BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA IKAN DAN LARANGAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT SETRUM, TUBA DAN BAHAN KIMIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa sumber daya ikan merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikelola secara bijaksana demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat, kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya; b. bahwa adanya penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan, maka dapat berdampak menurunnya populasi sumber daya ikan dan kualitas lingkungan, serta menimbulkan konflik sosial, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perlindungan Sumber Daya Ikan dan Larangan Penangkapan Ikan dengan Alat Setrum, Tuba dan Bahan Kimia; Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3420); 4. Undang-Undang Nomor 55 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Landak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3904) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3970); 5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan 1
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779); 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 12. Peraturan Daerah Kabupaten Landak Nomor 9 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Landak (Lembaran Daerah Kabupaten Landak Tahun 2008 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Landak Nomor 8); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LANDAK dan BUPATI LANDAK MEMUTUSKAN : 2
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA IKAN DAN LARANGAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT SETRUM, TUBA DAN BAHAN KIMIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Landak. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati Landak dan Perangkat Daerah Kabupaten Landak sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Bupati adalah Bupati Landak. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah Kabupaten Landak sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan; 6. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan. 7. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. 8. Perlindungan sumber daya ikan adalah upaya melindungi dan memanfaatkan sumberdaya ikan, termasuk ekosistem, jenis dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan berkesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya ikan. 9. Benih/anak ikan adalah ikan ukuran kecil yang masih dipelihara oleh induknya atau ikan tersebut diharapkan berkembang menjadi besar; 10. Pengelolaan sumber daya ikan adalah semua upaya yang bertujuan agar sumber daya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan berlangsung terus menerus. 11. Pemanfaatan Sumber Daya Ikan adalah kegiatan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan. 12. Penangkapan Ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan diperairan umum (sungai, danau, dan lain-lain) yang tidak menjadi tempat budi daya ikan dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan yang menggunakan perahu/jukung untuk memuat dan mengangkut. 13. Alat penangkap ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan. 14. Bahan penangkap ikan adalah bahan kimia atau peledak yang apabila dimasukkan ke dalam air mengakibatkan pencemaran air. 15. Bahan kimia adalah bahan berbahaya dan beracun seperti potasium, sevin, pestisida, matador, obat bius dan sejenisnya. 3
16. Alat setrum adalah alat yang mengandung energi listrik baik yang bersumber dari listrik PLN, Accu, dan energi listrik lainnya. 17. Tuba adalah pohon yang akarnya beracun, dapat memabukan (meracuni) ikan dan sebagainya. 18. Lingkungan sumber daya ikan adalah perairan tempat kehidupan sumber daya ikan, termasuk biota atau faktor alamiah sekitarnya. BAB II Asas dan Tujuan Pasal 2 Perlindungan sumber daya ikan sebagai salah satu bentuk pengelolaan perikanan di Daerah berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi dan kelestarian yang berkelanjutan. Pasal 3 Pengelolaan perikanan di Daerah dilaksanakan dengan tujuan: a. meningkatkan taraf hidup masyarakat; b. mendorong perluasan dan kesempatan kerja; c. meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan; d. mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan; e. meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing; f. meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; g. mengotimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan dan pembudidayaan ikan dan lingkungan sumber daya ikan; h. menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata ruang; dan i. dapat meningkatkan penerimaan Daerah. BAB III PERLINDUNGAN SUMBER DAYA IKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 4 Perlindungan sumber daya ikan meliputi : a. Perlindungan ekosistem; b. Perlindungan jenis ikan; dan c. Perlindungan genetik ikan. Bagian Kedua Perlindungan Ekosistem Pasal 5 (1) Perlindungan ekosistem dilakukan pada semua tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan. (2) Tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: 4
a. rawa; b. sungai; c. danau; d. waduk; e. embung; dan f. ekosistem perairan buatan. (3) Tipe ekosistem sebgaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan sebagai wilayah konservasi. (4) Penetapan wilayah konsevasi sebagaimana dimakksud pada ayat (3) ditetapkan oleh menteri atas usulan dari Bupati. Pasal 6 (1) Perlindungan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan melalui kegiatan: a. perlindungan habitat dan populasi ikan; b. rehabilitasi habitat dan populasi ikan; c. penelitian dan pengembangan; d. pemanfaatan sumber daya ikan dan jasa lingkungan; e. pengembangan sosial ekonomi masyarakat; f. pengawasan dan pengendalian; dan/atau g. monitoring dan evaluasi. (2) Kegiatan Perlindungan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan data dan informasi sumber daya ikan dan lingkungan sumber daya ikan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Perlindungan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Bupati. Bagian Kedua Perlindungan Jenis Ikan Pasal 7 Perlindungan jenis ikan dilakukan dengan tujuan: a. melindungi jenis ikan yang terancam punah; b. mempertahankan keanekaragaman jenis ikan; c. memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem; dan d. memanfaatkan sumber daya ikan secara berkelanjutan. Pasal 8 a. Perlindungan jenis ikan dilakukan melalui: b. penggolongan jenis ikan; c. penetapan status perlindungan jenis ikan; d. pemeliharaan; e. pengembangbiakan; dan f. penelitian dan pengembangan. Pasal 9 (1) Penggolongan jenis ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a terdiri atas: a. jenis ikan yang dilindungi; b. jenis ikan yang tidak dilindungi. (2) Kriteria jenis ikan yang dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 5
a meliputi: a. terancam punah; b. langka; c. daerah penyebaran terbatas (endemik); d. terjadinya penurunan jumlah populasi ikan di alam secara drastis; dan/atau e. tingkat kemampuan reproduksi yang rendah. Pasal 10 (1) Penetapan status perlindungan jenis ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, ditetapkan oleh Bupati. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan status perlindungan jenis ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 11 (1) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c dilakukan terhadap jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi melalui kegiatan koleksi ikan hidup pada suatu media terkontrol sebagai habitat buatan. (2) Pemeliharaan jenis ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara mengambil ikan dari habitat alam atau dari hasil pengembangbiakan. (3) Pemeliharaan jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi di habitat buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan: a. standar kesehatan ikan; b. tempat yang cukup luas, aman, dan nyaman; dan c. mempekerjakan tenaga ahli dalam bidang medis dan pemeliharaan ikan. (4) Pemeliharaan jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi dapat dilakukan oleh: a. orang perseorangan; b. kelompok masyarakat; c. badan hukum Indonesia; d. lembaga penelitian; dan/atau e. perguruan tinggi (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), diatur dengan peraturan Bupati. Pasal 12 (1) Pengembangbiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d dilakukan terhadap jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi melalui: a. pembenihan dalam lingkungan yang terkontrol; b. penetasan telur; c. pembesaran anakan yang diambil dari alam; atau d. transplantasi. (2) Pengembangbiakan jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara menjaga kemurnian genetik ikan. (3) Pengembangbiakan jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi harus memenuhi standar kualifikasi pengembangbiakan jenis ikan. (4) Pengembangbiakan jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak 6
dilindungi dapat dilakukan oleh: a. perseorangan; b. kelompok masyarakat; c. badan hukum Indonesia; d. lembaga penelitian; dan/atau e. perguruan tinggi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar kualifikasi pengembangbiakan jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 13 (1) Untuk kepentingan pengendalian kegiatan pengembangbiakan jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi dapat dilakukan penandaan terhadap induk ikan dan ikan hasil pengembangbiakan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 14 (1) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e dilakukan terhadap jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi. (2) Ketentuan mengenai penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Perlindungan Genetik Ikan Pasal 15 (1) Perlindungan genetik ikan dilakukan melalui upaya: a. pemeliharaan; b. pengembangbiakan; dan c. penelitian. (2) Ketentuan mengenai pemeliharaan, pengembangbiakan, dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c berlaku mutatis mutandis ketentuan mengenai Perlindungan jenis ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 14. Bagian Keempat Pemanfaatan Pasal 16 (1) Pemanfaatan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilakukan melalui kegiatan: a. penangkapan ikan; b. pembudidayaan ikan; c. pariwisata alam perairan; atau d. penelitian dan pendidikan. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata pemanfaatan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. 7
BAB IV LARANGAN Pasal 17 Guna mempertahankan kelestarian sumber daya ikan di perairan, setiap orang dilarang: a. melakukan penangkapan ikan memakai alat atau bahan yang dapat membahayakan kelestarian sumber daya ikan; b. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan sumber daya perairan dan atau lingkungan; c. melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan daerah konservasi; d. melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan berbagai ukuran dengan memakai alat dan bahan yang dilarang berupa: 1. menggunakan bahan berbahaya dan beracun seperti potasium, sevin, pestisida, tuba, matador, obat bius dan zat-zat kimia lainnya; 2. peralatan berupa bom, strum accu (aki), arus listrik, dinamit dan lain sebagainya. BAB V PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 18 (1) Dalam rangka menjamin terwujudnya perlindungan sumber daya ikan dan larangan penangkapan ikan dengan alat setrum, tuba dan zat kimia lainnya, Bupati melakukan pengawasan dan pengendalian. (2) Pengawasan dan pengendalian pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan pejabat yang ditunjuk. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 19 (1) Barang siapa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1), (2), (3) dan (4), diancam pidana Kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB VII PENYIDIKAN Pasal 20 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini. (2) Penyidikan Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan Oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan dalam melaksanakan tugasnya di bawah koordinasi Penyidik POLRI. (3) Dalam melaksanakan tugasnya Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut 8
menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan Tindak pidana; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan; g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana yang dimaksud pada huruf c; h. Mengambil sidik jari dan Memotret seorang yang berkaitan dengan Tindak Pidana; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Landak. Ditetapkan di Ngabang pada tanggal 16 September 2014 Diundangkan di Ngabang pada tanggal 16 September 2014 BUPATI LANDAK, Cap/ttd ADRIANUS ASIA SIDOT SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LANDAK, Cap/ttd LUDIS LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LANDAK TAHUN 2014 NOMOR 3 9
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA IKAN DAN LARANGAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT SETRUM, TUBA DAN BAHAN KIMIA I. UMUM Sumber daya ikan sebagai karunia dan amanah Tuhan yang dianugerahkan kepada kita merupakan kekayaan alam yang mengandung manfaat demikian besar bagi kesejahteraan manusia. Karunia yang diberikan adalah merupakan amanah, oleh karena itu merupakan kewajiban kita untuk memelihara dan mengamankan sumber daya ikan yang ada supaya pengelolaan dan pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal untuk peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Kabupaten Landak. Berkenaan dengan hal tersebut, maka dipandang perlu mengatur perlindungan sumber daya ikan dan laranggan penangkapan ikan mengunakan bahan beracun berbahaya seperti potasium, pestisida, tuba, matador, obat bius, zatzat kimia dan sejenisnya dan peralatan berupa bom, strum accu (aki), arus listrik, dinamit dan lain sebagainya, sehingga sumber daya ikan tersebut dapat dilestarikan dan kemanfaatannya bisa berlangsung lama dan berkesinambungan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Yang dimaksud Asas Manfaat adalah agar penyelenggaraan perikanan dimaksud dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Yang dimaksud Asas Keadilan adalah bahwa setiap kegiatan perlindungan sumber daya ikan harus mencerminkan rasa keadilan. Yang dimaksud Asas Kemitraan adalah dalam pengelolaan perikanan dapat dilakukan dengan pola kerjasama yang sifatnya saling menguntungkan. Yang dimaksud Asas Pemerataan adalah hasil perikanan dapat dinikmati secara merata bagi masyarakat. Yang dimaksud Asas Keterpaduan adalah setiap kegiatan dapat dilakukan secara berkesinambungan dan terarah. Yang dimaksud Asas Keterbukaan adalah dalam kegiatan perikanan tersebut dilakukan secara transfaran dan diketahui masyarakat. Yang dimaksud Asas Efisiensi adalah kegiatan dimaksud dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat. 10
Yang dimaksud Asas Kelestarian adalah kegiatan perikanan yang sifatnya menjamin keutuhan sumber daya perikanan. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 37 11