BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

dokumen-dokumen yang mirip
Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan konstruksi dan manufaktur, yaitu:

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1993 TENTANG PENYAKIT YANG TIMBUL KARENA HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat

KEPPRES 22/1993, PENYAKIT YANG TIMBUL KARENA HUBUNGAN KERJA PENYAKIT YANG TIMBUL KARENA HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 Tentang : Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PERTAMBANGAN BIJIH BESI TERHADAP LINGKUNGAN. Dalam kurun waktu beberapa tahun ini masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

OVERVIEW SIFAT FISIK DAN KIMIA DEBU PENCEMARAN UDARA AKIBAT DEBU INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen untuk darah dan membuang karbondioksida. Sistem pernapasan secara umum terbagi atas :

Task Reading: ASBES TOSIS

PERATURAN KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA (K3)

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR : PER.01/MEN/1981 TENTANG KEWAJIBAN MELAPOR PENYAKIT AKIBAT KERJA

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

PENTINGNYA IMPLEMENTASI K3 (KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA) DALAM PERUSAHAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Silika adalah senyawa kimia silikon dioksida (SiO2) yang merupakan salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. telah mengganti sumber tenaga pada pembangkit uap/boiler dari Industrial Diesel

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86, menjelaskan

Laporan Penyuluhan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Hal ini disebabkan oleh potensi

Unnes Journal of Public Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya. Terutama industri tekstil, industri tersebut menawarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

IDENTIFIKASI KADAR DEBU DI LINGKUNGAN KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF PERNAFASAN TENAGA KERJA BAGIAN FINISH MILL

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk bagi kehidupan.

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Di dalam berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan kondisi yang menunjukkan Indonesia tidak dapat menghindarkan diri dari

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

sesuatu dari satu tempat ke tempat lainnya. Pentingnya transportasi terlihat pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga mempengaruhi sistem pernapasan. Berbagai kelainan saluran napas dan paru pada pekerja dapat terjadi akibat pengaruh debu, gas ataupun asap yang timbul dari proses industri. Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, maupun kesehatan kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerugian yang dialami pekerja atau perusahaan (Budiono, 2003). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada bagian perlindungan Pasal 86 ayat 2 menyebutkan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan penjelasannya yaitu upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI No.386 tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bulan K3 Nasional Tahun 2015-2019 1

2 menyebutkan bahwa untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan melalui perlindungan atas keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, dilakukan melalui upaya-upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Apabila semua potensi bahaya telah dikendalikan dan memenuhi batas standar aman, maka akan memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat dan proses produksi menjadi lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan risiko kerugian dan berdampak terhadap peningkatan produktivitas. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1993 tanggal 27 Februari 1993 bahwa ada 31 jenis penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Namun, dari 31 jenis penyakit dalam daftar penyakit akibat kerja, jenis penyakit yang dengan pasti merupakan penyakit paru akibat kerja adalah 1) pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian. 2) Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras. 3) Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis). 4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan. 5) Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik. 6) Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes. (Suma mur, 2009)

3 Lingkungan kerja yang penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya yang disatu pihak mengganggu produktivitas dan di pihak lain mengganggu kesehatan. Hal ini sering menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat mengganggu kapasitas vital paru. Pada umumnya udara yang telah tercemar oleh partikel (debu) dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau pneumoconiosis. Pneumoconiosis adalah akumulasi debu dalam paru dan reaksi jaringan paru terhadap keberadaan debu tersebut. Salah satu jenis pneumoconiosis yang paling penting yaitu silikosis. Silikosis disebabkan oleh silika bebas (SiO2) yang terdapat pada debu yang dihirup waktu bernapas dan ditimbun dalam paru serta jaringan paru bereaksi terhadapnya (Suma mur, 2009). Batu-batuan umumnya mengandung silika. Partikel-partikel silika bebas yang terbawa udara berasal dari peledakan, penggerindaan, penghancuran, pengeboran, dan penggilingan batuan (WHO, 1995). Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Adapun lingkungan kerja yang mengandung silika yang tinggi seperti misalnya pabrik semen, pengusaha batu, pembersih jalan, pengusaha pasir, industri pembuatan gelas, dan yang banyak berkontak dengan silika (Rab, 2010). Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tahun 2007, diantara semua penyakit akibat kerja 30% sampai 50% adalah penyakit silikosis dan penyakit pneumokoniosis lainnya. Menurut Agus (2011) yang mengutip penelitian Smith DR dan Leggat PA, silikosis, asbestosis dan pneumokoniosis batubara merupakan jenis pneumokoniosis terbanyak. Data di Australia tahun

4 1979-2002 menyebutkan, terdapat >1000 kasus pneumokoniosis terdiri atas 56% asbestosis, 38% silikosis dan 6% pneumokoniosis batubara. Menurut Agus (2011), data prevalensi pneumokoniosis di Indonesia belum ada. Data prevalensi yang ada yaitu penelitian-penelitian berskala kecil yang mencakup satu atau beberapa industri yang berisiko terjadi pneumokoniosis. Dari beberapa penelitian tersebut ditemukan prevalensi pneumokoniosis bervariasi antara 0,5-9,8%. Menurut Agus (2011) yang mengutip data penelitian Kasmara tahun 1998, pada pekerja semen menemukan kecurigaan pneumokoniosis 1,7%. Menurut Agus (2011) yang mengutip data penelitian Damayanti tahun 2005, pada pabrik semen menemukan kecurigaan pneumokoniosis secara radiologis sebesar 0,5%. Menurut Suma mur (2009), penyakit silikosis pada stadium ringan ditandai dengan sesak napas (dispnea) yang merupakan gejala sakit yang terpenting, mula-mula sesak napasnya ringan, kemudian bertambah berat. Pada stadium ini sesak napas juga disertai batuk kering tidak berdahak. Pada silikosis tingkat sedang, gejala sesak napas dan batuk menjadi sangat dikenali dan tanda kelainan paru pada pemeriksaan klinis juga nampak. Bila penyakit silikosis sudah mencapai stadium berat maka sesak napas akan mengakibatkan keadaan penderita cacat total; secara klinis penderita menunjukkan hipertrofi jantung sebelah kanan. Menurut WHO (1995), silikosis akut adalah suatu penyakit progresif cepat. Pada kondisi-kondisi ekstrim dapat terjadi kesulitan bernapas dan batuk kering dalam beberapa minggu setelah paparan. Dada sesak dan ketidakmampuan bekerja timbul dalam beberapa bulan, dan kematian akibat kegagalan pernapasan mungkin terjadi dalam 1-3 tahun. Dalam kondisi kerja sekarang ini, yaitu dengan tingkat

5 paparan yang biasanya berlaku di negara-negara industri, maka silikosis baru timbul bertahun-tahun setelah paparan. Menurut Material Safety Data Sheet (MSDS) tahun 2008 bahwa debu silika menyebabkan silikosis yang ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk tidak berdahak. Menurut LaDou (2004), jika penderita silikosis telah mengalami fibrosis paru maka akan meningkatkan sesak napas. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas paru pekerja unit produksi paving block CV. Sumber Galian Kecamatan Bringkanaya Kota Makassar tahun 2014 yaitu kadar debu, umur dan kebiasaan merokok (Yusitriani, Russeng, Muis, 2014). Faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja penggilingan divisi batu putih di PT. Sinar Utama Karya yaitu masa kerja dan status gizi (Anugrah, 2013). PT. X yang menjadi lokasi penelitian merupakan sebuah industri yang bergerak di bidang pembuatan beton yang selanjutnya akan didistribusikan kepada konsumen untuk membangun gedung. Lokasi industri ini berada di Kabupaten Deli Serdang yang telah berdiri selama 6 tahun. Berdasarkan hasil survei pendahuluan di lokasi penelitian pada tanggal 06 Agustus 2015. Proses produksi di industri ini berlangsung selama 24 jam dengan sistem pembagian shift dimana terdiri dari dua shift yaitu shift pagi dan shift malam dengan jam kerja masing-masing shift selama 12 jam dengan lokasi kerja di luar ruangan atau outdoor. Adapun proses kerja yang berlangsung dalam pembuatan beton yaitu pada unit crusher batu-batu dimasukkan kedalam mesin crusher untuk dipecah menjadi abu batu, pada unit batching plant dilakukan

6 pencampuran komposisi bahan-bahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang diinginkan konsumen, semua komposisi bahan yang telah dicampur dimasukkan kedalam truk cocrete mixer, lalu unit teknikal akan mengatur kadar air yang akan dimasukkan kedalam bahan-bahan yang telah dimasukkan kedalam truk cocrete mixer, dan selanjutnya supir akan membawa beton yang siap dipakai kepada konsumen untuk membangun gedung. Semua proses kerja ini dilakukan pekerja di luar ruangan atau outdoor sehingga semua unit kerja berisiko terinhalasi debu, namun unit batching plant yang lebih berisiko terinhalasi debu. Industri ini menggunakan bahan baku seperti abu batu, pasir, dan fly as yang hanya ditumpuk hingga menggunung di dalam tempat kerja, kecuali semen yang dimasukkan kedalam alat penyimpan berupa tangki. Hanya di unit batching plant semen dikeluarkan dari tangki penyimpanan kedalam truk cocrete mixer dan ketika proses tersebut berlangsung sering semen, pasir, abu batu, dan fly as berterbangan di udara sekitar unit batching plant dan berjatuhan ketanah. Unit batching plant melakukan pencampuran semen, pasir, abu batu dan fly as tanpa menggunakan air. Semua bahan tersebut dicampur air ketika semua bahan telah masuk kedalam truk cocrete mixer. Proses kerja tersebut menimbulkan potensi bahaya yang tinggi untuk bahan-bahan yang mengandung debu silika seperti semen, pasir dan abu batu berterbangan di udara sekitar unit batching plant dan selanjutnya secara terus menerus masuk kedalam sistem pernapasan pekerja unit batching plant setiap hari selama 12 jam kerja. Kondisi yang berlangsung selama ini dapat menimbulkan gangguan sistem pernapasan pada pekerja khususnya

7 silikosis karena bahan yang digunakan untuk produksi yaitu bahan yang mengandung silika seperti semen, pasir, dan abu batu. Kondisi ini semakin sulit karena kebijakan perusahaan yang tidak memberlakukan sistem rotasi kerja bagi seluruh pekerja termasuk pekerja di unit batching plant. Dalam tempat kerja ditemukan fakta debu yang ditimbulkan oleh bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat beton berterbangan saat tenaga kerja melakukan pekerjaannya. Perusahaan tidak memiliki laporan gangguan kesehatan para pekerja termasuk gangguan sistem pernapasan pekerja. Namun, hasil wawancara singkat dengan 6 pekerja di industri tersebut diperoleh informasi bahwa 2 pekerja mengeluh batuk kering tidak berdahak dan 3 pekerja mengeluh sesak napas dan batuk kering tidak berdahak seperti yang telah dinyatakan oleh suma mur (2009) bahwa gejala silikosis yaitu sesak napas disertai batuk kering tidak berdahak, semua pekerja tidak menggunakan alat pelindung pernapasan saat bekerja sehingga debu-debu tersebut langsung masuk kedalam saluran pernapasan pekerja. Masa kerja pekerja sekitar 1 tahun sampai 6 tahun berisiko terkena penyakit silikosis karena pada industri pembuatan beton menggunakan bahan seperti abu batu, pasir dan semen, jenis debu yang terbentuk yaitu debu silika dengan masa laten silikosis yang dinyatakan oleh Suma mur (2009) adalah 2 4 tahun. Adapun peta area kerja PT. X adalah sebagai berikut:

8 Area Unit Batching Plant Area Unit Crusher Tangki semen Abu Batu Abu Batu Tempat Kerja operator 3 m 20 m t= 10 m Corong semen, abu batu, pasir dan fly as 40 m Fly as Mesin Crusher Pasir Truk cocrete mixer t= 7 m Pasir Abu Batu 30 m Area Supir Truk Cocrete Mixer 10 m Kantor Gambar 1.1: Peta Area Kerja PT. X Kabupaten Deli Serdang

9 Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis menyusun sebuah rancangan penelitian dengan judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Pada Pekerja Beton di PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah faktor apa sajakah yang berhubungan dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah : 1) Mengetahui hubungan masa kerja dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang 2) Mengetahui hubungan riwayat pekerjaan terdahulu dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang

10 3) Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang 4) Mengetahui hubungan bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang 1.4 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara masa kerja dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang. 2. Ada hubungan antara riwayat pekerjaan terdahulu dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang. 3. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang. 4. Ada hubungan antara bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1.5.1 Manfaat bagi Mahasiswa/i 1) Menambah wawasan dalam aplikasi bidang keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

11 2) Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian lebih lanjut. 1.5.2 Manfaat bagi Perusahaan 1) Memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada pekerja khususnya pada pekerja PT. X Kabupaten Deli Serdang akan bahaya debu yang berasal dari bahan yang digunakan untuk proses pembuatan beton bagi kesehatan. 2) Memberikan informasi/masukan bagi pengusaha tentang bahaya paparan debu terhadap kesehatan pekerja, khususnya pekerja PT. X Kabupaten Deli Serdang.