Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

dokumen-dokumen yang mirip
olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tingkat stress yang dialami. Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga meningkatkan risiko PKV seperti pembesaran ventrikel kiri, infark

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) adalah komitmen negara terhadap rakyat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. disebut the silence disease. Penyakit ini juga dikenal sebagai heterogenous

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sustrani, dkk (2009) dalam Putra (2014) mengatakan hipertensi sering

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. produktifitas seseorang salah satunya adalah penyakit hipertensi.hipertensi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. minuman pahit (Soeria, 2013). Coklat berasal dari tanaman kakao dan proses

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB I PENDAHULUAN. keadaan cukup istirahat maupun dalam keadaan tenang. 2

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Hipertensi merupakan salah satu bagian dari penyakit kardiovaskuler

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian kerena payah jantung, infark miocardium, stroke, atau gagal. ginjal (Pierece, 2005 dalam Cahyani 2012).

PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN DAUN ALPUKAT TERHADAP TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI DI BANGUNTAPAN BANTUL

BAB V PEMBAHASAN A. PENGARUH PEMBERIAN PISANG AMBON TERHADAP. kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata tekanan darah sistolik

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

BAB 1 PENDAHULUAN. akhirnya mengubah gaya hidup manusia. Konsumsi makanan cepat saji, kurang

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien tersebut telah diukur menggunakan tensimeter dan diperoleh hasil tekanan darah sistolik (TDS) diatas 140 mmhg dan tekanan darah diastolik (TDD) diatas 90 mmhg. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hipertensi tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan kontrol kesehatan rutin, melakukan diet rendah garam, dan mengonsumsi obat dengan teratur untuk mengurangi resiko komplikasi. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ lain, terutama pada organ-organ vital seperti jantung dan ginjal (Evadewi dan Sukmayanti, 2013; Kementerian Kesehatan RI, 2013). Penyakit hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang semakin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Hipertensi di Indonesia merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi dan sebagai penyebab utama kematian pada penderita. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan sebagian besar kasus hipertensi belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil yang didapat melalui kuesioner pernah didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, sedangkan yang pernah didiagnosis atau sedang minum obat sendiri sebesar 9,5%. Jadi, terdapat 0,1% penduduk yang minum obat sendiri, meskipun tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan (Evadewi dan Sukmayanti, 2013; Kementerian Kesehatan RI, 2013). 1

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi pada penderita hipertensi usia 18 tahun sebesar 25,8%. Prevalensi hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki dan di perkotaan cenderung lebih tinggi daripada di pedesaan (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Terapi yang digunakan pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi secara nonfarmakologi dilakukan dengan cara memperhatikan perubahan pola gaya hidup. Menurunkan berat badan pada penderita yang obesitas, mengonsumsi makanan yang kaya kalium dan kalsium, diet rendah natrium, berhenti merokok, olahraga teratur, dan mengurangi konsumsi alkohol (Dipiro et al., 2008). Terapi secara farmakologi dapat dilakukan dengan cara memberikan antihipertensi yang sesuai dengan tingkat keparahan penderita. Macam-macam golongan antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah diuretik tiazid, ACEi (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor), CCBs (Calcium Channel Blockers), penyekat β (β-blockers), dan ARBs (Angiotensin II Receptor Blockers) (Wu et al., 2013). Golongan antihipertensi yang paling banyak digunakan salah satunya adalah golongan CCBs. Di Amerika Serikat, terapi pengobatan pada golongan CCBs direkomendasikan sebagai terapi lini pertama apabila penderita hipertensi tidak cocok dalam menggunakan terapi pengobatan golongan diuretik tiazid atau ACEi. CCBs dihidropiridin seperti amlodipin dan nifedipin sangat efektif terhadap penderita hipertensi lansia (Dipiro et al., 2008). Golongan CCBs mempunyai efek tambahan yang menguntungkan penderita hipertensi dalam mengurangi kejadian hipertrofi 2

ventrikel kiri yang merupakan resiko independen pada hipertensi (Aziza, 2007). Antihipertensi golongan CCBs yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah amlodipin dan nifedipin. Amlodipin digunakan untuk hipertensi esensial. Amlodipin memiliki selektivitas tinggi dibandingkan obat-obat sejenisnya. Dalam hal ini menjadi keunggulan amlodipin dibandingkan obat golongan CCBs lainnya (Nugraha dkk., 2011). Amlodipin memiliki sifat-sifat farmakodinamik dan farmakokinetik yang menguntungkan. Sifat-sifat tersebut seperti bioavailabilitas tinggi, waktu paruh panjang, dan durasi yang lebih lama yang memungkinkan penderita hipertensi untuk minum obat sekali sehari. Amlodipin mengakibatkan hipotensi berkurang dan refleks takikardia berkurang. Amlodipin juga memiliki efek samping vasodilatasi akut yang rendah seperti pusing, flushing, sakit kepala, karena kerja amlodipin lambat (Furberg et al., 1995; Susalit, 1996). Berdasarkan hasil penelitian Susalit (1996), pemakaian amlodipin dengan dosis sekali sehari secara signifikan efektif menurunkan tekanan darah selama periode 24 jam. Selama pemakaian obat tersebut tanpa meningkatkan denyut jantung dan memberikan dukungan yang kuat untuk penggunaan amlodipin sebagai salah satu terapi sehari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Palupi dkk., (2013) pemakaian obat antihipertensi golongan CCBs terutama amlodipin lebih tinggi dibandingkan antihipertensi golongan lain. Amlodipin diberikan pada penderita hipertensi dengan dosis 5 mg sekali sehari. On et al., (2002) mengatakan bahwa pemberian amlodipin dan vitamin C secara terus menerus dalam jangka waktu lama dapat memperbaiki fungsi endotel pada penderita hipertensi (Aziza, 2007). Nifedipin merupakan vasodilator yang paling kuat dalam menimbulkan vasodilatasi perifer, sehingga menyebabkan penurunan 3

tekanan darah dan resistensi perifer. Pada penderita hipertensi, antihipertensi golongan CCBs ini efektif untuk hipertensi ringan sampai berat. Nifedipin dapat meningkatkan volume per menit dan kecepatan jantung, mengurangi resistensi koroner, dan meningkatkan aliran koroner serta menurunkan konsumsi okigen pada jantung. Obat tersebut juga mengaktifkan sistem renin-angiotensin (Ganiswara, 2007). Penggunaan nifedipin sangat efektif dan menunjukkan toleransi yang baik. Nifedipin digunakan sebagai alternatif untuk vasodilator yang tersedia saat ini. Nifedipin diberikan dalam dosis 10, 20, dan 30 mg 2 atau 3 kali sehari dan secara signifikan tekanan darah pada penderita hipertensi berkurang dalam dosis nifedipin tersebut. Nifedipin jarang menimbulkan gagal jantung karena efek inotropik negatifnya diimbangi oleh pengurangan kerja ventrikel kiri. Nifedipin bersifat vaskuloselektif dimana aktivitas menghambat kontraksi otot polos vaskuler lebih besar daripada otot jantung (Aziza, 2007; Ikawati dkk., 2008). Terapi pengobatan hipertensi merupakan terapi yang membutuhkan waktu lama sehingga diperlukan biaya yang sangat mahal untuk mendapatkan terapi tersebut. Tingginya angka kunjungan ke dokter, penggunaan obat-obatan jangka panjang, dan kemungkinan besar komplikasi dari penyakit hipertensi yang muncul dapat menambah biaya terapi. Adanya pembiayaan terapi pengobatan yang mahal khususnya pada penyakit hipertensi membuat masyarakat kesulitan untuk membiayai pengobatannya (Dipiro et al., 2005; Timur dkk., 2012). Peran pemerintah atau pembuat kebijakan dalam menangani masalah pembiayaan dilakukan dengan cara membuat suatu program yang dinamakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sistem Jaminan Kesehatan Nasional ini dilaksanakan oleh BPJS kesehatan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program 4

jaminan kesehatan yang memberikan perlindungan kesehatan. Sehingga dapat membantu meringankan biaya terapi yang digunakan untuk semua jenis penyakit khususnya penderita hipertensi (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Penggunaan terapi pengobatan pada penyakit hipertensi baik yang dilakukan secara nonfarmakologi maupun farmakologi dapat menentukan kualitas hidup seorang penderita hipertensi. Kualitas hidup seorang penderita hipertensi dapat mempengaruhi dalam pemilihan obat antihipertensi yang digunakan. Hal tersebut karena beberapa obat antihipertensi dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan (Price & Wilson, 2006). Berdasarkan uraian diatas, dalam memberikan pilihan terapi maupun biaya pengobatan yang terbaik, diperlukan penelitian efektivitasbiaya penggunaan obat antihipertensi pada penderita hipertensi untuk mengetahui obat antihipertensi mana yang lebih cost-effectiveness antara penggunaan amlodipin dan nifedipin pada penderita hipertensi di puskesmas Jagir Surabaya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi farmakoekonomi dimana akan dilakukan identifikasi, mengukur, dan membandingkan biaya, resiko, dan keuntungan dari suatu program, pelayanan, dan terapi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode CEA (Cost-Effectiveness Analysis). 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran efektivitas penggunaan amlodipin dibandingkan nifedipin pada pasien hipertensi yang sedang dalam proses pengobatan rawat jalan? 5

2. Bagaimana gambaran biaya penggunaan amlodipin dibandingkan nifedipin pada pasien hipertensi yang sedang dalam proses pengobatan rawat jalan? 3. Manakah yang lebih cost-effectiveness antara amlodipin dan nifedipin? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui gambaran efektivitas penggunaan amlodipin dibandingkan nifedipin pada pasien hipertensi yang sedang dalam proses pengobatan rawat jalan 2. Mengetahui gambaran biaya penggunaan amlodipin dibandingkan nifedipin pada pasien hipertensi yang sedang dalam proses pengobatan rawat jalan 3. Mengetahui manakah yang lebih cost-effectiveness antara amlodipin dan nifedipin. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi puskesmas tempat penelitian Dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan medis pada pasien hipertensi. 2. Bagi manajemen di puskesmas tempat penelitian Dapat memberikan gambaran pengetahuan tentang analisis biaya penggunaan obat antihipertensi bagi pasien hipertensi. 3. Bagi dunia pendidikan Dapat menambah ilmu dan wawasan terutama mengenai farmakoekonomi dan diharapkan dapat memberikan informasi dan pengayaan materi ilmu kefarmasian dalam bidang farmasi klinik. 6