BAB I PENDAHULUAN. (Kridalaksana, 2008: 24). Menurut Baalbaki (1990: 272), bahasa adalah sistem

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

Pembentukan Kata Dalam Bahasa Arab (Sebuah Analisis Morfologis K-T-B )

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

Dalam Ayat tersebut terdapat fi il mabni majhul yaitu lafadz ا ر س ل ت م, disebut fi il

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Arab. Keindahan bahasa, susunan kata-kata, serta maknanya menjadi perhatian

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di. peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lisan, misalnya bahasa dalam khotbah, bahasa dalam pidato, dan bahasa. dalam karangan siswa, bahasa terjemahan Al Qur an.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara sistematis dan terencana dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan sebagai kunci ilmu pengetahuan adalah mata pelajaran bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

ANALISIS FORMAT FI'IL

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi manusia memerlukan. paling utama adalah sebagai sarana komunikasi.

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan. sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antara individu dengan lingkungannya. Secara umum, bahasa

: Nomina Quadriliteral. : Verba triliteral. : Verba Quadriliteral. : Verba Intransitif. : Verba Transitif BAB I PENDAHULUAN 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Definisi Operasional. membudayakan manusia. Melalui pendidikan segala potensi sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan sebagai alat komunikasi antar-masyarakat di sana sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah diajarkannya cara menulis Al-Quran dan Hadits. Pembelajaran

DESKRIPSI PENGGUNAAN METODE CERAMAH UNTUK PEMBELAJARAN MORFOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNAAN MORFEM PADA TEKS PIDATO SISWA KELAS VIII A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Pendidikan adalah usaha sadar

Bab II. Mengenal Macam-macam Isim

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya. Salah satu alat komunikasi adalah melalui bahasa. berbicara, pada hakikatnya ia masih juga memakai bahasa.

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bahasa diungkapkan dalam kata-kata, dalam setiap kata terdapat makna

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia lainnya. Allah swt berfirman dalam Q.S. al-hujuraat ayat

AHMAD GAZALI NIM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

SATUAN ACARA PERKULIAHN (SAP)

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian terhadap ilmu-ilmu bahasa Arab tidak terhenti pada

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

KUNCI MENGENAL ISLAM LEBIH DALAM

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan sesama manusia. Dalam berinteraksi juga dibutuhkan. bahwa bahasa berhubungan dengan hal-hal diluar bahasa.

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

اللغة هي اصوات يعب ر بها كل قوم عن اغراضهم

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM PERNYATAAN KEASLIAN... PERSETUJUAN PEMBIMBING... PENGESAHAN.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. DAFTAR TRANSLITRASI..

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi satu dengan yang lain. Dengan adanya bahasa, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 2008: 24). Menurut Baalbaki (1990: 272), bahasa adalah sistem yang terbentuk oleh simbol-simbol, diusahakan, dan dapat berubah untuk mengekspresikan tujuan pribadi atau komunikasi individu. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaan. Selain itu, bahasa juga merupakan alat integrasi dan adaptasi social sehingga individu dapat saling mengadakan pendekatan baik antar warga yang satu dengan warga yang lainnya maupun terhadap lingkungan sosialnya. Sebagai alat komunikasi, bahasa berperan untuk mengadakan kontrol social sehingga setiap individu dapat mempengaruhi individu lainnya melalui keahlian berbicara, menulis dan lain sebagainya. Oleh karena itu, peranan bahasa tersebut begitu besar dalam kehidupan manusia (Alwi, 1988: 3). Bahasa adalah salah satu sisi kehidupan suatu bangsa dalam melestarikan ilmu, kebudayaan, bahkan agama. Maka komitmen mereka dalam menjaga dan melestarikan bahasa mereka akan menjadi indikasi komitmen mereka dalam menjunjung tinggi ilmu, budaya dan agama. Pada tahap tertentu, bahasa juga bisa menjadi indikasi kuat lemahnya bangsa itu, karena bahasa merupakan sarana 1

mengembangkan cipta, ras, dan karsa yang selanjutnya dapat membawa bangsa itu berlaga di kancah pergaulan dunia (Alwasilah, 2011: 268). Di dalam suatu masyarakat yang mengalami perkembangan setapak demi setapak di seluruh bidang kehidupannya, perkembangan bahasanya biasanya terdapat di dalam bidang ekonomi, politik, maupun kulturil. Terlebih lagi hal itu dapat dilihat pada perkembangan ilmu pengetahuannya, yang mau tidak mau harus mengalami pertumbuhan sejajar dengan alatnya, yaitu bahasa. Istilah-istilah baru diciptakan sebagai suatu keharusan untuk meng-kode-kan pikiran-pikiran baru, pendapat-pendapat baru, teori-teori baru, dan lain sebagainya. Malahan kadang-kadang diciptakan pula susunan-susunan mengemukakan proposisiproposisi yang baru (Samsuri, 1991: 32). Adalah suatu kenyataan bahwa bahasa mana pun setiap saat sedang mengalami evolusi. Bahkan dapat ditinjau rincian cara kerjanya untuk mendapati berbagai proses yang dapat membuatnya, dalam waktu yang lama, tidak dikenali lagi. Apa pun dalam sebuah bahasa mungkin berubah, entah morfologi, leksikon, sintaksis ataupun fonologinya (Martinet, 1987: 173). Menurut teori struktural, bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang konvensional. Berkaitan dengan ciri sistem, bahasa bersifat sistematik dan sistemik. Bahasa bersifat sistemik karena mengikuti ketentuanketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur. Pada setiap bahasa aturan ini bisa terlihat dalam dua hal yaitu : (1) sistem bunyi dan (2) sistem makna. Hanya bunyi-bunyi tertentulah yang bisa dipakai, digabung-gabungkan dengan bunyi lainnya untuk menbentuk satu kata sebagai simbol dari satu acuan atau rujukan (referent) (Alwasilah, 2011: 10). Bahasa juga bersifat sistemik karena bahasa itu 2

sendiri merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem. Misalnya subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, subsistem semantic, dan subsistem leksikon. Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan antara dua unsure, yaitu signifie dan signifiant (de Saussure, 1974: 114). Bahasa terbentuk dari sejumlah unsure yang menyangkut isi dan bentuk bahasa. Isi bahasa termasuk dalam kategori non-linguistik, sedangkan bentuk bahasa termasuk dalam kategori linguistik (Mar at, 1983: 25). Bahasa Arab terkenal dengan kekayaan kosakatanya. Kekayaan kosakata ini antara lain disebabkan oleh adanya bentuk tunggal, dual, jama serta adanya jenis maskulin dan feminim (mudzakkar dan mu annats). Di antara kajian-kajian yang telah dilakukan yaitu menyatukan kesamaan pembentukan kata dalam kalimat yang ditinjau dari sisi morfologis. Dalam morfologi, ragam bentuk, wazan, dan makna mashdar dalam bahasa Arab sangat beragam. Keragaman ini, antara lain disebabkan oleh sistem qiyas (proses analogi) yang menjadikan suatu kata dapat ditashrif dan dibentuk sesuai wazan yang berlaku. Selain itu, akurasi bahasa Arab khususnya para nuhat dalam memberlakukan metode sama (mendengar, menelusuri dan mengikuti yang valid dari orang Arab yang terpercaya dalam hal penggunaan kata dan kalimat) juga menjadi faktor utama yang membuat bahasa Arab memiliki keragaman mashdar yang luar biasa. Dari metode sama ini muncullah beberapa kaidah wazan-wazan yang ada dalam suatu kata. Nomina verba adalah salah satu bagian dari struktur kalimat dalam sistem morfologi bahasa Arab yang mempunyai banyak jenis dan varian. Nomina verba banyak kita temukan pada setiap teks-teks arab yang kita baca karena nomina 3

verba bagian yang tak terpisahkan dalam kaidah tata bahasa Arab. Salah satu varian dari nomina verba tersebut adalah nomina verba yang terbentuk secara samā īy. Terkadang hal inilah yang menyulitkan para pembaca teks Arab dalam memahami teks, karena kurang mengetahui dan memahami jenis dan kedudukannya. Oleh sebab itu diperlukan suatu paparan dan analisis tentang nomina verba secara samā īy dalam bahasa Arab. Walaupun penjelasan mengenai nomina verba secara samā īy ini telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan, tetapi peneliti merasa masih perlu adanya penelitian lebih lanjut karena banyak yang tidak memperhatikan adanya qiyāsiy maupun samā īy dalam suatu nomina verba. 1.2 Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang yang diuraikan di atas, masalah pokok yang hendak dijawab dan dipecahkan dalam penelitian yang berkaitan dengan nomina verba samā īy verba triliteral denuded (fi il tsulātsī mujarrad) dalam bahasa Arab dalam tinjauan morfologis dapat dirumuskan dalam beberapa pokok permasalahan, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pembentukan (proses morfologis) nomina verba samā īy fi il tsulātsī mujarrad? 2. Apa wazan atau pola dalam nomina verba samā īy fi il tsulātsī mujarrad? 3. Wazan apa yang paling banyak digunakan (common used) dalam nomina verba samā īy fi il tsulātsī mujarrad? 4

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian pembentukan nomina verba samā īy fi il tsulātsī mujarrad dalam tinjauan morfologis adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan pembentukan nomina verba samā īy fi il tsulātsī mujarrad. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan wazan atau pola dalam nomina verba samā īy fi il tsulātsī mujarrad. 3. Mendeskripsikan dan menjelaskan wazan yang paling banyak digunakan (common used) dalam nomina verba samā īy fi il tsulātsī mujarrad. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dalam dua aspek utama, baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat secara teoritis, mengacu kepada manfaat keilmuan sedangkan manfaat secara praktis lebih mengarah kepada telaah fungsional. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya khazanah teori-teori linguistik Arab yang sudah ada. Secara praktis fungsional, hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi dan pemahaman baru dalam kajian morfologi bahasa Arab serta dalam proses pengajaran bahasa Arab terutama bagi non-penutur Arab dalam mempelajari wazan atau pola yang terbentuk secara samā īy. 5

1.5 Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka, dimuat uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang didapatkan dari peneliti terdahulu yang ada hubungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan satuan kebahasaan yang akan diteliti (Agra dan Ismadi, peny., 2003: 5-6). Pembahasan mengenai pembentukan nomina dalam bahasa Arab telah banyak dilakukan oleh para peneliti baik dari orang Arab sendiri maupun dari orang non Arab. Pada umumnya sudah dalam bentuk buku dan beberapa karyakarya ilmiah. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai karya-karya tersebut: Fakhruddin Qubāwah dalam bukunya Tashrīfu al-asmā wa al-af āl (1998) membahas tentang proses pembentukan nomina derivative (ism Musytaq) yang meliputi nomina verba, participel aktif (isim Fā il), participel pasif (isim Maf ul), nomina tempat (Ism makan), nomina waktu (ism zaman), nomina instrumental (Ism ālah), similar quality (Isim Shifah Musyabbahah), dan nomina preference (Isim Tafdhil). Dalam suatu nomina verba, ada beberapa diantaranya yang terbentuk bukan secara analogy (qiyāsiy), akan tetapi terbentuk secara samā īy. Mushthafā al-gulāyaini dalam bukunya yang berjudul Jāmi u ad-durūs al- Arabiyyah (1993) bab IV Tashrīfu al-asma, beliau menggunakan istilah nomina deklinasi (ism mutamakkin) untuk nomina yang bisa dibentuk. Pembentukan nomina atau nominalisasi hanya terjadi pada nomina deklinasi yaitu nomina primitif dan derivatif. 6

Atim Husnan dalam bukunya Majāni al-mustathraf fī Ilmi ash-sharf (1984) juga membahas tentang pembentukan nomina derivatif seperti nomina verba, nomina vicis (isim marrah), nomina isim haiah, nomina waktu (isim zamān), nomina tempat (isim makān), dan nomina instrument (isim ālah). Penjelasan tentang data-data mengenai nomina derivatif diawali dengan sistem pola kalimat kemudian memasukkan data-data tersebut sesuai dengan pola. Beliau menjadikan pola triliteral sebagai barometer dalam pembentukan nomina sehingga asal kata dapat diketahui dengan analisis yang tepat dan mempermudah proses pembentukan kata. Mengenai pembentukan nomina verba, beliau berkesimpulan bahwa mashdar dari triliteral denuded (tsulatsi mujarrad) berasal dari proses samā īy dan quadriliteral (rubā i) berasal dari proses qiyāsiy atau analogi. William Wright dalam bukunya A Grammar of the Arabic Language (1962), membahas tentang proses pembentukan nomina melalui sistem pola akan tetapi hanya terfokus pada nomina derivatif (ism musytaq). Selanjutnya beliau mengklasifikasikan nomina derivatif dalam dua kategori berdasarkan bentuk dasar katanya, yaitu denominatif atau nomina yang terbentuk dari nomina dan deverba atau nomina yang terbentuk dari verba. Tinjauan pustaka lainnya dalam penelitian ini adalah suatu tesis tentang proses pembentukan kata dilakukan oleh Muhammad Aqil Luthfan (2010) yang berjudul Sistem Morfologi Verba Bahasa Arab. Tesis ini membahas tentang sistem morfologi verba dalam bahasa Arab. Penelitian ini menghasilkan beberapa point penting, yaitu (1) karakter pembentukan kata dalam bahasa Arab berdasarkan pada interdigitasi akar radikal dan pola, (2) sistem morfologi bahasa 7

Arab bersifat infleksional dan derivasional, dan (3) proses morfologi dalam bahasa Arab tidak mengenal reduplikasi, komposisi, dan konversi. Walaupun dalam satu rumpun morfologi, namun proses pembentukan nomina dan verba memiliki karakter-karakter sendiri. Selain penelitian di atas, yaitu penelitian yang membahas tentang pembentukan kata jenis nomina dalam bahasa Arab. Penelitian ini dilakukan oleh Amir Syuhada (2011) yang berjudul Sistem Morfologi Nomina dalam bahasa Arab. Hasil dari penelitian ini yaitu (1) karakter pembentukan nomina dalam bahasa Arab berdasarkan sistem kelas kata yang berjenis nomina, integritasi akar dan pola akan membentuk nomina utuh yang memiliki makna leksikal dan gramatikal; berdasarkan bentuknya nomina terbagi menjadi dua, nomina variabel dan nomina invariabel; nomina variabel menjadi fokus utama dalam proses morfologis; (3) proses morfologis nomina variabel terjadi melalui augmentasi; dan (4) komponen-komponen yang terlibat dalam proses morfologis nomina adalah bentuk dasar, konsonan augmentasi, dan unsur-unsur vokal serta quiscensi yang tergabung dalam satu pola. Tesis ini menjadi tinjauan pustaka yang paling relevan dalam pembahasan penelitian ini. Proses maupun hasil dari penelitian tesis ini dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian ini. Pembahasan tentang nominalisasi telah banyak dilakukan oleh peneliti dari sudut pandang, teori, dan metode yang berbeda-beda. Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti berusaha meneliti nominalisasi dari sudut yang berbeda dan belum dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yaitu menjelaskan dan memaparkan sistem morfologi nomina verba samā īy fi il 8

tsulātsī mujarrad. Karena pada hakekatnya wazan suatu nomina terbentuk secara samā īy. Buku-buku dan karya ilmiah diatas memberi gambaran umum yang jelas tentang proses pembentukan nomina yaitu proses pembentukan nomina dalam bahasa Arab berdasarkan karakternya sendiri-sendiri. 1.6 Landasan Teori Dalam teori kebahasaan, teori adalah seperangkat hipotesis yang dipergunakan untuk menjelaskan data bahasa, baik yang bersifat lahiriah seperti bunyi bahasa, maupun yang bersifat batin seperti makna (Kridalaksana, 2008: 240). Teori merupakan unsur sentral yang selalu member pencerahan terhadap upaya perumusan masalah termasuk jawaban tentative terhadap masalah (disebut juga hipotesis), pemilihan metode termasuk teknik-tekniknya, dan wujud data yang harus disediakan pada tahap penyediaan data (Mahsun, 2011: 17). 1.6.1 Morfologi Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2008: 97). Dalam bahasa Arab, istilah ini disepadankan dengan ilmu Shorf, yaitu ilmu yang mempelajari tentang asli kata dan perubahannya baik dalam bentuk nomina dan verba (al-makārim, 2007: 19). Keterkaitan kedua disiplin ilmu ini menimbulkan sebuah istilah baru sesuai dengan letak geografisnya yaitu morfologi bahasa Arab. Al-Ghulāyāni (1973) berpendapat bahwa yang dinamakan morfologi Arab adalah dalil-dalil yang menjelaskan tentang keadaan kata-kata Arab sebelum tersusun. 9

Dapat juga dikatakan sebagai ilmu yang membahas bentuk dan kata-kata Arab serta aspek-aspeknya sebelum tersusun dalam kalimat. Menurut Nida (1967: 1) menyatakan bahwa morfologi membicarakan seluk-beluk morfem dan susunan morfem dalam pembentukan kata. Lebih lanjut disebutkan juga bahwa di dalam proses pembentukan kata tersebut terdapat pengaruhnya terhadap fungsi dan arti. Sedangkan menurut Kridalaksana (2008), morfologi adalah bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem. Adapun menurut Soeparno (2002: 91), morfologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bentuk dan pembentukan kata. Tataran terendah yang dipelajari oleh morfologi adalah morfem, sedangkan tataran tertinggi yang dipelajari adalah kata kompleks. Menurut Crystal (1980: 232), morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem. Morfologi pada umumnya dibagi ke dalam dua bidang: yakni telaah infleksi (inflectional morphology), dan telaah pembentukan kata (lexical or derivational morphology). Menurut O Grady dan Dobrovolsky (1989: 89), morfologi adalah komponen tata bahasa generative transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks. Selanjutnya, mereka membedakan antara teori morfologi umum yang berlaku bagi semua bahasa morfologi khusus yang hanya berlaku bahasa tertentu. Teori morfologi umum berurusan dengan pembahasan secara tepat mengenai jenis-jenis kaidah morfologi 10

yang dapat ditemukan dalam bahasa-bahasa ilmiah. Di pihak lain, morfologi khusus merupakan seperangkat kaidah yang mempunyai fungsi ganda. Pertama, kaidah-kaidah ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua, kaidahkaidah ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang internal kata yang sudah ada dalam bahasanya. Ramlan dalam bukunya Morfologi (2009: 21) mengatakan dengan ringkas bahwa morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Jadi morfologi merupakan ilmu yang mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk dan klasifikasi kata. Morfologi merupakan salah satu dari tataran ilmu linguistik yang mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk serta klasifikasi kata. Di dalam bahasa Arab kajian dari morfologi ini di disebut dengan تصريف yaitu perubahan satu bentuk kata menjadi bermacam-macam bentukan untuk mendapatkan makna yang berbeda dan tanpa ada perubahan tersebut makna yang berbeda tidak akan diperoleh (Alwasilah, 1993: 110) Sebagai contoh perubahan bentuk dasar ع م alima (mengetahui) menjadi م beberapa bentuk, diantaranya /`allama/ mengajar, ع ل ل ع belajar, /ta`allama/ ت ل م, a'lama/ memberitahukan /اعلم mengetahui. /`ālimun/ yang ع ا ل 11

Perubahan bentuk dasar menjadi beberapa bentuk tersebut adalah dengan menambahkan afiks. Penambahan afiks pada contoh di atas ada yang berupa prefiks (kata depan) yaitu pada kata (sisipan) yaitu pada kata م أ عل م ع /`allama/ dan ع ل /a`lama/ dan ada pula yang berupa infiks /`ālimun/ dan ada pula yang berupa ا ل gabungan afiks yang ditambahkan di awal dan di tengah yaitu pada kata /ta`allama/. ع Perubahan bentuk /`alima/ menjadi ع ل م ت م ل م /a`lama/, dan أ عل م /`allama/, ل ت ع /ta`allama/ yang berubah hanya identitas leksikalnya saja sedangkan status kategorialnya tetap, sedangkan perubahan bentuk ع ل م /`alima/ menjadi /`ālimun/ yang berubah tidak hanya identitas leksikalnya tetapi juga status ع ال م kategorialnya. (Khudri, 2004: 6). Ya`qub (Tth: 186) dalam Nasution (2006: 116), menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan morfologi dalam bahasa Arab adalah: املعىن بينهما يف التناسب مع بتغيريما أخرى من كلمة أخذ /akhdzu kalimatin min ukhrā bitaghyīri mā, ma`a at-tanāsubi fīl ma`nā/ "Membentuk kata dari kata yang lain dengan berbagai perubahan, namun tetap memiliki hubungan makna". Sejalan dengan pendapat Ya`qub di atas, Syahrin (1980: 80) dalam Nasution (2006: 116), juga menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan morfologi di dalam bahasa Arab adalah: ومعىن أصلية مادة اتفاقهما مع أخرى من أخذ صيغة /akhdzu shīgatin ukhrā ma`a infāqihā māddah ashliyyah wa ma`nā/ Membuat bentuk kata dari kata yang lain dan terjadi perubahan pada bentuk dan makna. 12

Beberapa definisi tentang morfologi di atas terlihat tidak ada perbedaan, justru antara satu sama lain saling melengkapi. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa morfologi merupakan salah satu kajian linguistik yang mempelajari perubahan-perubahan kata dan bagian-bagiannya secara gramatikal pada setiap bahasa. Dengan demikian, satuan terkecil dalam morfologi adalah morfem (suku kata). Kata tulis misalnya, bisa dirubah menjadi menulis, tertulis, tulisan, tulisan-tulisan, dll. Dalam bahasa Arab kata كتب /ka-ta-ba/ berubah menjadi مكتب /maktabah/, مكتبة /maktūb-un/, مكتوب /kātib-un/, كاتب,/ yaktubu /يكتب /maktab-un/, كتاب /kitāb-un/, كتابة /kitābah/, dll. Proses perubahan dan makna yang muncul dari perubahan itu, merupakan pembahasan dalam morfologi. 1.6.2 Pembentukan Nomina Proses morfologis ialah peristiwa (cara), pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan yang lainnya. Dalam proses morfologis akan dijumpai pula morfem dan kata. Untuk itu perlu diperjelas lagi bahwa kata dibentuk oleh morfem (bukan sebaliknya), dan hal itu dapat pula dikatakan bahwa dalam proses morfologis ini yang menjadi bentuk terkecilnya ialah morfem dan bentuk terbesarnya ialah kata (Yasin, 1987: 48). Kata adalah satuan istimewa dalam teori tata bahasa tradisional. Dalam kajian morfologi, berurusan dengan struktur dalam kata-kata (Lyons, 1995: 190). Untuk dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses 13

reduplikasi, maupun proses komposisi. Pembentukan kata mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif (Chaer, 2007: 169-170). Proses morfologis ini melibatkan empat komponen: bentuk dasar, alat pembentuk, makna gramatikal, hasil proses pembentukan (Chaer, 2008: 25). Dalam bahasa Arab umumnya, suatu kata terbentuk secara qiyas (analogi), akan tetapi banyak ditemukan kata-kata yang terbentuk dari sama. Para nuhat dalam memberlakukan metode sama (mendengar, menelusuri dan mengikuti yang valid dari orang Arab yang terpercaya dalam hal penggunaan kata dan kalimat) juga menjadi faktor utama yang membuat bahasa Arab memiliki keragaman mashdar yang luar biasa. Sama terjadi tidak hanya dalam mashdar saja, akan tetapi sama juga terjadi dalam nomina plural (jama ) dan nomina affinity (nisbah). Dari metode sama ini muncullah beberapa kaidah wazan-wazan yang ada dalam suatu kata. 1.6.3 Samā īy Samā īy merupakan asas pertama yang telah ditetapkan oleh bahasa. Ulama terdahulu sudah menulis apa yang mereka dengar dari para perawi dan orang-orang Arab yang fashih. Akan tetapi belum tentu apa yang mereka dengar itu diucapkan oleh orang Arab, maka dari itu yang pertama adalah harus kembali kepada qiyas untuk mengetahui apa yang belum mereka dengar, dan yang kedua yaitu mengembalikan ke hukum-hukum sintaksis terhadap apa yang telah mereka dengar itu. Dan unsur linguistik yang paling penting untuk mendapatkan as-samā 14

yaitu al-qur an al-karim, dan hadits nabawy, dan perkataan orang Arab sebelum diutusnya Rasul dan pada zaman Rasul dan setelah zamannya (Tharazi, 2005: 74). Istilah samā īy (hearing, recceiving, generally accepted used) setidaktidaknya digunakan dalam dua konteks, yaitu: pembuatan atau penggunaan bentuk kata yang didasarkan pada apa biasa digunakan dan didengar langsung dari orang Arab yang dinilai fashih, misalnya mashdar samā īy dan penggunaan metode pembakuan kaidah melalui proses penelusuran, penyimakan, pencatatan langsung dari fushahā Arab. Dalam ushūl al-nahwi, metode samā īy ini dianggap sebagai metode pembakuan kaidah yang cukup bermasalah (Wahab, 2009: 137). Prinsip samā īy pada dasarnya terkait erat dengan masalah budaya daripada sebuah sistem ilmu pengetahuan. Budaya yang dimaksud adalah budaya otoritas. Dalam tradisi Islam klasik terdapat kelompok tertentu yang diyakini memiliki otoritas dalam persoalan bahasa sehingga mereka dijadikan sebagai rujukan atau bahkan penentu bagi validitas sebuah teori atau penetapan kaidah bahasa, tentu selain al-qur an dan al-hadits. Kelompok pemegang otoritas ini adalah masyarakat Arab yang tinggal di pedalaman sahara atau pegunungan (ahl al-badwi atau al-arab) (al-jabiri, 1989: 75). 1.6.4 Fi il Tsulātsī Mujarrad Menurut asal kata dan pembentukannya, Fi'il terbagi dua: 1. Fi il Mujarrad ) yaitu fi'il yang semua hurufnya asli dan tidak ada huruf ziyadah ف ع ل جم ر د ( (afiksasi) di dalamnya. 2. Fi il Mazid ( م ز ي د ف ع ل ) yaitu fi'il yang mendapat huruf tambahan (afiksasi). Fi'il Mujarrad pada umumnya terdiri dari tiga huruf sehingga dinamakan pula Fi il Tsulatsi Mujarrad ث ال ث ي جم ر د) (ف ع ل dan mempunyai enam 15

ف ع ل misalnya: ف ع ل ي ن ص ر ن ص ر ف ع ل 2. (menolong) ي misalnya: ف ع ل ي ي ل س 3. (duduk) ج ل س ف ع ل ف ع ل ي.4 (membuka) ي ف ت ح ف ع ل ف ت ح misalnya: ف ع ل ي ع ل م.5 (mengetahui) ع ل م ي ف ع ل misalnya: ف ع ل ي ر ر ي ك ث ف ع ل 6. banyak) (menjadi ك ث misalnya: ف ع ل ي ح س ب wazan atau timbangan (pola huruf dan harakat) yakni: 1. misalnya: (menghitung). ي س ب 1.7 Metode Penelitian Salah satu cara untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu adalah melalui penelitian. Cara atau prosedur ini dinilai modern dan akademik, karena penelitian dilakukan secara objektif, sistematis, logis, akumulatif, dan komprehensif. Penelitian adalah serangkaian kegiatan terencara dan sistematis untuk mencari kebenaran ilmiah (Alwasilah, 2005: 13). Penelitian juga merupakan upaya cermat (akurat). Sistematis, terkontrol, dan kritis dalam rangka memperoleh pemecahan suatu masalah yang dihadapi oleh manusia. Penelitian bertujuan untuk menemukan kebenaran ilmiah (yang baru), memastikan validitasnya, dan menganalisis hubungan antar fakta-fakta, sehingga bermuara pada penyelesaian permasalahan (Ubaidat, 1999: 52). Sedangkan menurut Sudaryanto (1993), penelitian merupakan suatu proses yang berlangsung dari tahap pengumpulan (penyediaan) sampai pada tahap memproduksikan hasil penelitian. Berdasarkan pada cara pandang ini, kerja penelitian dibagi dalam tiga tahap, yang disebut sebagai tahap strategi, yaitu tahap pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data, yang masingmasing melahirkan metode pengumpulan atau penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. 16

1.7.1 Penyediaan Data Dalam rangka penyediaan data bahasa yang dihayati penggunaannya oleh peneliti maka titik berat dan prioritas penggunaan salah satu dari kedua metode itu sepenuhnya bergantung pada watak objek sasaran dan tujuan penelitiannya. Demikian pula bila titik berat dan prioritas penggunaan metode tertentu itu sudah dapat ditentukan, titik berat dan prioritas penggunaan teknik-tekniknya pun sepenuhnya bergantung pula pada watak objek sasaran dan tujuan penelitian itu (Sudaryanto, 1993: 141). Penelitian ini menggunakan metode simak yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Metode ini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan akan tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Penggunaan metode simak ini dimaksudkan untuk menyajikan data yang berupa data-data bahasa yang tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Teknik sadap ini digunakan peneliti dalam upaya mendapatkan data dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan. Teknik ini untuk menyadap penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis (Mahsun, 2011: 92). Teknik selanjutnya yaitu menggunakan teknik catat, yaitu teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan metode simak dengan teknik lanjutan di atas. Teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data pada kartu data (Kesuma, 2007: 45). Data dalam penelitian ini diambil dari berbagai literature-literature bahasa Arab, kamus, dan jurnal-jurnal ilmiah yang relevan sebagai sumber penelitian. 17

Beberapa literature yang dijadikan sumber data skunder dalam penelitian ini adalah Syadza Al- Urfi Fī Fanni As-Sharfi (2007) Ahmad Hamalāwi, Jāmi ud- Durūsil- Arabiyyah (1993) - Mushthafā al-gulāyaini, Majāni al-mustathraf fī Ilmi Ash-Sharf (1984) Atim Husnan, Tashrif Al-Asma wa Al-Af āl (1998) Fakhruddin Qubāwah, Ittihāfuth-Tharf fī Ilmi Ash-Sharf (2008) Yāsīn Al- Hāfid, Ash-Sharfu Al-Wāfī (2010) Hādī Nahar, As-Sharfu Al-Kāfī (2010) Ayman Amin Abdul Ghanī, At-Tathbīq Ash-Sharfī (1999) Abduh Ar-Rājihī, Ash-Sharfu Al-Muyassar lil-asma (1996) Muhammad Al-Mukhtār Muhammad Al-Mahdī, dan lain sebagainya. Setelah data didapat dari literature-literature yang ada, peneliti mencatat hal-hal yang bisa dijadikan catatan penting untuk penelitian ini, yakni data yang berhubungan dengan nomina verba samā īy dalam fi il tsulatsi mujarrad, untuk dianalisa dan diambil kesimpulan. 1.7.2 Analisis Data Setelah data didapatkan oleh peneliti dan telah diklarifikasikan, tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data tersebut. Analisis data merupakan upaya sang peneliti menangani langsung masalah yang terkandung dalam data (Sudaryanto, 1993: 6). Metode yang dapat digunakan dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap analisis data ada dua, yaitu metode padan dan metode agih atau yang disebut juga sebagai distributional method (Sudaryanto, 1993: 13). Metode padan adalah metode analisis data yang mana alat ukurnya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan atau diteliti (Sudaryanto, 1993: 13). Tujuan analisis data dengan metode padan ini 18

adalah untuk menentukan kejatian atau identitas objek penelitian (Kesuma, 2007: 47). Adapun metode distribusional adalah metode analisis data yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti Sudaryanto, 1993: 15). Dan metode yang digunakan dalam menganalisa data dalam penelitian ini adalah metode padan intralingual. Metode padan intralingual adalah metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda (Mahsun, 2011: 118). Penggunaan metode ini berdasarkan jenis data, dalam penelitian ini jenis datanya adalah data lingual yang bersifat kualitatif. Metode ini dilakukan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan data-data berupa kata yang mengalami proses pembentukan nomina atau nominalisasi. Dari hasil analisis tersebut akan terbentuk secara sistematis dan terstruktur proses pembentukan nomina verba. Metode ini memiliki tiga teknik dalam menganalisis data, yaitu teknik hubung banding menyamakan (HBS), teknik hubung banding membedakan (HBB), dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP), yaitu teknik yang bertujuan untuk mencari kesamaan hal pokok dari pembedaan dan penyamaan yang dilakukan dengan menerapkan teknik HBS dan HBB, karena tujuan akhir dari banding menyamakan dan membedakan adalah menemukan kesamaan pokok di antara data yang di perbandingkan itu (Mahsun, 2011:119). Dalam studi morfologis, Chaer (2008: 21) membagi empat teknik dalam menganalisis satuan-satuan morfologi. Pertama, teknik analisis unsur bawahan 19

langsung, teknik ini menyatakan bahwa setiap satuan bahasa yang bukan akar terdiri atas dua unsur langsung yang membangun satuan bahasa lain, dalam meggunakan analisis teknik ini makna dari bentuknya harus diperhatikan. Kedua, model kata dan paradigma, adalah model analisis morfologi yang terlama dalam sejarah linguistik. Dalam model ini, yang dijadikan satuan dasar adalah kata dan unsur-unsur kata yaitu morfem. Ketiga, model tata nama, dalam model tata nama disajikan unsur-unsur gramatikal yaitu morfem kemudian diperlihatkan bagaimana hubungan antara unsur-unsur itu. Keempat, model proses, dalam model analisis proses, setiap bentuk komplek terjadi dari hasil proses yang melibatkan dua buah komponen yaitu dasar dan proses. Keempat model analisis ini dalam morfologi Arab dapat disepadankan dengan model analisis akar dan pola yang menjadi karakter morfem bahasa Arab (Ryding, 2005: 47-48). Ada tiga tahapan dalam analisis akar dan pola atau perubahan kata dalam bahasa Arab, yaitu pertama, menentukan jenis kata dasar (akar), kedua, menemukan dan menguraikan bentuk morfem, ketiga, menganalisis peran masing-masing morfem (Hasan, 1985:82). 1.7.3 Penyajian Data Sesuai dengan manfaat teoritis dan praktis, analisis data yang telah selesai dilakukan selanjutnya disajikan dalam bentuk teori dengan sistematis dan terstruktur agar mudah dipahami oleh pembaca. Hasil analisis data yang berupa kaidah-kaidah yang telah didapatkan peneliti selanjutnya disajikan dengan melalui dua cara, yaitu: perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat 20

teknis, dan perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang (Mahsun, 1995: 148). Dengan demikian, penggunaan kata-kata biasa (a natural language) serta penggunaan tanda dan lambang (an artificial language) merupakan teknik hasil penjabaran metode penyajian itu (Sudaryanto, 1993: 145). Penyajian analisis data diusahakan dapat memenuhi tiga prinsip yakni, descriptive adequacy (kepadanan deskriptif), explanatory adequacy (kepadanan penjelasan), dan exhaustic adequacy (kepadanan ketuntasan). Kepadanan deskriptif adalah penyajian dapat mendeskripsikan semua rincian permasalahan penelitian. Kepadanan penjelasan adalah bahwa penelitian dapat menjelaskan semua permasalahan yang ada. Sedangkan kepadanan ketuntasan adalah bahwa penyajian data dilakukan secara tuntas dan komprehensif, sehingga semua permasalahannya dapat dikaji dan disajikan dengan teliti (Hadi, 2003: 76). Dalam kaitannya dengan metode penyajian data ini, peneliti akan menyajikan hasil analisis datanya dengan metode informal. 1.8 Sistematika Penulisan Penulisan hasil penelitian ini dibagi menjadi lima bab yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan kesempurnaan dalam merepresentasikan hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian. Setiap bab dalam penelitian ini dikembangkan ke dalam beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan luasnya tema pada setiap pokok bahasan. Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang terdiri atas latar belakang permasalahan yang akan diteliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat 21

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penyajian data. Bab kedua merupakan teori tentang pembentukan nomina dalam linguistik Arab dan linguistik umum. Bab ketiga merupakan penjelasan tentang pembentukan nomina verba samā īy fi il tsulātsī mujarrad. Bab keempat merupakan penjelasan tentang wazan atau pola yang ada dalam nomina verba samā īy fi il tsulātsī mujarrad dan wazan yang paling banyak digunakan (common used) dalam nomina verba samā īy. Bab kelima adalah penutup yang mencakup kesimpulan dan saran. 22