Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG

ANALISIS KINEMATIKA KESTABILAN LERENG BATUPASIR FORMASI BUTAK

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

ESTIMASI GEOLOGICAL STRENGTH INDEX (GSI) SYSTEM PADA LAPISAN BATUGAMPING BERONGGA DI TAMBANG KUARI BLOK SAWIR TUBAN JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

APLIKASI SLIDE SOFTWARE UNTUK MENGANALISIS STABILITAS LERENG PADA TAMBANG BATUGAMPING DI DAERAH GUNUNG SUDO KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

STUDI POTENSI GERAKANTANAH DAERAH TANJUNGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI PROPINSI JAWA TENGAH

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1

Peta Geomorfologi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB VI KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB III METODELOGI PENELITIAN

LAPORAN PENELITIAN TESIS 2013 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1).

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara menggunakan pendekatan Rock Mass Rating (RMR). RMR dapat

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

GEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun Oleh: Alva. Kurniawann

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

INDEKS GEOMORFIK SEBAGAI MORFOINDIKATOR GEOLOGI DAS. GOBEH, KABUPATEN GUNUNGKIDUL - DIY

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

ZONASI DAERAH BAHAYA LONGSOR DI KAWASAN GUNUNG TAMPOMAS KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. sebelah utara dan Lempeng India-Australia di bagian selatan. Daerah ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

1) Geometri : Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KARAKTERISTIK SESAR KALI PETIR DAN SEKITARNYA KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.

Rahmadi Hidayat Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi FT Universitas Gadjah Mada. Salahuddin Husein Dosen Jurusan Teknik Geologi FT Universitas Gadjah Mada

SKRIPSI FRANS HIDAYAT

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Bayat merupakan salah satu daerah yang menarik sebagai obyek penelitian

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

PERAN PERBUKITAN BOKO DALAM PEMBANGUNAN CANDI-CANDI DI DATARAN PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, SUATU TINJAUAN GEOLOGIS. Oleh :

GEOLOGI REGIONAL YOGYAKARTA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DI DAERAH NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 12, Nomor 2, Agustus 2014: 78-83

Studi Analisis Pengaruh Variasi Ukuran Butir batuan terhadap Sifat Fisik dan Nilai Kuat Tekan

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DAN BATUPASIR, DAERAH GUNUNG KIDUL DAN SEKITARNYA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Struktur Geologi dan Sebaran Batubara daerah Bentian Besar, Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur

STUDI GEOLOGI TEKNIK RENCANA BENDUNG KARANG KECAMATAN PATUK, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

KONDISI GEOLOGI DAERAH HAMBALANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN CITEUREUP DAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT

Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan Babakan Jawa Kecamatan Majalengka dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Prioritas Ekosistem Karst Dengan Perkembangan Ekonomi Masyartakat

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

Transkripsi:

