BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Gempabumi yang terjadi pada 27 mei 2006 yang melanda DIY-Jateng

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

Tabel 37: KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BANTUAN TERHADAP KORBAN BENCANA PADA SAAT TANGGAP DARURAT BENCANA BUPATI MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 13 Nomor 1 Juni 2015

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. batas-batas administratif sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BUPATI BANDUNG BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengertian banjir dalam Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

Empowerment in disaster risk reduction

Powered by TCPDF (

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

ABSTRAK. Kata kunci : Gunungapi, Banjir Lahar, Kerusakan Permukiman

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih dari 4000 orang mengungsi, kampungkampung terendam pasir hingga lebih dari tiga meter, dan rumah-rumah di tepi sungai hanyut tanpa adanya bekas (sumber: Pikiran Rakyat Online 2011). Berdasarkan data tahun 2011 dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menyebutkan bahwa Gunungapi Merapi telah mengeluarkan 130 juta meter kubik material selama letusan akhir tahun 2010. Sekitar 50 juta meter kubik berada di Kabupaten Magelang, dan setidaknya baru akan habis tergerus oleh banjir selama 3 kali musim penghujan. Material pasir dan batu yang terbawa dalam setiap banjir berkisar 6000 hingga 8000 meter kubik, atau sama dengan muatan 1.500 truk. Lahar terbesar di Jembatan Kali Putih, Desa Jumoyo dan Desa Sirahan, Kecamatan Salam Kabupaten Magelang, menyebabkan aktivitas warga kacau balau. Lahar mengakibatkan warga kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, selain itu beberapa fasilitas umum berupa sekolah rusak dan jalan banyak yang terendam material lahar hujan berupa batu besar dan pasir. Kejadian lahar Kali Putih di Kabupaten Magelang tahun 2010, merupakan salah satu bencana dari erupsi Gunungapi Merapi. Di Kecamatan salam terdapat 5.372 KK, salah satu desa 1

2 yang dapat dikatakan mengalami kerusakan parah adalah Desa Sirahan. Setelah terjadi lahar ± 50% permukiman penduduk hancur, tetapi tidak mengakibatkan korban jiwa. Jumlah rumah yang rusak ada 290 unit yaitu 87 unit rusak ringan, 47 unit rusak sedang, dan 156 unit rusak berat atau roboh. Rusaknya sarana dan prasarana umum yang terdapat di kantor desa, gedung PKK dan gedung posyandu. Berkisar 50% lahan pertanian tidak dapat digunakan, serta keluruh kolam milik warga tidak dapat digunakan. Rusaknya sarana dan prasarana dasar di Desa Sirahan terdiri dari jalan, jembatan, drainase, dan air bersih. Kerusakan maupun kerugian yang ditimbulkan akibat bencana lahar juga menyebabkan hilangnya dokumen dan arsip-arsip penting milik masyarakat. (Sumber:Profil Desa Sirahan Kecamatan Salam Kab.Magelang). Kapasitas bertahan (Coping capacity) merupakan kemampuan penduduk, organisasi dan sistem untuk menghadapi dan mengelola kondisi-kondisi, keadaan darurat atau bencana yang merugikan dengan menggunakan ketrampilan dan sumber daya yang ada. (Sumber: Terminologi UN/ISDR). Sehingga dalam meningkatkan kapasitas masyarakat, diperlukan adanya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana lahar. Kurang tepatnya paradigma penanggulangan bencana yang bersifat responsif, sehingga hal ini menjadikan faktor pendorong masyarakat untuk meningkatkan coping capacity dalam mengahadapi ancaman bencana lahar. Semakin meningkatkatnya jumlah kerusakan maupun korban, maka diperlukan adanya manajemen bencana yang tepat sehingga dapat meningkatkan coping capacity masyarakat.

3 Hampir sebagian penduduk di Indonesia tinggal di daerah pedesaan. Umumnya ketersediaan pelayanan dasar, peringatan bahaya, dan mekanisme reaksi terhadap bahaya sangatlah terbatas. Beberapa ancaman bahaya merupakan proses alami yang tidak dapat dikontrol manusia. Tindakan-tindakan proaktif dapat dilakukan guna mengurangi kerentanan masyarakat dan menyokong mereka untuk memahami dan bangkit kembali dari bencana. Peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat yang tangguh terhadap bencana akan mengurangi kerentanan mereka. Kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan akses harus mendapatkan prioritas penguatan kebencanaan. Pentingnya kesadaran masyarakat, swasta dan pemerintah saling terkait dalam upaya pengurangan kerentanan dan peningkatan partisipasi secara organisatoris. Kesadaran masyarakat terhadap ancaman bahaya dan upaya penanggulangan bencana dapat dibangun melalui peningkatan pengetahuan lokal dan kebutuhannya sesuai dengan standar yang diperlukan guna mengurangi risiko. Masyarakat yang hidup di wilayah rawan bahaya membutuhkan perhatian dan penguatan kapasitas, sehingga mengurangi tingkat kerentanan terhadap bahaya. Berdasarkan Twigg (dalam Konstruksi Masyarakat Tangguh Bencana, 2007), definisi ketahanan masyarakat dapat dipahami sebagai: Kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan-kekuatan yang menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi Kapasitas untuk mengelola, atau mempertahankan fungsi-fungsi dan struktur-struktur dasar tertentu, selama kejadian-kejadian yang mendatangkan malapetaka Kapasitas untuk memulihkan diri atau melenting balik setelah terjadinya bencana. Pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan akan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana, sehingga menekan

4 dampak negatifnya menjadi sekecil mungkin atau mengurangi korban, baik manusia maupun harta benda. Peningkatan kapasitas masyarakat dilakukan dengan sosialisasi pengetahuan kebencanaan melalui pelatihan dan pendidikan kepada berbagai unsur dan lapisan masyarakat. Penanggulangan bencana tidak akan berjalan dengan optimal tanpa koordinasi seluruh stakeholders (pemangku kepentingan) yang terlibat sehingga perlu membuat Standard Operating Procedure (SOP) pihak-pihak yang terlibat. Pada dasarnya masyarakat memiliki kearifan lokal yang terbentuk berdasar pengalaman. Kearifan masyarakat perlu dikembangkan dengan memberi pengetahuan dan pelatihan secara praktis. Integrasi kearifan dan pengetahuan praktis dalam menghadapi bencana merupakan usaha peningkatan kemampuan masyarakat untuk mengurangi risiko bencana. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM) sebagai salah satu upaya meningkatkan kapasitas masyarakat atau mengurangi kerentanan masyarakat, agar mampu menolong diri sendiri dan kelompoknya dalam mengahadapi ancaman bahaya yang berpotensi menjadi bencana di sekitar kehidupannya. PBBM pada intinya merupakan sebuah pendekatan penanggulangan bencana yang berbasis komunitas lokal. Pendekatan ini pada dasarnya mensyaratkan adanya sikap politik yang memberikan keberpihakan kepada kepentingan komunitas lokal. Pendekatan ini juga menempatkan pengetahuan lokal (local knowledge) dan para jenius lokal (local geniuses) di latar depan. Pendekatan ini mengakomodasi potensi dan modal sosial (social capital) yang ada di masyarakat sebagai sumber daya dalam melaksanakan program penanggulangan

