BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. antara 10 hingga 19 tahun (WHO). Remaja merupakan suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah suatu periode dalam hidup manusia. dimana terjadi transisi secara fisik dan psikologis yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. definisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan perilaku dan kesehatan reproduksi remaja seperti

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

Mempengaruhi Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN UPAYA MEMPERSIAPKAN MASA PUBERTAS PADA ANAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB 1 PENDAHULUAN. orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International. berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah penduduk yang berusia tahun yang mengalami

Jurnal Obstretika Scientia ISSN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perguruan tinggi. Usia mahasiswa berkisar antara tahun. Menurut

GAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

Diyah Paramita Nugraha 1, Mujahidatul Musfiroh 2, M. Nur Dewi 2 INTISARI

Rina Indah Agustina ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 3, Oktober 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG BAHAYA SEKS BEBAS DI SMK KESEHATAN JURUSAN FARMASI KABUPATEN KONAWE TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yaitu tahun, adalah. disebut masa remaja. (Widyastuti, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya penampakan karakteristik seks sekunder (Wong, 2009: 817).

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

PERAN ORANG TUA DAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PUBERTAS DI SALAH SATU SMP NEGERI BOYOLALI

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Remaja adalah sekelompok dewasa muda yang berusia antara 10 hingga 19 tahun (WHO). Remaja merupakan suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri (Sarwono, 2010). Remaja perlu pengawasan dan diberikan pembekalan yang cukup agar nantinya dapat menjalani masa transisi ini dengan sebaikbaiknya. Namun demikian, para remaja seringkali tidak mendapat pengetahuan seks dari orang tua atau orang yang dapat dipercaya melainkan dari sumber-sumber seperti majalah atau film sehingga rentan untuk memperoleh informasi yang salah. Orang tua bahkan merasa tabu membicarakan masalah seksual kepada anaknya sehingga membuat hubungan anak-orang tua menjadi jauh dan anak cenderung beralih pada sumber-sumber lain yang tidak 1

2 akurat seperti teman (Sarwono, 2010). Padahal pendidikan seks pada remaja merupakan hal yang penting karena remaja pada dasarnya mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi terhadap keadaan di sekitarnya termasuk mengenai perilaku seksual. Perubahan fisik dan psikologis pada remaja secara tidak langsung mendukung remaja untuk melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab, seperti hubungan seks pranikah. Remaja melakukan seks pranikah karena didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Pengetahuan yang hanya setengahsetengah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba-coba, tetapi juga bisa menimbulkan salah persepsi. Perilaku seks remaja yang tidak bertanggung jawab mulai marak terjadi di Indonesia. Menurut Simanjorang (2011) berdasarkan penelitiannya di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sebanyak 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan. Bahkan, Ketua Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jawa Tengah, Widanti (2011) mengatakan bahwa jumlah siswi yang hamil akan terus meningkat, tercermin dari penelitiannya pada

3 sekolah jenjang SMP dan SMA tahun 2010 yang menunjukkan bahwa dalam tiap sekolah rata-rata ditemukan empat hingga tujuh siswa yang hamil, bahkan pada tahun tersebut kenaikannya 10% hingga 15%. Kenaikan ini tentu akan sangat memprihatinkan dan memerlukan tindakan antisipasi demi menekan fenomena sosial tersebut. Pengetahuan tentang seksual pranikah dapat mempengaruhi sikap individu terhadap seksual pranikah (Adikusuma et al., 2005). Sikap seksual pranikah remaja bisa berwujud positif ataupun negatif. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendukung seksual pranikah sedangkan sikap negatif kecenderungan tindakan adalah menghindari seksual pranikah remaja (Azwar, 2009). Pemahaman mengenai perilaku seks pada remaja penting ditekankan kepada remaja agar remaja dalam mengambil segala keputusan akan lebih siap dan paham mengenai konsekuensinya terutama yang berhubungan dengan perilaku seksual. Namun data yang ada tidak cukup banyak pada kelompok siswa SMP, sehingga penulis merasa penting untuk mengetahui tentang pemahaman perilaku seksual khususnya pada kelompok tersebut.

4 I.2.Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana tingkat pemahaman perilaku seks bebas pada remaja kelas IX SMP Negeri 2 Banguntapan? I.3.Tujuan Penelitian Tujuan umum: untuk mengetahui pemahaman remaja mengenai perilaku seksual. Tujuan khusus: a. Mengetahui pemahaman remaja mengenai perilaku seks bebas. b. Mengetahui sumber informasi mengenai seks bebas. c. Mengetahui sikap remaja terhadap perilaku seksual dan seks bebas.

5 I.4.Keaslian Penelitian Hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian ini adalah: 1. Herlia Yuliantini (2012) dengan metode deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional tentang tingkat pengetahuan HIV/AIDS dan sikap remaja tentang perilaku seks pranikah pada sebanyak 96 siswa SMU X di Jakarta Timur. Pengambilan data menggunakan kuesioner dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki tingkat pemahaman HIV/AIDS yang baik dengan sikap tidak mendukung perilaku seks bebas. 2. Rida Bhakti Kencana (2011) dengan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 56 orang diberikan kuesioner dengan systematic random sampling. Hasil penelitian adalah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan sikap terhadap seks pranikah 3. Nurdiana Darmastuti (2011) dengan metode observasional analitik dengan pendekatan cross

6 sectional tentang tingkat pengetahuan remaja tentang PMS dengan sikap seks bebas pada sebanyak 70 siswa SMAN 3 Boyolali yang diambil dengan teknik systematic sampling. Hasil penelitian pada tingkat pengetahuan tentang PMS mayoritas berpengetahuan baik (38,57%), berpengetahuan cukup baik (32,86%) dan pada sikap seks bebas mayoritas tidak setuju (41,43%), kurang setuju (35,71%). Kesimpulannya adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang PMS dengan sikap seks bebas. 4. Nasria Putriani (2010) dengan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional tentang faktorfaktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi pada sebanyak 109 siswa SMA Negeri 1 Mojogedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti teman, orang terdekat, orang tua, media massa, informasi yang diterima dan seringnya berdiskusi dapat mempengaruhi pengetahuan responden. 5. Fadhila Arbi Dyah Kusumastuti (2010) dengan metode analitik observasional dengan pendekatan

7 cross sectional tentang hubungan pengetahuan dan sikap terhadap seks pranikah pada sebanyak 184 siswa SMA Negeri 3 Surakarta yang diambil dengan metode simple random sampling. Hasil penelitian menyebutkan remaja mempunyai pengetahuan baik tentang seksual pranikah dengan jumlah 116 remaja (63%), mempunyai pengetahuan cukup dengan jumlah 37 remaja (20,1%) dan mempunyai pengetahuan kurang 31 remaja (16,9%). Sedangkan untuk sikap seksual pranikah remaja menunjukkan 62,5% termasuk dalam kategori sikap negatif (kecenderungan untuk menghindari seksual pranikah) dan 37,5% mempunyai sikap positif (kecenderungan untuk mendekati seksual pranikah). Perbedaan dari sejumlah penelitian di atas dengan penelitian ini adalah bahwa, seluruh penelitian di atas tidak ada yang menyertakan remaja tingkat SMP sebagai sampel penelitian. Selain itu, sejauh yang penulis ketahui, belum ada yang melakukan penelitian serupa pada remaja kelas IX di SMP Negeri 2 Banguntapan.

8 I.5.Manfaat Penelitian 1. Sebagai dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 2. Memberikan masukan untuk Institusi Pendidikan yang berguna bagi perencanaan dan pengembangan pendidikan seksual di lingkungan sekolah. 3. Memberi masukan untuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bagi perencanaan dan pengembangan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di sekolah dan kelompok remaja lainnya. 4. Mengingatkan masyarakat mengenai pentingnya pendidikan seksual yang baik di kalangan remaja.