BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. alkohol, napza, seks bebas) berkembang selama masa remaja. (Sakdiyah, 2013). Bahwa masa remaja dianggap sebagai suatu masa dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN AGRESI PADA REMAJA DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BAB I PENDAHULUAN. kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi dan. ketidakseimbangan, yang tercakup dalam storm dan stres, sehingga remaja

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN. resiko (secara psikologis), over energy dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. tantangan. Restu dan Yusri (2013) mengungkapkan bahwa mitos yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan suatu masa dalam kehidupan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah. melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya (dalam Munawar & Mujiono, 2012).

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini seringkali terdengar terjadinya tindakan kriminal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG)

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN MENGATUR EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA DI SMPN 17 SURAKARTA

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN. dengan masa remaja, kemudian masa dewasa. Masa remaja adalah masa. fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2003).

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Agresivitas. menginginkan adanya perilaku tersebut. Buss dan Perry (dalam Bryant & Smith 2001)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negatif pada masyarakat. Dampak positif yang bisa dilihat pada masyarakat antara lain

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat bervariasi. Dimulai dari tawuran antar sekolah, perkelahian dalam sekolah, pencurian, hingga pemerkosaan. Tindak kriminalitas yang terjadi dikalangan remaja dianggap kian meresahkan publik (Republika, 2007). Berdasarkan hasil laporan Bimnas Polda Metro Jaya (duniaedukasi.net, 2010), menyatakan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran sering terjadi. Data yang diperoleh dari Jakarta misalnya, tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan korban 37 tewas. Pada data yang ada di Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) untuk tahun 2011, kasus remaja pelaku kejahatan di DKI Jakarta menduduki peringkat pertama dengan 222 kasus (Poskota, 2011). Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa dalam setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah perkelahian pelajar. 1

2 Berikut grafik peningkatan kriminalitas pada remaja di Jakarta. Grafik 1.1 Peningkatan kriminalitas pada remaja Bukan hanya perkelahian, bahkan beberapa kali pelaku pencurian kendaraan bermotor atau pencurian dengan kekerasan adalah remaja berumur 15 dan 16 tahun yang tingkat ekonominya rendah. Para remaja juga berani mencuri dengan kekerasan. Biasanya remaja pelaku kriminal bertindak di bawah pengaruh alkohol, sehingga lebih agresif dan berani melakukan kejahatan. Selain itu, terdapat Kemungkinan perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja disebabkan oleh naiknya harga kebutuhan pokok, rendahnya tingkat pendidikan, dan peningkatan jumlah penduduk (kompas, 2008). Eitzen (dalam Dwiko, 2010) mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota umumnya berada pada wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan dibawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Steinberg, 2002). Masa remaja dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni remaja awal dengan batasan usia 12 sampai dengan 15 tahun, remaja madya dengan batasan usia 15 hingga 18 tahun, dan remaja akhir dengan batasan usia 18 hingga 21 tahun (Monks & Haditono, 2009). Hall (dalam Gunarsa & Gunarsa,

3 2009), menyebut kata remaja sebagai masa storm dan stress yang merupakan masa penuh gejolak emosi dan ketidakseimbangan, sehingga remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan. Perilaku remaja dipengaruhi oleh munculnya rasa kecewa, meningkatnya konflik, krisis penyesuaian, angan-angan yang tidak tercapai, hal-hal percintaan, keterasingan dari kehidupan orang dewasa dan norma kehidupan (Gunarsa, 2009). Masa remaja dianggap sebagai suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. Tetapi meningginya emosi remaja terutama diakibatkan oleh lingkungan sosial. Remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru (Hurlock, 2011). Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari (Santrock, 2003). Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya kearah yang tidak positif, misalnya tawuran dan agresi lainnya. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya (Mutadin, 2007). Agresi merupakan akar dari kekerasan, dan kekerasan merupakan salah satu subtipe agresi (Krahe, 2005). Agresi dapat dibagi menjadi 4 bagian, diantaranya ialah physical aggression (serangan fisik), verbal aggression (memberikan stimulus yang dapat menyakiti orang lain), anger (perasaan marah), dan hostility (perasaan iri dan ketidak percayaan) (Buss & Perry, 1992).

4 Faktor-faktor yang mempengaruhi agresi ialah faktor sosial seperti adanya provokasi, rangsangan dari berbagai permainan kompetitif, frustasi, kekerasan pada media seperti film dan video games, kekerasan dalam pornografi, faktor kultural, faktor personal seperti gender, narsisme, kepribadian, serta faktor situasional seperti temperatur dan alkohol (Baron & Byrne, 2005). Gessel (dalam Hurlock, 2011) menyebutkan bahwa pada remaja 14 tahun seringkali mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung meledak, tidak berusaha mengendalikan emosinya. Sebaliknya, remaja 16 tahun tidak mudah meledak dalam emosinya. Sehingga adanya badai dan tekanan berkurang pada periode berakhirnya awal masa remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pacheco & Berrocal (2004), kecerdasan emosional yang rendah pada remaja dapat mengakibatkan tingkat kesejahteraan dan penyesuaian psikologis yang rendah, penurunan kuantitas dan kualitas hubungan interpersonal, penurunan dalam bidang akademik, dan munculnya perilaku agresi. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Rubin (dalam Pacheco & Berrocal, 2004) menghasilkan beberapa temuan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi memiliki perilaku positif terhadap teman kelasnya dan memiliki perilaku agresi yang rendah. Selain itu, mereka melakukan perilaku prososial terhadap orang-orang disekitarnya. Serta memiliki skor lebih tinggi pada stres, depresi, dan keluhan somatik (Liau dkk, 2003, dalam Pacheco & Berrocal, 2004). Sebuah penelitian di Inggris menyatakan bahwa siswa yang dianggap memiliki kecerdasan emosional yang rendah lebih sering melakukan bolos sekolah serta memiliki probabilitas untuk dikeluarkan dari sekolah (Petrides, Frederickson dan Furnham, 2004, dalam Pacheco & Berrocal, 2004). Liau dkk. (dalam Pacheco & Berrocal, 2004), di sisi lain, menginformasikan bahwa siswa

5 sekolah menengah yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah menunjukkan tingkat agresi yang tinggi dan perilaku yang menyimpang. Penelitian lain yang dilakukan pada remaja di Spanyol oleh Extremera & Fernandez-Berrocal (dalam Pacheco & Berrocal, 2004) menemukan keterkaitan antara kecerdasan emosional dan perilaku agresi. Remaja yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, cenderung menunjukkan perilaku impulsif yang rendah, dan agresi yang rendah. Berdasarkan temuan, remaja yang memiliki agresi rendah, lebih mampu membedakan emosi mereka dan memperbaiki emosi negatif. Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosional yang baik dapat mengurangi agresi, khususnya pada remaja. Oleh sebab itu, apabila emosi berhasil dikelola maka individu akan mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya, individu yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal yang merugikan diri sendiri. Dengan adanya keterkaitan antara kecerdasan emosional dan perilaku agresi pada beberapa penelitian sebelumnya, maka peneliti ingin membuktikan dan menjawab pertanyaan apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dan agresi. Pada penelitian ini, peneliti memilih subjek remaja di Jakarta, remaja dianggap memiliki banyak masalah sehingga cenderung menimbulkan agresi (Hurlock, 2011). 1.2 Rumusan Masalah Masalah yang diangkat pada penelitian ini ialah apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dan agresi pada remaja di Jakarta?

6 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dan perilaku agresi pada remaja di Jakarta. 1.4 Manfaat Penelitian Banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dari suatu penelitian ilmiah. Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian yang dilaksanakan ini adalah: a. Manfaat teoritis: I. Dapat menambah wawasan di bidang psikologi sosial mengenai hubungan kecerdasan emosional dan perilaku agresi pada remaja terutama pada remaja. b. Manfaat praktis: I. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan bagi para orangtua dan pendidik dalam upaya melatih kecerdasan emosional sejak dini. II. Membuat remaja sadar akan pentingnya kecerdasan emosional untuk menghindari atau mengurangi sikap dan perilaku agresi yang dapat merugikan orang lain.