POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

dokumen-dokumen yang mirip
538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II IDENTIFIKASI DATA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

PENCEGAHAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

Modul ke: Etik UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU.

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

PENGERTIAN KORUPSI. Bab. To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

ETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Pendahuluan. Modul ke: Daftar Pustaka. 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

LAMPIRAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA YANG TERKAIT DENGAN. atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

BAB II. A. Bentuk-Bentuk Perbuatan Yang Digolongkan Dalam Perbuatan Tindak. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG GRATIFIKASI, SEBAGAI AWAL DARI KORUPSI. Oleh : Ennoch Sindang Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK, Kementerian Keuangan

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

KONSEKUENSI HUKUM TERHADAP KETIDAKSESUAIAN KELENGKAPAN ADMINISTRASI DAN FISIK PENYEDIAAN BARANG/JASA

ETIK UMB. Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

Lampiran 1. Peraturan perundang-undangan terkait Pemberantasan IL di Indonesia

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAKPRIVATE NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

PERKEMBANGAN PERATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Barda Nawawi Arief

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemain sandiwara atau pemain utama; dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu :

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

PERLUKAH PASAL 12 B DIHAPUS? Agustinus Pohan

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEDOMAN UMUM PENGATURAN DAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DAN TUNJANGAN PENGHASILAN APARATUR PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2014

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

LAMPIRAN: Undang-Undang no 20 Tahun Tindak Pidana Korupsi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mengenal KPK dan Upaya Pemberantasan Korupsi Dedie A. Rachim Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

PERAN, TANGGUNG JAWAB, DAN HAK KONSULTAN PADA SAAT TERJADI WANPRESTASI OLEH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOH (ZIS)

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160.2/PMK.07/2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbuatan-perbuatan yang berpotensi sebagai tindak pidana Korupsi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOL. III. Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2009

Peran Kepala Desa dan BPD dalam Penyusunan APBDesa

WARGA KALBAR DIMINTA IKUT AWASI ADD

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Kasus Korupsi PD PAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN USAHA OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI KABUPATEN BANTUL

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PUNGLI KEJAKSAAN NEGERI LAMONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI KUDUS,

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 7 TAHUN 2016

1 Merugikan keuangan negara; 2 Suap menyuap (istilah lain: sogokan atau pelicin); 3 Penggelapan dalam jabatan; 4 Pemerasan; 5 Perbuatan curang;

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

BAB II PENGADAAN DANA PENGHARGAAN DITINJAU DARI UU NO. 31. TAHUN 1999 jo UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS

PEMERINTAH KABUPATEN BARRU

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

Transkripsi:

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada PELATIHAN APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM BIDANG MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA BAGI APARATUR PEMERINTAH DESA Oleh : IPTU I GEDE MURDANA, S.H. (KANIT TIPIDKOR SAT RESKRIM POLRES KARANGASEM)

TENTANG DANA DESA Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Besarnya alokasi dana desa dari pemerintah pusat sejak 2014 dikhawatirkan banyak pihak memunculkan potensi korupsi. Selain belum ditunjang Sumber Daya Manusia (SDM) dan teknologi yang memadai, mekanisme pengawasan dari pemerintah pusat sejauh ini juga belum maksimal. 2

APBN SUMBER DANA DESA DANA TRANSFER KE DAERAH PROVINSI KABUPATEN / KOTA KEUANGAN DESA PADes SUMBER LAIN RPJMDes & APBDes RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa), jangka waktu 6 tahun. APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) 3

STATUS ALOKASI DANA DESA & DANA DESA DANA YANG DIALOKASIKAN OLEH PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM UNTUK DESA BERSUMBER DARI BAGIAN DANA PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH YANG DITERIMA OLEH KABUPATEN KARANGASEM DAN BAGIAN HASIL PAJAK DAERAH SERTA RETRIBUSI DAERAH. LINGKUP KEUANGAN NEGARA 4

ASAS-ASAS PENGELOLAAN DANA DESA Prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBDes. PARTISIPATIF Pengelolaan Keuangan Desa harus memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk aktif terlibat dalam setiap proses pengelolaan keuangan desa. TRANSPARAN APBDesa harus dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan serta berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku. TERTIB DAN DISIPILIN ANGGARAN AKUNTABILITAS Mempertanggungjawabkan pengelolaan, pengendalian sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. PASAL 2 AYAT (1) PERMENDAGRI 113 TAHUN 2015 TTG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA 5

POTENSI/TITIK RAWAN YG TERJADI Rawan: Formalitas, administratif, terlambat dalam mendeteksi korupsi Monitoring & Evaluasi Perencanaan: RPJMdes, RKPdes, APBdes Rawan : Elit capture, rencana penggunaan anggaran tidak sesuai aturan 70% pembangunan, 30% operasional; kick back kepada oknum di Pemda untuk pencairan. Rawan: nepotisme, tidak transparan, korupsi Pertanggung jawaban (minimal 2 kali) Pelaksanaan kegiatan : pembangunan, pemberdayaan & pemerintahan Rawan: rekayasa laporan/fiktif, tidak transparan Pengadaan Barang dan Jasa Penyaluran & pengelolaan dana Rawan : mark up, tidak transparan, rekayasa, korupsi, tidak dilakukan dengan swakelola, partisipasi masy rendah 6

POTENSI KORUPSI DAN STRATEGI PERBAIKAN ASPEK POTENSI STRATEGI REGULASI DAN KELEMBAGAAN TATA LAKSANA Minimnya pengetahuan perangkat desa tentang regulasi yang berlaku membuat pengelolaan dana desa tidak berjalan lancar. Kesulitan mematuhi kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa, pertanggung jawaban APBDesa masih rendah dan laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi. PENGAWASAN Efektivitas Irda dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah dan saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik. SUMBER DAYA MANUSIA Tenaga pendamping berpotensi melakukan korupsi karena memanfaatkan lemahnya aparat desa. Pendidikan, penyuluhan dan pendampingan terhadap para aparatur desa. Mekanisme penyusunan APBDesa dituntut dilakukan secara partisipatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Peran serta pengawasan dari Irda dioptimalkan supaya penggunaan dana sesuai dengan peraturan yang berlaku. Meningkatkan kemampuan aparat desa dalam memahami peraturan tentang penggunaan dana desa. 7

UU RI NO. 31 TH 1999 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DG UU RI NO. 20 TH 2001 TTG PEMBERANTASAN TPK DELIK YG TERKAIT DG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DELIK PEMBERIAN SESUATU/JANJI KEPADA PEGAWAI NEGERI/PN (PENYUAPAN) DELIK PENGGELAPAN DALAM JABATAN DELIK PERBUATAN PEMERASAN DELIK PERBUATAN CURANG DELIK BENTURAN KEPENTINGAN DALAM PENGADAAN Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Pasal 5 ayat (1) huruf a,b, ayat (2); Pasal 6 ayat (1) huruf a,b, ayat (2); Pasal 11; Pasal 12 huruf a,b,c,d; Pasal 13. Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a,b,c. Pasal 12 huruf e,f,g. Pasal 7 ayat (1) huruf a,b,c,d; Pasal 7 ayat (2); Pasal 12 huruf h. Pasal 12 huruf i. DELIK GRATIFIKASI Pasal 12B jo Pasal 12C. MERUPAKAN DELIK-DELIK YG DIADOPSI DARI KUHP (BERASAL DARI PASAL 1 AYAT (1) SUB C UU NO. 3 TH 1971). KORUPSI YG SECARA LANGSUNG TERKAIT DG KERUGIAN NEGARA HANYA SEBAGIAN KECIL DARI JENIS KORUPSI YG ADA (2 PASAL), 28 PASAL LAIN LEBIH TERKAIT DG ASPEK PERILAKU 8

ANCAMAN HUKUMAN DELIK YG TERKAIT DG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA Pasal 2 ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 3 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 9

DELIK PEMBERIAN SESUATU/JANJI KEPADA PEGAWAI NEGERI/PN (PENYUAPAN) Pasal 5 ayat (1) huruf a,b, ayat (2); Pasal 6 ayat (1) huruf a,b, ayat (2); (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang : a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang : 10

Pasal 11; a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. 11

Pasal 12 huruf a,b,c,d; Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) : a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili; 12

Pasal 13. Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). DELIK PENGGELAPAN DALAM JABATAN Pasal 8 Pasal 9 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu bukubuku atau daftardaftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. 13

Pasal 10 huruf a,b,c Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut. DELIK PERBUATAN PEMERASAN Pasal 12 huruf e,f,g. Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) : 14

e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; DELIK PERBUATAN CURANG Pasal 7 ayat (1) huruf a,b,c,d; (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) : 15

Pasal 7 ayat (2) a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c. (2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 16

Pasal 12 huruf h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; DELIK BENTURAN KEPENTINGAN DALAM PENGADAAN Pasal 12 huruf i pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. DELIK GRATIFIKASI Pasal 12B jo Pasal 12C. (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. 17

(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 12C (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. (3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. (4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undangundang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 18

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PELAKSANAAN ADD DAN BAGIAN HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASAL 29 HURUF (a), (b), (c) DAN (f) UU RI NO 6 TAHUN 2014 TTG DESA (a) KEPALA DESA DILARANG MERUGIKAN KEPENTINGAN UMUM (b) MEMBUAT KEPUTUSAN YANG MENGUNTUNGKAN DIRI SENDIRI, ANGGOTA KELUARGA, PIHAK LAIN DAN ATAU GOLONGAN TERTENTU. (c) MENYALAHGUNAKAN WEWENANG, TUGAS, HAK DAN ATAU KEWAJIBAN. (f) MELAKUKAN KOLUSI, KORUPSI, DAN NEPOTISME, MENERIMA UANG, ARANG DAN ATAU JASA DARI PIHAK LAIN YANG DAPAT MEMENGARUHI KEPUTUSAN ATAU TINDAKAN YG AKAN DILAKUKAN/GRATIFIKASI 19

20