JPPM Vol. 10 No. 2 (2017) ASOSIASI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DENGAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI MODEL ALBERTA Rafiq Badjeber Pendidikan Matematika Universitas Alkhairaat rafiqbadjeber@yahoo.co.id ABSTRACT This research is a quantitative research that aims to examine the association between student s mathematical reasoning ability and student s mathematical connection ability who gotten inquiry learning of Alberta. This research was cross-sectional design. The population in this research were all students at class VIII in one of the junior high school in Palu and as a sample selected the students using purposive sampling technique. The instrument used to collect the data consist of the mathematical reasoning ability test and mathematical connection ability test. The results showed that there is association between student s mathematical reasoning ability and student s mathematical connection ability who gotten inquiry learning of Alberta. Keyword: Mathematical Reasoning, Mathematical Connectiony, Inquiry learning of Alberta. ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian kuantitiatif yang bertujuan mengkaji asosiasi antara kemampuan penalaran matematis dan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta. Penelitian menggunakan rancangan cross-sectional design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII salah satu SMP di Kota Palu dan sebagai sampel dipilih siswa dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen dalam penelitian ini meliputi tes kemampuan penalaran matematis dan kemampuan koneksi matematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat asosiasi antara kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta. Kata kunci: Penalaran Matematis, Koneksi Matematis, Pembelajaran Inkuiri Model Alberta. A. PENDAHULUAN Matematika merupakan suatu ilmu yang terstruktur, hirarkis serta sistematis karena setiap konsep atau prinsip di dalamnya saling memiliki hubungan serta keterkaitan. (Permana dan Sumarmo, 2013, hlm. 117). Pembelajaran matematika memiliki visi diantaranya adalah memberikan kemampuan bernalar dengan logis, sistematis, kritis dan cermat, menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa keindahan terhadap keteraturan unsur-unsur dalam matematika, serta mengembangkan sikap objektif dan terbuka (Sumarmo, 2013, hlm. 3). Hal-hal tersebut sejalan dengan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) yang mengemukakan lima standar utama dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah ( problem solving), kemampuan komunikasi ( communication), kemampuan koneksi ( connection), kemampuan penalaran ( reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Ruseffendi (2006, hlm. 260) menyebutkan bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berkaitan dengan ide, proses dan penalaran, sehingga dalam aktivitasnya matematika banyak menggunakan aspek penalaran. Kemampuan bernalar sangat dibutuhkan dalam berbagai segi kehidupan, termasuk dalam bidang matematika karena bisa meningkatkan kemampuan seseorang dalam menganalisis setiap masalah yang muncul 50
Rafiq Badjeber secara cermat, dapat memecahkan masalah dengan baik, dapat menilai sesuatu secara kritis dan objektif, serta dapat mengemukakan pendapat maupun idenya dengan logis (Shadiq, 2007, hlm. 7). Hal ini sejalan dengan Yoong (2006, hlm. 9) yang mengemukakan bahwa siswa yang memiliki kemampuan penalaran yang baik tidak akan terpaku pada suatu aturan atau prinsip yang berlaku, sehingga apabila dia lupa dengan prinsip tersebut tetap akan mampu menyelesaikan masalah yang diberikan menggunakan kemampuan nalarnya. Kemampuan penalaran matematis dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan matematisnya yaitu dari hanya sekedar kemampuan mengingat. Oleh karena itu, siswa akan lebih fleksibel dalam memahami suatu konsep matematika jika bisa menggunakan kemampuan nalarnya dengan baik. Koneksi merupakan suatu hubungan atau keterkaitan dari beberapa unsur. Dalam pembelajaran matematika, unsur-unsur tersebut dapat berupa konsep, prinsip atau prosedur. Kemampuan koneksi matematis merupakan kemampuan untuk mengaitkan konsep, prinsip atau prosedur yang terdapat di dalam matematika dengan matematika itu sendiri, dengan bidang ilmu lain serta dengan kehidupan sehari-hari (Sumarmo, 2013, hlm. 149). Pada saat mempelajari suatu pengetahuan baru, seorang pembelajar membutuhkan pengalaman dan pengetahuan lama yang berkaitan yang telah diperoleh sebelumnya. Mousley (2004, hlm. 383) menyatakan bahwa making of connection merupakan bagian yang penting bagi semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran matematika yang bertujuan untuk membangun pemahaman matematis. Melalui pembelajaran yang menekankan keterhubungan antar ide dan gagasan matematis, wawasan siswa akan menjadi lebih luas dan terbuka dalam memandang suatu topik. Siswa tidak hanya belajar tentang topik matematika, tetapi juga kegunaan matematika. NCTM (2000, hlm. 56) menyatakan bahwa kemampuan penalaran merupakan suatu kemampuan yang mendukung seorang siswa untuk bisa mengembangkan dan mengekspresikan pengetahuan mereka tentang suatu fenomena baik konsep maupun prinsip matematika yang dihadapi. Karakirik (dalam Susanti, 2012, hlm. 293) menyarankan bahwa aktivitas awal dalam mengkomunikasikan dan mengkoneksikan ide-ide matematis adalah penggunaan manipulatif siswa dalam penjelasan penalaran matematis mereka. Dengan demikian terdapat keterkaitan antara kemampuan penalaran dan koneksi matematis yang dimiliki siswa. Namun, Lembke dan Reys (dalam Bergeson, 2000, hlm. 38) yang melakukan studi tentang kemaampuan koneksi memperoleh hasil bahwa siswa dapat mendaftar konsepkonsep matematika yang terkait dengan masalah riil, tetapi hanya sedikit siswa yang mampu menjelaskan mengapa konsepnya digunakan dalam aplikasi itu. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mampu mengkoneksikan konsep dalam matematika tetapi belum bisa untuk memberikan alasan menggunakan nalar mengapa konsep tersebut yang digunakan. NCTM (dalam Sumarmo, 2013, hlm. 31) menyebutkan bahwa pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pengembangan daya matematis siswa yang meliputi kemampuan menggali, menyusun konjektur dan menalar logis, menyelesaikan soal non-rutin, memecahkan masalah, berkomunikasi secara matematis dan mengaitkan ide matematis dengan kegiatan intelektual lainnya. Studi yang dilakukan Sumarmo, dkk (dalam Herman, 2007, hlm. 44) menunjukkan bahwa agar kemampuan penalaran dan berpikir matematis siswa dapat berkembang optimal, siswa harus memiliki kesempatan yang sangat terbuka untuk berpikir dan beraktivitas dalam memecahkan berbagai permasalahan. Selain itu pembelajaran matematika dituntut agar menjadikan cara pandang siswa menjadi lebih luas dan terbuka dalam memandang suatu topik. Siswa bukan hanya sekedar belajar suatu topik matematika, tetapi juga kegunaan dari topik tersebut. Hal ini 51
Asosiasi Kemampuan Penalaran Matematis Siswa didukung oleh Anthony (dalam Riyanto dan Siroj, 2011, hlm. 115) yang mengemukakan bahwa: learning is a process of knowledge construction, not of knowledge recording or absorption; 2) learning is knowledge-dependent; people use current knowledge to construct new knowledge; and 3) the learner is aware of the processes of cognition and can control and regulate them. Salah satu pembelajaran yang memungkinkan siswa memiliki pengalaman belajar yang lebih banyak tentang cara. B. METODE PENELITIAN Dalam mengkaji hubungan antara kemampuan penalaran, koneksi matematis serta kemandirian belajar siswa digunakan rancangan cross-sectional design (Cresswel, 2010, hlm. 217). Penelitian ini di kelas VIII pada salah satu SMP Negeri di kota Palu. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian mengemukakan temuan yang mereka peroleh dengan menggunakan nalar yang logis serta mengaitkan pengetahuanpengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya dengan pengetahuan baru adalah melalui pembelajaran inkuiri. Siswa akan memperoleh kesempatan untuk mengekplorasi kemampuan yang mereka miliki dalam mengkonstruksi pemahaman terhadap suatu pengetahuan baru. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat asosiasi antara kemampuan penalaran matematis dengan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta? penalaran matematis serta kemampuan koneksi matematis. Data nilai postes siswa dikategorikan dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk masing-masing kemampuan yang dimiliki yaitu kemampuan penalaran matematis dan kemampuan koneksi matematis. Kriteria untuk setiap kemampuan tersebut dimuat dalam tabel berikut. terdiri dari tes kemampuan Tabel 1. Kriteria Kategorisasi Kemampuan Matematis Siswa Kriteria Penalaran Matematis Koneksi Matematis Tinggi 70 KPM 100 70 KKM 100 Sedang 50 KPM < 70 50 KKM < 70 Rendah 0 KPM < 50 0 KKM < 50 Rumus yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya asosiasi antar koneksi matematis siswa adalah sebagai berikut (Sudjana, 2005, hlm. 280): = ( ) Keterangan : Banyak baris : Banyak kolom : Frekuensi observasi pada baris ke-, kolom ke- : Frekuensi ekspektasi pada baris ke-, kolom ke- Besarnya derajat asosiasi antara kedua variabel dihitung dengan menggunakan rumus koefisien kontingensi = yang selanjutnya dibandingkan terhadap koefisien kontingensi maksimum = (Sudjana, 2005, hlm. 282) dengan adalah harga minimum banyaknya baris dan banyaknya kolom. 52
