I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan pendapatan lain-lain yang sah.

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULIAN. dan penerimaan lainnya yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami perubahan yaitu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

I. PENDAHULUAN. wilayah negara Indonesia dibagi atas daerah pusat dan daerah dengan mengingat

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. sekaligus mendukung terciptanya suatu tujuan nasional. Pembangunan nasional. rakyat serta kemakmuran yang adil dan merata bagi publik.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah harus berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan dan cita-cita Negara Indonesia yang tercantum dalam. adalah untuk melaksanakan pembangunan yang dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

I. PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. baru telah membuka jalan bagi munculnya reformasi diseluruh aspek kehidupan bangsa

ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah pada tahun 1999, yaitu sejak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan pembangunan nasional tersebut. Pemerintah harus

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari segala bidang. Pembangunan tersebut bertujuan

I. PENDAHULUAN. kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan stabilitas politik dan kesatuan bangsa, maka pemberian otonomi

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB - III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

L E M B A R A N D A E R A H

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah daerah dapat menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Dengan adanya otonomi daerah maka pemerintah daerah berhak untuk melaksanakan pembangunan daerah guna memperlancar kehidupan dan perekonomian daerah. Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, khususnya yang bersumber dari retribusi daerah perlu ditingkatkan. Daerah diberikan keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, dan menggali sumber-sumber penerimaan khususnya dari sektor retribusi daerah sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jika daerah sudah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya, maka kemandirian daerah dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat terwujud.

2 Menurut Kuncoro (dalam Wisnu, 2011:2), dalam proses pembangunan, selain memperhitungkan dampak aktifitas ekonomi terhadap kehidupan sosial masyarakat, lebih dari itu juga dilakukan upaya yang bertujuan untuk mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik. Indonesia merupakan negara yang luas yang terdiri dari banyak provinsi dengan budaya, sosial dan perekonomian yang berbeda-beda sehingga membutuhkan suatu sistem pembangunan daerah yang lebih efektif. Dengan begitu, pemerintah memberikan otonomi kepada pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuan dari pemberian otonomi kepada pemerintah daerah tersebut adalah untuk dapat membantu pemerintah pusat dalam menjalankan pemerintahan agar dapat membiayai pembangunan di daerah. Suatu daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 Ayat 5, yaitu otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberian otonomi kepada daerah itu tersebut memungkinkan kepada daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan untuk penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat. Untuk merealisasikan pelaksanaan otonomi daerah, maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peran

3 pendapatan asli daerah (PAD). Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat mengupayakan pengelolaan sumber-sumber penerimaan pendapatan asli daerah secara optimal, sehingga akan tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Pendapatan asli daerah yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Marihot 2005:15). Sumber pendapatan yang diperoleh dan dipungut oleh daerah tersebut menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 157, yaitu : 1. Pajak Daerah, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. 2. Retribusi Daerah, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 3. Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, yaitu bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga, dan 4. Lain-lain PAD yang sah, yaitu hasil penjualan aset daerah dan jasa giro. Upaya dalam peningkatan pendapatan asli daerah oleh setiap pemerintah daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota haruslah didukung dengan berbagai kebijaksanaan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan penyediaan pembiayaan dari sumber-sumber pendapatan asli daerah yang hasilnya memadai, antara lain dilakukan dengan peningkatan kinerja pemungutan, penyempurnaan dan penambahan jenis retribusi, serta pemberian keleluasaan bagi daerah untuk menggali sumber-sumber penerimaan khususnya dalam menggali dan mengelola

4 seluruh potensi pajak dan retribusi. Pemerintah daerah memberikan insentif sebagai tambahan penghasilan bagi instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi yang mencapai kinerja tertentu, sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada Tabel 1.1 terlihat Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar Lampung dari tahun 2008-2012, sebagai berikut : Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2008-2012 (000 Rupiah) Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Pendapatan Asli Daerah 65.125.848 (107,78%) 85.626.773 (118,91%) 87.711.803 (104,21%) 162.772.590 (103,81%) 298.696.062 (102,20%) Pajak Daerah 39.265.916 (107,90%) 47.035.295 (103,37%) 56.627.114 (107,63%) 112.602.140 (108,03%) 183.436.575 (100,07%) Hasil Retribusi Daerah 14.414.767 (92,01%) 15.849.094 (94,03%) 21.911.821 (91,93%) 38.431.095 (104,08%) 2.136.797 (48,56%) Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 2.509.144 (106,61%) 3.087.055 (99,47%) 3.449.399 (99,39%) 5.631.089 (99,82%) 6.862.738 (103,97%) Lain-Lain PAD Yang Sah 8.936.020 (148,61%) 19.655.328 (300,06%) 5.723.467 (134,79%) 6.108.264 (61,11%) 40.144.717 (183,94%) Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung, Tahun 2013

5 Berdasarkan Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2008-2012, menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bandar Lampung terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk mendukung peningkatan pendapatan asli daerah pada tahun 2013 dan di tahun-tahun mendatang, Pemerintah Kota Bandar Lampung melakukan berbagai upaya untuk meningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Bandar Lampung dari berbagai sektor,salah satunya yaitu dari penerimaan retribusi daerah (Lampung Post,17 Juni 2013). Berdasarkan tabel 1.1 juga menunjukkan bahwa retribusi memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pendapatan asli daerah, maka Pemerintah lebih mengembangkan dan mengusahakan sektor ini secara maksimal, sehingga sektor tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar bagi keuntungan daerah dan pendapatan asli daerah (Lampung Post, 17 Juni 2013). Retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) sekarang ini lebih memungkinkan dan berpeluang besar untuk ditingkatkan, sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi yang lebih besar kepada pendapatan asli daerah (PAD). Terutama di daerah kabupaten/kota yang mempunyai otonomi yang luas, maka retribusi daerah dikembangkan dengan optimal sehingga berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan juga dapat meningkatkan kualitas pelayanan daerah. Sebagaimana telah disebutkan dalam penjelasan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 yaitu, daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan

6 menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 juga mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis retribusi daerah harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Hal ini berarti untuk dapat diterapkan dan dipungut pada suatu daerah provinsi, kabupaten/kota harus terlebih dahulu ditetapkan peraturan daerah tentang retribusi daerah tersebut. Terdapat bermacam-macam retribusi daerah yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum, salah satunya yaitu retribusi pasar, dimana retribusi pasar juga berperan dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Hal ini dikarenakan keberadaan pasar yang pasti ada di setiap daerah dan jumlahnya cukup banyak. Masing-masing pasar tersebut pasti terjadi transaksi setiap hari atau pada hari-hari tertentu dan bagi para pihak yang melakukan transaksi tersebut dipungut biaya karena menggunakan pasar sebagai tempat transaksi. Namun, pendapatan retribusi daerah Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung tidak mencapai 100% pada tahun 2012 lalu. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2008-2012, dimana pendapatan retribusi daerah yang ditargetkan Rp 4,4 Miliar, hanya terealisasi Rp 2,13 Miliar lebih atau hanya 48,56 %. Menurut Wakil Walikota Bandar Lampung (Lampung Post, 21 Juni 2013) bahwa tidak tercapainya target pada pendapatan retribusi daerah salah satunya disebabkan

7 karena pada pendapatan retribusi pelayanan pasar hanya mencapai 58,73 %. Hal itu disebabkan karena penerapan Perda Nomor 5 Tahun 2011 tentang Retribusi jasa Umum yang menggantikan Perda Nomor 12 Tahun 1995 tentang Retribusi Pasar belum dapat diterapkan secara optimal. Pada Tabel 1.2 terlihat Penerimaan Pendapatan Retribusi Pelayanan Pasar Kota Bandar Lampung dari tahun 2008-2012, sebagai berikut : Tabel 1.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Retribusi Pelayanan Pasar Kota Bandar Lampung Tahun 2008-2012 (000 Rupiah) Pendapatan Retribusi Pelayanan Pasar Tahun Target Realisasi 2008 1.040.089 821.208 (78,96%) 2009 863.938 769.906 (89,12%) 2010 1.036.725 737.285 (71,12%) 2011 1.631.867 532.119 (32,61%) 2012 2.181.867 1.281.458 (58,73%) Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung, Tahun 2013 Berdasarkan Tabel 1.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Retribusi Pelayanan Pasar Kota Bandar Lampung Tahun 2008-2012, menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara target dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi pelayanan pasar Kota Bandar Lampung. Menurut M. Kohar, Kasi Penagih Retribusi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung bidang pengelolaan dan pendapatan mengatakan bahwa tidak tercapainya target pada

8 pendapatan retribusi daerah yaitu salah satunya pada pendapatan retribusi pelayanan pasar adalah kurangnya kesadaran dari pedagang untuk membayar retribusi dan juga adanya renovasi pembangunan dan penataan kota yang dilakukan oleh pemerintah kota terhadap beberapa pasar di Kota Bandar Lampung (Wawancara, 30 Januari 2014). Jika pajak bersifat umum, artinya berlaku untuk setiap orang yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. Sementara itu, retribusi hanya berlaku untuk orang tertentu, yaitu yang menikmati jasa pemerintah yang dapat ditunjuk (Marihot, 2005:11). Menurut R. Soedargo (dalam Wisnu, 2011:9) menyebutkan faktor yang menentukan keberhasilan penerimaan retribusi termasuk retribusi pasar adalah subyek (jumlah pedagang), obyek (luas kios, los, dan dasaran terbuka), tarif serta kinerja pemungutan (efisiensi dan efektivitas pemungutan) retribusi pasar. Pemerintah Kota Bandar Lampung bekerja sama dengan Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung selalu membuat target penerimaan setiap tahunnya, dimana target tersebut merupakan suatu penerapan sasaran untuk mencapai tujuan, yaitu untuk mengukur sejauh mana realisasi penerimaan dapat tercapai. Pada proses peningkatan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi dan yang lebih khusus tentang retribusi pasar, maka dipandang perlu untuk mengoptimalkan kinerja Dinas Pengelolaan Pasar baik melalui upaya intensifikasi maupun melalui upaya ekstensifikasi. Menurut M. Kohar, Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung selalu berupaya serta bertanggung jawab atas pembebanan target yang ditetapkan pemerintah Kota Bandar Lampung. Melalui cara intensifikasi yaitu dengan

9 melakukan program kegiatan yaitu dengan berupaya meningkatkan pungutan retribusi melalui perbaikan atau peningkatan sistem pungutan, menghimbau kepada pedagang dan penggunaan sanksi bagi pedagang yang tidak mau membayar retribusi, perbaikan sarana dan prasarana, peningkatan sumberdaya aparat baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu, melalui upaya ekstensifikasi yaitu dapat ditempuh dengan jalan pencarian atau perluasan obyek retribusi (Wawancara, 30 Januari 2014). Menurut Mardiasmo (dalam Wisnu, 2011:11), di dalam pengelolaan anggaran daerah kabupaten/kota haruslah berorientasi pada pencapaian hasil atau sering disebut dengan nama kinerja. Melalui kinerja tersebutlah mencerminkan adanya tingkat efisiensi dan efektifitas. Adanya perbedaan target dengan realisasi penerimaan retribusi pada tahun 2012 lalu, dimana pendapatan retribusi daerah Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung tidak mencapai 100 %, yaitu dimana pendapatan retribusi daerah yang ditargetkan Rp 4,4 Miliar, hanya terealisasi Rp 2,13 Miliar lebih atau hanya 48,56 %, yang disebabkan karena pendapatan retribusi pelayanan pasar hanya mencapai 58,73 % dan cenderung menurun. Hal ini mengindikasikan terdapat permasalahan didalam kinerja pemungutan retribusi pasar di Kota Bandar Lampung, oleh karena itu berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis mengambil judul Kinerja Dinas Pengelolaan Pasar Dalam Pemungutan Retribusi Pasar di Kota Bandar Lampung

10 B. Rumusan Masalah Bagaimana kinerja Dinas Pengelolaan Pasar dalam pemungutan retribusi pasar di Kota Bandar Lampung? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kinerja Dinas Pengelolaan Pasar dalam pemungutan retribusi pasar di Kota Bandar Lampung. D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkuat teori kinerja yang digunakan dalam penelitian ini dan diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan serta referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pembaca mengenai bagaimana kinerja Dinas Pengelolaan Pasar dalam pemungutan retribusi pasar di kota Bandar Lampung. Serta diharapkan dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiwa maupun umum untuk menambah ilmu pengetahuan.