TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kelinci Sebagai Penghasil Daging Kelinci Rex

HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPOSISI KARKAS DAN SIFAT FISIK DAGING KELINCI LOKAL JANTAN MUDA DENGAN PEMBERIAN PAKAN MENGANDUNG LIMBAH TAUGE SKRIPSI YOGI MUJI KURNIAWAN

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

Karakteristik mutu daging

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau (Bubalus bubalis)

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Mohamad Yamin, MAgr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Bram Brahmantiyo, M.Si.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci. Kelinci (Lepus nigricollis ) merupakan kelompok hewan yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

MATERI. Lokasi dan Waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keunggulan antara lain karena pertumbuhannya yang cepat, konversi ransum yang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus

sub divisi : Angiospermae

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

II. TINJAUAN PUSTAKA. strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara zoologis ternak babi termasuk ke dalam phylum Chordata, kelas

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

PENGARUH BUNGKIL BIJI KARET FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA PRIANGAN JANTAN

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos)

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai system lambung sederhana (tunggal) dengan perkembangan sekum seperti alat pencernaan ruminansia, sehingga hewan ini dapat disebut ruminansia semu (pseudoruminant). Damron, (2003) mengklasifikasikan kelinci termasuk dalam Kingdom Animalia (hewan), Phylum Chordata (mempunyai notochord), Subphylum Vertebrata (bertulang belakang), Class Mammalia (memiliki kelenjar air susu), Ordo Lagomorpha (memiliki 2 pasang gigi seri di rahang atas), Family Leporidae (rumus gigi 8 pasang di atas dan 6 pasang di bawah), GenusOryctolagus (morfologi yang sama) dan Speciescuniculus forma domestica (nama spesies) Hewan ini dapat mencerna serat kasar, terutama selulosa, dengan bantuan bakteri yang hidup dalam sekumnya (Farrrel dan Rahardjo, 1984). Kelinci banyak digunakan sebagai hewan peliharaan, penghasil kulit bulu (fur) dan penghasil daging (fryer). Kelinci mampu mengubah hijaun berprotein rendah, yang berasal dari bahan makanan yang tidak dimanfaatkan oleh manusia sebaggai bahan makanan, menjadi protein hewani yang bernilai tinggi. Hewan ini mengembalikan 20% protein yang dikonsumsinya menjadi daging (Lebas et al., 1986). Farrel dan Rahardjo (1984) menyatakan bahwa secara teori seekor induk kelinci dengan bobot tiga hingga empat kilogram, dapat menghasilkan 80 kg karkas per tahun. Kelinci Lokal Bangsa kelinci lokal di Indonesia merupakan persilangan dari berbagai jenis kelinci yang tidak terdata, tetapi sebagian besar berasal dari persilangan jenis New Zealand White. Kelinci lokal yang berada di Indonesia mempunyai tubuh yang lebih kecil dari kelinci impor. Kelinci-kelinci lokal ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat, sehingga sering dilakukan persilangan bangsa kelinci lokal ini dengan bangsa lain untuk mengembangkan kelinci yang tahan penyakit dan mempunyai toleransi terhadap panas serta berbadan besar (Farrel dan Rahardjo, 1984). Herman (1989) menyatakan bahwa kelinci lokal lebih toleran terhadap panas (suhu tinggi) dibandingkan kelinci impor. Hal ini disebabkan kelinci lokal telah 3

beradaptasi di daerah tropis sehingga lebih tahan terhadap lingkungan panas dibandingkan kelinci impor yang berasal dari daerah iklim sedang. Kelinci lokal diternakkan dengan tujuan sebagai penghasil daging. Daging yang dihasilkan juga mempunyai kualitas yang cukup baik. Pakan Kelinci Kelinci termasuk jenis ternak pseudo-ruminant, yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat-serat kasar secara baik. Kelinci memfermentasi pakan di caecum, yang besarnya 50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaannya. Walaupun memiliki caecum yang cukup besar, kelinci ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni. De Blass dan Wiseman (1998) menyatakan jumlah pemberian ransum kelinci adalah 8% dari bobot badan kelinci. Kelinci kurang efisien dalam mencerna serat kasar hijauan, karena gerak laju pakan yang cepat pada caecum,sehingga tidak mengalami penyerapan nutrien yang sempurna dan akan terus menuju anus dan keluar dalam bentuk lunak. Kotoran yang lunak ini akan dimakan dan dimanfaatkan kembali (coprophagy). Pakan yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, yaitu menunjang proses dalam tubuh yang harus dilaksanakan walaupun tidak ada proses produksi ataupun pembentukan jaringan baru. Apabila jumlah pakan yang dikonsumsi melebihi kebutuhan tersebut di atas maka kelebihan nutrien yang ada digunakan untuk keperluan pertumbuhan, penggemukan atau keperluan produksi lainnya (Tillmanet al., 1991). Pemberian pakan pada kelinci diatur sebaik mungkin dengan tidak melupakan sifat alami kelinci sebagai binatang malam. Church dan Pond (1979) menyatakan bahwa palatabilitas merupakan faktor penting yang menentukan tingkat konsumsi, yang dipengaruhi oleh rasa, bau, dan tekstur makanan. Palatabilitas tiap-tiap bahan pakan bervariasi dan kelinci tidak akan menemukan pakan yang palatable ketika pertama kali diberi satu jenis bahan pakan dan bahan pakan yang dicampur akan lebih palatable daripada satu jenis bahan saja (Sandford dan Woodgates, 1979). 4

Konsentrat Konsentrat merupakan bahan pakan ternak yang mengandung energi relatif tinggi, serat kasar rendah, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) tinggi dan mudah dicerna oleh ternak (Tillman etal., 1991). Konsentrat dalam ransum kelinci berfungsi untuk meningkatkan nilai nutrien agar sesuai dengan kebutuhan pokok hidup kelinci dan disesuaikan dengan tujuan produksi yang diharapkan serta menjaga daya tahan tubuh terhadap lingkungan (Templeton dan Kellog, 1961). Konsentrat terdiri dari biji-bijian dan limbah hasil proses industri bahan pangan seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Harris et al. (1983) menyatakan bahwa kelinci lebih menyukai ransum dalam bentuk pelet daripada dalam bentuk tepung atau butiran.pemberian pakan bentuk pelet dapat meningkatkan performa dan konversi pakan ternak bila dibandingkan dengan pakan bentuk mash (Behnke, 2001). Limbah Tauge Limbah tauge adalah sisa dari produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge hasil pengayakan untuk dikonsumsi. Limbah tauge biasanya dibuang begitu saja di pasar atau oleh para pedagang tauge, sehingga berpeluang untuk mencemari lingkungan. Potensi limbah tauge dalam sehari sangat banyak dilihat dari produksi tauge yang tidak mengenal musim terutama untuk petani tauge di daerah Bogor. Hasil survei Rahayu et al. (2010) menginformasikan bahwa total produksi tauge di daerah Bogor sekitar 6,5 ton/hari dan berpeluang menghasilkan limbah tauge sebesar 1,5 ton/hari. Limbah tauge juga memiliki nilai nutrisi yang cukup baik, yaitu kandungan air 63,35%, abu 7,35%, lemak 1,17%, protein 13,62%, serat kasar 49,44% dan kandungan TDN 64,65%. Karkas dan Komposisi Karkas Kelinci Karkas adalah bagian tubuh ternak tanpa kepala, kaki, ekor, darah dan organ dalam tubuh (jeroan) (Herman, 1989 ; Soeparno, 1992). Lebas et al. (1986) menyatakan bahwa di inggris dan kanada, pengertian karkas kelinci sama dengan pengertian karkas sapi. Karkas terdiri dari tiga jaringan utama yaitu tulang, daging, dan lemak (Soeparno, 1992). Tulang tumbuh paling awal membentuk kerangka, kemudian disusul oleh pertumbuhan urat yang membentuk daging yang menyelimuti 5

kerangkan dan lemak terakhir pada saat mendekati kemasakan tubuh (Mc Nitt dan Lukefahr, 1996). Karkas yang ideal harus mengandung sejumlah maksimal otot, kandungan lemak yang optimal serta tulang yang minimum (Lovett, 1986). Herman (1989) meyatakan bahwa kelinci yang dipelihara di daerah tropis mampu menghasilkan karkas sebesar 47,96% dari bobot hidup 1 2.1 kg. Bobot tulang karkas kelinci sekitar 15% dan 82% 85% dari karkasnya dapat dikonsumsi. Mutu produksi daging dipengaruhi oleh umur (Soeparno, 1992). Daging kelinci muda, berwarna putih, seratnya halus dan rasanya lebih enak dari daging ayam. Kelinci dewasa, dagingnya padat, kasar, berwarna merah tua dan kurang empuk (Herman, 1989). Soeparno (1992) menyatakan kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor yang menentukan adalah bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Pemotongan bagian karkas kelinci berdasarkan pada irisan komersial. Irisan komersial karkas kelinci terdiri atas empat potongan irisan. Irisan tersebut adalah potongan irisan paha depan (foreleg), potongan irisan dada (rack), potongan irisan piggang (loin), dan potongan irisan paha belakang (hindleg) (De Blass et al., 1977 ). Herman (1989) menyatakan bahwa hasil pengirisan menunjukkan proporsi yang konsisten dengan koefisien keragaman yang rendah. Proporsi irisan terhadap bobot tubuh secara terinci yaitu irisan kaki belakang 40%, pinggang 22,10%, dada 11,68%, dan kaki depan 29%. Persentase karkas atau bagian tubuh lainnya terhadap bobot tubuh sangat ditentukan oleh bobot tubuh dan kondisinya, seperti makanan dan pemuasaan sebelum pemotongan (Cheeke et al., 1987 ; Herman, 1989). Bobot potong yang meningkat akan meningkatkan persentase bobot tubuh kosong dan karkas (Herman, 1989). Lukefahr et al.(1982) menyatakan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi sifat-sifat karkas. Muryanto dan Prawirodigdo (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong, maka semakin tinggi persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh. 6

Otot Otot merupakan komponen utama karkas sebagai penentu kualitas yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Otot mengandung 72% -73% air, 18% protein, 1%-20% lemak, 1% abu dan 1% karbohidrat yang merupakan sistem koloida (Zoborisky, 1969). Basuki et al. (1981) menyatakan bahwa kelinci lokal mempunyai persentase otot sebesar 35,2 ± 5,25% untuk kelinci betina berbobot badan 0,55-3,3 Kg dan untuk kelinci jantan dengan bobot badan 0,6-3,3 kg. Bobot badan kelinci yang diharapkan pada peternakan komersial adalah 1,8-2,7 kg dengan produksi daging karkas 0,9-1,4 kg yang persentase karkasnya sebesar 55% dan rasio otot dan tulang adalah 5:1. Persentase otot akan meningkat dengan meningkatnya bobot potong kaki belakang (hindleg) dan punggung (loin), sedangkan otot pada bagian kaki depan (foreleg) konstan (Eviaty, 1982). Djoenaedi (1972) menyatakan bahwa pada rataan bobot hidup sebesar 990 gr diperoleh rataan otot sebesar 36,7%. Tulang Tulang merupakan jaringan yang pasif atau inert. Perbedaan tulang dengan dengan jaringan yang lainnya adalah tulang merupakan jaringan padat yang keras dan mengandung 45% air, 25% abu, 20% protein, 10% lemak dan 99% kalsium serta 80% phosphor dalam tubuh yang umumnya terdapat di dalam tulang (Zoborsky, 1969). Tulang merupakan bentuk kerangka yang berfungsi sebagai pelindung jaringan lunak dan organ-organ vital serta sebagai pengungkit aktivitas otot. Tulang mempunyai arti penting dalam pertumbuhan ternak, karena perkembangan tulang akan menentukan ukuran dan bersama otot maupun lemak menentukan konformasi tubuh. Tulang dapat mencerminkan produksi daging suatu ternak dan diharapkan mempunyai proporsi yang sekecil mungkin (Berg dan Butterfield, 1976). Eviaty (1982) bahwa jaringan tulang dari semua potongan karkas mengalami pertumbuhan relative dini dan persentase bobot jaringa tulang akan berkurang dengan bertambahnya bobot masing-masing potongan karkas. Persentase bobot tulang karkas akan berkurang dengan meningkatnya bobot tubuh kosong maupun bobot karkas. 7

Lemak Perletakan dan distribusi lemak mempunyai arti ekonomi yang penting dalam produksi daging. Lemak menambah bobot daging karkas dan penyebarannya turut menentukan mutu daging. Depot lemak merupakan komponen karkas yang masak lambat. Persentase depot lemak akan meningkat seiring dengan bertambahnya bobot hidup. Depot lemak merupakan proses fisiologis ternak, dengan fungsinya yaitu sebagai cadangan untuk menjaga panas homeosasis tubuh (De Blass et al.,1977). Distribusi lemak sangat mempengaruhi proporsi jaringan otot karkas, sebab proporsi daging dan tulang akan berkurang sedangkan komponen lemak bertambah dengan meningkatnya bobot karkas (Seebeck dan Tulloh, 1968). Pertumbuhan lemak pada kelinci berlangsung bila berumur lebih dari dua bulan yaitu pada bobot sekitar 1,5 2,0 kg, tetapi lemak yang dikandungnya tetap lebih kecil bila dibandingkan ternak lainnya. Perletakan lemak pada tubuh kelinci terjadi di sekitar rusuk, sepanjang tulang belakang, daerah paha, sekitar leher, ginjal dan jantung (Bogart, 1981). Sifat Fisik Daging Daya Mengikat Air (DMA) Daging Daya mengikat air (DMA) oleh protein daging atau water-holding capacity atau water binding capacity (WHC dan WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Soeparno, 1992). Kapasitas mengikat air sangat mempengaruhi penampilan daging sebelum dimasak,sifat-sifatnya selama dimasak dan juiceness-nya pada saat dikunyah (Lawrie, 2003). Daya mengikat air (DMA) dipengaruhi oleh ph. Selain itu, daya mengikat air daging juga dipengaruhi oleh faktor yang mengakibatkan perbedaan daya mengikat air di antara otot, misalnya species, umur dan fungsi otot serta pakan, transportasi, temperature, kelembaban, penyimpanan dan preservasi, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan dan lemak intramuskuler. Kelembaban daging dipengaruhi oleh daya mengikat air, kandungan air dan kondisi perlemakan pada daging. Daging yang tidak memiliki lean atau lemak akan mengalami 8

kelembaban yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan daging yang berlemak (Soeparno, 1992). Air yang terikat di dalam otot dapat dibagi menjadi tiga kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4%-5% sebagai lapisan monomolekuler pertama; air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar 4% dan lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, berjumlah kira-kira 10%. Jumlah air terikat (lapisan pertama dan kedua) adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan oleh denaturasi protein daging, sedangkan lapisan ketiga akan menurun apabila protein daging mengalami denaturasi (Soeparno, 1992). Periode pembentukan asam laktat yang menyebabkan penurunan ph otot postmortem, menurunkan DMA daging dan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot akan bebas meninggalkan serabut otot. Pada titik isoelktrik (5,0-5,1) protein myofibril, filament myosin dan filament aktin akan saling mendekat sehingga ruang diantara filament-filamen ini akan menjadi lebih kecil. Pemecahan dan habisnya ATP (adipose Triphospat) serta pembentukan ikatan dianyara filament pada saat rigormortis menyebabkan penurunan daya mengikat air. Dua pertiga dari penurunan DMA otot sapi adalah karena pembenukan aktamiosin dan menjadi habisnya ATP pada saat rigor dan sepertiga lainnya disebabkan oleh penurunan ph (Soeparno, 1992). Keempukan Daging Teksur dan keempukan mempunyai tingkatan utama menurut konsumen dan rupanya dicari walaupun mengorbankan flavor dan warna (Lawrie, 2003). Keempukan daging banyak ditentukan sitidaknya oleh tiga kompenen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan jaringan silangnya, daya ikat air oleh protein daging serta juiceness daging (Soeparno, 1992). Kesan secara keseluruhan keempukan daging meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek. Pertama, mudah tidaknya gigi berpenetrasi awal kedalam daging. Kedua, mudah tidaknya daging tersebut dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Ketiga, jumlah residu tertinggal setelah dikunyah (Lawrie, 2003). 9

Penyebab utama kealotan daging adalah pemendekan otot postmortem (Lawrie,2003). Jadi, pemendekan otot ini dapat dicegah dengan cara penggantungan karkas pre-rigor pada pelvic atau dengan cara pelayuan karkas, misalnya pada temperatur 10-20 C (Bouton et al.,1978). Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa pengaturan ransum sebelum ternak dipotong mempengaruhi secara langsung variasi sifat urat daging setelah pemotongan dan ternak-ternak yang digemukkan di dalam kandang akan menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan ternak yang digembalakan. Bouton et al.(1978) menyatakan bahwa umur dalam kondisi tertentu tidak mempengaruhi keempukan daging yang dihasilkan. Ternak yang lebih tua namun mendapatkan ransum dengan nutrisi dan penanganan yang baik dapat menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan daging yang dihasilkan dari ternak muda namun mendapatkan nutrisi ransum dan penanganan yang kurang baik. Otot dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika mendapatkan nutrisi dan penanganan yang baik. Otot yang baik mempunyai jumlah kolagen per satuan luas otot yang lebih kecil dibandingkan dengan otot dari ternak yang mendapat nutrisi dan penanganan yang kurang baik, dengan demikian daging yang dihasilkan akan lebih empuk. Susut Masak Daging Susut Masak Daging ialah perbedaan antara bobot daging sebelum dan sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persentase. Susut masak merupakan fungsi dari temperature dan lama dari pemasakan. Susut masakdapat dipengaruhi oleh ph, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang lintang daging. Susut masak dapat meningkat dengan panjang serabut otot yang lebih pendek. Pemasakan yang relative lama akan menurunkan pengaruh panjang serabut otot terhadap susut masak. Susut masak menurun secara linier dengan bertambahnya umur ternak. Perbedaan bangsa ternak juga dapat menyebabkan perbedaan susut masak. Jenis kelamin mempunyai pengaruh yang kecil terhadap susut masak pada umur ternak yang sama. Bobot potong mempengaruhi susut masak terutama bila terdapat 10

perbedaan deposisi lemak intramuskuler. Konsumsi pakan dapat juga mempengaruhi besarnya susut masak (Soeparno, 1992) Nilai ph Daging Perubahan ph sesudah ternak mati pada dasarnya ditentukan oleh kandungan asam laktat yang tertimbun dalam otot, selanjutnya oleh kandungan glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan (Buckle et al., 1987). Otot yang mengalami penurunan ph sangat cepat akan menjadi pucat, daya ikat protein daging terhadap cairannya menjadi rendah dan permukaannya tampak sangat basah. Disisi lain, otot yang mempunyai ph tinggi selama proses konversi otot menjadi daging dapat menjadi sangat gelap warnanya dan sangat kering di permukaan potongan yang tampak (Aberle et al., 2001). Penurunan ph otot postmortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen otot dan ph daging ultimat, normalnya adalah 5,4 sampai 5,8. Stress sebelum pemotongan, pemberian suntikan hormon atau obatobatan tertentu, species, individu ternak, macam otot stimulasi listrik dan aktivitas enzim yang mempengaruhi glikolisis adalah faktor-faktor yang dapat menghasilkan variasi ph daging. Penurunan ph karkas postmortem mempunyai hubungan yang erat dengan temperatur lingkungan (penyimpanan). Temperatur tinggi akan meningkatkan laju penurunan ph, sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan ph. Pengaruh temperatur terhadap perubahan ph postmortem ini adalah sebagai akibat pengaruh langsung dari temperatur terhadap laju glikolisis postmortem (Soeparno, 1992). Peningkatan ph akan menyebabkan meningkatnya daya mengikat air daging dan lapisan permukaan daging akan semakin kering, sehingga kualitas daging akan semakin menurun. Ternak yang mengalami cukup masa istirahat sesaat sebelum dipotong memiliki cadangan glikogen dalam otot yang cukup tinggi (Lawrie, 2003). Dikemukakan juga bahwa glikogen yang tinggi dalam otot akan diubah melalui proses glikolisis manjadi asam laktat. Tingginya asam laktat yang terbentuk akan membuat ph daging menjadi rendah. 11