1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/ jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan termasuk

BABI PENDAHULUAN. Seperti yang telah diketahui bahwa rnenjelang abad ke 20, negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai calon-calon intelektual yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, kritis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kelas dunia, kosmetik, aksesoris dan pernak-pernik lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB I PEMBUKAAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan globalisasi memberi pengaruh pada masyarakat Indonesia, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

2015 PERSEPSI SISWI TERHADAP PENCITRAAN IDEAL REMAJA PUTRI

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang modern memberi pengaruh terhadap perilaku membeli

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Gaya hidup menurut Kotler (2002) adalah pola hidup seseorang di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. harapkan. Bangsa Indonesia mengharapkan kehidupan yang lebih baik dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

I. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan tingkat pendapatan yang semakin meningkat, akan sangat

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan.

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk individu mengarah kepada karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB IV PENUTUP. dalam hal ini yaitu kota Yogyakarta bertujuan untuk melihat pola-pola yang

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Berikutnya adalah sekolah, gereja, teman sebaya, dan televisi. Suatu survei di tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Konsumtif. produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus merugikan bagi semua orang. Akibat globalisasi tersebut diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.2, Mei ISSN:

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rosandi (2004) membagi masa remaja menjadi beberapa tahap yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat SMP, perubahan yang terjadi pada masa ini sangat cepat, baik pertumbuhan fisik dan kapasitas intelektual. Pada masa initugas perkembangannya lebih dipengaruhi oleh perubahan fisik dan mental yang cepat, yaitu adaptasi dan penerimaan keadaan tubuh yang berubah. b. Remaja pertengahan (middle adolescent) pada usia 15-18 tahun, biasanya duduk di bangku SMU. Pada masa ini remaja secara fisik menjadi percaya diri dan mendapatkan kebebasan secara psikologis dari orang tua, memperluas pergaulan dengan teman sebaya dan mulai mengembangkan persahabatan dan keterkaitan dengan lawan jenis. c. Remaja akhir (late adolescent) pada usia 18-21 tahun. Umumnya terjadi pada akhir SMU sampai individu mencapai kematangan fisik, emosi dan kesadaran akan keadaan sosialnya, memiliki identitas personal dalam relasinya dengan orang lain, mengetahui peran sosial, sistem nilai dan tujuan dalam hidupnya. Masa remaja merupakan periode peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa, masa remaja adalah fase pencarian identitas diri. Pada fase ini, remaja mengalami banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, diantaranya biologis, kognitif, dan psikososial. Seiring dengan perubahan tersebut, pada usia 1

2 remaja terbentuk pola konsumsi yang kemudian dapat berkembang menjadi perilaku konsumtif. Menurut para sosiolog dan psikolog sosial, remaja adalah konformis, terutama dalam hal pakaian dan penampilan dalam kelompok mereka. Sehingga remaja cenderung untuk berperilaku konsumtif agar mereka dapat berpenampilan seperti kelompoknya. Budaya konsumtif merupakan fenomena yang kerap terjadi belakangan ini. Hal ini dikarenakan bergesernya pola kehidupan pertanian kepada kehidupan industri. Perubahan ini menyebabkan masyarakat mulai mengembangkan tata nilai dan kehidupan baru termasuk pada remaja. Berbagai tayangan negatif bermunculan seperti, tayangan sinetron, gaya hidup, model terbaru, iklan dan juga tayangan-tayangan infotainment yang kurang begitu bermanfaat yang menggembor-gemborkan kemewahan hidup muncul di televisi dan tentunya menjadi tontonan khalayak khususnya remaja. Semakin banyaknya majalah remaja, iklan, dan media yang mengeksploitasi gaya hidup mewah dan mencolok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya produk yang ditunjukan untuk remaja, diantaranya produk hiburan, pakaian, elektronika, dan sebagainya. Secara tidak sadar hal tersebut mendorong remaja untuk membeli terus-menerus sehingga menyebabkan remaja semakin berperilaku konsumtif. Dengan demikian, perilaku membeli yang ditunjukan remaja tidak lagi dilakukan karena suatu kebutuhan, melainkan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode, mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial, bahkan demi harga diri remaja. Pada umumnya untuk memperoleh dukungan sosial, remaja berupaya memperoleh dengan cara berpenampilan menarik, yaitu dengan menggunakan