Estimasi Kekuatan Batugamping Dengan Menggunakan Schmidt Hammer Tipe L Pada Daerah Prospek Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin Wijaya 1 dan Dianto Isnawan 2 1 Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Email: andy_sttnas@yahoo.com 2 Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Abstrak Desain tambang kuari batugamping sangat ditentukan oleh karakteristik sifat massa batuan. Salah satu parameter utama adalah kekuatan batuan. Kekuatan batuan dapat diketahui melalui uji di lapangan dan uji laboratorium mekanika batuan. Salah satu metode pengukuran kekuatan batuan di lapangan adalah dengan menggunakan alat yaitu schmidt hammer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan batuan di lapangan secara cepat dengan menggunakan nilai rebound schmidt hammer. Daerah penelitian terletak di daerah prospek tambang kuari batugamping Gunung Sudo, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan induktif. Data data yang diambil di lapangan adalah nilai rebound yang dihasilkan oleh pantulan schmidt hammer. Hasil pengukuran nilai rebound tersebuat akan digunakan untuk mengestimasi kekuatan batugamping di daerah prospek tambang tersebut. Hasil analisis kekuatan massa batuan tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk perancangan geometri lereng penambangan yang aman bagi lingkungan. Kata kunci : batugamping, kekuatan batuan, schmidt hammer 1. Pendahuluan Aktifitas penambangan tidak lepas dari kegiatan penggalian tanah dan batuan, baik pada tambang terbuka ataupun tambang bawah tanah. Sebelum dilakukan kegiatan penggalian sangat perlu dipertimbangkan masalah geoteknik, dimana hal ini sangat mempengaruhi stabilitias lereng karena menyangkut keselamatan kerja, keamanan peralatan dan kelancaran produksi (Amran et al, 2002). Keadaan massa batuan di alam cenderung tidak ideal dalam beberapa hal (Goodman, 1989), seperti heterogen, anisotrop dan tidak menerus (diskontinuitas). Bidang diskontinuitas menyebabkan kekuatan dan tegangan dalam massa batuan tidak terdistribusi secara merata, sehingga terjadi gangguan keseimbangan (Hudson & Harrison, 1997). Orientasi diskontinuitas merupakan faktor geologi utama lain yang mempengaruhi stabilitas batuan, termasuk keadaan airtanah dan pelapukan turut menentukan sifat massa batuan (Wyllie & Mah, 2004). Sifat massa batuan dengan kondisi yang bervariasi terdapat pada tambang batugamping yang terletak di daerah Gunung Sudo, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode penambangan yang digunakan adalah kuari. Metode ini merupakan metode penambangan yang mudah untuk dikerjakan, dimana dapat dikerjakan dengan menggunakan teknologi dan peralatan yang relatif sederhana. Untuk menerapkan metode ini harus membuat desain penambangan berupa jenjang-jenjang (bench) pada lereng dengan kemiringan tertentu yang aman. Dalam pembuatan jenjang-jenjang tersebut harus memperhatikan kualitas massa batuan yang akan digali, sehingga tambang kuari batugamping dapat berjalan secara optimal dan aman bagi keselamatan operator, peralatan dan lingkungan sekitarnya. Terdapat beberapa cara untuk mengetahui kekuatan batuan, yaitu melalui uji di lapangan dan uji laboratorium mekanika batuan. Salah satu metode pengukuran kekuatan batuan di lapangan adalah dengan menggunakan alat yaitu schmidt hammer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan batuan di lapangan secara cepat dengan menggunakan nilai rebound schmidt hammer. 2. Metode Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan cara pendekatan induktif. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yang meliputi: persiapan, perijinan, reconnaissance, pengamatan lapangan, pengambilan sampel untuk memperoleh data data primer, tahap olah data dan analisis serta pembahasan. 326

2.1 Metode Pengumpulan Data Beberapa objek penelitian dalam menentukan kekuatan batuan pada batugamping di daerah Gunung Sudo, Kabupaten Gunung Kidul terdiri dari : kondisi geologi regional yang meliputi geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi, kondisi singkapan permukaan batuan, nilai rebound schmidt hammer batugamping pada lahan prospek tambang kuari batugamping. 2.2 Metode Analisis Data Metode analisis data berdasarkan analisis kuantitatif yang digunakan adalah mengelompokan data berdasarkan variabel, kemudian dilakukan editing atau koreksi data yang telah diperoleh. Selanjutnya dilakukan coding untuk mnyederhakan data dengan memberi simbol atau notasi terhadap sampel yang telah diambil. Setelah itu dilakukan tabulasi untuk menempatkan data dalam bentuk tabel dengan cara membuat tabel yang berisi data yang akan dianalisis. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Lokasi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di lokasi tambang kuari batugamping daerah Gunung Sudo secara administrasi terletak di Desa Karangasem, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1). Gambar 1. Lokasi Penelitian 3.2 Geologi Regional Geomorfologi merupakan ilmu dengan obyek bentuk muka bumi yang menjadi wadah semua kegiatan manusia. Pengkajian bentuklahan (landform) mencakup morfogenetik, proses morfodinamik, morfokronologi, material penyusun, dan konteksnya dengan lingkungan. Pada setiap tempat dapat diamati fenomena bentuklahan, seperti di Pulau Jawa dapat ditemui variasi kenampakan dataran, lembah, perbukitan, dan pegunungan, yang kemudian oleh Van Bemmelen (1949) diklasifikasi menjadi satuan fisiografi. Bagian selatan Pulau Jawa merupakan perbukitan pegunungan, disebut Pegunungan Selatan (Van Bemmelen, 1949). Pegunungan Selatan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah dirinci menjadi empat zone, yaitu zone fisiografi gawir Lajur Baturagung Plopoh (Baturagung Plopoh Range) berada di utara, cekungan antar pegunungan di tengah, plato karst (Gunung Sewu Karst) di selatan, dan pantai selatan menghadap Samudra Hindia. Cekungan antar pegunungan di Pegunungan Selatan ada dua, yaitu Cekungan Wonosari (Wonosari Basin) di barat, dan Cekungan Baturetno (Baturetno Basin) di timur. Secara fisiografi lokasi penelitian dan sekitarnya termasuk dalam jalur 327