Rafiq Badjeber Adapun Klasifikasi derajat asosiasi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Klasifikasi Derajat Asosiasi Nilai C Klasifikasi C = 0 Tidak terdapat asosiasi 0 < C < 0,20.C maks Asosiasi sangat rendah 0,20.C maks C < 0,40. C maks Asosiasi rendah 0,40.C maks C < 0,70. C maks Asosiasi cukup 0,70.C maks C < 0,90. C maks Asosiasi tinggi 0,90.C maks C < C maks Asosiasi sangat tinggi C = C maks Asosiasi sempurna C. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil postes kemampuan koneksi matematis disajikan dalam gambar berikut. 7,69 7,38 Penalaran Koneksi Gambar 1. Data Tes Kemampuan Penalaran Matematis dan Koneksi Matematis Siswa Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya asosiasi antara kemampuan penalaran matematis dengan kemampuan koneksi matemati. Analisis asosiasi dilakukan dengan menggunakan ujichi kuadrat. Data yang dianalisis adalah data tes kemampuan koneksi matematis. Sebelum dianalisis, data hasil tes tersebut terlebih dahulu dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Rangkuman jumlah siswa hasil kategorisasi untuk masing-masing kemampuan matematis tersebut disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Jumlah Siswa Setiap Kategori Kemampuan Matematis Kategori Kemampuan Matematis Tinggi Sedang Rendah Total Penalaran matematis 11 8 3 32 Koneksi Matematis 16 13 3 32 Data jumlah siswa yang telah dikelompokkan sesuai kategori kemampuan matematisnya disajikan di dalam tabel kontingensi berukuran 3 x 3. Tabel berikut ini menyajikan hasil pengelompokkan data tes kemampuan koneksi matematis siswa. 53
Asosiasi Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Tabel 4. Kontingensi Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Koneksi Matematis Kemampuan Koneksi Tinggi Sedang Rendah Total Tinggi 7 4 0 11 Kemampuan Sedang 9 8 1 18 Penalaran Rendah 0 1 2 3 Total 16 13 3 32 Berdasarkan tabel 4, diketahui terdapat 7 orang siswa yang memiliki kemampuan penalaran dan koneksi tinggi; 4 orang siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi dan kemampuan koneksi sedang; tidak ada siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi dan kemampuan koneksi rendah; 9 orang siswa yang memiliki kemampuan penalaran sedang dan kemampuan koneksi tinggi; 8 orang siswa yang memiliki kemampuan penalaran dan kemampuan koneksi sedang; 1 orang siswa yang memiliki kemampuan penalaran sedang dan kemampuan koneksi rendah; tidak ada siswa yang memiliki kemampuan penalaran rendah dan kemampuan koneksi tinggi; 1 orang siswa yang memiliki kemampuan penalaran rendah dan kemampuan koneksi sedang; serta 2 orang siswa yang memiliki kemampuan penalaran dan kemampuan koneksi rendah. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran matematis tinggi paling banyak memiliki kemampuan penalaran koneksi yang tinggi pula. Sementara itu, siswa yang memiliki kemampuan penalaran matematis rendah cenderung juga memiliki kemampuan koneksi matematis yang rendah. Uji asosiasi ini menggunakan uji statistik chi-kuadrat yang dilakukan dengan bantuan software SPSS 20.0. Rangkuman hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Asosiasi Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Koneksi Matematis Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Keterangan Pearson Chi-Square 13,877 4 0,008 H 0 ditolak N of Valid Cases 32 Tabel 5 menunjukkan hasil uji asosiasi kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,008 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga H 0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat asosiasi antara kemampuan penalaran matematis dengan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta. Setelah diperoleh nilai chi-kuadrat, selanjutnya dihitung besarnya koefisien kontingensi antara kemampuan penalaran matematis dan kemampuan koneksi matematis siswa. Hasil perhitungan yang dilakukan disajikan dalam tabel berikut. Tabel 6. Koefisien Kontingensi Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Koneksi Matematis Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient 0,550 N of Valid Cases 32 54
