BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L) Tanaman kacang panjang termasuk dalam famili papilionaceae yang tergolong tanaman semusim berbentuk perdu yang bersifat membelit atau setengah membelit (Suherni, 2007). Kacang panjang merupakan salah satu bahan pangan dalam bentuk sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Pada saat tanaman kacang panjang masih muda berikut daunnya dapat dipakai sebagai bahan pangan (Pitojo, 2006). Kacang panjang merupakan tanaman sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral. Fungsinya sebagai pengatur metabolisme tubuh, meningkatkan kecerdasan dan ketahanan tubuh serta memperlancar proses pencernaan karena kandungan seratnya yang tinggi (Rasyid, 2012.). Klasifikasi botani tanaman kacang panjang adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rosales Famili : Papilionaceae/Leguminosae Genus : Vigna Spesies : Vigna sinensis (L.) Savi ex Hassk Vigna sinensis ssp. Sesquipedalis Kacang panjang bersifat dwiguna, artinya sebagai sayuran polong penting dan sebagai penyubur tanah. Tanaman sebagai penyubur tanah karena pada akarakarnya terdapat bintil-bintil akar bakteri Rhizobium. Bakteri tersebut berfungsi mengikat nitrogen bebas diudara. Itulah sebabnya, kacang panjang banyak ditanam petani di pematang sawah, tegalan, sawah dan dipekarangan, baik monokultur maupun sebagai tanaman sela (Sunarjono, 2006).
5 Kacang panjang penting sebagai sumber vitamin dan mineral. Sayur ini banyak mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C terutama pada polong muda. Bijinya banyak mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Dengan demikian, komoditi ini merupakan sumber protein nabati yang cukup potensial. (Haryanto dkk., 2003). Pada tabel 1 berikut diuraikan kandungan gizi pada polong, biji, dan daun kacang panjang. Tabel. 1. Komposisi Zat Gizi Kacang Panjang Per 100 g Bahan Jenis Zat Gizi Polong Biji Daun Kalori (kal) 44,00 357,00 34,00 Karbohidrat (g) 7,80 70,00 5,80 Lemak (g) 0,30 1,50 0,40 Protein (g) 2,70 17,30 4,10 Kalsium (mg) 49,00 163,00 134,00 Fosfor (mg) 347,00 437,00 145,00 Besi (mg) 0,70 6,90 6,20 Vitamin A (SI) 335,00 0 5240,00 Vitamin B (mg) 0,13 0,57 0,28 Vitamin C (mg) 21,00 2,00 29,00 Air (g) 88,50 12,20 88,30 Bagian dapat dimakan (%) 75,00 100,00 65,00 Sumber : Daftar komposisi bahan makanan, Depkes (1990) dalam Haryanto (2003). Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semak, menjalar, semusim dengan tinggi kurang lebih 2,5 m. Adapun morfologi kacang panjang sebagai berikut : 2.1.1 Akar Akar tanaman kacang panjang terdiri atas akar tunggang, akar cabang dan akar serabut. Perakaran tanaman dapat mencapai kedalaman 60 cm. Akar tanaman kacang panjang dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. ciri adanya simbiosis tersebut yaitu terdapat bitil-bintil akar di sekitar pangkal akar (Pitojo, 2006).
6 2.1.2 Batang Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak, berwarna hijau dengan permukaan licin. Batang tumbuh keatas, membelit kearah kanan pada turus atau tegakan yang didekatnya. Batang membentuk cabang sejak dari bawah batang (Pitojo, 2006) 2.1.3 Daun Daun tanaman kacang panjang berupa daun majemuk, melekat pada tangkai daun agak panjang, lonjong, berseling, panjangnya 6-8 cm, lebar 3-4,5 cm, tepi rata, pangkal membulat, ujung lancip, pertulangan menyirip, tangkai silindris, panjang kurang lebih 4 cm, dan berwarna hijau (Hutapea dkk., 1994). 2.1.4 Bunga Bunga tanaman kacang panjang berbentuk kupu-kupu. Ibu tangakai bunga keluar dari ketiak daun. Setiap ibu tangkai bunga mempunyai 3 5 bunga. Warna bunganya ada yang putih, biru atau ungu. Bunga kacang panjang menyerbuk sendiri. Penyerbukan silang dengan bantuan serangga dapat juga terjadi dengan kemampuan 10 % (Haryanto dkk., 2003). 2.1.5 Buah Buah tanaman kacang panjang berbentuk polong, bulat panjang dan ramping. Panjang polong sekitar 10 80 cm. Warna polong hijau muda sampai hijau keputihan. Setelah tua warna polong putih kekuningan. Polong yang muda sifatnya renyah dan mudah patah. Setelah tua polong menjadi liat. Pada satu polong dapat berisi 8 20 biji kacang panjang (Haryanto dkk., 2003).
7 2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Kacang panjang dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian antara 0 1500 mdpl. Kacang panjang biasanya digolongkan dalam sayuran dataran rendah sebab tanaman ini tumbuh lebih baik dan banyak diusahakan di dataran rendah pada ketinggian kurang dari 600 mdpl. Kacang panjang dapat ditanam setiap musim, baik musim kemarau maupun musim penghujan. Waktu bertanam yang baik adalah pada awal atau akhir musim hujan. Jenis tanah yang paling baik untuk tanaman ini adalah tanah bertekstur liat berpasir. Kacang-kacangan peka terhadap alkalin atau keasaman tanah yang tinggi. Untuk pertumbuhan yang optimal diperlukan derajat keasaman (ph) tanah antara 5,5 6,5. Tanah yang terlalu asam dengan ph dibawah 5,5 dapat menyebabkan tanaman tumbuh kerdil karena teracuni garam aluminium (Al) yang larut dalam tanah. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan pengapuran (Haryanto dkk., 2003). Tanaman kacang panjang tumbuh dengan baik didaerah beriklim hangat, dengan kisaran suhu antara 20 o C 30 o C. Didaerah bersuhu rendah, yakni dibawah 20 o C pertumbuhannya relatif lambat dan jumlah polong yang terbentuk hanya sedikit. Tanaman kacang panjang peka terhadap pengaruh suhu dingin dan dapat mati kalau terkena frost (suhu dibawah 4 o C) (Pitojo, 2006). 2.3. Pupuk Petrobio GR Pupuk dikelompokkan menjadi pupuk anorganik, pupuk organik, dan pupuk hayati. Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga sering disebut dengan pupuk buatan. Pupuk organik seperti namanya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik atau alami. Sedangkan Pupuk hayati adalah sebuah komponen yang mengandung mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Pupuk hayati (biofertilizer), adalah jenis pupuk yang tidak mengandung unsur hara N, P, dan K tetapi mengandung mikrooganisme yang memiliki peranan positif bagi tanaman yaitu membantu menyediakan hara yang dibutuhkan
8 tanaman. Kelompok mikroba yang sering digunakan dalam pupuk hayati adalah mikroba-mikroba yang dapat menambat N dari udara, mikroba yang malarutkan hara P dan K. Kelompok mikroorganisme tersebut adalah Rhizobium sp., Azospirillum sp., Azotobacter sp., Aspergilus sp., Psudomonas sp., dan Lactobacillus sp. (Isroi, 2008). Penambahan nutrisi kedalam tanah dengan pupuk hayati melalui proses yang alami, yaitu fiksasi nitrogen atmosfer, menjadikan fosfor bahan yang terlarut, dan merangsang pertumbuhan tanaman melalui sintesis zat-zat yang mendukung pertumbuhan tanaman (Vessey, 2003). Efektivitas pupuk hayati merupakan salah satu upaya untuk mencapai renewable input dalam sistem pertanian berkelanjutan dengan memelihara kesehatan dan kualitas tanah dan mengurangi ketergantungan pupuk kimia melalui proses biologi (Saraswati, 2007). Salah satu produk pupuk hayati yang dapat meningkatkan ketersediaan mikroorganisme tanah yang bermanfaat adalah pupuk hayati Petrobio. Pupuk ini merupakan formula pupuk hayati yang berbentuk butiran berwarna kuning dengan kandungan mikroorganisme antara lain, Pantoea sp. dan Azospirillum sp. (menambat Nitrogen), Aspergillus sp. dan Penicillium sp. (melarutkan Fosfat), dan Streptomyces sp. (merombak bahan organik). Dengan kandungan mikroorganisme tersebut, petrobio dilaporkan dapat merubah unsur hara yang diperlukan tanaman secara teratur, merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, mempercepat masa panen dan meningkatkan hasil panen, serta tidak meracuni tanaman dan tidak mencemari lingkungan. Mikroba yang terkandung dalam petrobio juga terbukti mampu menghasilkan senyawa zat pemacu tumbuh dan pengendali patogen tanah sehingga dapat meningkatkan atau memacu pertumbuhan dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi. Adapun fungsi dari mikroorganisme yang terkandung dalam petrobio tersebut adalah sebagai berikut : 2.3.1 Pantoea sp. dan Azospirillum sp.
9 Salah satu pendekatan untuk melakukan penghematan pemakaian pupuk kimia adalah memanfaatkan efisiensi penggunaan Nitrogen tersedia dalam tanah melalui penambatan N 2, atau interaksi dengan bakteri penambat N 2. Nitrogen termasuk hara makro dan diperlukan tanaman dalam jumlah cukup besar, namun ketersediaan N di tanah sangat kurang. Pantoea sp. dan Azospirillum sp. mampu menyerap unsur Nitrogen dalam bentuk ion NO 3 dan NH 4. Dalam kehidupannya, Pantoea sp. dan Azospirillum sp mampu memanfaatkan N 2 udara bebas. Kemampuan menambat N dari udara bebas akan menambahkan unsur N dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. 2.3.2 Aspergillus niger sp. dan Penicillium sp. Fosfat (P) merupakan unsur essensial kedua setelah N, berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan Fosfat dalam tanah yang mampu diserap tanaman jarang yang melebihi 0,01% dari total P. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan Fosfat dalam mengatasi rendahnya Fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikroorganisme pelarut Fosfat sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah P pada tanah masam. Pelarut Fosfat yang dominan di tanah adalah dari golongan fungi Penicillium dan Aspergillus, yang mampu melarutkan Fosfat dalam tanah menjadi unsur yang tersedia sehingga mudah diserap tanaman. 2.3.3 Streptomyces sp. Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator biologis yang tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan mutu kompos. Organisme ini memegang peranan penting dalam ekosistem karena mengurai sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain) dan atmosfer (CH 4 atau CO 2 ) sebagai hara yang dapat digunakan kembali oleh tanaman. Bahan organik dalam tanah dapat berperan meningkatkan kesuburan tanah secara fisik maupun kimia. Namun bahan organik harus terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat dimanfaatkan taam secara optimal. Senyawa dalam bahan organik yang sulit mengalami pelapukan adalah
10 zat lignin dan terutama selulosa yang dapat dirombak dengan baik oleh Streptomyces sp. (Anonim, 2012). Penelitian oleh Moh. Cholil Mahfud, Sarwono, Gunawan, dan I.R. Dewi dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur terhadap produktivitas tanaman jagung di daerah endemis penyakit bulai menyatakan bahwa kombinasi antara 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam + Petrobio GR lebih berpotensi memperbaiki pertumbuhan jagung, menurunkan intensitas penyakit bulai dan meningkatkan hasil panen jagung daripada perlakuan tanpa petrobio GR (Balai Penelitian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jatim, 2004). Hasil penelitian Ramanta (2009), menunjukkan bahwa pemupukan anorganik dan pupuk hayati berpengaruh nyata pada komponen pertumbuhan yang meliputi: tinggi tanaman, luas daun, bobot kering total tanaman, laju pertumbuhan tanaman, dan indeks luas daun. Pemupukan anorganik dan pupuk hayati juga berpengaruh nyata pada komponen hasil yang meliputi : panjang tongkol, diameter tongkol, bobot kering tongkol tanpa klobot, bobot kering pipilan, dan indeks panen. Pengunaan pupuk hayati dapat mengefektifkan penggunaan pupuk anorganik pada budidaya tanaman jagung. Perlakuan dosis 100% pupuk anorganik dengan penambahan pupuk hayati 60 kg/ha pada tanaman jagung memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol, sedangkan perlakuan dosis 50% pupuk anorganik dengan penambahan pupuk hayati 40 kg/ha pada tanaman jagung memberikan hasil yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol.