I. PENDAHULUAN. Menurut Hendrik Budi Untung (2010: 48), mengingat akan begitu besarnya peran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN MODAL DASAR PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. harapan yang banyak ditunggu oleh putra-putri Indonesia dalam menyongsong masa

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BAB IV STUDI TENTANG PERMOHONAN IZIN PENANAMAN MODAL PT. X

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA BUKITTINGGI

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh yang cukup besar. Di dalam aspek ekonomi, ada banyak

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

BAB I PENDAHULUAN. peranan daripada modal atau investasi. Modal merupakan faktor yang sangat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 10 SERI E

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 06 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan negara. Sistem

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang dapat di manfaatkan dalam

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI GORONTALO

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk, tingkat pengangguran, keadaan sosial budaya, kemajuan. per kapita ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

Masalah ketenagakerjaan di negara berkembang khususnya Indonesia yang jumlah penduduknya banyak sangatlah kompleks. Hal tersebut dipengaruhi oleh

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Investasi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat. kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara

Pelayanan Penanaman Daerah Secara Terpadu. Teuku Ahmad Yani Lektor Kepala Pada Fakultas Hukum UNSYIAH, 2014

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pilar utama dari pembangunan perekonomian nasional adalah

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna mengejar ketertinggalan pembangunan dari negaranegara maju baik yang ada di kawasan regional maupun kawasan global. Adapun salah satu sumber dana utama guna memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional tersebut diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi. Menurut Hendrik Budi Untung (2010: 48), mengingat akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi bagi pembangunan nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal atau investasi mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan menjadi bagian yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan adanya kegiatan penanaman modal atau investasi Indonesia dapat mengolah segala potensi ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan Daerah,

2 penciptaan birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor setidaktidaknya dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity (investasi mampu memberi keuntungan secara ekonomis bagi investor); kedua, political stability (investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik); ketiga, legal certainty atau kepastian hukum. Dari ketiga faktor diatas dapat dikatakan bahwa faktor kepastian hukum (legal certainty) merupakan faktor yang paling sering dijadikan dasar pertimbangan utama bagi para investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan penanaman modal atau investasi di suatu negara. Investor mempunyai kepentingan serta tujuan dalam menanamkan modalnya dan dalam usaha mempertahankan kepentingan serta tujuan tersebut instrumen hukum adalah alatnya. Adapun yang dimaksud dengan hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya nonyuridis dan berkembang karena ransangan dari luar hukum. Faktor-faktor di luar hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis. Menurut Hulman Panjaitan dan Anner Mangatur Sianipar (2008: 1), pembangunan instrumen hukum penanaman modal atau investasi di Indonesia, pemerintah untuk pertama kalinya membuat Rancangan Penanaman Modal Asing

3 (RUU PMA) pada tahun 1952 pada masa Kabinet Ali Sastromidjojo I, untuk kedua kalinya pada masa Kabinet Ali Sastromidjojo II pada tahun 1953, namun RUU PMA tersebut ditolak oleh parlemen. RUU PMA tersebut pada dasarnya bertujuan untuk melakukan pembatasan-pembatasan tertentu supaya anggapan negatif terhadap keberadaan modal asing dapat dieliminir. Kemudian baru pada tahun 1958 pada masa Kabinet Karya, Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing. Seiring dengan berjalannya waktu Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 dicabut dan digantikan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri perlu diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal hal ini menjadi latar belakang lahirnya Undang-Undang Penanaman Modal yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

4 Kesemua peraturan perundang-undangan tersebut telah digantikan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pembentukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif sehingga dapat mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha serta keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam peraturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanam modal, pengesahan dan perizinan, koordinasi pelaksanaan dan kebijakan penanaman modal yang didalamnya mengatur mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal dan ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa. Salah satu hal yang diatur dalam undang-undang penanaman modal adalah masalah hak dan kewajiban, fasilitas yang diberikan dan pengaturan mengenai hak atas tanah untuk penanaman modal. Hal ini pula yang menjadi latar belakang penulis untuk melakukan studi dengan judul: Penanaman Modal Asing di Indonesia (Studi Komparatif Terhadap Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007).

5 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Pada suatu penelitian perlu adanya suatu perumusan masalah agar penelitian tersebut terlaksana dengan baik dan terarah tepat sasaran, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, maka permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini dan berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah pengaturan penanaman modal berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007? Berdasarkan permasalahan di atas, maka ruang lingkup skripsi ini termasuk pada studi hukum perdata ekonomi khususnya hukum penanaman modal. Adapun ruang lingkup meliputi : a. Dasar ditetapkan Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. b. Hak dan kewajiban bagi para penanam modal Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. c. Fasilitas yang didapatkan oleh penanam modal dalam Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. d. Pengaturan hak atas tanah dalam dalam Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.

6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dalam penelitian adalah untuk mengetahui dan memahami tentang pengaturan penanaman modal berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Dengan ruang lingkup pembahasan : a. Dasar ditetapkan Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. b. Hak dan kewajiban bagi para penanam modal Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. c. Fasilitas yang didapatkan oleh penanam modal dalam Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. d. Pengaturan hak atas tanah dalam dalam Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis penelitian ini adalah sebagai upaya pengembangan ilmu hukum perdata ekonomi khususnya mengenai hukum penanaman modal. Dan penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk

7 memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan Penanaman Modal Asing di Indonesia (Studi Komparatif Terhadap Undang- Undang Nomor 78 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007). b. Kegunaan Praktis Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan tentang penelitian ini, yaitu : 1. Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan peneliti dalam bidang hukum perdata ekonomi khususnya hukum penanaman modal; 2. Sumbangan pemikiran, bahan bacaan dan sumber informasi serta sebagai bahan kajian lebih lanjtu bagi yang memerlukannya; 3. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung.