Implementasi Deteksi Mata Otomatis Menggunakan Pemfilteran Intensitas dan K-Means Clustering

dokumen-dokumen yang mirip
Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Implementasi Deteksi Copy-move Forgery pada Citra menggunakan Metode Histogram of Oriented Gradients (HOG)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski

PERBANDINGAN SEGMENTASI CITRA BERWARNA DENGAN FUZZY CMEANS CLUSTERING PADA BEBERAPA REPRESENTASI RUANG WARNA

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BINERISASI CITRA DOKUMEN DENGAN FILTERISASI HOMOMORPHIC

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

Rancang Bangun Sistem Pengujian Distorsi Menggunakan Concentric Circle Method Pada Kaca Spion Kendaraan Bermotor Kategori L3 Berbasis Edge Detection

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP

BAB II LANDASAN TEORI

YOGI WARDANA NRP

SYSTEM IDENTIFIKASI GANGGUAN STROKE ISKEMIK MENGGUNAKAN METODE OTSU DAN FUZZY C-MEAN (FCM)

Pendeteksi Cacat Pada Selongsong Peluru Berbasis Citra Menggunakan Gabor Filter

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE ADJACENT PIXEL INTENSITY DIFFERENCE QUANTIZATION TERMODIFIKASI

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

IMPLEMENTASI METODE RETINEX UNTUK PENCERAHAN CITRA

Aplikasi Metoda Random Walks untuk Kontrol Gerak Robot Berbasis Citra

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Perancangan sistem dimulai dari penempatan posisi kamera dengan posisi yang

KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS

Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

SAMPLING DAN KUANTISASI

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

Segmentasi Citra Berwarna Menggunakan Deteksi Tepi dan Fuzzy C-Means yang Dimodifikasi Berdasarkan Informasi Ketetanggaan

Oleh Yuli Wijayanti. Dosen Pembimbing : 1. Bilqis Amaliah, S.Kom, M.Kom 2. Anny Yuniarti, S.Kom, M.Com.Sc

APLIKASI PENGHAPUSAN BAYANGAN PADA IMAGE DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY C-MEANS (FCM) SKRIPSI

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM)

SEGMENTASI CITRA MENGGUNAKAN K-MEANS DAN FUZZY C- MEANS DENGAN BERBAGAI RUANG WARNA

PERANGKAT LUNAK PERBAIKAN KUALITAS CITRA DIGITAL MODEL RGB DAN IHS DENGAN OPERASI PENINGKATAN KONTRAS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas.

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

OPTIMASI ALGORITMA IDENTIFIKASI STRABISMUS

Metode Segmentasi Paru-Paru dan Jantung Pada Citra X-Ray Thorax

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB II LANDASAN TEORI

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK

PENGGUNAAN latar belakang dalam proses pembuatan VIDEO COMPOSITING MENGGUNAKAN POISSON BLENDING. Saiful Yahya, Mochamad Hariadi, and Ahmad Zaini,

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) 1-6 1

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-664

(IMAGE ENHANCEMENT) Peningkatan kualitas citra di bagi menjadi dua kategori yaitu :

DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR DAN DISCRETE FOURIER TRANSFORM UNTUK NOISE FILTERING PADA CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media

APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II TINJAUAN PUSTAKA. * adalah operasi konvolusi x dan y, adalah fungsi yang merepresentasikan citra output,

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMANFAATAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DALAM MENENTUKAN KEMATANGAN BUAH KAKAO MENGGUNAKAN METODE EUCLIDEAN DISTANCE SKRIPSI

Implementasi Boosted Steganography Scheme dengan Praproses Citra Menggunakan Histogram Equalization

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Deteksi dan Klasifikasi Citra Berdasarkan Warna Kulit Menggunakan HSV

PENDAHULUAN. Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Ilustrasi pencarian titik pusat dan jari-jari pupil. Segmentasi

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

Pengembangan Sistem Identifikasi Telapak Tangan dengan Menggunakan Metode Filter Bank Gabor

IDENTIFIKASI SEL DARAH BERBENTUK SABIT PADA CITRA SEL DARAH PENDERITA ANEMIA

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR

TEKNIK PENGENALAN WAJAH DENGAN ALGORITMA PCA BERBASIS SELEKSI EIGENVECTOR

ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR

BAB III METODE PENELITIAN

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

ESTIMASI FUNGSI SPASIAL PADA IDENTIFIKASI FITUR WAJAH

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Implementasi Deteksi Mata Otomatis Menggunakan Pemfilteran Intensitas dan K-Means Clustering Ahmad Kadiq, Arya Yudhi Wijaya, dan Wijayanti Nurul Khotimah Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informas Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: arya@if.its.ac.id Abstrak Deteksi mata merupakan langkah awal yang penting dalam proses pengenalan wajah dan analisis ekspresi. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menghindari kasus kesalahan deteksi mata. Kasus kesalahan deteksi mata menyebabkan kinerja sistem dalam pengenalan wajah menjadi kurang akurat. Jad metode yang mampu mendeteksi mata secara optimal perlu dikembangkan. Oleh karena itu, artikel ini menyajikan metode deteksi mata otomatis berdasarkan informasi intensitas untuk memecahkan masalah tersebut. Metode ini berisi tiga tahap utama meliputi tahap awal praproses analisis histogram, tahap proses transformasi Gabor wavelet dan K-means clustering, dan tahap akhir neighborhood operator untuk menentukan posisi yang tepat dari pusat pupil mata. Uji coba dilakukan terhadap 60 data uji dari citra LFW (Labeled Face in the Wild). Metode ini menghasilkan akurasi sebesar 93,33% dengan menggunakan nilai correction error < 0,16. Berdasarkan uji coba yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa metode yang diusulkan cukup bagus untuk pendeteksian pupil mata. Kata Kunci Analisis histogram, K-means clustering, Neigborhood operator, Transformasi Gabor wavelet D I. PENDAHULUAN eteksi mata merupakan langkah awal yang penting dalam pengenalan wajah dan analisis ekspresi. Dalam beberapa tahun terakhir, upaya penelitian pada bidang pengenalan wajah telah dilakukan untuk meningkatkan efektivitasnya. Secara umum algoritma deteksi mata dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu citra berbasis inframerah aktif dan citra berbasis pasif. Kategori pendekatan berbasis inframerah aktif menggunakan sifat fisiologis pupil mata di bawah penerangan inframerah. Pendekatan ini dapat memperoleh posisi mata yang sangat akurat. Akan tetap pendekatan ini memerlukan perangkat keras tambahan untuk pengaturan tahap akuisisi citra sehingga membatasi potensi aplikasi. Pendekatan metode pasif juga menghasilkan hasil yang baik dalam beberapa percobaan tetapi hal tersebut juga memiliki keterbatasan. Ketika pendekatan metode pasif diaplikasikan dalam ekspresi wajah, kondisi pencahayaan menjadi tidak bagus dan resolusi citra rendah. Hal tersebut mempengaruhi kinerja algoritma deteksi mata. Sehubungan dengan masalah tersebut, banyak penelitian yang telah dilakukan. Peneliti melakukan integrasi segmentasi tekstur untuk menghindari over-segmentasi benda heterogen spektral. Selain itu, kasus fenomena deteksi mata yang hilang disebabkan daerah mata diklasifikasikan sebagai daerah bukan mata dapat mempengaruhi kinerja pengenalan wajah menjadi kurang akurat. Akan tetap penelitian terakhir menemukan bahwa metode yang cukup akurat untuk pendeteksian mata yaitu dengan menggunakan pendekatan informasi intensitas citra [1]. Dalam artikel in metode deteksi mata disajikan berdasarkan informasi intensitas. Dalam metode ini informasi intensitas dianggap sebagai properti paling penting. Informasi ini digambarkan dengan kondisi mata manusia yang lebih gelap dari bagian lain dari bagian wajah. Sedangkan pupil mata merupakan bagian yang lebih gelap dari daerah sekitar bola mata. Berdasarkan dua isyarat informasi tersebut, maka metode ini dapat diaplikasikan sebagai strategi deteksi yang optimal dalam aplikasi deteksi mata. Secara khusus, metode ini berisi 3 tahap mulai dari tahap awal praproses analisis histogram, tahap proses menggunakan transformasi Gabor wavelet dan K-means clustering digunakan untuk melokalisasi sekitar mata, dan tahap akhir neighborhood operator untuk menentukan posisi yang tepat dari pusat pupil mata [1]. II. METODOLOGI A. Data Masukan Data masukan merupakan data yang digunakan oleh pengguna perangkat lunak dalam proses pendeteksian citra wajah. Data masukan yang digunakan dalam proses pendeteksian lokasi pupil mata ini berasal dari dataset citra wajah LFW (Labeled Face in the Wild) dalam format RGB dengan file ekstensi Joint Photographic experts Group (JPG). Ukuran dari input citra wajah adalah 130x150 piksel [2]. Proses uji coba dan evaluasi dilakukan dengan mengambil 60 dataset secara acak dari citra LFW. Citra yang telah dipilih tersebut akan digunakan sebagai data uji coba. Data uji coba merupakan data yang digunakan untuk menguji perangkat lunak. Hasil data uji coba tersebut akan digunakan untuk proses evaluasi akurasi dari metode pendeteksian mata. B. Praproses Citra Wajah Tahap praproses merupakan tahap yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari banyak faktor (misalnya, kondisi pencahayaan, bayangan wajah, dan lain-lain). Pada tahap in terdapat beberapa proses yaitu merubah citra ke dalam bentuk citra grayscale, analisis histogram, dan image enhancement. Adapun penjelasan tentang praproses pendeteksian deteksi mata dipaparkan sebagai berikut:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 2 1. Proses Analisis Histogram Pada proses in citra masukan berupa citra wajah RGB yang dirubah menjadi citra grayscale. Persamaan (1) merupakan formula untuk merubah citra RGB menjadi citra grayscale. Gray = 0,299*Red+0,587*Green+0,114*Blue (1) dimana Gray adalah citra grayscale yang akan digunakan sebagai citra input. Proses analisis histogram ini akan menghasilkan keluaran berupa nilai intensitas skin area (S i ). Skin area (S i ) ini akan digunakan sebagai nilai ambang dalam image enhancement. Adapun langkah-langkah proses analisis histogram dijelaskan sebagai berikut: Langkah 1: Potong input untuk mendapatkan test windows berupa daerah persegi panjang (31 x 13 piksel) dengan posisi di tengah citra input. Langkah 2: Bagi citra input dari 256 intentitas yang berbeda (0-255) menjadi 13 grup yang dinotasikan sebagai g 1 (0-19), g 2 (20-39),, g 12 (220-239), g 13 (240-255). Carilah nilai maksimum m 1, m 2,, m 12, m 13 untuk setiap grup dalam histogram dari citra input. Langkah 3: Hitung rata-rata intensitas test windows dan tentukan g i berdasarkan grup yang sesuai dengan intensitas rata-rata. Nilai intensitas S i daerah kulit sama dengan m i [1]. 2. Proses Image Enhancement Proses ini merupakan lanjutan dalam tahap praproses. Tahap ini menggunakan citra grayscale sebagai citra masukan. Citra grayscale tersebut ditajamkan kontrasnya dengan image enhancement. Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan kualitas citra, yaitu dengan meningkatkan tampilan visual dari citra input atau mengonversikan citra ke dalam bentuk yang lebih cocok untuk analisa mata. Citra keluaran dari image enhancement ini berupa citra yang telah ditajamkan kontrasnya. Persamaan (2) merupakan proses image enhancement. I' ( = 0 255 (( I ( Im in)255 (Im ax Im in) I( < Imin, Imin = Si^ γ / c1 I( > Im ax, Im ax = Si^ γ / c2 Imin < I( < Im ax dimana I( dan I ( adalah nilai intensitas untuk setiap piksel sebelum dan sesudah dilakukan image enhancement, γ adalah correction factor sedangkan c 1 dan c 2 adalah dua threshold untuk control range nilai intensitas ouput image. Nilai γ > 1 dengan rentang [1.2,1.5] dan c 1, c 2 mempunyai rentang [1.2,2.4], [0.6.1.2]. Dalam artikel ini pengujian menggunakan nilai γ = 1,004 dan c 1 =1,9, c 2 =1,0 [1]. C. Transformasi Gabor Wavelet Tahap transformasi Gabor wavelet ini merupakan tahap untuk memunculkan ciri-ciri khusus dari citra yang telah dikonvolusi terhadap kernel. Setelah melakukan peningkatan citra pada langkah sebelumnya, pengaruh variasi pencahayaan dan perubahan ekspresi deteksi mata dapat dikurangi beberapa (2) derajat. Akan tetap nilai intensitas mata manusia yang tidak selalu sama pada semua lokasi menyebabkan penentuan posisi daerah mata dari citra wajah cukup sulit. Jad perkiraan posisi mata diperoleh melalui proses transformasi dengan meningkatkan konvolusi citra wajah n. Metode yang digunakan adala transformasi Gabor wavelet Ψ μ,ν (z). Persamaan (3) merupakan formula Gabor wavelet Ψ μ,ν (z). Ψ μ,ν (z) = k μ,v /σ 2 e (- kμ,v 2 z 2/2σ2) [e i kμ,vz -e - σ2/2 ] (3) dimana v dan µ menentukan skala dan orientasi Gabor wavelet, z = (x, y), dan _ menunjukkan operator norma. k v,µ = k v e iφ µ adalah vektor gelombang, di mana k v = k max / f v dan φ u = πµ / 8. K max adalah maksimum frekuens dan f adalah faktor jarak antara kernel di frekuensi domain citra. Misalkan, f (x, y) adalah intensitas citra wajah, dengan konvolusi dari f (x, y) dengan Gabor wavelet ψ v,µ (x, y). Persamaan (4) merupakan definisi konvolusi citra transformasi Gabor wavelet ψ v,µ. G(x,y,v,µ) = f(x,y) * ψ v,μ (x,y) (4) dimana * menunjukkan operator konvolusi. Sedangkan, G(x,y,v,µ) merupakan hasil proses Gabor wavelet yang telah terkonvolusi. Proses konvolusi ini menggunakan filter Gabor wavelet dengan lima skala yang berbeda dan delapan orientasi yang berbeda dengan parameter berikut: v {0,1,...,4}, μ {1,2,...,8}, k max = π/2, f = 2, σ = 2π. Representasi Gabor wavelet ini terbentuk dari dua komponen yaitu komponen representasi yang real dan komponen bagian imajiner. Akan tetap hanya bagian representasi real yang difokuskan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan parameter v = {2,3,4} dan µ = 8. Pemilihan ini didasarkan pada dua alasan yaitu pada daerah mata dan alis, diorientasikan dengan karakteristik citra menonjol yang berarti bahwa sinyal mengandung kemungkinan lebih horizontal yang mencerminkan daerah lebih gelap, dan pada frekuensi rendah, orientasi Gabor wavelet terbukti lebih menguntungkan bagi perubahan berbagai intensitas rendah. Proses transformasi Gabor wavelet ini akan menghasilkan keluaran berupa reference image. Reference image merupakan hasil penggabungan tiga komponen real dari representasi Gabor wavelet dengan parameter v = {2,3,4} dan µ = 8. Persamaan (5) merupakan formula untuk mendapatkan reference image. R i (x,y) = q 1 G real (x,y,2,8) + q 2 G real (x,y,3,8) + q 3 G real (x,y,4,8) (5) q 1 +q 2 +q 3 =1 dan q 3 =2q 2 =4q 1 (6) dimana Ri (x, y) merupakan reference image atau hasil akhir penggabungan Gabor wavelet. G real (x,y,v u) merupakan hasil Gabor wavelet komponen real dengan parameter v = {2,3,4} dan µ = 8. Parameter q 1, q 2, q 3 merupakan perbandingan nilai bobot masing-masing G real dalam perhitungan formula reference image Ri (x, y).

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 3 Citra wajah Analisis Histogram Citra Tertajamkan Transformasi Gabor Reference Image (a) (b) (c) Langkah 3: Tandai piksel center 1 sebagai piksel putih dan sisanya sebagai piksel hitam. Piksel putih yang terbentuk pada citra akan dihapus jika memenuhi ketentuan sebagai berikut: Lebar dari patch citra < ketinggian patch citra. Jumlah piksel dalam patch citra < 10. Langkah 4: Hitung jumlah patch citra n, dan dapatkan pusat dari masing-masing patch citra c 1 (x,y), c 2 (x,y),, c n (x,y). Urutkan titik pusat sebagai c 1 (x,y), c 2 (x,y),, c n (x,y) dan center 1 c n (y). Salah satu dapat dipilih dari n melalui proses berikut: Jika n = 1, e(x,y) = c 1 (x,y). Jika n 2, e(x,y) = c 2 (x,y). Langkah 5: Potong citra grayscale dan dapatkan EW yang merupakan persegi panjang (31x13 piksel) berpusat di e(x,y). Analisis Cluster Eye Windows Neighborhood Operator Pupil Center RGB Gambar. 1. Diagram alir keseluruhan proses deteksi mata D. Analisis Cluster Tahap ini digunakan untuk menentukan estimasi posisi lokasi mata dalam citra input. Proses diawali dengan menentukan titik lokasi region yang diestimasi dimana posisi mata berada. Region dari pemotongan hasil citra pengolahan Gabor wavelet ini disebut dengan Pretreatment Windows (PW). Posisi pemotongan PW ditentukan dengan posisi center koordinat titik mata kiri dan kanan yaitu e 1 (x 1,y 1 ) dan e 2 (x 2,y 2 ). Koordinat e 1 dan e 2 ditentukan pada posisi x 1 =1,3w/4, y 1 =1,6h/5, x 2 =2,8w/4, y 2 =1,6h/5 dimana w merupakan lebar citra input dan h merupakan tinggi citra input. Ukuran pemotongan PW ini adalah 0,32w x 0,32w. Citra masukan dalam proses analisis cluster adalah PW. Proses ini akan menghasilkan Eye Windows (EW). EW merupakan daerah citra yang diestimasi sebagai posisi region mata. Adapun langkah-langkah proses analisis cluster sebagai berikut: Langkah 1: Partisi PW menjadi 3 inisialisasi pusat cluster yaitu center 1 = min(pw), center 2 = max(pw), center 3 = (center 1 +center 2 ) / 2. Langkah 2: Proses dilakukan dengan K-means clustering. Temukan centroid baru center 1, center 2, center 3 dengan iterasi 2 loop berikutnya sampai konvergen sehingga diperoleh centroid tidak lagi berubah. (d) (e) E. Lokalisasi Pusat Pupil Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan untuk menentukan estimasi lokasi pupil mata dan melakukan penandaan pupil mata. Proses yang digunakan dalam tahap ini adalah metode neighborhood operator. Proses ini menggunakan EW sebagai citra masukan. Hasil dari proses ini berupa posisi titik yang akan digunakan untuk penandaan pupil mata pada citra asli RGB. Adapun proses neighborhood operator dijelaskan sebagai berikut: Langkah 1: Dapatkan citra NI(3,3) dengan menggunakan operator untuk setiap piksel dari EW dengan menambahkan 3x3-neighborhood dari setiap piksel menggantikan nilai piksel pusat. Citra NI(5,5) diperoleh dengan menggunakan operator di setiap piksel NI(3,3) dengan menambahkan 5x5-neighborhood masingmasing piksel menggantikan nilai piksel pusat. Tentukan nilai minimum pmin (x,y) dalam NI(5,5) pupil. Posisi p(x,y) adalah sama dengan pmin (x,y). Proses neighborhood operator menggunakan beberapa Langkah 2: fungsi yaitu proses 3x3-neighborhood operator dan proses 5x5-neighborhood operator. Proses 3x3-neighborhood operator digunakan untuk mengurangi pengaruh refleksi pencahayaan pupil. Sedangkan, proses 5x5-neighborhood operator digunakan untuk mengetahui lokasi center pupil. Setelah proses neighborhood operator dilakukan, maka intensitas citra hasil akan dilakukan pengecekan nilai minimalnya. Posisi dari nilai intensitas minimal tersebut merupakan posisi yang diestimasi sebagai center dari pupil mata. Posisi titik yang didapat akan dikembalikan pada citra asli RGB. Pada Gambar 1 dapat dilihat diagram alir keseluruhan proses pendeteksian mata beserta hasil output dari masingmasing proses yang ditunjukan dengan (a), (b), (c), (d), dan (e). Hasil ouput proses dijelaskan dengan (a) merupakan citra input proses, (b) merupakan citra hasil image enhancement, (c) merupakan citra Eye Windows, dan (e) merupakan citra RGB yang sudah ditandai.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 4 A. Skenario Uji Coba III. UJI COBA Proses uji coba dilakukan dengan skenario pengambilan 60 citra input sebagai data masukan secara acak. Pengujian dilakukan dengan membandingkan akurasi perhitungan jarak dari hasil titik terdeteksi berdasar metode yang diusulkan dengan titik lokasi ground truth citra asli. Penghitungan jarak yang digunakan untuk menghitung ketetanggaan titik adalah euclidean distance. Encludian distance merupakan jarak antara 2 buah titik (x 1,y 1 ) dan (x 2,y 2 ). Euclidean distance merupakan akar dari selisih posisi x dikuadratkan ditambah selisih posisi y dikuadratkan. Persamaan (7) merupakan perhitungan correction error (d eye ). d eye = max(d l,d r ) / C l -C r (7) dimana d l dan d r merupakan euclidean distance antara ground truth citra asli dengan titik terdeteksi pada mata kiri dan kanan. C l dan C r merupakan pusat mata kiri dan pusat mata kanan pada ground truth. C l - C r didefinisikan sebagai jarak euclidean distance pusat mata pada ground truth citra asli. Dalam penelitian sebelumnya, dijelaskan bahwa pendeteksian dikatakan error benar jika perhitungan d eye < 0,25. Hal tersebut didasarkan pada perhitungan bahwa nilai C l - C r kira-kira sama dengan dua kali lebar mata. Perhitungan error d eye < 0,25 mempunyai arti bahwa ukuran besaran mata kurang dari setengah lebar mata, sehingga pendeteksian dianggap benar [3]. Akan tetap dalam uji coba implementasi algoritma dengan nilai error d eye < 0,25 ternyata masih belum maksimal dalam akurasi ketepatan pendeteksian. Maka, evaluasi uji coba dalam penelitian ini digunakan parameter lebih kecil error d eye < 0,16. Proses analisis hasil uji coba dilakukan dengan menghitung correction error tingkat deteksi ketika nilai error secara bertahap dari 0,05-0,16 dengan 0,01 sebagai interval. Uji coba ini dilakukan sampai dengan semua data uji telah dilakukan pendeteksian. Proses selanjutnya akan dilakukan perhitungan detection rate. Detection rate merupakan persentase nilai correction error yang benar (nilai error < 0,16) dibandingkan dengan total data uji. Adapun Persamaan (8) merupakan formula detection rate. detection rate = DetBenar / TotData*100% (8) dimana DetBenar merupakan jumlah data terdeteksi benar. TotData merupakan jumlah semua data uji yang digunakan. B. Hasil dan Analisis Uji Coba Proses uji coba yang telah dilakukan terhadap 60 citra uji mendapatkan hasil data pada Tabel 1. Hasil data uji tersebut dikelompokan berdasarkan interval correction error dengan kategori benar. Hasil uji coba dikelompokkan secara bertahap dari correction error < 0,05 hingga correction error < 0,16 dengan 0,01 sebagai interval. Setelah itu, perhitungan detection rate dilakukan pada setiap interval correction error (7). Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai detection rate semakin meningkat dari interval correction error < 0,05 hingga correction error < 0,16. Tabel 1. Akurasi pengujian Error Kurang dari Jumlah Data Uji Detection Rate (%) 0,05 23 38,33 0,06 28 46,67 0,07 35 58,33 0,08 39 65,00 0,09 45 75,00 0,10 47 78,33 0,11 47 78,33 0,12 51 85,00 0,13 52 86,67 0,14 53 88,33 0,15 56 93,33 0,16 56 93,33 Gambar. 2. Grafik akurasi Nilai akurasi pendeteksian correction error < 0,16 menghasilkan persentase akurasi 93,33%. Nilai detection rate yang semakin meningkat menunjukkan bahwa akurasi proses pendeteksian semakin optimal. Gambar 2 menunjukkan grafik akurasi hasil detection rate setiap interval dari pengujian correction error < 0,05 hingga correction error < 0,16. Nilai akurasi dari setiap interval dapat dilihat pada Gambar 2 terus meningkat. Proses uji coba 60 citra tersebut menghasilkan nilai akurasi sebesar 93,33% dengan correction error < 0,16. Gambar 2 dan 3 merupakan contoh hasil uji coba dengan kategori deteksi benar dan deteksi salah. Hasil uji coba terdeteksi salah merupakan citra yang terdeteksi error dengan kategori correction error > 0,16. Kesalahan deteksi bisa disebabkan dari faktor kualitas warna dan kondisi kenampakan citra input. Kesalahan yang sering terjadi dikarenakan daerah yang seharusnya bukan daerah mata justru dideteksi sebagai mata. Kondisi citra input wajah dengan warna kulit terlalu gelap bisa menyebabkan pendeteksian kurang akurat. Selain itu, kondisi warna wajah yang gelap dengan background citra yang juga gelap bisa menyebabkan pendeteksian kurang akurat. Hal tersebut bisa dikarenakan lokasi pupil dan daerah sekitarnya mempunyai intensitas yang sama-sama gelap sehingga proses transformasi Gabor wavelet dan analisis cluster tidak mampu memunculkan kenampakan daerah mata. Contoh kasus yang sering terjadi dalam pendeteksian ini adalah daerah alis dideteksi sebagai mata.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 5 [2] Huang, G., Ramest, M.Berg, T., LeranedMiller. E. 2007b. Labeled faces in the wild: A. database for studyng face recognition in unconstrained environments, Technical Report Science Direct. [3] Jersorsky, O., Kirchberg, K.,Frischholz. R.2001. Robust face detection using the Hausdorff distance. In: Bigun, J., Smerald F. (Eds.), Lecture Notes in Computer Science, vol. 2091. Springer, Berlin, pp. 90-95. Gambar. 2. Contoh citra terdeteksi benar. Gambar. 3. Contoh citra terdeteksi salah. Faktor lain yang bisa menyebabkan kesalahan pendeteksian adalah kondisi kenampakan wajah citra input antara lain: berkaca mata gelap, menutup mata, mambarta terlalu sipit, posisi wajah miring hanya terlihat satu mata, dan kondisi letak pupil mata yang kurang jelas. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi hasil pendeteksian posisi pupil mata. Proses penerapan metode transformasi Gabor wavelet dan analisis cluster sering terkendala untuk memunculkan kenampakan estimasi daerah mata pada kasus tersebut. Akan tetap pada beberapa kasus tersebut bisa terjadi kesalahan pendeteksian pada proses penentuan titik pusat pupil neighborhood operator karena intensitas yang hampir sama pada Eye Windows. Contoh kasus kesalahan penentuan titik pusat pupil neighborhood operator bisa terjadi pada kondisi citra dengan kenampakan mata yang terlalu sipit maupun letak pupil yang kurang jelas. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi deteksi mata otomatis menggunakan pemfilteran intensitas dan K-means clustering didapatkan hasil akurasi yang cukup bagus. Implementasi algoritma menghasilkan akurasi 93,33% dari pengujian data uji sebesar 60 citra masukan yang dipilih secara acak dengan nilai correction rate < 0,16. Dalam rangka meningkatkan akurasi deteksi pupil mata pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk mencoba varian lain dari metode Gabor wavelet. UCAPAN TERIMA KASIH Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT atas limpahan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan artikel ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian artikel ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Qian-Zhiming, Xu-Dan. Mei 2010. Automatic eye detection using intensity filtering and K-means clustering, Pattern Recognition Letters, Science Direct.