Pegunungan Selatan yang terdapat di Pulau Jawa bagian tengah dengan bagian utara yang dibatasi sesar bertingkat (normal) pada jalur Sambipitu-Sambeng. Daerah Kecamatan Ponjong dari sudut pandang geomorfologi termasuk dalam bagian Masif Panggung (bagian selatan Pegunungan Selatan), Kars Gunung Sewu, dan Cekungan Wonosari. Wilayah Ponjong secara geomorfologi merupakan peralihan antara Pegunungan Selatan, Cekungan Wonosari, dan Karst Gunung Sewu. Satuan batuan di Daerah Karangasem, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul dapat dibedakan menjadi dua macam satuan batuan, yaitu satuan batugamping klastik/kristalin (keras) dan satuan batugamping non klastik (lunak). Satuan batugamping ini diperkirakan termasuk dalam formasi Wonosari yang berumur Meosen tengah-meosen akhir. Stratigrafi regional daerah Ponjong termasuk dalam stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat (Rahardjo, 1996, Gambar 2). Batuan berumur Tersier merupakan penyusun utama di daerah ini, terdiri dari Formasi Semilir, Oyo, Wonosari, dan penyusun yang lain adalah endapan aluvium berumur Kuarter (Surono, dkk., 1992,). Menurut van Bemmelen (1949), di sekitar Ponjong terbentuk Formasi Kepek. Dan daerah Gunung Sudo tersebut termasuk bagian dari Formasi Wonosari (Tmwl) (Gambar 3). Batuan penyusun formasi ini merupakan batugamping, batugamping napalan-tufan, batugamping konglomerat, batupasir tufan dan batulanau. Gambar 2. Stratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Barat (Rahardjo, 1996) 328

Gambar 3. Peta Geologi Daerah Penelitian Struktur geologi regional yang berkembang di sekitar lokasi penelitian adalah lapisan batuan hampir datar, monoklin, kekar, dan sesar. Monoklin, struktur ini terbentuk pada bebatuan sedimen dari Formasi Semilir dan Oyo. Arah kemiringan batuan umumnya ke tenggara dan selatan yang membentuk daerah tinggian kompleks Gunung Batuagung (350 an m). Lapisan hampir datar terbentuk oleh bebatuan sedimen dari Formasi Wonosari dan Kepek. Besaran sudut kemiringan batuan maksimum 15 0, tetapi umumnya 4 0 8 0. Lapisan hampir datar dari Formasi Wonosari membentuk tinggian morfologi Kars Ponjong. Tetapi ada sebagian daerah pada Formasi Wonosari yang mempunyai sudut kemiringan batuan antara 30 0 60 0, dan juga terdapat daerah yang mempunyai sudut kemiringan batuan sekitar 70 0 di sekitar zone sesar yang membentuk tinggian morfologi Gunung Sudo (408 451 m). Sedangkan dari Formasi Kepek membentuk morfologi rendahan. Tinggian terhadap rendahan dipisahkan oleh sesar (van Bemmelen, 1949, dan Surono, dkk., 1992). Kekar utama yang intensif dan terpola, merupakan salah satu persyaratan agar kars berkembang baik. Dikarenakan batugamping pembentuk kars mudah mengalami pelarutan, maka kekar-kekar yang sebelumnya terbentuk jarang lagi ditemuai dalam keadaan ideal, kecuali telah berubah menjadi rendah-rendahan dan atau tinggian morfologi yang terpola dengan arah tertentu. Pada sebaran daerah Ponjong, arah tinggian dan rendahan morfologi bervariasi, yaitu timurlaut - baratdaya, utara selatan, dan barat timur. Pada bentangalam non-kars, kekar tidak terekspresikan kecuali sudah berkembang menjadi sesar. Sesar, secara konseptual merupakan perkembangan dari kekar. Dua struktur geologi itu dibedakan karena pada kekar tidak disertai perpindahan tempat (displacement), sedangkan pada sesar ada perpindahan tempat atas batuan yang mengalami pensesaran. Dengan demikian temuan arah-arah sesar identik dangan arah kekar. Pembentukan sesar ditemui di kompleks Gunung Sudo (wilayah Ponjong bagian utara), dengan arah timurlaut baratdaya, dan barat timur. 3.3 Kondisi Singkapan Permukaan Batuan Kondisi batugamping di tambang kuari batugamping dapat diketahui dengan jelas dari beberapa singkapan (outcrop) batugamping yang telah digali. Berdasarkan singkapan (outcrop) batugamping dipermukaan tanah dapat diperoleh beberapa lapisan-lapisan batugamping yang mempunyai arah umum (srike) N 290 0 300 0 E dan kemiringan (dip) sebesar 32 0-38 0. 3.4 Lokasi Pengamatan Sampel Batugamping Lokasi pengamatan sampel batugamping dilakukan di dalam tambang kuari batugamping di daerah Gunung Sudo, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 329

