BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal adalah menurunnya fungsi ginjal. Apabila hanya 10% dari ginjal yang berfungsi, pasien dikatakan sudah pada tahap penyakit ginjal tahap akhir atau yang disebut end-stage renal disease (ESRD) (Baradero, dkk, 2005). Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Brunner & Suddarth, 2001). Data USRDS, (2011) menyebutkan bahwa penderita ESRD lebih dari 1 juta orang di dunia dan 571.000 penderitanya ada di Amerika Serikat. Lebih dari 87.000 orang meninggal disebabkan gagal setiap tahunnya. Stein dan Wild (2000) menjelaskan bahwa terdapat 30.000 orang di UK yang melakukan terapi dialisis pada tahun 2000 dan kurang lebih ada 5.000 pasien baru yang didiagnosa mengalami gagal ginjal setiap tahunnya. Data laporan Indonesian Renal Registry (2012) menyebutkan bahwa terdapat 19.621 Pasien baru dan 9.161 pasien aktif yang menjalani terapi hemodialisis di Indonesia. Terdapat beberapa cara pengobatan untuk penderita gagal ginjal yaitu dengan cuci darah menggunakan mesin hemodialisis, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialisis (CAPD), dan melakukan transplantasi ginjal. Transplantasi organ adalah tindakan medis yang bermanfaat bagi penderita gangguan fungsi organ berat yang merupakan usaha terbaik untuk menolong penderita dari kegagalan organnya. Hasil yang didapatkan dari transplantasi organ lebih memuaskan dalam jangka panjang dibanding pengobatan lainnya. Terbatasnya jumlah donor keluarga dan donasi organ jenazah juga menjadi kendala dalam pelaksanaan transplantasi organ (Hanafiah, 1999). Di Amerika kurang lebih terdapat 72.000 pasien yang menunggu untuk transplantasi ginjal, namun kira-kira hanya 18.000 yang akan menerima ginjal baru tiap tahun (USRDS, 2011). Di UK jumlah pasien yang menunggu
transplantasi adalah 5.525 pasien dan hanya ada 920 pasien yang menerima transplantasi (NHSBT, 2014). Hemodialisis merupakan metode perawatan umum dan pilihan utama yang sering digunakan untuk penderita gagal ginjal di Indonesia maupun di dunia saat ini (Kartono dkk dalam Lubis, 2006). Cuci darah atau dialisis tidak dapat memulihkan atau menyembuhkan penyakit ginjal karena tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik penyakit ginjal atau endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, pasien penderita penyakit gagal ginjal harus menjalani dialisis sepanjang hidupnya (Smeltzer dan Bare, 2002). Prioritas utama dari proses cuci darah atau yang disebut dialisis adalah untuk memperpanjang kelangsungan hidup penderita, mengurangi morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Locatelli, 2003). Cuci darah atau dialisis tidak dapat memulihkan atau menyembuhkan penyakit ginjal karena tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik penyakit ginjal atau endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, pasien penderita penyakit gagal ginjal harus menjalani dialisis sepanjang hidupnya (Smeltzer dan Bare, 2002). Cuci darah berfungsi untuk mengeluarkan dan membersihkan racun atau racun yang berada dalam tubuh. Cara menilai pembersihan racun adalah dengan mengukur dua subtansi khusus, yaitu urea dan creatine. Urea adalah racun produk dari hati dan creatine adalah subtansi yang dihasilkan oleh penggunaan otot tubuh. Pada kondisi ginjal normal, ginjal mampu membersihkan kedua subtansi tersebut dengan baik. Kadar urea darah normal adalah antara 3,3 6,7 mmol/l dan kadar creatine darah normal pria adalah antara 70 120 µmol/l dan wanita adalah 50-90 µmol/l. Seseorang dapat dikatakan mengalami gagal ginjal jika memiliki kadar yang lebih dari range tersebut. Tingkat clearance creatine normal manusia adalah 120 ml/min atau kurang lebih 120 L/minggu (Stein dan Wild, 2002). Pasien cuci darah harus mendapatkan dosis cuci darah sesuai kebutuhan untuk menghindari morbiditas dan mortalitas. Dalam penelitian Port dkk (2002) menyebutkan bahwa dosis dialisis yang diberikan dapat mempengaruhi morbiditas 2
dan mortalitas pasien dialisis. Salah satu cara meningkatkan dosis dan pembersihan zat racun dalam proses dialisis adalah dengan memperpanjang waktu dialisis. Penelitian yang dilakukan Charra (2005) juga mengatakan bahwa untuk mencapai dialisis yang optimal diperlukan beberapa kondisi yang mempengaruhi dimana waktu merupakan faktor utama untuk mengurangi kematian. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa pemberian waktu dialisis yang lebih panjang merupakan faktor yang lebih berpengaruh untuk mereduksi molekul racun tersebut (Ward dkk, 2006). Pembersihan racun yang dilakukan dengan mesin cuci darah konvensional saat ini hanya mampu memenuhi kurang lebih 10 % dari fungsi ginjal normal manusia (Stein dan Wild, 2002). Mesin hemodialisis (HD) yang digunakan memiliki dimensi yang besar kurang lebih berukuran panjang 1.3 m, lebar 0,53 m, tinggi 0,63 m dengan berat 76 kg sehingga memerlukan tempat yang cukup luas dan sulit untuk dipindahkan. Mesin hemodialisis konvensional (Warady dkk, 2004) membutuhkan kurang lebih 120-150 liter air bersih per atau sekitar 360-450 liter per minggu dengan standar Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI). Air ini digunakan untuk campuran cairan dialisat sebagai spon yang menyerap racun dari darah. Proses yang terjadi di dalam dialyzer adalah proses difusi dan ultrafiltrasi zat. Mesin tersebut juga membutuhkan daya yang sangat besar, yaitu ± 2020 watt (W) sehingga diperlukan investasi besar untuk pembangunan instalasi khusus. Kondisi yang membutuhkan ketersediaan cairan yang sangat banyak dan energi yang sangat besar tersebut menyebabkan kurangnya fleksibilitas cuci darah karena tidak dapat dilakukan diluar tempat yang telah ditentukan seperti rumah sakit. Proses cuci darah dilakukan oleh pasien minimal 4 5 jam sekali proses atau minimal 12 15 jam seminggu agar mencukupi adekuasi dialisis yang telah ditentukan. Cuci darah menggunakan mesin hemodialisis mengharuskan pasien untuk berada di tempat selama terapi berlangsung sehingga pasien terbatasi mobilitasnya. Selama proses cuci darah, biasanya pasien hanya tidur atau melakukan aktivitas terbatas di tempat tidur rumah sakit. Mesin hemodialisis konvensional ditunjukkan pada Gambar 1.2. 3
1.1. Proses hemodialisis dengan mesin konvensional ditunjukkan pada Gambar Gambar 1.1 Skema Proses Mesin Cuci Darah (Stein dan Wild, 2002) 1. Darah kotor mengalir dari tubuh pasien 2. Darah dipompa melalui mesin dengan kecepatan 50 600 ml/min 3. Heparin (obat untuk mencegah pembekuan darah) di tambahkan di dalam darah dengan dosis antara 1000 5000 unit dengan kecepatan 0 9,9 ml/jam sesuai kebutuhan pasien. 4. Darah masuk ke dialyzer. cairan dialisat (a) masuk ke dialyzer dengan kecepatan 50 800 ml/min dan racun (b) akan diangkut ke saluran pembuangan. 5. Darah mengalir melewati perangkap gelembung 6. Darah kembali ke tubuh Pengembangan mesin HD yang dilakukan adalah mesin yang dapat dibawa atau transportable. Mesin cuci darah transportable sudah digunakan di United Kingdom dan United Stated saat ini memiliki berat ± 35 kg dan dimensi 39 x 37 x 46 cm. Mesin ini menggunakan cairan dialisat yang sudah di masukkan ke dalam kantong-kantong untuk proses cuci darah dan membutuhkan kurang lebih dau belas kantong cairan dialisat yang dibutuhkan untuk setiap proses cuci darah atau 60 liter sekali proses. Daya yang dibutuhkan kurang lebih 600 watt sehingga sesuai dengan standar kelistrikan rumah atau tempat lain yang memungkinkan. Mesin cuci darah transportable ditunjukkan pada Gambar 1.3. 4
