Wahyuningsih, 2011). G. Hipotesis Berdasarkan asumsi-asumsi, hipotesis yang ada pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian maserat daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dan lamanya perawatan pasca perlakuan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas sperma mencit (Mus musculus L.) galur Swiss.