BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi

BAB I PENDAHULUAN. ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2000 jumlah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Mekanisme Pembekuan Darah

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan kognitif pada beberapa manusia menurun sesuai pertambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. kontributor utama terjadinya aterosklerosis. Diabetes mellitus merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 592 juta orang (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. vaskular. Penyakit ginjal kronik (PGK) menjadi masalah global didunia dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi baik ketika

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

MAKALAH HEMATOLOGI Percobaan Pembendungan (Rumple Leed Test)

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

I. PENDAHULUAN. berkembang. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunya terdapat 10 juta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB 1 : PEMBAHASAN. 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi menular dan penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keterkendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat kompleks,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

2003). Hiperglikemia juga menyebabkan leukosit penderita diabetes mellitus tidak normal sehingga fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dua puluh empat subyek penelitian ini dilakukan secara consecutive

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, athere berarti

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. plak yang tersusun oleh kolesterol, substansi lemak, kalsium, fibrin, serta debris

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Transkripsi:

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DIABETES MELLITUS 2.1.1 Defenisi American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan DM sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin/ resistensi insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. 1 2.1.2. Klasifikasi Diabetes Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi absolut. -Autoimun -Idiopatik Tipe 2 : Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resisten insulin. Tipe lain : Defek genetik fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin, penyakit eksokrin pancreas endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi,sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM. Diabetes Mellitus gestasional. 1,2 Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan

26 angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi. DM biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat komplikasi akut maupun kronis. 2 2.1.2. Komplikasi Diabetes Komplikasi akut 1. Ketoasidosis diabetik (KAD) 2. Hiperosmolar non ketotik (HNK) 3. Hipoglikemia Komplikasi kronis 1. Makroangiopati Pembuluh darah jantung Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes Pembuluh darah otak. 2. Mikroangiopati Retinopati Diabetik Nefropati Diabetik Neuropati 2.2. PENYAKIT JANTUNG KORONER Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya, sehingga aliran darah pada arteri koroner menjadi tidak adekuat, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan dapat sampai infark, karena oksigenasi otot jantung sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel otot jantung. PJK bermakna didefinisikan sebagai adanya stenosis 50 % pada arteri koroner utama yang dibuktikan dari

27 pemeriksaan angiografi. 19 2.2.1 Aterosklerosis dan Inflamasi Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa dan deposit matrik ekstraseluler, akibat pemicuan multifaktor berbagai patogenesis yang bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri. Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan yang kompleks sebagai reaksi terhadap masuknya agen yang merugikan ke dalam sel ataupun organ dalam rangka melenyapkan atau setidaknya melemahkan agen tersebut, memperbaiki kerusakan sel atau jaringan dan memulihkan homeostasis. Aterosklerosis dapat menyebabkan iskemia dan infark jantung, stroke, hipertensi renovaskular dan penyakit oklusi tungkai bawah tergantung pembuluh darah yang terkena. Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK. 20 2.2.2 Patofisiologi Aterosklerosis Proses terjadinya aterosklerosis pada manusia dimulai dari adanya kerusakan endotel, proliferasi sel otot polos, perkembangan dan infiltrasi dari foam cell, aktivasi platelet, dan peningkatan inflamasi.. Tempat dari lei ditandai dari peningkatan arus hemodinamik dan juga sumber luar kerusakan sel endotel.. Peningkatan permeabiltas endotel selanjutnya mengakibatkan penahanan sejumla low density lipoprotein (LDL) yang berinteraksi terhadap matriks ekstraseluler dibawahnya. Interaksi ini menahan LDL di dinding pembuluh darah yang selanjutnya terjadi oksidasi oleh Reactive Oxygen Species (ROS). LDL teroksidasi ini selanjutnya selanjutnya merangsang sel ondotel untuk mengupregulasi molekul adhesi seluler, protein kemotaksis, growth faktor, dan menghambat pembentukan Nitric Oxide (NO). Aktivitas ini mengambil monosit dan makrofag yang berinteraksi dengan LDL teroksidasi membentuk foam cell. Produksi sitokin proinflamasi dari makrofag yang teraktivasi merangsang proliferasi dari vascular smooth muscle cells (VSMCs ). Sel otot polos intima secara bertahap memproduksi matriks ekstraseluler sehingga terbentuk suatu fibrous cap. Hasil

