BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

APLIKASI SISTEM VERTICAL DAN HORIZONTAL SUB SURFACE FLOW WETLAND

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengolahan Air Limbah Domestik dengan Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Constructed Wetlands)

Dosen Magister Ilmu Lingkungan dan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNDIP Semarang

APLIKASI WETLAND. Prayatni Soewondo PRODI TEKNIK LINGKUNGAN, FTSL, ITB

BAB I PENDAHULUAN. mahluk hidup sebagian besar terdiri dari air. Disamping sebagai bagian penyusun

SKRIPSI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN LAHAN BASAH BUATAN MENGGUNAKAN RUMPUT PAYUNG (CYPERUS ALTERNIOFOLIUS) Oleh :

STUDI CONSTRUCTED WETLAND SEBAGAI SOLUSI PENCEMARAN DI SUB DAS TUKAD BADUNG KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI

BAB 1 PENDAHULUAN. pakaian. Penyebab maraknya usaha laundry yaitu kesibukan akan aktifitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN UKDW. peternakan semakin pesat. Daging yang merupakan salah satu produk

dangkal di Yogyakarta secara bakteriologis telah tercemar dan kandungan nitrat

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN TANAMAN Alisma plantago DALAM SISTEM LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-WETLAND)

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya gangguan terhadap kesehatan masyarakat (Sumantri, 2015). Salah satu

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 4, No 4 (2015)

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Keywords:Equisetum hyemale, SSF-Wetland, wastewater

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REMOVAL CEMARAN BOD, COD, PHOSPHAT (PO 4 ) DAN DETERGEN MENGGUNAKAN TANAMAN MELATI AIR SEBAGAI METODE CONSTRUCTED WETLAND DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Anis Artiyani Dosen Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1

dikelola secara individual dengan menggunakan pengolahan limbah yang berupa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

PENGOLAHAN AIR ASAM TAMBANG MENGGUNAKAN SISTEM LAHAN BASAH BUATAN: PENYISIHAN MANGAN (Mn)

BAB IV ANALISA DAN HASIL 4.2 SPESIFIKASI SUBMERSIBLE VENTURI AERATOR. Gambar 4.1 Submersible Venturi Aerator. : 0.05 m 3 /s

POTENSI DAN PENGARUH TANAMAN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH PULP DAN KERTAS DENGAN SISTEM LAHAN BASAH

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB I PENDAHULUAN. mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Indo. J. Chem. Sci. 3 (1) (2014) Indonesian Journal of Chemical Science

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL MONITORING IPAL PT. United Tractor Tbk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DARI IPAL INDUSTRI FARMASI DENGAN SISTEM

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat. Kehadiran jasa laundry memberikan dampak positif yaitu dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN SUBSURFACE FLOW CONSTRUCTED WETLAND PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI AIR KEMASAN (STUDI KASUS : INDUSTRI AIR KEMASAN XYZ)

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagai produsen penghasil mie terbesar. Dalam Standar Nasional Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN METODE FITOREMEDIASI MENGGUNAKAN TYPHA LATIFOLIA

BAB I PENDAHULUAN. usaha dari laundry di dalam perkembangan aktivitas masyarakat saat ini (Antara dkk.

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

Model Fisik Sub Surface Flow Constructed Wetland Untuk Pengolahan Air Limbah Musala Al-Jazari Fakultas Teknik Universitas Riau

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian juga memiliki dampak meningkatkan pencemaran oleh limbah cair

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB I PENDAHULUAN. air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius,

PENURUNAN BOD DAN COD PADA AIR LIMBAH KATERING MENGGUNAKAN KONSTRUKSI WETLAND SUBSURFACE-FLOW DENGAN TUMBUHAN KANA (Canna indica)

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

Suwondo, Sri Wulandari dan Syaiful Anshar Degradasi Limbah Cair Kelapa Sawit dengan Penambahan 55

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

Keywords: Hospital Wastewater, COD, Echinodorus palaefolius, Actived Carbon

BAB I PENDAHULUAN. Australia (BP.2014). Sebagian besar pertambangan batubara di Indonesia

kemungkinan untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

Efisiensi Instalasi Pengolahan Air Limbah Terhadap Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH JUMLAH TUMBUHAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kota besar di Indonesia, setelah menunjukkan gajala yang cukup serius,

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Uversitas Diponegoro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA

POTENSI DAN PENGARUH TANAMAN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN SISTEM CONSTRUCTED WETLAND

Klorin merupakan unsur halogen yang sangat reaktif sehingga mudah bereaksi dengan senyawa organik maupun senyawa lainnya. Xu dkk (2005) melaporkan

PERTUMBUHAN Typha angustifolia AKIBAT PENDEDAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER BELAJAR PENCEMARAN LINGKUNGAN BAGI SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, air juga dibutuhkan. keberlangsungan kehidupan makhluk hidup.

Keywords : Constructed wetlands, cattail plants, subsurface flow system, free surface water, laundry waste References : 80 ( )

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Phapros Tbk, merupakan industri farmasi yang berada di Simongan 131, Semarang. Kegiatan dari industri adalah memproduksi obatobatan. Selain menghasilkan produk berupa obat-obatan dihasilkan juga limbah baik berupa limbah padat maupun limbah cair. Sesuai dengan Perda Prov. Jateng No. 5 Tahun 2012, limbah cair tidak boleh dibuang langsung ke lingkungan. Untuk dapat dibuang ke lingkungan maka limbah cair tersebut harus memenuhi baku mutu lingkungan. Limbah cair yang tidak memenuhi baku mutu harus diolah terlebih dahulu sehingga memenuhi baku mutu untuk dibuang ke lingkungan sekitar. Pengolahan limbah cair setelah produksi ini bertujuan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung di dalamnya. Menggunakan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) yang sudah dimiliki, PT. Phapros telah mengolah limbahnya sehingga memenuhi baku mutu sesuai Perda tersebut. IPAL yang digunakan P.T Phapros untuk mengolah limbah terdiri dari pengolahan secara fisika (equalisasi, sedimentasi, aerasi dan filtrasi) serta pengolahan secara kimia (koagulasi dan flokulasi). Hasil monitoring terhadap effluent IPAL PT Phapros tanggal 22 Juni 2012 diperoleh hasil TSS 23 mg/l, BOD 5 36,10 mg/l, COD 69,77 mg/l, ph 7,9, dan fenol sebesar 0,022 mg/l (BBTPPI: 2012). Nilai tersebut telah memenuhi baku mutu limbah industri kimia sesuai dengan Perda Prov. Jateng No. 5 Tahun 2011. Selama ini limbah cair dari PT Phapros yang telah diolah langsung dibuang ke sungai Kaligarang. Dengan debit sebesar 180 m 3 /hari maka limbah cair ini berpotensi untuk dimanfaatkan kembali. Hal ini menimbulkan pemikiran untuk memanfaatkan kembali limbah cair tersebut

2 untuk keperluan sehari-hari. Baku mutu lingkungan sesuai dengan Perda Prov Jateng No. 5 Tahun 2011 bukan merupakan baku mutu air untuk dimanfaatkan dalam keperluan sehari-hari. Seseuai peraturan tersebut, untuk daoat dimanfaatkan dalam keperluan sehari-hari perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut sehingga limbah cair itu memenuhi baku mutu air bersih. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, membagi kriteria air menjadi 4 (empat) kelas. Berdasarkan kriteria tersebut maka effluent limbah PT. Phapros untuk parameter COD termasuk dalam kelas empat. Amonia masih di bawah baku mutu kelas satu. Sedangkan parameter BOD dan nitrit juga masih di bawah baku mutu kelas empat. Oleh sebab itu agar limbah cair tersebut dapat digunakan kembali menjadi air bersih maka masing-masing parameter ditingkatkan kualitasnya. Metode pengolahan limbah cair yang sederhana, murah, efektif, efisien dan pengoperasionalan yang mudah mutlak diperlukan. Metode pengolahan limbah dengan menggunakan tumbuhan air dalam sistem constructed wetland (lahan basah buatan) telah banyak digunakan di beberapa Negara. Akan tetapi metode ini belum begitu populer di Indonesia karena kajian dan publikasi mengenai metode ini masih kurang (Supradata, 2005). Teknologi lahan basah buatan untuk mengolah limbah cair sangat potensial untuk diaplikasikan di negara berkembang, akan tetapi perkembangan penggunaan dari teknologi ini di negara berkembang sangatlah lambat. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kurang berkembangnya penggunaan teknologi lahan basah buatan untuk pengolahan limbah cair di negara berkembang karena kurangnya pengetahuan dan kurangnya pengalaman dalam desain dan manajemen dari teknologi ini. Oleh karena besarnya potensi penggunaan dari lahan basah buatan untuk pengolahan limbah cair, secara internasional banyak pengembangan baru dari teknologi ini yang telah dilakukan. Salah satu satu bentuk publikasi dari pengembangan teknologi tersebut dapat dilihat pada International Conference on Wetland

3 Systems for Water Pollution Control yang diadakan setiap dua tahun sekali dan diselenggarakan oleh the International Water Association/IWA (UN- HABITAT, 2008). Keuntungan dari penggunaan lahan basah buatan untuk mengolah limbah cair adalah sebagai berikut: 1. Pembuatannya membutuhkan biaya yang lebih murah dibanding dengan sistem pengolahan yang lain 2. Pemanfaatan proses alami 3. Konstruksinya sederhana (dapat dibangun dengan menggunakan bahan-bahan lokal) 4. Sistem pengoperasian dan pemeliharaan yang mudah 5. Efisiensi biayanya efektif (biaya pembuatan dan operasi murah) 6. Prosesnya stabil. Sedangkan batasan dari sistem lahan basah buatan ini adalah kriteria desain yang belum dikembangkan untuk pengolahan limbah cair yang berbeda dan di daerah dengan iklim yang berbeda (Davis). Salah satu penelitian tentang pengolahan limbah dengan metode wetland dilakukan oleh Hidayah dkk (2010). Tumbuhan yang digunakan adalah Cattail (Typha Angustifolia), dengan pertimbangan sistem perakaran tumbuhan ini sangat banyak sehingga diperkirakan dapat menyerap zat organik limbah cair. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode ini dapat mengurangi COD dan BOD limbah serta dapat meningkatkan kandungan bahan organik pada tanah di lahan basah/wetland tersebut. Penelitian lain dengan menggunakan metode wetland dilakukan oleh Supradata (2005) untuk menurunkan kadar BOD, COD dan TSS dari limbah domestik. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanaman hias Cyperus alternifolius memiliki kinerja yang cukup baik dalam pengolahan limbah cair rumah tangga dengan sistem lahan basah buatan. BOD dan COD dari limbah dapat diturunkan dengan laju penurunan yang bersifat eksponensial (Supradata, 2005).

4 Ada beberapa tipe dari sistem lahan basah buatan, di antaranya Sub Surface Flow Wetland, Surface Flow Weland dan Tidal Flow Wetland. Di antara ketiga tipe tersebut, pada penelitian ini dipilih Sub Surface Flow Wetland karena memiliki keunggulan kebutuhan lahan yang lebih kecil daripada jenis lahan buatan yang lain. Selain itu lahan basah tipe ini tidak ramah terhadap nyamuk karena tidak ada genangan air pada permukaannya. Sub Surface Flow Wetland sendiri ada dua macam, yaitu Vertical Sub Surface Flow Wetland dan Horizontal Sub Surface Flow Wetland (UN-HABITAT, 2008). Penelitian dengan menggunakan sistem wetland untuk mengolah effluent limbah industri farmasi belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan mempertimbangkan keuntungan dari sistem Sub Surface Flow Wetland, maka perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan Vertical Sub Surface Flow Wetland dan Horizontal Sub Surface Flow Wetland untuk mengolah effluent limbah PT. Phapros Semarang. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini memfokuskan pada perbandingan Vertical Sub Surface Flow Wetland dan Horizontal Sub Surface Flow Wetland dalam menurunkan parameter-parameter COD, BOD, nitrit dan bakteri (total coliform). Target dari penelitian ini adalah dapat meningkatkan kelas dari masing-masing parameter tersebut minimal menjadi satu kelas di atasnya. Pemlilihan dari ke empat parameter tersebut berdasarkan uji pendahuluan terhadap effluent IPAL P.T Phapros dimana ke-empat parameter tersebut kadarnya masih cukup tinggi bila limbah cari tersebut digunakan sebagai air bersih. Adapun rumusan masalahnya (research question) adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kualitas effluent IPAL PT. Phapros Semarang sebelum dilakukan pengolahan dengan menggunakan sistem wetland?

5 2. Bagaimana peningkatan kualitas effluent IPAL PT. Phapros yang telah diolah dengan menggunakan sistem Vertical dan Horizontal Sub Surface Flow Wetland? 3. Sistem sub surface wetland yang manakah yang lebih efisien dalam mengolah kembali effluent IPAL PT. Phapros? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan penelitian (research question) yang muncul dengan latar belakang seperti yang telah diuraikan di atas, yaitu : 1. Menganalisis kualitas effluent IPAL PT. Phapros Semarang sebelum dilakukan pengolahan dengan menggunakan sistem wetland. 2. Mengkaji peningkatan kualitas effluent IPAL PT. Phapros yang telah diolah dengan menggunakan sistem Vertical dan Horizontal Sub Surface Flow Wetland. 3. Mengkaji efisiensi kedua sistem sub surface wetland yang lebih efisien dalam mengolah effluent IPAL PT. Phapros. Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan alternatif pengolahan effluent limbah industri kimia dengan menggunakan sistem lahan buatan tipe Vertical Sub Surface Flow Wetland dengan Horizontal Sub Surface Flow Wetland. 2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemegang kebijakan dalam pemanfaatan kembali effluent IPAL industri farmasi.

6 1.4 Keterbatasan Penelitian Karena luasnya ruang lingkup permasalahan, keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Parameter pokok analisis adalah parameter effluent limbah PT. Phapros yang kadarnya masih melebihi ambang batas atau masih tinggi sesuai dengan uji pendahuluan untuk pemanfaatan kembali sebagai air bersih. 2. Variasi yang dilakukan adalah variasi tipe pengolahan sistem lahan basah buatan yaitu Vertical Sub Surface Flow Wetland dan Horizontal Sub Surface Flow Wetland, serta variasi waktu tinggal di dalam kolam reaktor. 3. Analisis yang dilakukan yaitu analisis sistem lahan basah buatan tipe Vertical Sub Surface Flow Wetland dan Horizontal Sub Surface Flow Wetland untuk menentukan tipe lebih efektif di antara kedua jenis tersebut. 4. Penelitian tidak dilakukan dengan sistem kontinyu tetapi sistem batch. 5. Penelitian dilakukan tanpa menggunakan reaktor kontrol. 1.5 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang menggunakan sistem lahan basah buatan (constructed wetlads) adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang lain dilakukan oleh Supradata pada tahun 2005 dengan judul Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Cyperus alternifolius, L. Dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands). Penelitian dilakukan dengan menggunakan tanaman rumput hias (Cyperus alterifolius) dan media pasir. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanaman hias Cyperus alternifolius memiliki kinerja yang cukup baik dalam pengolahan limbah cair rumah tangga dengan sistem lahan basah buatan. BOD dan COD dari limbah dapat diturunkan dengan menggunakan metode ini dimana laju penurunannya bersifat eksponensial.

7 2. Purwati dkk pada tahun 2006 melakukan penelitian HSSF-Wetland dan VSSF-Wetland dengan menggunakan tanaman mendong (Fimbristylis globulosa). Judul penelitiannya adalah Potensi dan Pengaruh Tanaman Pada Pengolahan Limbah cair Pulp dan Kertas dengan Sistem Lahan Basah. Lahan basah buatan ini digunakan untuk mengolah effluent limbah cair pabrik kertas sembahyang (joss papper). Purwati menggunakan tanaman mendong (Fimbristylis globulosa) dengan media berupa campuran pasir dan tanah dengan perbandingan 1:1. Hasil penelitian didapatkan bahwa dengan menggunakan HSSF-Wetland dapat menurunkan TSS sebesar 84.31 %, BOD 71.05 %, COD 85.01 %, Lignin 92.28 % dan Na 70.46 %. Sedangkan dengan menggunakan VSSF-Wetland dapat menurunkan TSS sebesar 80.39 %, BOD 67.79 %, COD 83.04 %, Lignin 93.36 % dan Na 64.65 %. Sistem pengolahan lahan basah ini juga dapat mereduksi kandungan logam berat Cd, Cr dan Co dalam limbah cair sebesar 22-50%. 3. Kengne et al pada tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul Verticalflow constructed wetlands as an emerging solution for faecal sludge dewatering in developing countries. Pada penelitian ini digunakan tumbuhan C. papyrus dan E. pyramidalis. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, baik C. papyrus maupun E. pyramidalis mempunyai kinerja yang relatif baik untuk mengolah limbah yang bersifat padatan, nutrien dan bahan organik. Sedangkan untuk sistem lahan basah dengan menggunakan kedua tumbuhan ini, dapat menurunkan polutan NH + 4 dengan efisiensi 78 %, TSS dengan efisiensi 88 % dan COD dengan efisiensi 98 % 4. Penelitian dengan menggunakan vertical SSF-Wetland dilakukan oleh Kurniadie pada tahun 2011 dengan judul Wastewater Treatment Using Vertical Subsurface Flow Constructed Wetland in Indonesia. Kurniadie menggunakan tumbuhan Phragmites karka yang ditanam dengan kerapatan 16 tanaman per m 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan Phragmites karka dapat digunakan secara efektif

8 untuk dekontaminasi limbah cair yang mengandung bahan organik, nutrien dan bakteri patogen. Nilai rata-rata COD, NO 3 -N, PO 4 -P dan bakteri coli total dari outlet lahan basah lebih rendah dari baku mutu air irigasi dan air untuk perikanan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. 5. Penelitian dengan menggunakan metode wetland yang lain dilakukan oleh Villar et al pada tahun 2012. Villar melakukan penelitian dengan judul Vertical subsurface wetlands for wastewater purification. Penelitian dilakukan dengan menggunakan tanaman Cyperrus alternifolius untuk mengolah effluent limbah industri pengelasan rel yang sebelumnya sudah dilakukan pengolahan dengan menggunakan IPAL. Polutan yang dapat diturunkan kadarnya meliputi BOD 5, COD, total fospor, NH 4 dan TSS dengan efisiensi berturut-turut 89.8 %, 84.9 %, 76.4%, 82.8 % dan 98.1%. Selain dapat menurunkan kadar polutan, pengolahan effluent limbah dengan metode ini juga berhasil menaikkan kadar DO dari 1.07 mg/l menjadi 5.45 mg/l Berikut ini adalah perbandingan antara penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan sistem cosntructed wetland untuk mengolah limbah cair. Tabel 1.1 Perbandingan beberapa hasil penelitian dengan menggunakan sistem constructed wetland. No 1 2 Peneliti (th) Supradata (2005) Jenis wetland SSF-Wetlands HSSF-Wetland Purwati dan VSSFdkk (2006) Wetland Limbah yang digunakan Limbah domestik effluent limbah cair pabrik kertas sembahyang (joss papper) Tanaman yang digunakan Rumput hias (Cyperus alterifolius) Mendong (Fimbristylis globulosa) Parameter limbah cair BOD dan COD TSS, COD, BOD, Lignin dan Na Hasil Laju penurunan COD dan BOD bersifat eksponensial HSSF-Wetland dapat menurunkan TSS sebesar 84.31 %, BOD 71.05 %, COD 85.01 %, Lignin 92.28 % dan Na 70.46 % VSSF-Wetland dapat menurunkan TSS sebesar 80.39 %, BOD 67.79 %, COD 83.04 %, Lignin 93.36 % dan Na 64.65 %

9 No 3 4 5 Peneliti (th) Jenis wetland Kengne dkk (2011) VSSF-Wetland Kurniade (2011) Villar dkk (2012) VSSF-Wetland VSSF-Wetland Limbah yang digunakan faecal sludge dewatering Limbah cair effluent limbah industri pengelasan rel Tanaman yang digunakan C. papyrus dan E. pyramidalis Phragmites karka Cyperrus alternifolius Parameter limbah cair NH 4 +, TSS dan COD COD, NO 3 - N, PO 4 -P dan bakteri coli total BOD 5, COD, total fospor, NH 4 dan TSS Hasil + Menurunkan NH 4 dengan efisiensi 78 %, TSS dengan efisiensi 88 % dan COD dengan efisiensi 98 % COD, NO 3 -N, PO 4 -P dan bakteri coli total lebih rendah dari baku mutu air irigasi dan air untuk perikanan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia Dapat menurunkan BOD 5, COD, total fospor, NH 4 dan TSS dengan efisiensi berturut-turut 89.8 %, 84.9 %, 76.4%, 82.8 % dan 98.1%. Tabel 1.1 menunjukkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang mengolah limbah cair dengan menggunakan sistem constructed wetland. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sistem constructed wetland dapat digunakan untuk mengolah limbah cair mulai dari limbah domestik, influent limbah cair sampai effluent limbah cair dengan efisiensi yang baik. Perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan dengan penelitiapenelitian terdahulu tersebut terletak pada jenis limbah yang digunakan yaitu effluent pabrik farmasi serta pada membandingankan antara sistem VSSF dan HSSF Wetland.