Oleh: F.C. Susila Adiyanta 2 ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seluas-luasnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

HARMONISASI PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL (STUDI KASUS DI KABUPATEN BATANG) Mustamsikin 1, Yusriyadi 2.

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL

Jurnal Panorama Hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

PERAN KEPALA DAERAH DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

SINERGITAS PEMEMRINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH. Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

PENDEKATAN DINAMIS PRINSIP OTONOMI DAERAH TERHADAP KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. ini ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/JULI

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, berisi mengenai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

BAB I PENDAHULUAN. yang luas, nyata dan bertanggung jawab Kepada Daerah secara profesional. Hal

BAB III IMPLEMENTASI PROGRAM LEGISLASI DALAM PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH. A. Mekanisme Program Legislasi Dalam Pembentukan Produk Hukum

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keywords : Local Authorities, The Principle of Decentralization, Natural Resource

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan

PROGRAM HIBAH KOMPETISI 2004 INFORMASI UMUM

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam peraturan perundang-undangan maupun sistem. wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website :

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang

PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM ERA OTONOMI DAERAH. Oleh: Susatyo Adhi Pramono

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. 4. Prinsip APBD 5. Struktur APBD

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

Transkripsi:

AUDIT MUTU HUKUM PERATURAN DAERAH : Model Evaluasi Antisipatif Produk Hukum Pemerintah Daerah yang Kondusif bagi Penanaman Modal dan Daya Saing Investasi 1 Oleh: F.C. Susila Adiyanta 2 ABSTRACT Implementation of autonomy and decentralization, in practice local authorities carry broad implications for management of regional autonomy from various aspects. One of the many urgent problems to be overcome by such local government is the emergence of regional regulations and other regulations of products made by local governments that are not conducive to the business climate, attracting no capital investment and competitive for investment competitiveness, both in local and national context. Keywords: audit quality of law, legal product evaluation ABSTRAK Implementasi otonomi dan desentralisasi kewenangan daerah dalam prakteknya membawa implikasi yang luas terhadap manajemen otonomi daerah dari berbagai aspek. Salah satu dari berbagai permasalahan yang mendesak untuk diatasi oleh pemerintah daerah diantaranya adalah munculnya peraturan-peraturan daerah dan produk peraturan lain yang dibuat oleh pemerintah daerah yang tidak kondusif bagi iklim usaha, tidak menarik minat penanaman modal dan tidak kompettif bagi daya saing investasi, baik dalam konteks lokal maupun nasional. Kata kuci: Audit Mutu Hukum, evaluasi produk hukum 1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah yang terhitung tanggal 1 Januari 2007 disambut baik oleh masyarakat, yang meyakini bahwa penyelenggaraan otonomi daerah akan mampu menyejahterakan masyarakat dan merupakan sarana untuk melaksanakan pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah, 1 Artikel ilmiah ini merupakan bagian dari hasil Penelitian Hibah Strategis Nasional Tahun 2009 yang Dibiayai oleh DIPA Universitas Diponegoro Semarang No: 0160.0/023-04.2/XIII/2009, sesuai dengan SK Rektor Universitas Diponegoro Semarang No. 179/SK/H7/2009 tanggal 18 Maret dan surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Strategis Nasional No. 124C/H7.2/KP/2009 2 Penulis adalah staf pengajar pada Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universtias Diponegoro, aktif melakukan penelitian yang didanai oleh Dirjen Dikti maupun lembaga-lembaga non pemerintah

sehingga dapat segera mewujudkan pemerataan ekonomi dan pembangunan daerah 3. Belum satu tahun pelaksanaan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, telah banyak menimbulkan perdebatan dan kritikan. Berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Implementasi otonomi daerah beberapa diantaranya memunculkan berbagai intepretasi yang bersifat kedaerahan. Penyelenggaraan otonomi daerah dengan titik berat otonomi pada daerah kabupaten/kota, menuntut adanya kesiapan sumber daya, sumber dana, responsibilitas, akuntabilitas, serta pranata sosial dari setiap pemerintah kabupaten/kota, sehingga mampu untuk menerima hak, wewenang, dan tanggung jawab yang lebih besar dari pemerintah pusat dan/atau pemerintah propinsi. Pemahaman akan tuntutan atas hak dalam mengelola rumah tangganya sendiri sangat wajar, sebab sistem pemerintahan sentralistik yang selama ini terjadi telah menguras kekayaan dan sumber alam yang dimiliki daerah. Pemerintah pusat pada masa Orde Baru sering bertindak kurang adil dalam pembagian pendapatan dan kekayaan yang ada di daerah-daerah. Hubungan keuangan pusat dan daerah dimanapun dipandang sangat menentukan dalam kemandirian otonomi daerah. Persoalan yang muncul kemudian adalah minimnya sumber keuangan yang dimiliki daerah dibandingkan dengan yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah yang tidak siap secara ekonomi, manajemen, dan birokrasi, 3 Harian Kompas Tanggal 2 September 2007 2

serta kurang didukung sumber daya alam maupun sumber daya manusia, dalam proses transisi ini berupaya sekuat tenaga untuk membenahi daerahnya dengan bekal kekuasaan otonom dan desentralisasi kewenangan yang dimilikinya 4. Banyak produk peraturan daerah yang dibuat untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam daerah, sehingga cenderung mengeksploitasi dan merusak alam serta lingkungan. Begitu pula daerah-daerah yang tidak mempunyai sumber daya alam, tetapi lebih banyak memiliki potensi sumber penerimaan keuangan dari sektor jasa, ekonomi, dan perdagangan, membuat peraturan-peraturan tentang pajak, retribusi atas jasa dan pelayanan publik yang justru menghambat kegiatan usaha, menjadi beban bagi masyarakat luas, yang pada sisi lain justru membuka peluang bagi aparat untuk memanfaatkan kesempatan atas kewenangan birokrasi yang dipegangnya 5. Berbagai peraturan daerah dibuat dengan tanpa adanya pertimbangan, tanpa koordinasi dengan pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun lembagalembaga yang terkait dengan peraturan yang dibuat pemerintah daerah tersebut. Peraturan-peraturan dan kebijakan daerah yang dalam pembuatannya dimaksudkan untuk mengoptimalkan penerimaan daerah, justru berbalik arah menjadi tidak kondusif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi. Pada sisi lain, 4 Christian von Luebke (Australian National University) melalui penelitiannya (2006) juga membuktikan bahwa kepala daerah menjadi penentu kualitas peraturan daerah, Harian Bisnis Indonesia - Sabtu, 01 September 2007 - Hal. B11 5 Pemerintah terus mengevaluasi peraturan daerah dan rancangan peraturan daerah yang membebani masyarakat dan pelaku usaha. Sampai pertengahan Juli, dari 7.200 peraturan yang dievaluasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, sebanyak 2.000 peraturan tentang pungutan daerah diusulkan diusulkan untuk ditolak dan direvisi, Harian Koran Tempo, 23 Juli 2008 3

kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah daerah tersebut menjadi tidak populis dan cenderung membebani masyarakat. Implikasi lebih lanjut dari munculnya berbagai produk peraturan daerah yang tumpang tindih, baik antara peraturan-peraturan daerah yang sudah ada, antara peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan yang diatasnya, serta bertentangan dengan peraturan-peraturan lain yang terkait pada akhirnya memunculkan kontroversi dan permasalahan dalam pelaksanaannya. Semua itu berakibat pada pencabutan peraturan-peraturan daerah yang bermasalah tersebut oleh pemerintah pusat 6. Tindakan pencabutan peraturan-peraturan daerah oleh pemerintah pusat ini tentu saja tidak serta merta ditaati oleh pemerintah daerah yang merasa telah memiliki kewenangan otonomi. Apalagi tidak ada peraturan yang menjadi landasan bagi pengenaan sanksi kepada pemerintah daerah yang tidak mencabut dan atau membatalkan peraturan yang dinilai bermasalah tersebut. Begitu pula tindakan pencabutan peraturan-peraturan daerah ini tidak pula mempengaruhi dan atau mengurangi beban masalah dan kerugian masyarakat luas yang terkena akibat dari peraturan daerah yang bermasalah tersebut. Dengan latar belakang permasalahan di atas, sangat perlu untuk dilakukan studi penelitian dengan topik Audit Mutu Hukum Peraturan Daerah : Studi 6 Hingga akhir Desember 2008 terdapat 8.219 Peraturan Daerah (Perda) yang dievaluasi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 34 persen atau sekitar ada 2.779 perda bermasalah dan dibatalkan atau direkomendasikan untuk direvisi. Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu Mardiasmo, di Jakarta, Rabu (31/12) menyebutkan bahwa hingga Desember ada 34 persen perda bermasalah. 4

tentang Model Evaluasi Antisipatif Produk Hukum Pemerintah Daerah yang Kondusif bagi Penanaman Modal dan Daya Saing Investasi dengan tujuan untuk menemukan model evaluasi produk hukum pemerintah daerah yang tepat dan efektif, serta model instrumen institusional sebagai sarana antisipatif dan preventif dalam menentukan karakteristik maupun materi muatan suatu produk peraturan daerah yang kondusif bagi penanaman modal dan mendukung daya saing investasi. 5