28 akhirnya adalah suatu plak aterosklerosis yang tidak stabil, gampang rupture dan bersamaan dengan suatu keadaan thrombosis dapat menyebabkan suatu keadaan sumbatan vaskuler akut. 20 Gambar 2.1. Tahapan Perkembangan Plak aterosklerosis. (1) LDL diambil oleh endotel (2) OKsidasi LDL oleh makrofag dan. (3) Pelepasan growth factor dan sitokin (4) Keterlibatan monosit. (5) Akumulasi sel foam. (6) Proliferasi sel otot polos. (7, 8) Pembentukan plak [sumber: Faxon DP, Fuster V, Libby P. Atherosclerotic vascular disease conference: Writing Group III: Pathophysiology. Circulation. 2004;109(21):2617 25.] Pada diabetes, hiperglikemia, asam lemak bebas berlebih, dan resistensi insulin mengakibatkan beberapa kejadian metabolic pada sel endotel. Hal ini dapat mengganggu fungsi endotel, merangsang vasokontriksi, meningkatkan inflamasi, dan merangsang trombosis. Penurunan kadar NO dan peningkatan endothelin-1 dan konsentrasi angiotensin II meningkatkan tonus vaskuler dan pertumbuhan sel otot polos. Peningkatan transkripsi sitokin proinflamasi mengakibatkan pelepasan sitokin inflamasi dan molekul adhesi seluler. Peningkatan produksi tissue factor (TF) dan Plasmin Activator Inhibitor 1 (PAI- 1) membuat suatu keadaan protrombotik, sementara penurunan NO juga meningkatkan aktivitas platelet. 21 Plak aterosklerosis dengan adanya diabetes secara umum meningkatkan kalsifikasi inti nekrotik, peningkatan Receptor Advanced Glycosylation Endproducts (RAGE), dan infiltrasi makrofag dan sel T. Hal ini secara potensial berkontribusi terhadap aterosklerosis yang lebih berat dan insidensi yang lebih

29 tinggi terhadap keadaan reaksi akut. 20 Gambar 2.2. Proses Aterogenesis Pada Diabetes Mellitus ( sumber: Beckman JA, Creager MA, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis Epidemiology, Pathophysiology, and Management. JAMA, May 15, 2002) 2.3. HEMOSTASIS Faal hemostasis adalah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh darah dan menutup kerusakan dinding pembuluh darah sehingga mengurangi kehilangan darah pada saat terjadinya kerusukan pembuluh darah. Faal hemostasis melibatkan sistem berikut: 1. Sistem vaskular. 2. Sistem trombosit 3. Sistem koagulasi 4. Sistem fibrinolisis Untuk mendapatkan faal hemostasis yang baik maka keempat sistem tersebut harus bekerja sama dalam suatu proses yang berkeseimbangan dan saling mengontrol. Kelebihan atau kekurangan suatu komponen akan menyebabkan

30 kelainan. Kelebihan fungsi hemostasis akan menyebabkan trombosis, sedangkan kekurangan faal hemostasis akan menyebabkan pendarahan. 22 Faal hemostasis untuk dapat berjalan normal memerlukan 3 langkah yaitu : 1. Langkah I : hemostasis primer, yaitu pembentukan primary platelet plug 2. Langkah II : hemostasis sekunder,yaitu pembentukan stable hemostatic plug (platelet+fibrin plug) 3. Langkah III : fibrinolisis yang menyebabkan lisis dan fibrin setelah dinding vaskuler mengalami reparasi sempurna 2.3.1. Sistem Koagulasi 22 Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang terdapat dalam plasma (darah) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Protein ini dalam keadaan tidak aktif (proenzim atau zymogen) jika terjadi aktivasi, protein aktif ini (enzim) akan mengaktifkan rangkaian aktivasi berikutnya secara beruntun, seperti sebuah tangga (kaskade) atau seperti air terjun (water fall). 2.3.2. Sistem Fibrinolisis 23 Proses fibrinolitik bertujuan untuk membentuk plasmin yang berguna untuk menghancurkan bekuan fibrin yang berlebihan atau menghancurkan fibrin setelah proses reparasi dinding pembuluh darah selesai sehingga pembuluh darah tersebut kembali paten. Fibrinolosis merupakan proses dimana fibrin di degradasi oleh plasmin. Sirkulasi pro-enzim, plasminogen, diaktifkan oleh plasmin : 1. Pada saat terjadi perlukaan, oleh tissue plasminogen activator (tpa) dan urokinase-like plasminogen activator (UPA) yang dilepaskan sel yang rusak atau yang sel aktif atau oleh 2. Bahan eksogen seperti streptokinase, atau oleh TPA atau UPA terapetik Plasmin mengubah fibrin atau fibrinogen menjadi fibrin degradation product (FDP) dan juga mendegradasi faktor V dan VII. Plasmin yang bebas di nonaktifkan oleh plasma α 2 antiplasmin dan α 2 makroglobulin

31 Gambar 2.3. Kaskade Koagulasi dan Fibrinolitik ( sumber: Grant PJ. Diabetes Mellitus as a Prothrombotic Condition. J Intern Med 2007; 262: 157 172. 2.3.3. Inhibitor Koagulasi Terdapat juga suatu inhibitor koagulasi alami pada tubuh untuk menyeimbangkan reaksi tersebut diatas.. Tissue factor pathway inhibitor (TFPI) menghambat produksi faktor Xa dan juga menghambat komples TF/ Faktor VIIa. Inhibitor utama dari thrombin adalah antitorombin dan thrombin-antithrombin complex (TAT). Yang dibentuk ketika antitrombin terikat ireversibel dan

32 menginaktivasi thrombin. Antitrombin juga menginaktivasi faktor IXa, Xa, XIa dan XIIa. Ikatan thrombin dengan trombomodulin mengaktivasi protein C, yang kombinasi dengan kofaktornya protein S menginaktivasi faktor VIII dan Va. 24 2.3.4. Gangguan Hemostasis pada Diabetes 25 Telah lama diketahui bahwa pada penderita diabetes mellitus, terutama DM tipe 2, terdapt keadaan yang disebut kondisi protrombotik, dimana lebih mudah timbul thrombosis dibandingkan keadaan fisiologis normal. Kondisi protrombotik menunjukkan adanya abnormalitas baik pada aktifasi thrombosis maupun fibrinolysis. Salah satu penyebab dari kedua abnormalitas tersebut adalah resistensi insulin, hiperglikemia dan inflamasi. Selain itu pada DM tipe 2 ditemukan adanya bukti perubahan dari berbagai faktor yang berperan pada faal hemostasis. 1. Peningkatan kadar Fibrinogen Kadar fibrinogen yang meningkat akan menyebabkan agregasi trombosit dan perubahan reologik serta bekuan yang kaya akan fibrin. Banyak penelitian pada DM tipe 2 melaporkan peningkatan kadar fibrinogen. Pada pasien DM tipe 2 didapatkan penekanan fibrinolisis yang disebabkan peningkatan kadar PAI-1. Penurunan aktifitas fibrinolitik trombosit mengakibatkan penurunan deposit fibrin dan perubahan pada komponen-komponen dari pembuluh darah. Kadar PAI-1 meningkat pada pasien-pasien resistensi insulin yang obes. Kadar plasma PAI-1 berhubungan dengan indeks massa tubuh, lemak visceral, tekanan drah dan kadar plasma insulin, trigliserida, small dense LDL, dan kolesterol HDL. 2. Peningkatan Aktivitas Faktor VII, Terjadi sebagai akibat adanya hiperlipidemia post-prandial. Selain itu, hiperglikemia juga mempunyai efek independent pada faktor VII, dimana pada suatu penelitian dijumpai keadaan hiperglikemia yang lama berhubungan dengan peningkatan dari faktor VII. 26 3. Ekspresi Plasminogen Aktivator Inhibitor-1 yang berlebihan Adanya perubahan ini telah dibuktikan terjadi baik pada penderita DM tipe 2, resistensi insulin, maupun hiperinsulinemia. Hal ini diduga sebagai efek langsung dari insulin dan proinsulin. Sebagai mana telah diketahui, insulin akan merangsang sinstesis PAI-1. Selanjutnya peningkatan PAI-I dalam darah akan

33 menyebabkan penghabatan aktivitas fibrinolysis. Menurunnya kadar PAI-1 pada penderita DM tipe 2 setelah pemberian terapi dengan obat golongan tiazolidindion memperkuat bukti peranan resistensi insulin sebagai penyebabnya. 26 4. Peningkatan Agregasi Trombosit Telah terbukti bahwa pada penyandang DM tipe 2 diperlukan dosis asam asetil salisilat yang lebih tinggi untuk mencegah agregasi trombosit dibandingkan pada non diabetes. Masih belum dapat dipastikan apakah faktor glukosa sendiri atau gangguan metabolic penyerta yang merupakan penyebabnya. 25 5. Penurunan Kadar Urokinase pada plak Aterosklerotik. Pasien dengan DM tipe 2 juga mempunyai kadar TF yang tinggi, yang secara langsung dimodulasi oleh insulin dan glukosa, dan keduanya memperlihatkan efek adiksi. Perbaikan control glikemik memberikan hasil berupa penurunan dari kadar TF, sehingga dapt dipengaruhi dengan pemakaian obat hipoglikemik. 26 2.3.5. Gangguan Hemostasis Pada Aterosklerosis Aterosklerosis sudah lama dikenal sebagai suatu keadan inflamasi kronik. Inflamasi dihubungkan dengan upregulasi dari faktor prokoagulan dan down regulasi antikoagulan serta menghambat proses fibrinolitik secara lokal maupun sistemik. Hal ini secara potensial mengakibat peningkatan risiko terbentuknya trombus lanjutan.. Kehilangan dari aktivitas antikoagulan dan stimulus berlebih dari system koagulasi selanjutnya dihubngkan dengan peningkatan respon inflamasi berkelanjutan. Hal ini berlangsung terus menerus ehingga membuat suatu siklus yang hanya dapat dihentikan dengan menurukan reaksi inflamasi dan atau mengkontrol pembentukan trombus. 27 2.3.6. Penilaian Koagulasi Konvensional Pemeriksaan meliputi penilaian jalur intrinsik dan ekstirnsik dari sistem koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin : 1. Waktu protormbin (Protrombin Time/PT) Waktu protrombin (PT) digunakan untuk menilai jalur ekstrinsik pembekuan, yang terdiri dari faktor jaringan dan faktor VII, dan faktor koagulasi

