RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

lintas program dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BUPATI BANGKA TENGAH

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

2 Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

PENANGGULANGAN KEMISKINAN HLM, LD Nomor 4 SERI D

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN UNTUK USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2012 TENTANG PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta terpenuhi kebutuhan dasarnya, untuk mencapai kehidupan yang sejahtera lahir dan batin sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar warga negara untuk hidup sejahtera lahir dan batin secara terencana, terarah, dan berkelanjutan; c. bahwa pembangunan nasional yang selama ini berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tidak sepenuhnya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat terutama fakir miskin, sehingga diperlukan kebijakan pembangunan nasional yang berpihak pada fakir miskin secara menyeluruh, terus-menerus, bertahap, dan berkesinambungan; d. bahwa pengaturan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar fakir miskin masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan pengaturan penanganan fakir miskin yang terintergrasi dan terkoordinasi; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Penanganan Fakir Miskin; Mengingat : Pasal 20 ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. 2. Penyelenggaraan Penanganan Fakir Miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara. 3. Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat, terutama fakir miskin agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. 4. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik. 5. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 7. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penanganan fakir miskin. 8. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi. Pasal 2 Penanganan fakir miskin berasaskan: a. kemanusiaan; 2

b. keadilan sosial; c. non-diskriminasi; d. kesejahteraan; e. kesetiakawanan; dan f. pemberdayaan. Pasal 3 Penyelenggaraan penanganan fakir miskin bertujuan untuk: a. meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar serta kemampuan berusaha fakir miskin; b. mewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial bagi fakir miskin untuk memperoleh kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan; dan c. memberikan rasa aman bagi kelompok fakir miskin. BAB II HAK DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 4 Fakir miskin berhak: a. memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan perumahan; b. memperoleh pelayanan kesehatan; c. memperoleh pendidikan dasar dan lanjutan yang dapat meningkatkan martabatnya; d. mendapatkan perlindungan sosial dalam membangun, mengembangkan, dan memberdayakan diri dan keluarganya sesuai dengan karakter budayanya; e. mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial dan rehabilitasi sosial dalam membangun, mengembangkan, dan memberdayakan diri dan keluarganya. f. memperoleh derajat kehidupan yang layak; g. menikmati hidup dan lingkungan yang sehat; dan h. meningkatkan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan. Pasal 5 Fakir miskin bertanggung jawab: a. menjaga diri dan keluarganya dari perbuatan yang dapat merusak kesehatan, kehidupan sosial, dan ekonominya; 3

b. meningkatkan kepedulian dan ketahanan sosial dalam bermasyarakat; dan c. memberdayakan dirinya untuk mandiri dan meningkatkan taraf kesejahteraan serta berpartisipasi dalam upaya penanganan kemiskinan. BAB III PENYELENGGARAAN PENANGANAN Bagian Kesatu Umum Pasal 6 Penanganan fakir miskin diselenggarakan sebagai satu kesatuan sistemik yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Pasal 7 (1) Sasaran penanganan fakir miskin ditujukan kepada: a. perseorangan; b. keluarga; dan/atau c.kelompok/masyarakat. (2) Sasaran penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada: a. orang lanjut usia terlantar; b. penyandang cacat fisik; c. penyandang cacat mental; d. penderita penyakit kronis; dan/atau e. orang yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi. Pasal 8 (1) Penanganan fakir miskin dilaksanakan dalam bentuk: a. bantuan pangan dan sandang; b. penyediaan pelayanan perumahan dan permukiman; c. penyediaan pelayanan kesehatan; d. penyediaan pelayanan pendidikan; e. penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha; f. jaminan sosial; g. penyuluhan dan bimbingan; dan/atau h. pelayanan sosial. 4

(2) Penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui: a. pemberdayaan kelembagaan masyarakat sebagai jaminan terhadap partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar; b. peningkatan kapasitas fakir miskin untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha; c.jaminan dan perlindungan sosial untuk memberikan rasa aman bagi fakir miskin yang antara lain disebabkan oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial; dan d. kemitraan dan kerjasama antar pemangku kepentingan dan lembaga internasional. Bagian Kedua Pendataan dan Penetapan Fakir Miskin Paragraf 1 Pendataan Pasal 9 (1) Untuk dapat melaksanakan penanganan fakir miskin, Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pendataan yang dibutuhkan bagi kebijakan penanganan fakir miskin. (2) Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara aktif untuk memperoleh data yang akurat. (3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. data fakir miskin berdasarkan sasaran penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1); b. data cakupan area kelaparan dan/atau kurang gizi; c. data kelompok rentan atau kelompok khusus; dan d. data ketahanan pangan. (4) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pemutakhiran data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setiap tahun. Paragraf 2 Penetapan Pasal 10 5

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menetapkan fakir miskin berdasarkan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a setelah dilakukan verifikasi. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan dan/atau pemberdayaan. Pasal 11 Setiap orang dilarang memalsukan data verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1). Bagian Ketiga Bentuk Penanganan Paragraf 1 Bantuan Pangan dan Sandang Pasal 12 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan bantuan pangan sebagai upaya pemenuhan standar gizi bagi fakir miskin agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan bantuan sandang yang layak. 6

Paragraf 2 Perumahan dan Permukiman Pasal 13 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab memberikan kemudahan kepada fakir miskin untuk menempati rumah negara atau rumah susun negara yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. (2) Kemudahan untuk menempati rumah negara atau rumah susun negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan bagi fakir miskin yang tidak berpenghasilan karena melampaui usia produktif, lansia, dan terlantar. (3) Pelaksanaan ketentuan mengenai kemudahan menempati rumah negara atau rumah susun negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Paragraf 3 Kesehatan Pasal 14 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi fakir miskin. (2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bebas biaya dan bermutu. (3) Pelaksanaan ketentuan mengenai penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Paragraf 4 Pendidikan Pasal 15 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan, bantuan pendidikan, atau keterampilan khusus bagi fakir miskin. (2) Pemberian biaya pendidikan, bantuan pendidikan, atau keterampilan khusus bagi fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya untuk memperoleh pendidikan yang bebas biaya dan bermutu. 7

(3) Pelaksanaan ketentuan pemberian biaya pendidikan, bantuan pendidikan atau pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 5 Penyediaan Akses Kesempatan Kerja dan Berusaha Pasal 16 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan berusaha bagi fakir miskin. (2) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui upaya: a. penyediaan lapangan kerja yang bersifat padat karya; b. peningkatan akses fakir miskin terhadap pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai usaha ekonomi produktif; dan c. peningkatan akses berusaha melalui Lembaga Keuangan Mikro. (3) Ketentuan mengenai pelaksanaan kesempatan kerja dan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 6 Jaminan Sosial Pasal 17 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyelenggarakan jaminan sosial bagi fakir miskin dalam bentuk asuransi fakir miskin dan bantuan langsung berkelanjutan. (2) Ketentuan mengenai pelaksanaan jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 7 Penyuluhan dan Bimbingan Pasal 18 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyelenggarakan penyuluhan dan bimbingan bagi fakir miskin agar mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam meningkatkan kualitas hidupnya. (2) Pemberian penyuluhan dan bimbingan diprioritaskan kepada sasaran penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) (3) Selain kepada sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyuluhan dan bimbingan diberikan kepada: 8

a. para ibu selama periode sebelum hamil, masa kehamilan, sesudah melahirkan dan menyusui, sehingga dapat melahirkan generasi yang sehat dan bekualitas; b. anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang, pendidikan dan kesehatan; dan c. keluarga yang anggotanya tidak mengonsumsi zat adiktif. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyuluhan dan bimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah Paragraf 8 Pelayanan Sosial Pasal 19 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan sosial bagi fakir miskin. (2) Pelayanan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. meningkatkan fungsi sosial, aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar, dan kualitas hidup fakir miskin. b. meningkatkan kemampuan, kepedulian masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin secara melembaga dan berkelanjutan; c.meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah, menangani masalah kemiskinan; dan d. meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin. Bagian Keempat Penanganan khusus bagi kelompok/masyarakat fakir miskin Pasal 20 Penanganan khusus bagi kelompok/masyarakat fakir miskin diselenggarakan berdasarkan kekhususan daerah/wilayah yang meliputi: a. fakir miskin di daerah/wilayah perdesaan b. fakir miskin di daerah/wilayah perkotaan c. fakir miskin di kawasan pesisir d. fakir miskin di daerah/wilayah tertinggal Pasal 21 Upaya penanganan fakir miskin perdesaan dilakukan melalui: a. peningkatan pembangunan prasarana transportasi, telekomunikasi dan listrik; b. pengembangan pusat layanan informasi perdesaan; c. pengembangan industri perdesaan; dan 9

d. peningkatan kemampuan pemerintah dan masyarakat desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan. Pasal 22 Upaya penanganan fakir miskin perkotaan dilakukan melalui: a. penyediaan tempat dan ruang usaha bagi fakir miskin; b. pengembangan lingkungan permukiman yang sehat dengan melibatkan masyarakat; c. penghapusan berbagai aturan yang menghambat pengembangan usaha, d. pengembangan forum lintas pelaku; dan e. peningkatan rasa aman dari tindak kekerasan. Pasal 23 Upaya penanganan fakir miskin kawasan pesisir dilakukan melalui: a. peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan petani ikan kecil; b. penguatan lembaga dan organisasi masyarakat nelayan; c. peningkatan dalam pemeliharaan daya dukung serta mutu lingkungan pesisir dan kelautan; dan d. peningkatan keamanan berusaha bagi nelayan serta pengamanan sumberdaya kelautan dan pesisir dari pencurian pihak asing. Pasal 24 Upaya penanganan fakir miskin yang berada di wilayah tertinggal dilakukan melalui: a. pembangunan prasarana dasar listrik, transportasi, jalan, air bersih, telekomunikasi dan informasi; b. pengembangan ekonomi lokal bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam, budaya, adat istiadat dan kearifan lokal secara berkelanjutan; dan c. peningkatan perlindungan terhadap aset masyarakat lokal. Pasal 25 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan upaya penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 10

Bagian Kelima Penyaluran Bantuan Pasal 26 (1) Penyaluran bantuan kepada fakir miskin diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah secara komprehensif dan terkoordinir. (2) Penyaluran bantuan dapat dilakukan oleh lembaga non-pemerintah. (3) Penyaluran bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan koordinasi terlebih dahulu dengan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah setempat. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penyaluran bantuan diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB IV TUGAS DAN WEWENANG Bagian Kesatu Pemerintah Pasal 27 Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin, Pemerintah bertugas: a. memberdayakan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir miskin tingkat nasional; b. memfasilitasi dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dan strategi penanganan kemiskinan pada tingkat nasional; c. mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi dalam penanganan fakir miskin pada tingkat nasional; d. mengevaluasi kebijakan dan strategi penyelenggaraan penanganan fakir miskin pada tingkat nasional; e. menyusun dan menyediakan basis data fakir miskin; dan f. mengalokasikan dana dalam APBN untuk penyelenggaraan penanganan fakir miskin. Pasal 28 Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan dan strategi penanganan fakir miskin pada tingkat nasional. 11

Bagian Kedua Pemerintah Daerah Provinsi Pasal 29 (1) Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin, pemerintah provinsi bertugas: a. memberdayakan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir miskin lintas kabupaten/kota; b. memfasilitasi, mengoordinasi, serta menyosialisasikan pelaksanaan kebijakan dan strategi penanganan fakir miskin lintas kabupaten/kota; c. mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program dalam penanganan fakir miskin lintas kabupaten/kota; d. mengevaluasi pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program penyelenggaraan penanganan fakir miskin lintas kabupaten/kota; e. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan permukiman lintas kabupaten/kota; f. mengalokasikan dana dalam APBD untuk penyelenggaraan penanganan fakir miskin. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Provinsi berwenang menetapkan kebijakan, strategi, dan program dari tingkat nasional dalam bentuk rencana penanganan fakir miskin daerah. Bagian Ketiga Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Pasal 30 (1) Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin, Pemerintah Kabupaten/Kota bertugas: a. melaksanaan pemberdayaan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir miskin pada skala kabupaten/kota; b. memfasilitasi, mengoordinasikan dan menyosialisasikan pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program penyelenggaraan penanganan kemiskinan, dengan memperhatikan kebijakan provinsi dan kebijakan nasional; c. melaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap kebijakan, strategi, serta program dalam penanganan fakir miskin pada skala kabupaten/kota; d. melaksanakan evaluasi terhadap kebijakan serta strategi dan program pada skala kabupaten/kota; 12

e. menyediakan sarana dan prasarana bagi penanganan fakir miskin; f. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan permukiman berbasis kelurahan dan kecamatan; g. mengalokasikan dana dalam APBD untuk menyelenggarakan penanganan fakir miskin. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota berwenang menetapkan kebijakan, strategi, serta program kabupaten/kota dalam penanganan fakir miskin dalam bentuk rencana aksi penanganan fakir miskin di daerah. BAB V SUMBER DAYA Bagian Kesatu Umum Pasal 31 Sumber daya penyelenggaraan penanganan fakir miskin meliputi: a. sumber daya manusia; b. sarana dan prasarana; dan c. sumber pendanaan. Bagian Kedua Sumber Daya Manusia Pasal 32 (1) Sumber daya manusia penyelenggaraan penanganan fakir miskin terdiri dari: a. tenaga penanganan fakir miskin; b. relawan; dan c. penyuluh. (2) Tenaga penanganan fakir miskin dan penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c minimal memiliki kualifikasi: a. pendidikan di bidang kesejahteraan; b. pelatihan dan keterampilan pelayanan sosial; dan/atau c. pengalaman melaksanakan pelayanan sosial. 13

Pasal 33 (1) Tenaga penanganan fakir miskin dan penyuluh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a dan huruf c dapat memperoleh: a. pendidikan; b. pelatihan; c. promosi; d. tunjangan; dan/atau e. penghargaan. (2) Relawan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b dapat memperoleh penghargaan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Ketiga Sarana dan Prasarana Pasal 34 (1) Sarana dan prasarana penyelenggaraan penanganan fakir miskin meliputi: a. panti sosial; b. pusat kesejahteraan sosial; c. rumah singgah; atau d. rumah perlindungan sosial. (2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki standar minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar minimum sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Sumber Pendanaan Pasal 35 (1) Sumber pendanaan penyelenggaraan penanganan fakir miskin meliputi: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; c. sumbangan masyarakat; 14

d. dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan; e. bantuan asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan f. sumber pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan. (2) Pengalokasian sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pengumpulan dan penggunaan sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Bantuan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa hibah dan mekanisme penggunaan dan pelaporannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 36 Setiap orang perseorangan dan korporasi dilarang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1). Pasal 37 Usaha pengumpulan dan penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat bagi kepentingan penanganan fakir miskin selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. BAB VI KOORDINASI DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Koordinasi Pasal 38 (1) Pemerintah mengoordinasikan kebijakan penanganan fakir miskin antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah daerah dan antarpemerintah daerah. (2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan penangan fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri. 15

(3) Menteri dalam mengoordinasikan kebijakan penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat membentuk badan yang menangani fakir miskin. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tatacara koordinasi dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pengawasan dan Evaluasi Pasal 39 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan penanganan fakir miskin. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah membangun sistem pengawasan dan evaluasi yang terpadu. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman sistem pengawasan dan evaluasi yang terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 40 (1) Masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan dan pengawasan penanganan fakir miskin. (2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh: a. perorangan; b. keluarga; c. kelompok; d. organisasi sosial; e. yayasan; f. lembaga swadaya masyarakat; g. organisasi profesi; h. pelaku usaha; dan/atau i. organisasi kemasyarakatan. (3) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan masyarakat sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial terhadap penanganan fakir miskin. 16

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 41 Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 10, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Pasal 42 (1) Setiap orang perseorangan yang melanggar ketentuan Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). (2) Korporasi yang melanggar ketentuan Pasal 36 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 43 (1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai penanganan fakir miskin dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. (2) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. 17

Pasal 44 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal. MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, Disahkan di Jakarta pada tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd SUSILO BAMBANG YUDHOYONO PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR. 18