Gambar 1.2 Mesin Hemodialisia (Brosur Surdial 55 Plus, Nipro) Gambar 1.3 Transportable Dialisis Machine (http://www.nxstage.com) Faktor penting lain yang perlu diperhatikan kepada pasien cuci darah adalah mobilitas pasien mengingat setiap pasien memiliki aktivitas atau kegiatan yang perlu dilakukan selain melakukan cuci darah (Johansen, 2013). Menurut Ronco dkk (2008) menjelaskan bahwa terapi yang dilakukan saat ini masih memiliki kekurangan dalam hal mobilitas pasien. Hal tersebut disebabkan karena pasien cuci darah akan bergantung pada mesin dialisis seumur hidup dan penyesuaian diri terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien. Shrestha (2008) menyebutkan bahwa kualitas hidup penderita gagal ginjal saat ini dinilai masih buruk meskipun sudah banyak kemajuan di bidang cuci darah selama beberapa tahun terakhir. Pasien gagal ginjal biasanya menghadapi masalah keuangan, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dan ketakutan terhadap 5
kematian, mengurangi waktu pasien dalam melakukan aktivitas sosial, dan dapat menimbulkan konflik, frustasi, serta rasa bersalah di dalam keluarga (Smeltzer dan Bare, 2002). Tabel 1.1 Spesifikasi Produk Mesin Cuci Darah Eksisting Spesifikasi Produk A* Produk B** Produk C*** Produk D**** Massa Total 76 kg 86 kg 60 kg 35 kg Dimensi 280 x 420 x 1365 cm 480 x 480 x 1370 cm 585 x 620 x 1305 cm 39 x 37 x 46 cm Bentuk Balok Balok Balok Kubus Bahan dialyzer Cellulose Triacetate Polysulfone Polyacrylonitrile Polyethylene Desain dialyzer Hollow Fibre Hollow Fibre Hollow Fibre Hollow Fibre Karakteristik membran dialyzer High Flux High Flux (63 High Flux (60 High Flux (64ml/h/mmhg) ml/h/mmhg) ml/h/mmhg) Pore size membran 10 100 nm 10 100 nm 10 100 nm 10 100 nm Kebutuhan air 120 150 Liter/ 120 150 Liter/ 120 150 Liter/ 60 80 Liter/ Material rangka Alumunium, plastik Alumunium, plastik Alumunium, plastik Plastik Sistem Regenerasi Dialisat tidak ada Tidak ada Tidak ada tidak ada Konsumsi energi ± 2200 W ± 2070 W ± 2025 W ± 600 W Waktu dialisis 12-15 jam/ minggu 12-15 jam/ minggu 12-15 jam/ minggu 42 56 jam /minggu Brosur Surdial 55Plus, Nipro ** Brosue 4008 S, Fresenius *** Brosue The AK 96, Gambro **** http://www.nxstage.com Tabel 1.1 menjelaskan spesifikasi beberapa produk mesin cuci darah yang eksisting saat ini. Mesin cuci darah eksisting saat ini dinilai masih memiliki kekurangan dari aspek pembersihan racun dan mobilitas pasien dibandingkan ginjal manusia yang dapat melakukan pembersihan racun 24 jam dalam sehari dan hanya memiliki dimensi 12 x 6 x 3 cm dan berat 150 gram. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut perlu dikembangkan konsep mesin cuci darah yang mampu meningkatkan pembersihan racun dan mobilitas pasien cuci darah. 1.3 Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka perlu diberikan batasan masalah yang dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Pengembangan ini hanya dilakukan sebatas spesifikasi dan desain konsep mesin cuci darah baru sesuai keinginan konsumen. 6
2. Penelitian ini tidak sampai pada tahap uji klinis. 3. Responden penelitian hanya dibatasi dari rumah sakit. 4. Hasil penelitian dibatasi berdasarkan hasil penelitian kuesioner. 5. Penelitian hanya dilakukan di wilayah Jawa Tengah dan DIY. 6. Penelitian belum memperhatikan aspek ergonomi mesin. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Mengidentifikasi kebutuhan yang diperlukan oleh pasien gagal ginjal. 2. Mendapatkan spesifikasi mesin cuci darah portable yang sesuai kebutuhan pasien gagal ginjal. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan desain dalam pembuatan alat cuci darah baru sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas alat yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen. 7