BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB1 PENDAHULUAN. kuantitatif bersifat keuangan dalam kesatuan ekonomi yang dapat. Alat yang digunakan untuk menghasilkan informasi akuntansi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan hak publik. Mardiasmo, (2002).

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi ternyata memberikan dampak yang luas terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi dan didukung oleh sebuah sistem akuntansi yang handal.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan teknis keuangan daerah mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari

BAB I PENDAHULUAN. baik ( good governance government ). Hal tersebut dapat diwujudkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

OBRIAN TRISNA PRATAMA B

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. organisasi sektor publik (seperti: pemerintah pusat dan daerah, unit-unit kerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pemeriksa Keuangan ialah lembaga yang dimaksudkan. Selain

BAB I PENDAHULUAN. telah mendorong pemerintah untuk menerapkan akuntabilitas publik.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

BAB 1. Pendahuluan A. LATAR BELAKANG. Reformasi pada pemerintahan Indonesia mengakibatkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang. dilaksanakan secara periodik (Winidyaningrum, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB.I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini ditandai dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. principal. (Donaldson dan Davis, 1991). Teori stewardship berasumsi

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Dinamika perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi Pemerintah yang menggantikan PP No. 24 Tahun 2005 akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

BAB II LANDASAN TEORI. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang. maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara. Awalnya, para pendiri Negara ini percaya bentuk terbaik untuk masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah yang merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini dituntut seluruh elemen masyarakat termasuk perusahaan baik

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu pemerintah diharuskan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan negara, fungsi perencanaan, pengorgamsas1an,

BAB I PENDAHULUAN. kepedulian dan kemajuan dalam mewujudkan peningkatan kualitas kinerjanya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Khususnya reformasi pada pemerintahan yang mengarahkan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perubahan dalam penerapan standar akuntansi. akuntansi pemerintah menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

ANALISIS IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH DALAM PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan. Fungsi informasi dalam laporan keuangan tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi keuangan pemerintah yang dilaksanakan pada awal

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih meningkatkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan suatu kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. agar fungsi APBN dapat berjalan secara maksimal, maka sistem anggaran dan

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. pula. Reformasi di bidang keuangan negara menjadi sarana peningkatan performa

BAB I PENDAHULUAN. anggaran Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17. berbunyi sebagai berikut : Ketentuan mengenai pengakuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. awalnya hanya didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 23.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2002). penyelenggaraan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara mandiri urusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dengan ini, pemerintah pusat mendelegasikan kewenangannya kepada pemerintah daerah. Pendelegasian kewenangan tersebut tentu disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia yang terkait dalam kerangka desentralisasi fiskal. Akibat dari pendelegasian kewenangan dan penyerahan dana tersebut tentu adalah kebutuhan akan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang mengatur pengelolaan keuangan daerah serta pertangggungjawabannya menyebutkan pertanggungjawaban tersebut meliputi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang komprehensif sebagai bentuk pertanggungjawabannya, yang tentunya harus diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (Primayana et al, 2014). Proses akuntansi atau tata keuangan telah mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan sistem keuangan modern. Institusi-institusi pemerintahan saat ini, harus semakin memperbaiki kualitas kinerja keuangan agar mampu mengikuti perkembangan akuntansi karena pengguna informasi 1

2 terutama masyarakat umum menuntut peningkatan akuntabilitas dan transparansi di institusi-institusi pemerintahan. Pemerintah daerah mempunyai kewajiban mempublikasikan informasi melalui laporan keuangan yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Dengan demikian, publikasi informasi tersebut dapat digunakan untuk kepentingan-kepentingan para pemakai informasi. Informasi dikatakan bermanfaat jika informasi tersebut mampu dipahami, dapat dipercaya dan digunakan oleh pemakai informasi (Andriani, 2010 dalam Mahaputra dan Wayan 2014). Dalam proses penyusunan laporan keuangan juga diperlukan sistem akuntansi keuangan daerah yang didasarkan atas standar akuntansi pemerintahan. Berdasarkan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah merupakan sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penafsiran, penggolongan, peringkasan transaksi keuangan serta pelaporan keuangan yang dilaksanakan dengan prinsip prinsip akuntansi berterima umum. Dalam hal ini, jika pemerintah daerah belum memahami sistem akuntansi maka akan berdampak terhadap kualitas laporan keuangan yang dihasilkan kurang andal dan kurang relevan untuk pembuatan keputusan (Anggaraeni et al, 2015). Laporan keuangan pemerintah daerah bisa saja dijadikan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Berdasarkan PP No 71 Tahun 2010, informasi dalam laporan keuangan sesungguhnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi keuangan dari semua kalangan ataupun dalam hal ini kelompok pengguna seperti investor, masyarakat, dan

3 juga pemerintah. Dengan ini berarti, laporan keuangan pemerintah daerah tentunya tidak dirancang untuk hanya memenuhi kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Walaupun demikian, laporan keuangan pemerintah daerah dalam perannya sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, maka komponen laporan yang diinformasikan paling tidak mencakup jenis laporan atau elemen informasi yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan keuangan pemerintah daerah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Terdapat karakteristik laporan keuangan yang merupakan syarat yang diperlukan agar dapat memenuhi kualitas yang sesuai dengan ditentukan (PP No 71 Tahun 2010) yaitu: relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami (Primayana et al, 2014). Untuk menegakkan akuntabilitas finansial khususnya di daerah, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mempublikasikan laporan keuangan kepada stakeholder. Governmental Accounting Standards Board (1999) dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Banyak pihak yang akan mengandalkan informasi dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh pemerintah daerah sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi tersebut harus

4 bermanfaat bagi para pemakai sama dengan mengatakan bahwa informasi harus mempunyai nilai (Suwardjono, 2005 dalam Widyaningrum dan Rahmawati 2010).). Informasi akan bermanfaat kalau informasi tersebut dipahami dan digunakan oleh pemakai dan juga bermanfaat kalau pemakai mempercayai informasi tersebut. Kebermanfaatan merupakan suatu karakteristik yang hanya dapat ditentukan secara kualitatif dalam hubungannya dengan keputusan, pemakai dan keyakinan pemakai terhadap informasi. Kriteria ini secara umum disebut karakteristik kualitatif (qualitative characteristics) atau kualitas (qualities) informasi. Kriteria dan unsur-unsur pembentuk kualitas informasi yang menjadikan informasi dalam laporan keuangan pemerintah mempunyai nilai atau manfaat yang disebutkan dalam Rerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (PP No. 24 Tahun 2005) terdiri dari: (a) relevan, (b) andal, (c) dapat dibandingkan dan (d) dapat dipahami. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagai dasar pengelolaan teknis keuangan daerah mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2007. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 memberikan masa transisi untuk perubahan dari cash basis ke accrual basis dalam waktu 5 tahun (sampai tahun 2008). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang diterapkan saat ini harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005, yaitu menggunakan basis modifikasian kas menuju akrual. Basis ini mengharuskan penyajian akun aset, kewajiban dan ekuitas dengan basis akrual, sedangkan akun pendapatan, belanja dan pembiayaan menggunakan basis kas. Fenomena pelaporan

5 keuangan pemerintah di Indonesia merupakan sesuatu hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Kenyataannya di dalam laporan keuangan pemerintah masih banyak disajikan data-data yang tidak sesuai. Selain itu juga masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang berhasil ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam pelaksanaan audit laporan keuangan pemerintah. Menurut Mardiasmo, dalam Pasal 33 UU No 33/2004 disebutkan bahwa Menteri Keuangan berhak menunda penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) bila pemerintah daerah (pemda) belum menyerahkan laporan sistem keuangan daerah, termasuk APBD. Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Agung Pambudhi mendukung kebijakan Depkeu tersebut. Setidaknya terdapat tiga alasan yang dapat dijadikan dasar sanksi tersebut: (1) UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (2) faktor koordinasi nasional, yaitu kondisi pelaporan perda APBD yang sering terlambat sehingga mengganggu perekonomian nasional (3) faktor kepentingan daerah. Berdasarkan fenomena tersebut dapat dinyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah masih belum seluruhnya memenuhi kriteria keterandalan dan ketepatwaktuan (timeliness). Keterandalan dan ketepatwaktuan merupakan dua unsur nilai informasi yang penting terkait dengan pengambilan keputusan berbagai pihak, maka peneliti tertarik untuk meneliti hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah. Di dalam Konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara pada bab Standar Pekerjaan Lapangan

6 Pemeriksaan Keuangan mengenai Pengendalian Intern disebutkan bahwa sistem informasi yang relevan dengan tujuan laporan keuangan, salah satunya adalah sistem akuntansi yang terdiri dari metoda dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, mengihktisarkan dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang dan ekuitas yang bersangkutan (BPK RI, 2006). Sistem akuntansi sebagai suatu sistem informasi membutuhkan manusia untuk menjalankan sistem yang ada. Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, maka kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan sistem akuntansi sangatlah penting. Kapasitas sumber daya manusia yang memadai, namun jika tidak didukung dengan teknologi informasi belum tentu bisa menghasilkan laporan keuangan yang andal. Sistem akuntansi pemerintah daerah memiliki transaksi yang kompleks dan besar volumenya. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi akan sangat membantu dalam proses pengolahan data transaksi sehingga laporan keuangan yang dihasilkan terbebas dari kesalahan material yang disebabkan oleh human eror. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan kemampuan pengelolaaan keuangan daerah serta dapat menyampaikan informasi keuangan daerah kepada publik. Kewajiban pemanfaatan teknologi informasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2005 tentang sistem informasi keuangan daerah. Manfaat yang ditawarkan oleh suatu teknologi informasi adalah kecepatan pemrosesan data atau

7 transaksi dan penyiapan laporan, dapat menyimpan data dalam jumlah yang besar, meminimalisir terjadinya kesalahan, dan biaya pemrosesan lebih rendah. Akan tetapi, jika teknologi informasi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal maka implementasi teknologi informasi akan menjadi mahal (Indriasari dan Nahartyo, 2008). Hal ini terkait dengan perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan, kondisi sumber daya manusia yang ada tidak mempunyai cukup pengetahuan untuk memanfaatkan teknologi informasi tersebut, dan kendala lainnya adalah keterbatasan dana untuk mengimplementasikan teknologi informasi. Kapasitas sumber daya manusia dan teknologi informasi yang memadai belum tentu bisa menghasilkan laporan keuangan yang andal. Masalah-masalah yang ditemukan oleh pihak BPK dalam laporan keuangan pemerintah seperti ketidakpatuhan, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan dan temuan penyimpangan administrasi dan kelemahan sistem pengendalian intern menunjukkan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah belum memenuhi karakteristik/nilai informasi yang disyaratkan, yaitu keandalan. Oleh karena itu, dengan melihat temuan BPK tentang kelemahan sistem pengendalian intern tersebut dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan pemerintah memerlukan perbaikan pengendalian intern dalam hal keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Pengendalian intern ini menjadi sangat penting karena sistem akuntansi sebagai sistem informasi merupakan subjek terjadinya kesalahan baik yang disengaja mau pun tidak disengaja. Oleh karena itu, untuk

8 menyakinkan para stakeholder maupun publik tentang keakuratan laporan keuangan yang dibuat oleh pemerintah dibutuhkan sistem pengendalian intern yang optimal. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dinyatakan bahwa untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Oleh karena itu, sistem pengendalian intern dalam laporan keuangan pemerintah daerah menjadi suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan, sehingga dapat mencapai efisiensi, efektivitas, dan mencegah terjadinya kerugian keuangan negara demikepentingan masyarakat dan daerah. Penelitian ini mereplikasi dari penelitian Atmadja, Darmawan, dan Primayana (2014) tentang pengaruh kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengawasan keuangan daerah terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan studi empiris pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo. Dari latar belakang diatas, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PENGENDALIAN INTERN AKUNTANSI, PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KETERANDALAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

9 B. Perumusan Masalah Penelitian ini akan menguji pengaruh kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengawasan keuangan daerah terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian diatas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Apakah kapasitas sumber daya manusia berpengaruh keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah? 2. Apakah pengendalian intern akuntansi berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah? 3. Apakah pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah? 4. Apakah pengawasan keuangan daerah berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membuktikan secara empiris apakah sumber daya manusia berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. 2. Membuktikan secara empiris apakah pengendalian intern berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. 3. Membuktikan secara empiris apakah pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan daerah.

10 4. Membuktikan secara empiris apakah pengawasan keuangan daerah berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan daerah. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis, diharapkan dapat lebih memahami pengaruh kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo. Menambah wawasan bagi penulis dalam bidang sektor publik. 2. Bagi Pemerintah Daerah, dapat sebagai dasar atau acuan bagi pihakpihak yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah khususnya bagian akuntansi agar mampu melaksanakan tugas dan fungsi akuntansi dengan baik yang akhirnya bermuara pada dihasilkannya laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo yang andal. 3. Bagi Institusi pendidikan, dapat menjadi referensi bagi calon peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian menyangkut masalah yang dibahas.

11 E. Sistematika Penulisan Sistemtaika penulisan ini dimaksudkan untuk member gambaran penelitian yang jelas dan sistematis sebagai berikut : BAB I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang relevan dengan penelitian, beberapa penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis. BAB III. METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai jenis penelitian, populasi dan sampel, data dan sumber data, metode pengumpulan data, variable penelitian dan pengukuran, dan metode analisis data. BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi penyajian dan analisis data. Pada bab penelitian menyajikan dan menyelesaikan hasil pengumpulan, analisis data, sekaligus merupakan jawabab atas hipotesis yang telah dikemukakan. BAB V. PENUTUP Bab ini berisi mengenai kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian serta saran bagi peneliti selanjutnya.