3 berbagai barang yang dianggap trend dan modern dengan harapan memperoleh penghargaan dari kelompoknya. Seperti yang dituturkan oleh remaja dalam sebuah artikel, remaja berpendapat bahwa untuk mengakat harga diri dan dapat eksis sebagai remaja perlu menyesuaikan diri terhadap perkembangan food, fashion and fun (makanan, pakaian dan hiburan). Pada akhirnya remaja berlombalomba menggapai harga diri dengan berperilaku konsumtif. Selain itu, Yuanita (2003) mengemukakan beberapa alasan mengapa perilaku konsumtif lebih mudah menjangkiti kalangan remaja. Salah satunya karena secara psikologis remaja masih berada dalam proses mencari jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi sehingga mereka mudah terkena pengaruh lingkungan. Pembelian tidak lagi sekedar berkaitan dengan nilai guna suatu benda untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi kini berkaitan dengan unsur-unsur simbolik untuk menadai kelas, status, atau simbol sosial tertentu. Bagi remaja, perilaku seperti itu merupakan ekspresi perasaan ingin diakui atau diterima oleh lingkungan sosialnya atau merupakan pantulan gengsi agar tidak disepelekan oleh pihak lain terutama oleh teman sebaya. Perilaku konsumtif yang akhir-akhir ini populer antara lain menggunakan pakaian bermerek dan menggunakan handphone dengan model terbaru. (Yuanita, 2003) mengatakan faktor lingkungan memberikan peranan sangat besar terhadap pembentukan perilaku konsumtif remaja. Masyarakat lebih senang belanja barang bermerek meskipun kualitasnya terkadang tidak lebih baik daripada barang dengan merek yang tidak begitu terkenal. Kecenderungan demikian terbangun karena terkait

4 citra diri, bahwa dengan mengenakan pakaian bermerek maka statusnya akan terangkat. Remaja ingin diakui keberadaannya oleh lingkungan sekitarnya dengan menjadi bagian dari lingkungan sosialnya. Usaha untuk menjadi bagian dari lingkungan tersebut menjadi kebutuhan untuk diterima dan menjadi sebaya dengan orang lain yang sebaya. Remaja berperilaku konsumtif dengan berusaha mengikuti trend yang sedang in. Kondisi seperti ini tidak menandakan kemampuan daya beli remaja perkotaan yang tinggi, akan tetapi lebih didasarkan pada dorongan untuk memenuhi kebutuhan sesaat remaja sehingga dapat mengangkat prestige dirinya. Banyak fenomena yang terjadi belakangan ini yang menunjukkan betapa remaja Indonesia kini berprilaku konsumtif, seperti kebiasaan untuk nongkrong di geray fast food ternama, memiliki gadget dan handphone merk tertentu yang sedang digandrungi remaja saat ini, kebiasaan untuk berkaraoke di suatu tempat karoke yang terkenal disekitar tempat tinggalnya, dan masih banyak hal lain yang bertujuan menunjukkan bahwa kelompok remaja atau individual remaja tersebut gaul dan tidak ketinggalan zaman/trend saat ini. Perilaku konsumtif ini membuat remaja khususnya siswi-siswi rentan terlibat hal-hal negatif. Tanpa didukung oleh dana yang memadai, dalam hal ini pendapatan orang tua, siswa berusaha untuk memenuhi hasratnya denganberbagai cara, seperti memalak, menipu, dan mencuri. Sedangkan beberaparemaja putri rela menyerahkan diri berbuat asusila demi materi yang ingin didapatnya untuk keperluan konsumtifnya.

5 Remaja memerlukan bimbingan agar mempunyai pilihan untuk bersikap mandiri dan bebas. Remaja harus mampu mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya tanpa khawatir akan penilaian buruk dari lingkungan ataupun kelompok sebayanya. Banyak pula remaja yang cemas dan takut untuk berperilaku asertif. Remaja juga kurang terampil dalam mengekspresikan diri secara asertif. Remaja yang bersikap asertif jujur terhadap dirinya dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara profesional, tidak terpengaruh oleh penilaian-penilaian yang salah yang akhirnya merugikan dan menjerumuskannya pada satu prilaku yang salah dan terhindar dari kecendrungan untuk berbuat hal yang negatif. Konseling individu dimaksudkan sebagai bantuan yang bersifat pribadi sebagai akibat ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan aspekaspek perkembangan, keluarga, persahabatan, belajar, cita-cita, konflik pribadi, seks, finansial dan pekerjaan. Konseling individu dimaksudkan sebagai proses pemberian bantuan dalam rangka pemahaman diri, pengenalan lingkungan dan relasi antar teman. Permasalahan remaja yang tidak dapat bersikap asertif dan selalu berprilaku konsumtif, sehingga menimbulkan perilaku negatif yang membutuhkan konseling individu untuk membantu remaja menyesuaikan diri dengan aspek gaya hidup dan pergaulan atau lingkungan yang bersifat konsumtif. Salah satu teknik layanan konseling individu adalah penggunaan teknik assertive training. Teknik assertive training dapat diterapkan pada situasi

6 interpersonal pada individu yang mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan, menyatakan atau menegaskan diri dalam tindakan yang benar. Teknik assertive training merupakan terapi perilaku yang dirancang untuk membantu orang berdiri untuk dirinya sendiri dan memperkuat dirinya sendiri. Tujuannya adalah untuk mengajarkan remaja strategi yang tepat untuk mengidentifikasi dan bertindak terhadap kebutuhan, hasrat, dan pendapat sendiri sementara tetap menghargai orang lain. Kemampuan untuk tidak berperilaku konsumtif dipengaruhi oleh control diri, sehingga diharapkan seorang remaja mampu mengendalikan perilakunya. Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu, mengatur, dan mengarahkan perilakunya salah satunya yaitu dengan menggunakan teknik assertif. (Corey,2005:215) Penggunaan teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa banyak orang menderita perasaan cemas dalam berbagai situasi interpersonal. Latihan asertif merupakan sasaran membantu individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Oleh karena itu, berbagai gangguan dan problem interpersonal dapat ditangani dengan cara meningkatkan keterampilan perilaku asertif. Individu yang memiliki keterampilan asertif lebih mungkin untuk berhasil dalam membina hubungan interpersonal dan dalam kehidupan yang lebih luas dibanding individu lain yang tidak asertif. Berdasarkan hasil survey pendahuluan tanggal 30 Mei 2013 pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Delitua, menurut narasumber sekitar 30% siswa menunjukkan gejala-gejala perilaku konsumtif seperti, suka membeli barang yang

7 sudah dimiliki, berlomba-lomba menggunakan barang bermerk, suka nongkrong di mall-mall, mengikuti trend-trend yang sedang berkembang, tidak suka berteman dengan teman yang tidak tahu mode. Melihat fenomena perilaku konsumtif pada remaja maka mendorong untuk dilakukannya penelitian tentang bagaimana cara mereduksi perilaku konsumtif pada remaja melalui teknik assertive training, hal ini penting dilakukan karena akan membantu remaja untuk bersikap tegas terhadap dirinya sendiri maupun orang lain, dan mereduksi perilaku konsumtif dengan bersikap tegas terhadap rayuan dan ajakan untuk berperilaku konsumtif. Dari paparan di atas, maka penelitian yang dilakukan difokuskan pada Pengaruh penggunaan Teknik Assertive Training dalam Mereduksi Perilaku Konsumtif siswa SMP Negeri 2 Delitua 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang berhubungan dengan siswa SMP Negeri 2 Delitua sebagai remaja, antara lain : 1. Terdapat gejala-gejala perilaku konsumtif pada siswa. 2. Terdapat beberapa dampak negatif dari prilaku konsumtif. 3. Bagi remaja berperilaku konsumtif merupakan satu bentuk ekspresi diri agar di terima lingkungan sosial. 4. Teknik asertif training berpangaruh dalam mereduksi perilaku konsumtif.

8 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang ada, maka penulis perlu melakukan batasan masalah agar penelitian yang dilakukan lebih terarah. Pembatasan masalah dalam penelitian dititik beratkan pada Pengaruh Teknik Assertive Training dalam Mereduksi prilaku konsumtif. Siswa yang dijadikan subjek penelitian dibatasi hanya pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Delitua. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi yang telah dipaparkan rumusan masalah dalam penelitian dikemas dalam pertanyaan Apakah ada pengaruh teknik assertive training dalam mereduksi perilaku konsumtif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Delitua? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan umum diadakannya penelitian adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh teknik asserive training dalam mereduksi perilaku konsumtif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Delitua. 1.6 Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi serta kajian bagi pengembangan ilmu.

9 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mereduksi perilaku konsumtif. b. Bagi konselor Penelitian ini dapat memberi gambaran kepada konselor tentang pengaruh penggunaan teknik asertif training dalam mereduksi perilaku konsumtif siswa. c. Bagi peneliti Penelitian ini menjadi pengalaman berharga dalam membangun kompetensi konselor sekaligus diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi untuk penelitian selanjutnya..