5 bencana. Diharapkan masyarakat akan tanggap dan sadar bahwa mereka hidup di daerah rawan bencana, dan mempunyai kapasitas yang memadai dalam penanggulangan bencana. Mereka mempunyai potensi berupa pengetahuan lokal dan kearifan lokal yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi dan melakukan penanganan apabila terjadi bencana. Masyarakat dan pemerintah perlu diberdayakan agar lebih siap dalam menghadapi bencana. Masyarakat perlu ditingkatkan pemahaman dan kapasitasnya dalam hal kebencanaan dan penanganannya tanpa meninggalkan gagasan, potensi, dan kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Agar dapat berjalan dengan baik, maka kapasitas masyarakat tidak akan dapat berkembang dan berjalan tanpa adanya dukungan dari pemerintah dan lembaga sosial kemasyarakatan yang lain. 1.2 Permasalahan Penelitian Desa Sirahan memiliki permasalahan yang menarik untuk dilakukan penelitian yaitu merupakan salah satu desa yang terdampak parah lahar., serta masih sedikitnya pelaksanaan sosialisasi bencana lahar. Desa Sirahan apabila menerima bantuan lebih sedikit dibandingkan dengan Desa Jumoyo, karena aksesnya lebih jauh dibandingkan dengan desa Jumoyo yang letaknya dekat dengan jalan utama. Wilayah yang teletak pada kawasan rawan bencana (KRB) seharusnya mempunyai organisasi sosial masyarakat yang khusus dalam menangani masalah kebencanaan, tetapi beda halnya dengan di Desa Sirahan yang hanya terdapat satu organisasi di masyarakat yang menangani bencana, tetapi belum dapat mengcover semua aspek yaitu hanya di fokuskan pada informasi bencana saja. Dampak dari lahar

6 mengakibatkan aspek sosial ekonomi masih belum pulih secara keseluruhan, seluruh warga mengungsi di huntara, proses hunian tetap masih dibangun secara berkala, dan mayoritas penduduk perekonomiannya dari penambangan pasir pada saat pasca bencana lahar. Dari permasalahan tersebut, maka perlu adanya kajian mengenai coping capacity masyarakat sehingga mampu meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana, baik dalam sosial ekonomi maupun psikologi masyarakat. Kajian ini pada nantinya dapat digunakan untuk menyusun strategi dalam meningkatkan kapasitas masyarakat di dalam menghadapi bencana, sehingga mampu menciptakan manajemen pengurangan risiko bencana secara tepat. 1.3 Pertanyaan Penelitian Penelitian ini mengambil judul Coping Capacity Masyarakat dalam Menghadapi Ancaman Bencana Lahar Kali Putih Di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Penelitian ini diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakterisasi parameter yang berpengaruh terhadap coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan kecamatan Salam Kabupaten Magelang? 2. Berapa tingkat coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang?

7 3. Bagaimana strategi-strategi yang telah dilakukan oleh masyarakat mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 1.4 Manfaat Peneltian Manfaat penelitian meliputi dua aspek yaitu: a. Ilmu pengetahuan Menambah pengetahuan dalam bidang manajemen bencana tentang coping capacity masyarakat terhadap ancaman bencana lahar, sehingga masyarakat dapat meningkatkan kemampuannya di dalam menghadapi bencana. b. Pembangunan Rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam upaya pengurangan risiko bencana, sehingga pada kemungkinan bencana selanjutnya dampak yang ditimbulkan dapat diminimalisir. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar dilakukan oleh banyak peneliti. Setiap penelitian mempunyai ciri tersendiri dan pada dasarnya berbeda dari peneltian terdahulu yang dilakukan oleh orang lain. Penelitian terdahulu dilakukan oleh empat orang yaitu Diah Arifika (2012) mengkaji mengenai dampak bencana lahar pasca bencana Gunungapi Merapi terhadap ketahanan sosial ekonomi Di Desa Jumoyo Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Penelitian ini difokuskan pada ketahanan sosial