Pada lokasi penelitian di tambang kuari batugamping dilakukan pengamatan sampel batugamping untuk diuji kekuatan batuannya. Pengamatan sampel batugamping dilakukan di dalam daerah prospek penambangan batugamping yang berjumlah semuanya ada 20 titik lokasi seperti pada gambar 4. Secara rinci letak koordinat pengamatan dan pengambilan setiap sampel batugamping di daerah Gunung Sudo dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 4. Peta Pengamatan dan Pengujian Sampel Batugamping Tabel 1. Koordinat Pengamatan dan Pengujian Sampel Batugamping Kode Sampel me mn OC.1 473170 9116128 OC.2 473128 9116094 OC.3 473128 9116067 OC.4 473093 9116045 OC.5 473095 9116009 OC.6 473132 9115936 OC.7 473131 9115883 OC.8 473151 9115852 OC.9 473163 9115829 OC.10 473265 9115830 OC.11 473253 9115835 OC.12 473255 9115854 OC.13 473279 9115886 OC.14 473287 9115916 OC.15 473285 9115957 OC.16 473243 9116075 OC.17 473223 9116080 OC.18 473190 9116096 OC.19 473196 9115995 OC.20 473203 9115936 3.5. Hasil Uji Schmidt Hammer Rebound (N) pada Batugamping Nilai kekuatan batugamping diperoleh melalui pengukuran lapangan (direct test) menggunakan nilai rebound Schmidt hammer tipe L, selanjutnya nilai tersebut dirata-ratakan dalam satuan MPa (Gambar 5). Gambar 5. Pengujian Kekuatan Batugamping di Lapangan dengan Menggunakan Schmidt Hammer Hasil nilai rebound schmidt hammer batugamping Gunung Sudo yaitu nilai antara 13 15,5 MPa. Apabila dikonversikan ke UCS menurut Singh et al, 1983 untuk pengujian 30 unit batuan sedimen 330

adalah UCS = 2N, maka nilai UCS untuk batugamping Gunung Sudo sebesar 26 31 MPa. Hal ini menunjukkan kekuatan batugamping yang diuji mempunyai kekuatan yang rendah. Hasil secara rinci nilai rebound Schmidt hammer pada batugamping dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Nilai Rebound Schmidt Hammer Batugamping Gunung Sudo Kode Sampel Schmidt Hammer Rebound (N) (MPa) OC.1 15 OC.2 15,5 OC.3 13,5 OC.4 13 OC.5 15,5 OC.6 13 OC.7 13 OC.8 14,5 OC.9 14 OC.10 13 OC.11 13 OC.12 15 OC.13 14 OC.14 13 OC.15 13,5 OC.16 13 OC.17 14,5 OC.18 13 OC.19 13 OC.20 14 4. Kesimpulan Kekuatan batugamping di Gunung Sudo, Kabupaten Gunung Kidul secara umum mempunyai kekuatan batuan yang rendah (UCS : 26 31 MPa), sehingga berpotensi terjadinya kelongsoran pada dinding lereng penambangan batugamping. Beberapa rekomendasi geoteknik pada jenjang kerja lereng tambang kuari batugamping adalah menghindari pembuatan lereng yang tinggi dan curam, mengurangi beban lereng akibat kandungan air terutama pada saat musim hujan. Dan tidak melakukan penggalian yang searah dengan kemiringan perlapisan batuan. Daftar Pustaka Amran, A., Haswanto, Sugeng, M., B., dan Nelson R. (2002). Analisa Kestabilan Lereng di Lokasi Blok Barat PT. Inco Soroako Sulawesi Selatan, Prosiding Perhapi. Jakarta. Goodman, R.E. (1989). Introduction to Rock Mechanics. 2nd Edition, John Wiley & Sons, Canada. Hudson, J.A. and Harrison, J.P. (1997). Engineering Rock Mechanics : An Introduction to The Principles. Elsevier Science Ltd., Oxford. Raharjo, W. (1996). Peta Geologi Daerah Bayat skala 1 : 12.500, tidak dipublikasikan, Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Yogayakarta. Surono, Toha, B., dan Sudarno, I. (1992). Peta Geologi Surakarta Giritontro skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) Bandung. Van Bemmelen, R.W. (1949). The Geology of Indonesia, Vol. IA, General Geology of Indonesia And Adjacent Archipelagoes, Second Edition, Martinus Nijhoff, The Hague, Netherland. Wyllie, D.C. and Mah, C.W. (2004). Rock Slope Engineering. Civil and Mining Engineering, 4th Edition, Spon Press, New York. 331