WALIKOTA SURAKARTA PERATURANWALIKOTASURAKARTA NOMOR 0 TAHUN ~O\'~ TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL DENGAN RAHMATTUHANYANGMAHAESA WALIKOTASURAKARTA, Menimbang a. bahwa sebagai tindak lanjut berlakunya Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2008 ten tang Kesetaraan Difabel, maka perlu adanya petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah dimaksud; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka perlu membentuk Peraturan Walikota te):1tang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kesetaraan Difabel; Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3039); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia...
- 2 - Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3475); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670); 7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 ten tang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 11.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 12. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana te1ah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang...
- 3 - tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ten tang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 14. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 15. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 16. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4955); 17. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3754); 19. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan; 20. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kesetaraan Difabel (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 2); 21. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 6) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2011 Nomor 14); MEMUTUSKAN
-4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan PERATURAN WALIKOTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAHKOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KESETARAAN DIFABEL. BABI KETENTUANUMUM Pasall Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan: I. Daerah adalah Daerah Kota Surakarta; 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai un sur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 3. Walikota adalah Walikota Surakarta; 4. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. 5. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. 6. Difabel atau penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari: a. penyandangcacatfis~; b. penyandang cacat mental; c. penyandang cacat fis~ dan mental. 7. Kesetaraan difabel adalah kondisi yang menjamin terwujudnya keadilan bagi difabel. 8. Rehabilitasi adalah upaya yang meliputi semua tindakan untuk mempersiapkan difabei dalam proses integrasi dengan masyarakat. 9. Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada difabel atau penyandang cacat yang tidak mampu, yang bersifat tetap, agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya. 10. Aksesibilitas fisik adalah kemudahan yang disediakan bagi difabel atau penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. BABII PELAYANANHAK-HAKDIFABEL Pasal2 Pelayanan hak-hak difabel oleh Pemerintah Daerah meliputi: a. aksesibilitas fis~; b. rehabilitasi...
- 5 - b. rehabilitasi; c. pendidikan; d. kesempatan kerja; e. peran serta dalam pembangunan; dan f. bantuan sosial. BAS III AKSESIBILITAS FISIK Pasal3 (1) Setiap pengadaan sarana dan prasarana umum yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah danj atau masyarakat, wajib menyediakan aksesibilitas fisiko (2) Penyediaan aksesibilitas fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menciptakan keadaan dan linglrungan yang lebih menunjang difabel atau penyandang cacat agar sepenuhnya dapat hidup bermasyarakat. Pasal4 Aksesibilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan pada sarana dan prasarana umum yang meliputi : a. aksesibilitas pada bangunan umum; b. aksesibilitas pada jalan umum; c. aksesibilitas pada pertamanan dan pemakaman umum; dan d. aksesibilitas pada angkutan umum. Pasal5 (1) Aksesibilitas pada bangunan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilaksanakan dengan menyediakan akses jalan masuk kursi roda berupa ramp, tanda-tandajpetunjuk dengan tulisan latin dan braille, toilet yang akses kursi roda, tempat parkir khusus difabel, dan lift/ elevator un tuk bangunan bertingkat. (2) Aksesibilitas pada jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dilaksanakan dengan menyediakan akses jalur untuk pejalan kaki, akses bagi kursi roda dan ada guiding block untuk tuna netra, ada rambu-rambujpetunjuk dengan tulisan danjatau gambar j symbol. (3) Aksesibilitas pada pertamanan dan pemakaman umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dilaksanakan dengan menyediakan akses jalan masuk untuk kursi rodaj ramp, fasilitas pendukung yang dapat diakses...
- 6 - diakses kursi roda (toilet dan lain-lain), jalan dan trotoar bagi kursi roda. (4) Aksesibilitas pada angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dilaksanakan dengan menyediakan akses tempat duduk khusus untuk difabel atau penyandang cacat dan pengguna kursi roda pada tempat fasilitas umum seperti angkutan bus, kereta api, dan lain-lain, jalur khusus (ramp) untuk kursi roda di terminal, halte, stasiun, bandara, shelter, dan tempat pemberhentian (transit) lainnya sesuai dengan kewenangan pengelolaan masing-masing satuan kerja perangkat daerah/ instansi. Pasal6 Aksesibilitas sarana dan prasarana pada bangunan umum atau fasilitas umum dimasukkan sebagai syarat mengajukan Ijin Mendirikan Bangunan. Pasal 7 Jika bangunan umum dan fasilitas umum tidak menyediakan aksesibilitas maka pemerintah daerah melalui Dinas yang membidangi penataan ruang kota memberikan surat teguran. BABIV REHABILITASI Bagian Kesatu Bentuk Pasal8 Bentuk tindakan rehabilitasi, sekurang-kurangnya bidang: a. medik; b. mental; c. pendidikan dan pelatihan; d. sosial; dan e. vokasional. meliputi Bagian Kedua Rehabilitasi Medik Pasal9 (1) Rehabilitasi medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dilaksanakan agar difabel atau penyandang cacat dapat... I
-7 - cacat dapat mencapai kemampuan fungsional secara maksimal. (2) Rehabilitasi medik sebagaimana dimaskud pada ayat (1) dilakukan dengan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui tindakan medik yang berupa pelayanan: a. dokter; b. psikologi; c. fisioterapi; d. okupasi terapi; e. terapi wicara; f. pemberian alat bantu atau alat pengganti; g. sosial medik; dan h. pelayanan medik lainnya. Bagian Ketiga Rehabilitasi Pendidikan dan Pelatihan Pasal 10 Rehabilitasi Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c bagi difabel atau penyandang cacat diberikan melalui sekolah-sekolah khusus (pendidikan khusus) dan regular (pendidikan inklusi). Pasalll Pendidikan inklusi dilaksanakan dengan memberikan pelatihan bagi guru-guru umum tentang pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus. Pasal12 Pemerintah Daerah dan/ atau penyelenggara pendidikan menyediakan guru pembimbing khusus pada sekolahsekolah regular bagi siswa-siswi berkebutuhan khusus yang membutuhkan. Bagian Keempat Rehabilitasi Sosial dan Jaminan Sosial Pasal13 Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hurnf d diberikan melalui bimbingan konseling (psikososial) pada sekolah-sekolah khusus dan sekolah inklusi. Pasal14...
-8- Pasal14 (1) Jarninan sosial diberikan melalui jarninan sosial kesehatan dan jarninan sosial alat bantu khusus. (2) Alat bantu khusus yang dimaksud antara lain dapat berupa kursi roda, kruk, brace, prothese, alat bantu dengar, tongkat dan alat bantu melihat (kaca mata). (3) Jaminan sosial kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan melalui sistem jaminan kesehatan masyarakat nasional maupun daerah. (4) Syarat dan tata cara pemberian jarninan alat bantu khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Satuan KeIja Perangkat Daerah yang ditunjuk oleh Walikota. Bagian Kelima Rehabilitasi Vokasional Pasal 15 Rehabilitasi vokasional sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 8 huruf e diberikan sesuai dengan minat, bakat, dan peluang keija yang tersedia. Pasal 16 Rehabilitasi vokasional sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 15 diberikan melalui lembaga pelatihan keija khusus difabel maupun lewat pendidikan dan pelatihan keija umum. Pasal 17 Lembaga pelatihan keija khusus difabel adalah Loka Bina Karya dan panti-panti atau institusi yang secara khusus menyelenggarakan pelatihan keija bagi difabel. Pasal 18 Pendidikan dan pelatihan keija umum adalah Balai Latihan KeIja dan lembaga atau institusi lain yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan keija bagi angkatan keija. BABV...
-9 - BAB V PENDIDIKAN Pasal19 Pendidikan bagi difabel diberikan melalui sekolah khusus dan sekolah inklusi. Pasal20 (1) Pendidikan khusus berfungsi memberikan pelayanan pendidikan bagi difabel yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, danl atau sosial. (2) Jenis kelainan difabel terdiri atas: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan 1. memiliki kelainan lain, dapat juga berwujud dari dua atau lebih kelainan yang disebut tuna ganda. Pasal21 Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan danl atau satuan pendidikan keagamaan. Pasal22 (1) Penyelenggaraan pendidikan khusus pada satuan pendidikan khusus berbentuk: a. Taman Kanak-kanak Luar Biasa atau yang sederajat; b. Sekolah Dasar Luar Biasa atau yang sederajat; c. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa; d. Sekolah Menengah Atas Luar Biasa atau yang sederajat; e. Sekolah Menengah Kejuruan Luar Biasa atau yang sederajat; f. Pendidikan Non Formal (2) Pemerintah...
- 10 - (2) Pemerintah Daerah menjamin tersedianya sumber daya pendidikan pada satuan pendidikan khusus meliputi : a. tenaga pendidik dan kependidikan; b. sarana prasarana; c. fasilitas modifikasi kurikulum Pasal23 Penyelenggaraan pendidikan khusus pada satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan dan/ atau satuan pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan inklusi. Pasal24 Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dalam 1 (satu) lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pasal25 (1) Pemerintah Daerah menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar, 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menye1enggarakan pendidikan inklusi yang wajib menerima peserta didik difabel paling sedikit 1 (satu) peserta didik dalam 1 (satu) rombongan belajar (kelas). (2) Pemerintah Daerah menjamin tersedianya sumber daya pendidikan inklusi pada satuan pendidikan yang ditunjuk meliputi: a. tenaga pendidik dan kependidikan; b. sarana dan prasarana; dan c. fasilitas modiftkasi kurikulum. Pasal26 Pemerintah Daerah melakukan pengawasan pendidikan khusus kewarganegaraannya. pembinaan dan sesuai dengan BAB VI...
- 11 - BABVI KESEMPATANKERJA Pasal27 Dinas yang mempunyai fungsi di bidang ketenagakeijaan membantu menyalurkan tenaga keija difabel ke perusahaan atau badan usaha yang ada di Daerah. Pasal28 Dinas yang mempunyai fungsi di bidang urusan Koperasi dan UMKM membantu tenaga keija difabel yang memiliki dan membutuhkan pengembangan usaha mandiri (wira usaha). Pasal29 Dinas yang mempunyai fungsi perindustrian dan perdagangan membantu menyalurkan dan/ atau memasarkan dan/atau memamerkan produk-produk difabel sesuai program dan kewenangan yang dimiliki. BABVII PERANSERTADALAMPEMBANGUNAN Pasal30 Difabel dan/atau kelompok (organisasi) difabel diikutsertakan dalam perencanaan pembangunan di tingkat kelurahan, tingkat kecamatan dan tingkat kota. Pasal31 Difabel dan/atau kelompok (organisasi) difabel dilibatkan dalam perencanaan dan monitoring pembangunan aksesibilitas pada sarana dan prasarana fasilitas umum. BABVIII BANTUANSOSIAL Pasal32 Bantuan sosial diberikan kepada difabel yang masuk kriteria keluarga miskin. Pasal33...
- 12 - Pasal33 Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dapat berupa uang atau barang sesuai kebutuhan difabel bersangkutan. Pasal34 Syarat dan tata cara pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 akan dilakukan oleh satuan keija perangkat daerah yang ditunjuk oleh Walikota. BAB IX KETENTUANPENUTUP Pasal35 Peraturan Walikota 1m mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Surakarta. Ditetapkan di Surakarta pada tanggal ~4 Mti ~Ol~ WALIKOTASURAKARTA, C77JF~ FX. HADI RUDYATMO Diundangkan di Surakarta pada tanggal =t1 ttgi t?,o l?> Bum SUHARTO BE TA DAERAH KOTASURAKARTATAHUN Q.Q\3 NOMOR l~