BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu, potensi manusia diposisikan sebagai makhluk yang istimewa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. interaksi positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Sekretaris Jenderal MPR-RI, Undang-Undang Dasar 1945, Sekjen MPR-RI, Jakarta, hlm. 5 2

BAB I PENDAHULUAN. Islam yang akan menjadikan pendidikan berkualitas, individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, dan sosial sesuai Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi anak didik sehingga menjadi orang yang dewasa fisik,

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan individu dan masyarakat serta melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. membangun banyak ditentukan oleh kemajuan pendidikan. secara alamiah melalui pemaknaan individu terhadap pengalaman-pengalamannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertanggungjawab dan mampu mewujudkan masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan Islam menurut Suyanto (2008: 83) adalah terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan nasional tersirat dalam undang-undang sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai. keterampilan-keterampilan pada siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ilmuwan khususnya para ahli pendidikan. Hal ini karena pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293.

BAB I PENDAHULUAN. proses optimalisasi yang memerlukan waktu serta tahapan-tahapan tertentu. yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan berprestasi.

BAB I PENDAHULUAN. kembali pemikiran kita tentang makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan terkait dengan nilai-nilai, mendidik berarti memberikan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan. baru seperti internet, media elektronik, media cetak dan

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan dinamika peradaban yang dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 1. dasarnya mengantarkan para siswa menuju pada perubahan-perubahan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. guru, isi atau materi pelajaran, dan siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Zemool, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1991), hlm. 64. Nasional. 1 Mahmud Ahmad Sayyed, Mendidik Generasi Qur any, Terj. S. A.

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Hal ini sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berujung pada pencapaian suatu kualitas manusia tertentu yang dianggap dan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi, kepribadian, kecerdasan dan keterampilan yang ada pada

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pendidikan di Sekolah atau lembaga pendidikan formal. Pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hal. 1-2.

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali bangsa Indonesia yang sedang membangun sehingga dapat. bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pribadi maupun bagian dari masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. menyadarkan manusia akan potensi-potensi yang dimilikinya untuk dikembangkan.

BAB I PENDAHULUAN. mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi sosial kultural masyarakat Indonesia( Hamalik, 2001: 1)

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin mengglobal dan kompetitif memunculkan tantangan-tantangan

BAB I PENDAHULUAN. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya, melalui

BAB I PENDAHULUAN. sangat dianjurkan pelaksanaannya oleh Allah SWT. Islam juga memerintah

BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berupaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda yang menjadi perhatian utama adalah masalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

terutama ditentukan oleh proses belajar mengajar. Sebagaimana diperbuat dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. wajib diberikan pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan (Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah (STAIN Jember,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. diberbagai belahan dunia terutama Negara-negara yang sedang berkembang banyak

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi, sosial budaya dan juga pendidikan. kepribadian yang bulat dan untuk membentuk manusia sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. religiusitas dalam kehidupan manusia. Temuan-temuan empiric dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 ditegaskan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. sulit untuk dientaskan diantaranya adalah karena rendahnya kemampuan. adalah dengan didirikannya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kelangsungan hidup bangsa tersebut 2. Pendidikan pula yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan, kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan usaha dan kerja keras melalui jalur pendidikan, sekolah, keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. didik untuk menjadi manusia yang berakhlak mulia (bermoral). Sebab bangsa

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita bangsa, seperti yang telah tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang. Allah dalam Al-Qur an pada surah Al-Mujadalah ayat 11:

BAB I PENDAHULUAN. karena maju dan mundurnya bangsa di tentukan oleh keadaan pendidikan yang di

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian dan kemampuan menuju kedewasaan serta pembentukan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri

BAB I PENDAHULUAN. di antara makluk-nya yang lain. Allah memberi banyak kelebihan kepada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan di dunia ini tanpa pengetahuan apapun, tetapi dalam kelahirannya manusia dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkan untuk menguasai berbagai pengetahuan. Dengan memfungsikan fitrah itu maka diharapkan manusia dapat belajar dari lingkungan dan masyarakat. 1 Diantara tanda fitrah itu adalah Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dengan menganugerahkan berbagai potensi. Maka dari itu, potensi manusia diposisikan sebagai makhluk yang istimewa dibandingkan dengan makhluk lainnya, Allah SWT berfirman dalam Al- Qur an surat At-Tin ayat 4: Artinya: Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS. At-Tin: 4) Seiring dengan perjalanan kehidupan manusia di dunia, berbagai potensi manusia ini tidaklah mudah untuk dapat berkembang tanpa adanya proses interaksi dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, yang dalam kehidupannya yang selalu mengadakan interaksi disekitar manusia dapat diubah menjadi interaksi yang bernilai edukatif jika interaksi tersebut dilakukan dengan sadar untuk meletakkan tujuan agar 1 Hery Nur Aly & Manzier, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani, 2007), 1. 1

2 manusia itu dapat merubah tingkah lakunya, pola fikir, dan perbuatannya. 2 Pola-pola interaksi edukatif ini dapat diciptakan melalui suatu pendidikan. Pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, adalah: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 3 Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa pendidikan adalah suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Dalam mendewasakan manusia ini tentunya melalui beberapa proses dalam pembelajaran. Proses pembelajaran tidak hanya membutuhkan waktu yang singkat tetapi melalui beberapa tahapan. Dalam proses pembelajaran tersebut dapat mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik menjadi baik. Hal ini tidak terlepas dari figur seorang pendidik (guru), karena tanpa adanya pendidik maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. Guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran di suatu lembaga pendidikan. Maka hal tersebut penting bagi guru meningkatkan keprofesionalan dirinya guna mengembangkan keintelektualannya serta kepribadiannya dalam dunia pendidikan. 2 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 11. 3 Sekretariat Negara RI, Undang-Undang No. 20 Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sinar Grafika), 3.

3 Pendidikan memiliki fungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak manusia agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang dijelaskan dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 mengamanatkan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 4 Guna tercapainya tujuan pendidikan nasional tersebut, maka tidak terlepas dalam memahami makna pendidikan itu sendiri. Sehingga dalam proses pembelajaran, guru senantiasa mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pendidikan, dalam mengembangkan potensi peserta didik. Proses belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan tidak terlepas dari proses interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan antara siswa dengan lingkungannya sebagai suatu perantara dalam menyampaikan pengetahuan. Akan tetapi, interaksi ini terdapat etika, norma, peraturan yang harus dipatuhi agar tercipta suatu bahasa dan atau interaksi yang baik, benar dan sopan. Sesuai firman Allah dalam Surat Ali-Imran ayat 159. 4 Undang-Undang Sisdiknas, 7.

4 Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-nya. (QS. Ali Imran/3: 159). Pada dasarnya melalui komunikasi akan terbentuk konsep diri. Konsep diri adalah cara pandang terhadap diri sendiri dan itu dapat diketahui melalui orang lain. Orang lainlah yang menilai bagaimana kita, dan orang lain menilai melalui komunikasi kita yang dibangun, hal ini tidak terlepas dari kata, kalimat yang digunakan. Dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah penggunaan bahasa yang beretika, karena bahasa menunjukkan cerminan, pribadi, dan watak. Sesungguhnya bahasa akan indah diucapkan, manis untuk didengarkan, dan akan menjadi kenyataan kalau bahasa diucapkan dengan baik dan beretika. Menurut sejarah, pada era soekarno, konon beliau mampu menghipnotis pendengarnya dikanca nasional maupun internasional ketika beliau berpidato didepan umum, karena kata dan kalimatnya yang sangat bijak, intonasi dan nada suara yang indah dan ekspresinya yang begitu

5 memukau. Ini salah satu bukti bahwa pemimpin Indonesia mempunyai etika berbahasa yang baik. Penggunaan bahasa yang baik tertera dalam Al-Qur an dan sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Bahwasannya, didalam mengarahkan pembicaraan hendaknya menggunakan tutur kata yang menyatukan umat, bukan yang dapat mencerai beraikan mereka. Hendaknya juga berusaha keras untuk membersihkan kata-kata gersang yang menusuk qalbu serta memperlihatkan kekejaman, kekerasan atau celaan. Hendaknya ia menghindari kata-kata yang menyempitkan dada, menghilangkan harapan orang lain untuk mendapatkan ampunan Allah, atau membuat hati mereka tertutup dari seruan. 5 Guru menurut Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Bab I Pasal 1 tentang guru dan dosen adalah: Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 6 Proses pembelajaran agama Islam, terutama pembelajaran aqidah akhlak, guru merupakan salah satu komponen pembelajaran dan juga sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Guru tidak hanya bertugas sebagai pengajar, tetapi juga berperan dalam usaha pembentukan watak, tabi at maupun pengembangan sumber daya yang dimiliki oleh anak didik. 5 Mahmud Syaltut, Tafsir Al-Qur anul karim 3 (Bandung: CV. Diponegoro, 1990), 709-711. 6 Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta : PT. Asa Mandiri, 2006), 1.

6 Untuk itu, peran guru tidak hanya terbatas pada peran sebagai pengajar yang hanya transfer of knowladge (memindahkan pengetahuan) dan transfer of skill (menyalurkan keterampilan) saja, tetapi peran keaktifannya diharapkan mampu mengarahkan, membentuk dan membina sikap mental anak didik kearah yang lebih baik, sehingga pada peran yang ketiga ini guru diharapkan untuk dapat transfer of value (menanamkan nilai-nilai). 7 Maka dari itu, peran guru aqidah akhlak sangat menentukan berhasilnya suatu pembelajaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Pratiwi bahwa peran guru Aqidah Akhlak adalah sebagai motivator, supervisor, pembimbing, fasilitator, evaluator dan teladan. 8 Guru yang memenuhi kriteria profesional akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara efektif dan efisien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 9 Madrasah Tsanawiyah Salafiyah-Syafi iyah ini merupakan sebuah lembaga yang berdiri pada tahun 1983 yang berada di desa Mumbulsari Kecamatan Mumbulsari Kabupaten Jember. Saat ini terdapat masalah yang terkait dalam proses pendidikan salah satunya ialah bagaimana peran guru dalam membangun etika berbahasa sopan siswa karena pada lembaga tersebut 7 A. Qodri Azizy, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik Anak Sukses Masa Depan dan Bermanfaat) (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003), 19. 8 Nur Pratiwi, Peran Guru Aqidah Akhlak dalam Meningkatkan Akhlak Siswa Di MIN Jejeran Wonokromo Pleret Bantul (Skripsi: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013). 9 Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru (Bandung: Alfabeta, 2010), 18.

7 masih banyak peserta didik tidak bisa berbahasa yang baik, sopan, dan juga benar. Interaksi antara siswa kepada gurunya sangat tidak jauh berbeda ketika siswa berinteraksi dengan teman sebayanya. Pada dasarnya semua guru MTs. Salafiyah-Syafi iyah ini sudah memberikan contoh yang baik kepada siswanya. Namun masih banyak siswa yang tidak dapat berbicara secara sopan. Hal ini dapat diperkirakan karena pergaulan bebas saat ini yang kebanyakan menirukan perilaku dan gaya bahasa media sosial yang tidak sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Faktor lain yang membuat bahasa siswa tidak sopan ialah kurangnya pemantauan dari pendidik ketika siswa sudah berada di lingkungan masyarakat atau di luar sekolah, sehingga ketika berbicara yang kurang sopan tidak diketahui guru. Maka dari itu, perlu ditindak lanjuti untuk mengatasi hal tersebut. Peran guru Aqidah Akhlak mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun etika berbahasa sopan siswa. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti. Daya tarik ini terkait dengan bagaimana peran guru Aqidah Akhlak mampu membangun etika berbahasa sopan siswa yang saat ini akhlak siswa sangat rendah. Kajian ini sangat penting juga sebagai masukan yang bermanfaat bagi MTs. Salafiyah- Syafi iyah Mumbulsari Jember. Dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul peran guru aqidah akhlak dalam membangun etika berbahasa sopan siswa di Madrasah Tsanawiyah Salafiyah-Syafi iyah Mumbulsari Jember

8 B. Fokus Penelitian Bagian ini mencantumkan semua permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui proses penelitian. 10 Untuk mempermudah peneliti, maka peneliti memilih dan menentukan fokus penelitian yang hendak dikaji sehingga tidak melebar kemana-mana. Menurut M. Toha Anggara, suatu masalah yang bersifat terlalu umum dan banyak jumlahnya kelak akan menyulitkan peneliti. Maka dalam hal tersebut harus difokuskan sejak awal. 11 Fokus dalam penelitian ini juga masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti di lapangan. 12 Beberapa fokus penelitian yang muncul berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peran guru Aqidah Akhlak sebagai pendidik dalam membangun etika berbahasa sopan siswa di Madrasah Tsanawiyah Salafiyah-Syafi iyah Mumbulsari Jember? 2. Bagaimanakah peran guru Aqidah Akhlak sebagai pengajar dalam membangun etika berbahasa sopan siswa di Madrasah Tsanawiyah Salafiyah-Syafi iyah Mumbulsari? C. Tujuan Penelitian 10 IAIN Jember, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: IAIN Jember Press, 2015), 72. 11 M. Toha Anggara, Materi Pokok Penelitian (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), 122. 12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2013), 290.

9 Tujuan penelitian merupakan pernyataan operasional yang merincikan apa yang diselesaikan dan dicapai dalam penelitian ini. 13 Tujuan pokok setiap penelitian adalah mencari jawaban dari permasalahan yang akan diajukan. 14 Sehubungan dengan hal tersebut maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan peran guru Aqidah Akhlak sebagai pendidik dalam membangun etika berbahasa sopan siswa di Madrasah Tsanawiyah Salafiyah-Syafi iyah Mumbulsari Jember. 2. Untuk mendeskripsikan peran guru Aqidah Akhlak sebagai pengajar dalam membangun etika berbahasa sopan siswa di Madrasah Tsanawiyah Salafiyah-Syafi iyah Mumbulsari Jember. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan. 15 Manfaat penelitian akan memberikan konstribusi apa yang akan diberikan setelah selesai melakukan penelitian. Kegunaan dapat berupa kegunaan yang bersifat teoritis dan kegunaan praktis. Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa manfaat hasil penelitian adalah sesuatu yang dapat digunakan oleh pihak-pihak lain untuk meningkatkan apa yang telah ada. 16 Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis 13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), 400. 14 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kualitatif (Malang: UIN Maliki Press, 2008), 250. 15 Sugiyono, Metode Penelitian, 283. 16 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), 46.

10 Agar dapat memberikan konstribusi pemikiran guna memperkaya khazanah keilmuan dalam melaksanakan program-program yang membangun etika berbahasa sopan siswa. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Memberikan pengalaman dan pengetahuan dalam menulis karya ilmiah yang lebih baik, juga sebagai latihan dalam melakukan sebuah penelitian, serta dapat memberikan manfaat dalam mengembangkan potensi terkait dengan peran guru aqidah akhlak dalam membangun etika berbahasa sopan siswa di Madrasah Tsanawiyah Salafiyah- Syafi iyah b. Bagi MTs. Salafiyah-Syafi iyah Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau acuan untuk semua guru dalam proses peningkatan kualitas bahasa sopan siswa di Madrasah Tsanawiyah Salafiyah-Syafi iyah c. Bagi IAIN Jember Sebagai bahan kajian untuk melengkapi kepustakaan yang berkaitan dengan peran guru akidah akhlak dalam membangun etika berbahasa sopan siswa. Karena peran guru dalam membangun etika berbahasa sopan siswa ini merupakan satu-satunya hal yang diteliti untuk pertama kalinya di kepustakaan IAIN Jember. E. Definisi Istilah

11 Definisi istilah berisi tentang pengertian istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti didalam judul penelitian. Tujuannya agar tidak menjadi kesalahpahaman terhadap makna istilah sebagaimana dimaksud oleh peneliti. 17 Istilah-istilah tersebut adalah: 1. Peran Guru Aqidah Akhlak Peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat. 18 Istilah peran ini sering diucapkan oleh banyak orang, sering kita mendengar kata peran dikaitkan dengan posisi atau kedudukan seseorang. Kamus Besar Bahasa Indonesia juga mengartikan guru sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru sebagai tenaga kependidikan yang memiliki tugas pokok melaksanakan proses belajar mengajar. Jadi, guru dapat diartikan sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/musalla, di rumah dan sebagainya. 17 IAIN Jember, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 73. 18 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), 835.

12 Jadi peran guru adalah tercapainya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuan. 19 Dengan kata lain peran guru dapat dikatakan tugas yang harus dilaksanakan oleh guru dalam mengajar siswa untuk kemajuan yaitu perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa. Sedangkan aqidah akhlak berasal dari dua kata yaitu aqidah yang berarti pedoman, aturan, tuntunan, dan acuan. Sedangkan akhlak berarti budi pekerti, tingkah laku dari seseorang. Jadi aqidah akhlak adalah ilmu yang mempelajari mengenai keimanan atau keyakinan terhadap Allah yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya dengan segala sifat dan perbuatan-nya dan juga mempelajari tentang masalah-masalah budi pekerti yang sesuai dengan syari at agama islam. Sehingga dapat dipahami bahwa peran guru Aqidah Akhlak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh guru yang mengajarkan tentang keimanan atau keyakinan terhadap Allah yang menciptakan alam semesta beserta isinya dengan segala sifat dan perbuatan-nya kepada peserta didik. Guru aqidah akhlak juga mengajarkan masalah-masalah budi pekerti yang sesuai dengan syari at agama islam. Sehingga dilihat dari tanggungjawab seorang guru aqidah akhlak tersebut sangat kental sekali dengan penanaman nilai-nilai agama pada peserta didiknya. 2. Etika 19 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 4.

13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika juga dapat diartikan sebagai adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik. 3. Etika Berbahasa Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Jadi etika berbahasa adalah sebuah adat kebiasaan tentang bagaimana berbicara secara sopan santun yaitu mempertimbangkan hal-hal apa yang akan kita bicarakan siswa kepada guru, siswa kepada sesama, siswa kepada lingkungannya. 4. Pendidik Pendidik berasal dari kata didik atau mendidik. Mendidik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memelihara atau memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 20 Jadi, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, instruktur, fasilitator, dan sebutan 20 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 800.

14 lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. 5. Pengajar Pengajar berasal dari kata ajar. Ajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut). 21 Sehingga dapat diartikan bahwa pengajar merupakan suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik. Pengajar juga mampu mempunyai beberapa kompetensi diantaranya merencanakan pembelajaran, menguasai materi, menerapkan metodologi pengajaran, dan mengevaluasi pembelajaran. F. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan yang dinilai dari bab pendahuluan sampai bab penutup, dengan format tulisan deskriptif. 22 Penelitian ini akan dicetak dalam bentuk skripsi yang membahas beberapa pokok bahasan yang terdiri dari lima bab sebagaimana tersusun sebagai berikut: Bab satu merupakan pendahuluan yang tediri dari latar belakang masalah, kemudian dilanjutkan dengan fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, dan sistematika pembahasan. Bab dua berisi metode penelitian yang berisi kajian kepustakaan yang didalamnya mencakup penelitian terdahulu dan kajian teori yang erat 21 Ibid., 808. 22 IAIN Jember, Pedoman Penulisan, 73.

15 kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti. Bab ini berfungsi untuk landasan teori pada bab berikutnya guna menganalisis data yang diperoleh. Bab tiga merupakan penyajian metode penelitian yang digunakan oleh peneliti. Didalamnya berisi pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, keabsahan data, dan terakhir adalah tahap-tahap penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti. Bab empat merupakan penyajian data dan analisis yang diperoleh dalam pelaksanaan penelitian secara empiris yang terdiri dari gambaran obyek penelitian, penyajian data dan analisis, serta diakhiri dengan pembahasan temuan. Bab ini berfungsi sebagai bahan kajian untuk memaparkan data yang diperoleh guna menemukan kesimpulan. Bab lima merupakan bab terakhir atau penutup yang didalamnya berisi kesimpulan dan saran-saran. Bab ini untuk memperoleh gambaran dari hasil penelitian berupa kesimpulan, dengan kesimpulan ini akan dapat membantu makna dari penelitian yang telah dilakukan. Selanjutnya skripsi ini diakhiri dengan daftar pustaka dan beberapa lampiran-lampiran sebagai pendukung didalam pemenuhan kelengkapan data penelitian.