Rafiq Badjeber Berdasarkan tabel 6 didapatkan bahwa koefisien kontingensi adalah sebesar 0,550. Selanjutnya untuk menentukan besarnya derajat asosiasi antara kemampuan koneksi matematis terlebih dahulu dihitung koefisien kontingensi maksimum. Karena tabel kontingensi yang disusun berukuran 3x3, maka diperoleh nilai sebesar 0,817. Berdasarkan klasifikasi yang ada, besar derajat asosiasi antara kemampuan koneksi matematis berada pada kategori cukup. Kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan berfikir secara sistematis untuk menarik suatu kesimpulan atau dalam rangka membuat suatu pernyataan baru berdasarkan pada beberapa fakta atau asumsi yang telah dijamin kebenaran dan kesahihannya. Menurut Ball dan Bass (dalam Susanti, 2012, hlm. 2 91), proses penting dalam penalaran ketika mengintegrasikan sejumlah ide menjadi satu kesatuan yang koheren yaitu membuat hubungan antara ide-ide tersebut serta alasan keterkaiatannya dan bagaimana sejumlah ide secara bersama-sama membentuk suatu argumen dalam memecahkan masalah. Penalaran merupakan operasi intelek yang tidak hanya berhenti pada konsep, proposisi, D. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis temuan dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa terdapat asosiasi antara kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta. Dengan memperhatikan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti menyarankan agar dalam mengembangkan kemampuan koneksi matematis siswa dan penilaian, melainkan juga menghasilkan pengetahuan baru berdasarkan atas pengetahuan yang telah dicapai. Dengan berpandangan bahwa salah satu karakteristik matematika di antaranya merupakan suatu ilmu yang terstruktur, hirarkis dan sistematis,maka dalam mengkonstruksi atau menyusun suatu pernyataan baru tentu konsep atau prinsip yang dipelajari membutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang telah kita miliki sebelumnya. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan koneksi matematis yang baik agar dapat mengaitkan konsep atau prinsip dalam matematika yang telah dipelajari untuk dapat mengkonstruksi suatu kesimpulan atau pernyataan baru. Begitupun sebaliknya, dengan kemampuan penalaran yang tinggi seseorang akan dapat dengan cermat memilih dan menghubungkan konsep atau prinsip yang terdapat dalam matematika. Hal ini sejalan dengan yang disebutkan di dalam NCTM (2000, hlm. 56) bahwa kemampuan penalaran merupakan suatu kemampuan yang mendukung siswa agar mengembangkan pengetahuan mereka tentang mereka tentang suatu fenomena baik konsep maupun prinsip matematika yang dihadapi. Hal ini berarti bahwa kemampuan penalaran dan koneksi matematis yang dimiliki seseorang saling memiliki keterkaitan satu sama lain. hendaknya guru juga memperhatikan kemampuan penalaran matematis yang telah dimiliki siswanya sebagai salah satu penunjang, begitupun sebaliknya. Selain itu, pembelajaran inkuiri model Alberta merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan agar siswa dapat mengaitkan kemampuan penalaran matematis dan kemampuan koneksi mateamatis. 55
Asosiasi Kemampuan Penalaran Matematis Siswa DAFTAR PUSTAKA Bergeson, T. (2000). Teaching and learning mathematics: using research to shift from the yesterday mind to the tommorow mind. (Online). Diakses dari http://www.k12.wa.us/research/pubd ocs/pdf/mathbook.pdf. Herman, T. (2007). Pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa SMP. (Online). Diakses dari http://file.upi.edu/direktori/fpmipa/ JUR._PEND._MATEMATIKA/1962 10111991011-TATANG_HERMAN/ Artikel/makalah1-taher.pdf. Mousley, J. (2004). An aspect of mathematical understanding: the notion of connected knowing. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education (hlm. 377-384). Melbourne : Deakin University Press. National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and standards for school mathematics. Reston, VA: NCTM. Permana, Y & Sumarmo, U. (2007). Mengembangkan kemampuan penalaran dan koneksi matematik siswa SMA melalui pembelajaran berbasis masalah. Jurnal Educationist, 1(2), hlm. 116-123. Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito. Shadiq, J. (2007). Penalaran atau reasoning? Mengapa perlu dipelajari para siswa di Sekolah. Yogyakarta : PPPPTK Matematika. Sudjana. (2005). Metoda statistika. Bandung: Tarsito Sumarmo. Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematika Serta Pembelajarannya. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika F-MIPA UPI. Susanti, E. (2012). Meningkatkan penalaran siswa melalui koneksi matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY (hlm. 289-296). Yogyakarta : UNY Press. Yoong, W K. (2006). Enhancing mathematical reasoning at secondary school level. (Online). Diakses dari: http://math.nie.edu.sg/ame/mtc06/ma thematics%20teachers%27%20conf erence%20wongky%20math%20r easoning.pdf 56