34 pada jalur umum (faktor II (protrombin), V, X, dan fibrinogen). Nilai normal 10-14 detik. Rasio waktu protorombin : PT pasien dinyatakan sebagai rasio, di mana hasil nya adalah = (PT kontrol : PT pasien). Sebagai contoh, PTR> 1,2 dikaitkan dengan peningkatan risiko yang signifikan dari koagulopati trauma akut dalam studi retrospektif multicenter. Dalam penelitian ini, reagen yang digunakan memiliki kepekaan yang sama (indeks sensitivitas internasional [ISI] berkisar 1,03-1,09). Keterbatasan metode ini adalah bahwa variabilitas pereaksi atau instrumen dapat mempengaruhi hasil. 2. aptt (Activated Partial Thromboplastin Time ) Digunakan untuk menilai integritas koagulasi jalur intrinsik (prekallikrein, tinggi kininogen berat molekul, faktor XII, XI, IX, VIII) dan jalur akhir yang umum (faktor II, V, X, dan fibrinogen), dan untuk memantau respon terapi pemakaian heparin.nilai normal aptt antara 30-40 detik. 3. Waktu trombin (thrombin time, TT) Cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau adanya hambatan terhadap trombin. TT digunakan untuk mengukur langkah terakhir dari jalur pembekuan, konversi fibrinogen menjadi fibrin. Nilai normal antara 14-16 detik. 28 Pemeriksaan yang dapat memberikan taksiran global dari hemostasis adalah thromboelastografi (TEG). TEG adalah metode pengujian efisiensi koagulasi dalam darah yang ditunjukkan sebagai suatu metode untuk mengatasi keterbatasan tes koagulasi konvensional. TEG menghasilkan pengawasan koagulasi darah keseluruhan yang efektif dan tepat karena mengevaluasi sifat elastis dari darah dan memberikan taksiran global dari fungsi hemostasis. 24,29 2.4. TROMBOELASTOGRAFI 2.4.1. Defenisi Tromboelastografi (TEG) adalah metode pengujian efisiensi koagulasi dalam darah. Pertama kali dikembangkan oleh dr Hellmut Hartert di Universitas Heidelberg, tahun 1948. TEG ditunjukkan sebagai suatu metode untuk mengatasi keterbatasan tes koagulasi konvensional. TEG menghasilkan pengawasan koagulasi darah keseluruhan yang efektif dan tepat. Alat ini mengevaluasi sifat

35 elastis dari darah dan memberikan taksiran global dari fungsi hemostasis. 13,29-30 Keuntungan dari TEG adalah kemampuan bedsidenya yang dapat menunjukkan ringkasan dari fungsi platelet, proses koagulasi dan inhibisinya, dan system fibrinolysis dalam waktu sekitar 30 menit. Hasil dari pemeriksaan TEG ini dapat digunakan untuk menilai keperluan terapi komponen darah. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan klot digunakan sebagai dasar pemberian fresh frozen plasma (FFP), Kekuatan bekuan untuk menilai keperluan pemberian platelet, penambahan heparinase untuk menilai disis protamine dan penilaian derajat lisis untuk keperluan pemberian antifibrinolitik. Beberapa bentuk penggunaan TEG dilakukan juga ketika pemeriksaan konvensional tidak adekuat seperti skrining hiperkoagulabilitas dan penilaian risiko thrombosis, dan pada populasi hemophilia dimana TEG telah digunakan untuk memantau pengobatan dengan recombinan FVIIa dan protrombin teraktivasi. 30 Gambar 2.4. Tromboelastografi (sumber : Thakur, M., Ahmed, A.B. A review of thromboelastography. International Journal of Perioperative Ultrasound and Applied Technologies. 2012) 2.4.2 Parameter Penilaian Trombelastografi Parameter perhitungan pada TEG terdiri dari: 30 - Waktu r: menunjukkan periode waktu laten dari awal tes sampai pembentukan fibrin inisial. Hal ini merepresentasikan studi pembekuan darah standar. Nilai normal 15-23 menit (pada darah natif), 5-7 menit (pada darah yang bercampur dengan kaolin).

36 - Waktu k: menunjukkan waktu untuk mencapai tingkat kekuatan bekuan (dimana waktu r = nol) dengan amplitudo 20 mm. Nilai normal 5-10 menit (pada darah natif), 1-3 menit (pada darah yang bercampur dengan kaolin). - Sudut α: mengukur kecepatan fibrin terbentuk dan jembatan-jembatan fibrin bekerja (penguatan bekuan) dan menilai laju pembentukan bekuan. Nilai normal: 22-38 (pada darah natif), 53-67 (pada darah yang bercampur dengan kaolin). - Amplitudo maksimal (MA): fungsi langsung dari ikatan trombosit dan fibrin maksimal melalui Gp IIb/IIIa dan merepresentasikan kekuatan terakhir dari bekuan fibrin yang berkorelasi dengan fungsi trombosit: 80% trombosit, 20% fibrinogen. Nilai normal: 47-58 mm (pada darah natif), 50-68 mm (pada darah yang bercampur dengan kaolin). - Nilai G: merupakan fibrin clot strength yang menunjukkan fungsi hemostasis secara global dan dihitung dengan rumus G=(5000 x MA)/(100- MA) - Coagulation Index: indikator koagulasi secara menyeluruh dengan menggunakan formula yang ditentukan oleh produsen alat untuk menentukan nilai normal, hipo atau hiperkoagulasi. Nilai normal: 3-3mm. - LY30: persentase yang menurun dalam ampitudo 30 menit setelah MA dan memberi perhitungan tingkat fibrinolisis. Nilai normal <7,5% (pada darah natif). - LY60: persentase yang menurun dalam amplitudo 60 menit setelah MA. - A30: amplitudo saat 30 menit setelah MA - A60: amplitudo saat 60 menit setelah MA - EPL: merepresentasikan prediksi komputer pada 30 menit proses lisis yang berdasarkan pada laju aktual penurunan amplitudo yang terhitung 30 detik setelah MA dan merupakan indikator paling awal dari lisis abnormal. EPL awal > LY30 (30 menit EPL = LY30), EPL normal < 15%, fibrinolisis menyebabkan peningkatan LY30, LY60, EPL dan penurunan A30 dan A60. Interpretasi klinis dari berbagai tahap koagulasi yang diukur dengan TEG: - Pembentukan bekuan: faktor pembekuan (waktu r dan k)

37 - Kinetik bekuan: faktor pembekuan (waktu r dan k), trombosit (MA) - Kekuatan/ stabilitas bekuan: trombosit (MA), fibrinogen (reopro-mod MA) - Resolusi bekuan: fibrinolisis (LY30/60; EPL A30/60) Gambar 2.5. Grafik Tromboelastografi ((sumber : Thakur, M., Ahmed, A.B. A review of thromboelastography. International Journal of Perioperative Ultrasound and Applied Technologies. 2012) TEG sampai saat ini belum digunakan secara rutin sebagai alat pemeriksaan tes koagulasi, namun kegunaanya telah ditetapkan dalam beberapa spesialisasi, terutama pada prosedur transplantasi hati dan operasi jantung yang memerlukan pintas kardiopulmoner. Pasien yang menjalani prosedur transplantasi hati biasanya mengalami keadaan trombositopenia dan defesiensi faktor pembekuan darah oleh karena penyakit hati dasarnya dan selanjutnya juga menentukan status hipokoagulasi sebelum tindakan pembedahan. Selama prose transplantasi fibrinolysis yang berlebih menyebabkan kondisi hipokoagulasi semakin berat. Kang dkk menunjukkan bahwa status koagulasi pasien selama diruang operasi dapat dimonitor dengan menggunakan TEG, dan hal ini membuat penurunan kejadian kehilangan darah pada banyak pasien yang menjalani operasi transplantasi hati. Terapi spesifik yang diperlukan pada kondisi ini juga dapat dipandu oleh hasil grafik TEG. 30-32

38 Gambar 2.6. Contoh interpretasi Grafik Tromboelastografi (sumber : Thakur, M., Ahmed, A.B. A review of thromboelastography. International Journal of Perioperative Ultrasound and Applied Technologies. 2012)

39 2.5. KERANGKA KONSEPTUAL DIABETES MELLITUS Hiperglikemia Asam lemak bebas Resistensi Insulin Stress Oksidatif Aktifasi Protein Kinase C Aktivasi Resceptor for Advanced Glycation End Product (RAGE) Endotel Vasokonstriki Hipertensi VSCMC proliferasi Inflamasi Pelepasan chemokine Pelepasan sitokin TROMBOSIS Hiperkoagulasi Aktivasi Platelet Penurunan Fibrinolisis ATEROSKLEROSIS Gambar 2.7 Kerangka Konseptual TROMBOELASTOGRAFI HST KONVENSIONAL