8 ekonomi melalui perubahan kesejahteraan rumah tangga. Jaswadi (2010) mengkaji mengenai tingkat kerentanan dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi risiko banjir Di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta. Kajian mengenai kapasitas disini yang dikaji hanya mengenai persepsi masyarakat terhadap bencana banjir saja, sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Haruman Hendarsah (2012). Titi Isdarti (2010) mengkaji mengenai dinamika psikologis penyesuaian diri (coping) dalam hidup berumah tangga pada penderita gagal ginjal kronis. Penyesuaian secara psikologis ini hanya terhadap penyakit, bukan di dalam menghadapi bencana. Dari uraian penelitian terdahulu tersebut, maka peneliti akan mengkaji mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar melalui aspek sosial, ekonomi, dan psikologis. Selain itu, lokasi yang dipilih oleh peneliti juga tidak sama, dengan pertimbangan bahwa Desa Sirahan belum pernah diteliti mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi bencana. Fokus penelitian hanya pada satu desa diharapkan mampu memberikan kajian yang secara mendalam. Melalui kapasitas sosial ekonomi dan kapasitas psikologis ini diharapkan mampu menganalisis tingkat coping capacity masyarakat yang berhubungan dengan pemulihan keluarga dalam menghadapi ancaman bencana lahar. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian yang telah ditetapkan. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebagai berikut:

9 Nama peneliti (tahun) 1. Diah Arifika (2012) Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Judul penelitian Tujuan metode Hasil penelitian Kajian dampak bencana lahar dingin pasca letusan gunungapi merapi terhadap ketahanan sosial ekonomi (studi kasus desa jumoyo, kecamatan salam, kabupaten magelang, provinsi jawa tengah) 1. Mengetahui proses perubahan kesejahteraan rumah tangga korban sebelum dan sesudah bencana lahar dingin 2. Mengetahui implikasi perubahan kesejahteraan terhadap ketahanan sosial ekonomi masyarakat Dusun Gempol, Desa Jumoyo, Kabupaten Magelang 3. Mengetahui pemberdayaan masyarakat sebagai upaya meningkatkan ketahanan sosial ekonomi masyarakat Survei 1. Terdapat penurunan ketahanan pasca terjangan lahar dingin,. Penurunan ini dikarenakan hilangnya kepemilikan asset, hilangnya mata pencaharian warga, menurunnya jumlah pendapatan. 2. Masyarakat dusun gempol pendidikan rendah, terbatas skill, tidak punya asset yang disimpan ditempat lain, sehingga ketika bencana menerjang sangat berpengaruh terhadap ketahanan sosial ekonomi masyarakat 3. Upaya pemberdayaan untuk mengubah perilaku ketergantungan menjadi perilaku mandiri dipengaruhi oleh strategi intervensi, potensi lokal dan karakteristik masyarakat itu sendiri. 2. Jaswadi (2010) Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat Dalam Menghadapi Risiko Banjir Di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta 1. Menentukan dan mengidentifikasi elemen risiko (penduduk, permukiman dan infrastruktur) yang dipengaruhi oleh banjir di Kecamatan Pasarkliwon 2. Menentukan tingkat kerentanan fisik (permukiman dan infrastruktur) dan kerentanan sosial (penduduk dan kondisi sosial ekonomi) 3. Menilai dan menganalisis persepsi (pengetahuan) dan cara menghadapi (respon) masyarakat terhadap peristiwa banjir. Penginderaan jauh dan survei lapangan 1. Luas daerah rawan banjir di Kecamatan Pasarkliwon memiliki tiga kategori daerah kerawanan yaitu tinggi, sedang dan rendah. Daerah yang memiliki kerawanan banjir tinggi seluas 177.530 ha (37%), kerawanan sedang 147.230 ha (30%), dan rendah 156.76 ha (33%). 2. Berdasarkan hasil penghitungan sepuluh indikator sosial ekonomi penduduk kecamatan Pasarkliwon dengan metode sampel 113 rumah tangga diketahui 19 rumah tangga (17%) memiliki kerentanan tinggi, 75 rumah tangga (66%) kerentanan sedang dan 19 rumah tangga (17%) rendah. 3. Berdasarkan pengukuran sikap dengan skala likert terhadap pernyataan persepsi penduduk dan kapasitas masyarakat menunjukkan tingkat persepsi dan kapasitas pada kelas sedang

10 Nama peneliti (tahun) 3. Haruman Hendarsah (2012) Judul penelitian Tujuan metode Hasil penelitian Penilaian kerentanan dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bahaya lahar di kecamatan Salam Kabupaten Magelang menggunakan metode SIG partisipatif 4. Titi Isdarti (2010) Dinamika psikologis penyesuaian diri (coping) dalam hidup berumah tangga pada penderita gagal ginjal kronis 1. Mengidentifikasi karakteristik bahaya lahar dan elemen-elemen berisiko (penduduk, permukiman dan infrastruktur) terhadap bahaya lahar. 2. Menilai tingkat kerentanan masyarakat (kerentanan fisik, kerentanan sosial dan ekonomi) terhadap bahaya lahar. 3. Menilai kapasitas masyarakat melalui persepsi terhadap bahaya lahar dan respon masyarakat dalam menghadapi bahaya lahar. 4. Mengetahui implikasi hasil penelitian terhadap kebijakan penanggulangan bencana lahar dan peranan Sistem Informasi Partisipatif dalam Manajemen Risiko Bencana Menelaah dan memahami aspek psikologis penyesuaian diri khususnya strategi pengatasan masalah terhadap permasalahan rumah tangga pada penderita gagal ginjal kronis dengan mengkaji stres, kepribadian tegar dan optimis, dukungan sosial dan strategi pengatasan masalah dalam hidup berumah tangga. Survei Wawancara mendalam (indepth interview) 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah dengan kategori kerawanan tinggi terhadap bahaya lahar berada di dekat Kali Putih dan Kali Blongkeng yang meliputi Desa Jumoyo, Desa Gulon, Desa Seloboro, dan Desa Sirahan. 2. Tingkat kerentanan sosial rumah tangga terhadap bahaya lahar rata-rata memiliki kerentanan sedang (51,11%) dan tinggi (42,78%). 3. Tingkat persepsi masyarakat pada lokasi penelitian rata-rata tinggi (90,6%) dan kesiapsiagaan masyarakat yang baik dalam menghadapi bahaya banjir lahar. 4. Metode SIG Partisipatif melalui kegiatan diskusi kelompok terarah (FGD) dan partisipasi rumah tangga menunjukkan bahwa lokasi yang rawan bahaya dapat dipetakan oleh masyarakat berdasarkan pengalaman dan pengetahuan masyarakat terhadap bahaya banjir lahar yang pernah terjadi. Hasil penelitian ini menunjukkan dua gambaran proses penyesuaian diri terutama coping pada penderita dalam menghadapi tekanan-tekanan yang ditimbulkan oleh gagal ginjal kronis (GGK) yang kemudian mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Responden tidak terpaku pada tekanan yang timbul dan berusaha aktif dalam menyelesaikan masalah (coping berorientasi masalah). Disisi yang lain, responden juga menyadari bahwa tekanan yang timbul akibat GGK berlangsung secara terus-menerus dan berulang sehingga diperlukan coping yang berorientasi pada emosi.

11 Nama peneliti (tahun) Judul penelitian Tujuan metode Hasil penelitian 5. Deni Kristanti (2013) Coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang 1. Karakterisasi parameter yang berpengaruh terhadap coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 2. Menilai tingkat coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 3. Mengetahui strategi-strategi yang telah dilakukan oleh masyarakat mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang Survei Kuesioner Wawancara 1. Karakterisasi parameter yang berpengaruh terhadap coping capacity, baik berada di wilayah huntara, dusun terdampak, maupun dusun tidak terdampak di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 2. Tingkat coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 3. Strategi-strategi yang telah dilakukan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang

12 1.6 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Karakterisasi parameter yang berpengaruh terhadap coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 2. Menilai tingkat coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 3. Mengetahui strategi-strategi yang telah dilakukan oleh masyarakat mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang.