II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I.PENDAHULUAN. perhatian di dalam kalangan masyarakat. Berita di surat kabar, majalah dan surat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal. pelaku tindak pidana mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang

I. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

Public Review RUU KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI PELAKU PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana terhadap kesalahan yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

I. PENDAHULUAN. yang melakukan tindak pidana. Dengan lahirnya konsepsi baru dalam hukum pidana modern,

UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENCEMARAN NAMA BAIK AKIBAT TRIAL BY THE PRESS. 3.1 Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

ASAS TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN (ASAS KESALAHAN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PAJAK MENURUT UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN. Terdapat berbagai perbedaan penafsiran tentang pengertian pajak.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang. didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DAN PENCEMARAN NAMA BAIK, MELALUI INTERNET

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

BAB I PENDAHULUAN. Maraknya aksi kekerasan dan kerusuhan massal akhir-akhir ini, membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

TINJAUAN PUSTAKA. akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP

TINJAUAN PUSTAKA. atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, TABRAK LARI, DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA Pengertian Hukum Pidana dan Tindak Pidana

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. A. Ketentuan Pidana Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam penegakan hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prosedur Standar Minimal Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Melakukan Tembak di tempat Bagi Tersangka

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

Transkripsi:

II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Penipuan berasal dari kata tipu, yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur, bohong, atau palsu dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali,atau mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses, cara, atau perbuatan melakukan tipu, atau mengecoh kepada orang lain. 1 Menurut Pengertian yuridis pengertian tindak pidana penipuan adalah dengan melihat dari segi hukum sampai saat ini belum ada, kecuali yang dirumuskan dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah suatu definisi melainkan hanyalah untuk menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana. Penipuan menurut Pasal 378 KUHPidana yang dirumuskan sebagai berikut. 2 Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan dirisendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipumuslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk 1 Arif Kuntono,analisadalah hukum terhadap tindak pidana penipuan,2 Februari 2014,http://blogspot.com,(22.23). 2 Irma Setyowati,Op.Cit.,hlm.36.

17 menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) Tahun. Pidana bagi tindak pidana penipuan adalah pidana penjara maksimum 4 (empat) tahun tanpa alternatif denda. Jadi, delik penipuan dipandang lebih berat daripada delik penggelapan karena pada delik penggelapan ada alternatif denda. Oleh karena itu, penuntut umum yang menyusun dakwaan primer dan subsider kedua pasal ini harus mencantumkan tindak pidana penipuan pada dakwaan primer, sedangkan dakwaan subsider adalah penggelapan. 3 B. Pengertian dan Teori Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak. 4 Naskah rancangan KUHP terbaru dalam Pasal 34 merumuskan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang (pidana) untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu. Sedangkan, syarat untuk adanya pertanggungjawaban pidana atau dikenakannya suatu pidana, maka harus 3 Shanti Dellyana, Penegakan Hukum,Yogyakarta, Liberty,1988,hlm.11. 4 Irma Setyowati,,Hukum Pidana,Jakarta,Bumi Aksara,2000,hlm.26.

18 ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan. 5 Konsep KUHP 1982/1983 Pasal 27 menyatakan pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindakan berdasarkan hukum yang berlaku, secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat undangundang yang dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu. Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaarheid atau criminal liability yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak,yang di atur sesuai aturan dalam KUHP,KUHAP serta Undangundang yang mengaturnya. Pidana dapat di kenakan kepada si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam Undangundang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggung jawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya,dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya. Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas pertanggung jawaban pidana, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang telah diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai unsur kesalahan maupun kealpaan. 5 Ibid,hlm.29.

19 Kebijakan menetapkan suatu sistem pertanggungjawaban pidana sebagai salah satu kebijakan kriminal merupakan persoalan, dengan demikian pemilihan dan penetapan sistem pertanggungjawaban pidana dapat di lepaskan dari berbagai pertimbangan yang rasional dan bijaksana sesuai dengan keadaan dan perkembangan masyarakat. 6 Pertanggungjawaban pidana menurut Romli Atmaja (criminal liability) diartikan sebagai suatu kewajiban hukum pidana untuk memberikan pembalasan yang akan diterima pelaku terkait karena orang lain yang dirugikan. Pertanggungjawaban pidana menurut Roeslan Saleh, menyangkut pengenaan pidana karena sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana. Dalam konsep Rancangan KUHPidana menegaskan pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dan secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam peraturan perundang-undangan untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu. 7 Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pertanggungjawaban pidana itu menyangkut soal penerapan hukum pidana. Namun apakah hukum pidana lantas secara serta-merta dapat diterapkan kepada pelaku? Tentu dengan itu perlu dikaji ada atau tidaknya kesalahan yang melekat pada diri pelaku. Bahkan pada prakteknya tanpa ada kesalahan sekalipun, pelaku (baik orang, badan hukum atau bukan badan hukum atau suatu korporasi) dapat dipidana. Dalam pandangan yang 6 Hidayat Zein, pertanggungjawaban tindakpidana,http://kekegpw.blogspot.com/2009/08/html,2 Februari 2014,(22.16). 7 opcit,hlm.52.

20 terakhir ini, pertanggungjawaban pidana (criminal liability) sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum normatif semata, melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan umum yang dianut oleh masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Asas pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan atau asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld atau keine strafe ohne schuld atau no punishment without guilt atau disebut juga sebagai asas mens rea atau asas culpabilitas. Dalam Pasal 35 Ayat (1) RUU KUH Pidana 2012, asas ini merupakan asas yang fundamental yang oleh karenanya ditegaskan secara eksplisit di dalam konsep sebagai pasangan dari asas legalitas. Penegasan yang demikian merupakan perwujudan pula dari ide keseimbangan monodualistik (monisme dan dualisme). Sehingga dengan adanya pasal yang menegaskan asas tiada pidana tanpa kesalahan ini atau asas culpabilitas diimbangi pula dengan adanya ketentuan tentang dalam berbagai perundang-undangan yang menganut asas strict liability dan vicarious liability. Kesalahan (schuld) menurut hukum pidana mencakup kesengajaan dan kelalaian. Kesengajaan (dolus) merupakan bagian dari kesalahan. Kesalahan pelaku berkaitan dengan kejiwaan yang lebih erat kaitannya dengan suatu tindakan terlarang karena unsur penting dalam kesengajaan adalah adanya niat (mens rea) dari pelaku itu sendiri. Ancaman pidana karena kesalahan lebih berat dibandingkan dengan kelalaian atau kealpaan (culpa). Bahkan ada beberapa tindakan tertentu, jika dilakukan dengan kealpaan, tidak merupakan tindak pidana,

21 yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, maka hal itu merupakan suatu tindak pidana. Sifat pertama dari kesengajaan menurut EY Kanter dan SR. Sianturi, adalah dolus malus, yakni dalam hal seseorang melakukan tindakan pidana tidak hanya seseorang itu menghendaki tindakannya, tetapi ia juga menginsyafi tindakannya itu dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan pidana; dan kedua: kesengajaan yang tidak mempunyai sifat tertentu (kleurloos begrip), yaitu dalam hal seseorang melakukan tindak pidana tertentu cukuplah jika atau hanya menghendaki tindakannya itu. Artinya ada hubungan yang erat antara kejiwaannya (batin) dengan tindakannya tidak disyaratkan apakah ia menginsyafi bahwa tindakannya itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. Rumusan isi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sengaja diartikan sebagai kemauan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang. Ada 2 (dua) teori yang berhubungan dengan kesengajaan yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan (teori membayangkan). Teori kehendak memandang bahwa sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsurunsur delik dalam rumusan undang-undang. Sedangkan menurut paham teori pengetahuan (teori membayangkan) memandang bahwa sengaja apabila suatu akibat yang ditimbulkan karena suatu tindakan yang dibayangkan sebagai maksud tindakan itu dan karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu tidak dibuat. 8 8 Suderajat Bassar,Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Bandung,Remaja Karya,1984,hlm.53.

22 Kesalahan yang didasarkan pada unsur kesengajaan bukanlah satu-satunya unsur, unsur lain yang dipenuhi oleh pelaku agar dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana secara umum adalah unsur kelalaian atau kealpaan (culpa).hukum pidana umum menyatakan bahwa dikatakan lalai atau alpa harus memiliki karakteristik dengan sengaja melakukan sesuatu yang ternyata salah atau dengan kata lain bahwa pelakunya kurang kewaspadaan dalam melakukan sesuatu hal sehingga mengakibatkan penderitaan atau kematian pada orang lain. Dalam hal lalai atau alpa, pelaku dapat memperkirakan akibat yang akan terjadi dari perbuatannya itu, tetapi ia merasa dapat mencegahnya. Oleh sebab pelaku tidak mengurungkan niatnya untuk berbuat sesuatu itu, maka terhadapnya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana karena melakukan perbuatan melawan hukum. Kelalaian pada diri pelaku terdapat kekurangan pemikiran, kekurangan pengetahuan, dan kekurangan kebijaksanaan. Sehingga jika dipandang dari kealpaan yang disadari, ada kelalaian yang berat dan ada kelalaian yang ringan. Kealpaan yang disadari, pelaku dapat atau mampu membayangkan atau memperkirakan akibat yang ditimbulkan perbuatannya namun ketika melakukan tindakannya, tetap saja menimbulkan akibat fatal kepada orang lain walaupun sudah ada tindakan pencegahan dari pelaku. Kelalaian yang tidak disadari bilamana pelaku tidak dapat atau tidak mampu menyadari atau tidak memperkirakan akan timbulnya sesuatu akibat. Kesengajaan (dolus) maupun kelalaian atau kealpaan (culpa) menurut hukum pidana merupakan suatu perbuatan kesalahan. Oleh sebabnya, hukum pidana

23 harus membuktikan kesalahan tersebut terlebih dahulu agar pelakunya dapat dipertanggungjawabkan. Kedua unsur kesalahan tersebut dianut dalam hukum pidana secara umum di Indonesia dan sampai saat ini masih tetap dipandang sebagai yang lebih baik. Seseorang dapat dikenakan pidana tidaklah cukup apabila seseorang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Walaupun perbuatannya telah memenuhi rumusan delik dalam undangundang jika tidak terdapat kesalahan, maka terhadapnya tidak dapat dijatuhkan pidana. Dengan kata lain hukum pidana secara umum berkaitan dengan tindak pidana umum (tipidum) harus ada kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) sebagaimana telah diuraikan di atas barulah seseorang atau suatu subjek hukum dimaksud dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. 9 Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Siapa saja yang dimaksud melakukan perbuatan pidana mencakup semua subjek hukum seperti setiap orang atau individu, badan hukum atau bukan badan hukum atau suatu korporasi. Simons, mengatakan perbuatan pidana merupakan suatu tindakan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja ataupun karena kelalaian dari subjek hukum yang dapat dipertangungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum. 10 9 Arif Maulana, analisis hukum terhadap tindak pidana penipuan,2 Februari 2014, http://blogspot.com,(20.58). 10 Mukhlis, Aspek Hukum Penipuan Dalam KUHP,Sinar Grafika,Jakarta,2010,hlm.4.

24 Perbuatan pidana dapat diwujudkan dengan kelakuan aktif (positif) sesuai dengan uraian delik yang mensyaratkannya, seperti mencuri yang ditentukan dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebut delictum commissionis. Ada juga perbuatan pidana yang diwajibkan dengan kelakuan pasif (negatif) sesuai dengan uraian delik yang mensyaratkannya, misalnya pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan seperti yang ditentukan dalam Pasal 531 KUH Pidana disebut delictum omissionis. Contoh kelakuan pasif yang lain misalnya Pasal 341 KUHP yang menentukan dimana seorang Ibu yang menghilangkan nyawa anaknya dengan cara tidak memberinya makanan. Perbuatan pidana dapat di telaah melalui unsur-unsur atau elemen-elemen yang harus ada dalam suatu perbuatan pidana adalah: terdapat kelakuan dan akibat dari perbuatan, hal atau keadaan-keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur melawan hukum yang objektif, dan unsur melawan hukum yang subjektif. 11 Perbuatan subjek hukum yang termasuk ke dalam unsur-unsur pokok objektif adalah perbuatan aktif (positif) dan perbuatan tidak aktif (perbuata negatif). Akibat perbuatan dari subjek hukum tersebut dapat membahayakan atau menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik/harta benda, atau kehormatan. Keadaan-keadaan tersebut mencakup atas keadaan pada saat perbuatan dilakukan 11 Ibid, hlm.6.

25 itu dilakukan dan keadaan setelah perbuatan dilakukan. Sifat melawan hukum bertentangan dengan hukum yakni berkenaan dengan larangan atau perintah. 12 Unsur pokok subjektif didasarkan pada kesalahan (sengaja atau lalai). Menurut pandangan ini, tidak ada hukuman tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld). Baik kesengajaan karena sebagai maksud, sengaja sebagai kepastian, sengaja sebagai kemungkinan maupun kealpaan. Kesengajaan dan kelalaian samasama dapat dipidana, namun kelalaian atau kealpaan sebagai bentuk kesalahan lebih ringan sanksi pidananya dibandingkan dengan kesengajaan karena kelalaian atau kealpaan disebabkan karena tidak berhati-hatinya pelaku dan tidak mendugaduga akibat perbuatan itu. 13 C. Pengertian Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan-perundang-undangan yang berlaku. 14 Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan negara. Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.. Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Setiap 12 Soegiono, Kriminologi, Bandung, Alumni,2009,hlm.87. 13 Wiratmo Sriwidyowati Soekito,Kriminologi. Jakarta,LP3ES,1989,hlm.67. 14 Maidin,Aspek Hukum Pegawai Negeri Sipil,Bandung,PT Refika Aditama,2012,hlm.42.

26 Pegawai Negeri wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab. Pegawai Negeri terdiri dari 15 : 1. Pegawai Negeri Sipil; 2. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan 3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pegawai Negeri Sipil terdiri dari: 1. Pegawai Negeri Sipil Pusat; 2. Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pegawai negeri sipil pusat adalah pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan pada anggaran pendapatan belanja negara. Pegawai negeri sipil daerah adalah pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah dan bekerja pada pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, atau dipekerjakan diluar instansi induknya dan layak nya pekerjaan yang berada di dalam instansi pemerintahan maka di terapkan pula aturan bahwa setiap pegawai negeri sipil memperoleh gaji, kenaikan pangkat, cuti, asuransi kesehatan, dan pensiun. sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dan di terapkan. 15 Ibid,hlm.44.