BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Inpres No. 1 Tahun 2002 Tentang Peningkatan Langkah Komprehensif Dalam Rangka Percepatan Penyelesaian Masalah Aceh

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka

BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik)

ARAH KEBIJAKAN KEGIATAN FASILITASI KEWASPADAAN NASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA AKU WARGA NEGARA YANG BAIK

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

I. PENDAHULUAN. pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

MI STRATEGI

SAMBUTAN DIRJEN KESBANGPOL DISAMPAIKAN PADA FORUM KOMUNIKASI DAN KOORDINASI PENANGANAN FAHAM RADIKAL WILAYAH BARAT TAHUN 2014

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

Assalamu alaikum Warrahmatullah Wa Barakatuh

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA KERJA 2018 BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG LANGKAH-LANGKAH KOMPREHENSIF DALAM RANGKA PENYELESAIAN MASALAH ACEH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

LANGKAH-LANGKAH ANTISIPASI PEMANTAPAN STABILITAS KEAMANAN DALAM NEGERI

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

Governance dituntut adanya sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang

PELUANG DAN TANTANGAN PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN UMUM DALAM RANGKA MENJAGA KESATUAN BANGSA DAN POLITIK DI DIY BADAN KESBANGLINMAS DIY

PIAGAM KERJASAMA PARTAI DEMOKRAT DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TAHUN

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripruna, Jakarta, 27 Oktober 2011 Kamis, 27 Oktober 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan C. Sistematika

Butir-Butir Pembahasan Sidang Kabinet Terbatas Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD Nias

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2010 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Telah terjadi penembakan terhadap delapan TNI dan empat warga oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bagaimana tanggapan Anda terkait hal ini?

LAPORAN SINGKAT =============================================================

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG LANGKAH-LANGKAH KOMPREHENSIF DALAM RANGKA PENYELESAIAN MASALAH ACEH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RUU ACEH PRESENT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB V PENUTUP Kesimpulan

DAFTAR ISI BAB 1 UMUM INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM TERKAIT DENGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA PUSANEV_BPHN. ANANG PUJI UTAMA, S.H., M.Si

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

Bab I U M U M 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015)

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

Transkripsi:

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah menjadi keprihatinan nasional dan internasional senantiasa terus dilakukan. Upaya tersebut menjadi sangat penting tatkala keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi sebuah harga yang tidak dapat ditawartawar lagi. Proses pemilihan kepala daerah di Provinsi NAD yang dapat berlangsung secara aman, damai, dan demokratis mengindikasikan bahwa pada prinsipnya konflik separatisme di Aceh sudah berakhir. Pelaksanaan butir-butir kesepahaman Helsinki secara konsisten menjadikan seluruh komponen masyarakat termasuk tokoh-tokoh yang selama ini memiliki idiologi yang berbeda, saling bahu membahu membangun daerah Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keleluasaan pemerintah daerah mengelola wilayahnya sendiri, keberhasilan rehabilitasi dan rekonstruksi setelah bencana Tsunami Aceh pada tanggal 26 Desember 2004, serta proses reintegrasi yang sedang berlangsung, turut mendukung penciptaan

kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat Aceh. Selanjutnya adanya berbagai gangguan keamanan dan ketertiban di wilayah Aceh, akan ditangani sebagai tindak kriminal biasa sebagaimana penanganan di wilayah lain Indonesia. Sementara itu, penyelesaian kasus separatisme di Papua secara simultan terus dilakukan dengan intensif dan dilakukan dengan mengupayakan penyelesaian secara komprehensif. Upaya itu telah menunjukkan keberhasilan dengan indikator semakin menurunnya intensitas perlawanan gerakan bersenjata. Namun, kondisi sosial masyarakat dan masih kuatnya dukungan sebagian kelompok masyarakat terhadap perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) perlu diwaspadai dengan baik. Selanjutnya, upaya diplomasi internasional sedikit banyak mampu mengubah persepsi asing yang semula mendukung gerakan separatisme Papua menjadi mendukung Papua sebagai bagian NKRI sebagaimana dilakukan oleh Anggota Konggres AS, Eni Faleomavaega. Dukungan itu dapat dijadikan penyemangat pemerintah yang selama ini secara terus menerus didera oleh keterlibatan asing yang menginginkan Papua lepas dari NKRI. I. Permasalahan yang Dihadapi Konflik bersenjata antara kelompok masyarakat sipil bersenjata dan aparat keamanan saat ini secara signifikan sudah mereda. Kondisi ini turut mendukung upaya pemerintah untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Aktivitas kepemerintahan dan masyarakat dapat berjalan dengan tenang dan dinamis. Di Provinsi Aceh penetapan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai salah satu hasil kesepahaman Helsinki menjadikan iklim politik di NAD dapat berjalan dalam suasana demokratis. Proses pemilihan kepala daerah pada akhir tahun 2006 yang aman dan damai mengindikasikan bahwa masyarakat NAD secara keseluruhan tidak berada dalam kondisi tertekan oleh suatu kelompok. Kemenangan yang sebagian besar diperoleh tokoh-tokoh yang selama ini memiliki idiologi yang berbeda, bukan hal yang perlu dipersoalkan selama komitmen terhadap NKRI tetap terjaga. 05-2

Walaupun demikian, hal yang perlu mendapatkan perhatian oleh semua pihak yang ada di NAD adalah bagaimana secara konsisten tetap mematuhi kesepahaman Helsinki tanpa harus memberikan persepsi-persepsi yang keliru yang menjurus pada gagalnya kesepahaman tersebut. Demikian juga dalam hal pembentukan partai lokal yang sesuai dengan konstitusi yang diperbolehkan secara khusus di NAD diharapkan tidak menciptakan visi dan misi partai yang mengarah pada idiologi separatisme maupun pengabaian kesepahaman Helsinki. Sementara itu, tidak dapat dipungkiri bahwa insiden Konggres Masyarakat Adat Papua yang berlangsung pada 3 Juli 2007 merupakan permasalahan separatisme yang memerlukan perhatian lebih serius bagi upaya menjaga dan menegakkan kedaulatan NKRI. Pemberian Otonomi Khusus Papua ternyata belum mampu meredam keinginan sekelompok masyarakat untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua. Berbagai aktivitas OPM, baik yang dilaksanakan secara fisik maupun politik sedikit banyak mampu menarik simpati internasional. Oleh karena itu, upaya memperkuat sistem intelijen dan diplomasi luar negeri diperlukan untuk mengcounter aktivitas propaganda negatif OPM di luar negeri. Selanjutnya terkait dengan aktivitas separatisme Republik Maluku Selatan (RMS), pemerintah harus menyadari bahwa kondisi laten yang selama ini kurang diperhatikan ternyata sewaktu-waktu bisa muncul ke permukaan. Meskipun tanpa melakukan perlawanan fisik bersenjata, pemunculan kelompok separatis pada acara Hari Keluarga Nasional ke XIV yang diselenggarakan di Kota Ambon pada tanggal 29 Juni 2007, menjadi pukulan yang serius bagi upaya menyelesaikan permasalahan separatisme di Maluku. Berkenaan dengan berbagai hal tersebut, pada masa yang akan datang aksi sekecil apa pun diharapkan perlu ditangani secara bijak tanpa harus mengedepankan tindakan represif. 05-3

II. Langkah Kebijakan dan Hasil- yang Dicapai A. Langkah Kebijakan Langkah kebijakan yang ditempuh dalam upaya pencegahan dan penanggulangan separatisme adalah sebagai berikut: 1. penguatan koordinasi dan kerja sama di antara lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan separtisme; 2. peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh melalui perbaikan akses masyarakat lokal terhadap sumber daya ekonomi dan politik tanpa diskriminasi; 3. pelaksanaan pendidikan politik dan bela negara secara formal, informal, dialogis, serta melalui media massa dalam rangka meningkatkan rasa saling percaya dan menumbuhkan kecintaan terhadap NKRI; 4. peningkatan upaya diplomasi luar negeri dalam rangka kontra diplomasi OPM dan RMS di dalam dan di luar negeri; 5. pengefektifan upaya deteksi secara dini (early warning system) dan pencegahan awal potensi konflik dan separatisme. B. Hasil yang Dicapai Berkaitan dengan persoalan Aceh pasca kesepahaman Helsinki, kebijakan yang ditempuh adalah memfokuskan pelaksanakan kesepakatan yang dicapai dalam kesepahaman Helsinki sehingga penyelesaian masalah Aceh tetap dalam kerangka NKRI. Beberapa kebijakan kesepahaman Helsinki yang telah berhasil dilaksanakan antara lain pemberian amnesti umum dan abolisi kepada setiap orang yang terlibat GAM. Pelucutan senjata GAM sebagaimana yang tertuang di dalam kesepahaman Helsinki telah selesai dilaksanakan. Pemerintah Indonesia telah melakukan realokasi TNI dan Polri. Pemberian jaminan hidup telah diberikan kepada 3.000 orang yang terlibat GAM daiam waktu 3 bulan. Pemerintah secara intens juga berupaya menciptakan suasana kondusif dengan mengeleminir potensi-potensi kerawanan, 05-4

khususnya aksi kriminal penggunaan senjata api. Aparat keamanan terkait berupaya terus memburu keberadaan senjata ilegal guna menghindari munculnya gangguan keamanan yang berpotensi menggagalkan upaya perdamaian. Hasil nyata yang dirasakan adalah Pilkada di NAD dapat berlangsung dengan lancar dan aman, meskipun masih diwarnai adanya intimidasi. Keberhasilan dalam Pilkada di NAD, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional, terutama menyangkut upaya menciptakan perdamaian dan peningkatan demokratisasi. Demikian pula dalam menyikapi pembentukan partai lokal di NAD, pemerintah berhasil melakukan dialog dengan para pemrakarsa untuk menunda penamaan dan pemakaian simbol atau bendera sampai ada ketetapan hukum yang sah. Terkait dengan permasalahan separatis di Papua, pemerintah berupaya menempuh langkah strategis, baik melalui lobi-lobi internasional maupun pendekatan dengan pemangku kepentingan (stake holder) di Papua. Di samping itu, pemerintah juga melakukan counter propaganda guna meluruskan dan meletakkan permasalahan Papua secara jernih dan objektif serta dapat dimengerti masyarakat internasional bahwa penyelesaian masalah Papua melalui Otonomi Khusus dalam kerangka NKRI merupakan solusi terbaik. Dalam hal ini, pemerintah memanfaatkan momentum penyelenggaraan konferensi Inter Parliamentary Union (IPU) untuk menemui delegasi parlemen Australia, Belanda, dan Inggris guna memberikan informasi yang sebenarnya mengenai perkembangan di Papua. Selain itu, pemerintah juga melakukan counter propaganda ke beberapa negara Eropa lainnya dalam rangka menangkal isu-isu negatif yang menjadi persepsi internasional selama ini dan sekaligus mempresentasikan perkembangan positif mengenai perkembangan di Papua seperti implementasi otonomi khusus, community development, keberhasilan pilkada, dan Inpres percepatan pembangunan. Hal ini telah berhasil mengubah pandangan sejumlah anggota parlemen negara-negara Barat, khusunya Amerika Serikat yang selama ini selalu mendiskreditkan Pemerintah Indonesia dan cenderung mendukung gerakan separatis Papua. 05-5

Untuk mempercepat pembangunan di Papua, telah ditetapkan kebijakan New Deal Policy for Papua dengan memprioritaskan pemantapan ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, peningkatan akses masyarakat pada pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, kebijakan perlakuan khusus bagi putra-putri asli Papua, serta peningkatan infrastruktur dasar untuk pengembangan wilayah-wilayah potensial. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, saat ini telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan di Papua. Sementara itu, dalam menangani insiden pengibaran bendera RMS oleh penari Cakalele di hadapan Presiden pada acara Hari Keluarga Nasional ke XIV di Kota Ambon pada tanggal 29 Juni 2007, secara cermat dan tegas pemerintah telah menangkap para pelaku disertai dengan penyidikan untuk mengungkap latar belakang ataupun keterlibatan dan pertanggungjawaban pihak-pihak terkait, terutama dari unsur TNI dan Polri. III. Tindak Lanjut yang Diperlukan Dalam rangka meningkatkan hasil-hasil yang telah dicapai serta mengatasi permasalahan yang dihadapi, diperlukan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program pemerintah yaitu pengembangan ketahanan nasional; pengembangan penyelidikan; pengamanan dan penggalangan keamanan negara; penegakan kedaulatan dan penjagaan keutuhan wilayah NKRI; pemantapan keamanan dalam negeri; peningkatan komitmen persatuan dan kesatuan nasional; serta peningkatan kualitas pelayanan informasi publik guna lebih mengefektifkan upaya penyelesaian pencegahan dan penanggulangan separatisme di Indonesia. Upaya pengembangan ketahanan nasional perlu ditindaklanjuti dengan (a) penyelenggaraan kajian kebijakan ketahanan nasional dalam rangka mewujudkan tujuan, kepentingan nasional, dan keselamatan negara dari ancaman terhadap kedaulatan, persatuan, dan kesatuan; (b) pengembangan otomasi sistem dalam pemantapan nilai-nilai kebangsaan (pembangunan laboratorium pengembangan 05-6

ketahanan nasional); dan (c) pendidikan strategis ketahanan nasional dalam rangka peningkatan kualitas kader pemimpin nasional. Adapun tindak lanjut yang diperlukan dalam pengembangan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan keamanan negara adalah (a) pengembangan intelijen negara yang didukung intelijen teritorial dan intelijen sektoral/fungsional agar mampu melakukan deteksi dini terhadap gerakan separatism dan penanggulangan perang urat syaraf dari berbagai anasir separatisme yang sudah memasuki berbagai aspek kehidupan (melalui counter opinion, peperangan informasi, dan pengawasan wilayah); (b) koordinasi seluruh badan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah NKRI dalam hal mencegah dan menanggulangi separatisme; dan (c) pengkajian analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen dalam hal deteksi dini untuk mencegah dan menanggulangi separatisme. Dalam penegakan kedaulatan dan penjagaan keutuhan wilayah NKRI, tindak lanjut yang diperlukan adalah (a) antisipasi dan pelaksanaan operasi militer atau nonmiliter terhadap gerakan separatis yang berusaha memisahkan diri dari NKRI, terutama gerakan separatisme bersenjata yang mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia; (b) antisipasi dan pelaksanaan operasi militer atau nonmiliter terhadap aksi radikal yang berlatar belakang primordial etnis, ras, agama, dan ideologi di luar Pancasila, baik berdiri sendiri maupun memiliki keterkaitan dengan kekuatankekuatan di luar negeri; dan (c) pelaksanaan diplomasi untuk memperoleh dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan NKRI. Selanjutnya tindak lanjut yang diperlukan dalam pemantapan keamanan dalam negeri adalah melakukan operasi keamanan dan penegakan hukum dalam hal penindakan awal separatisme di wilayah kedaulatan NKRI. Dalam peningkatan komitmen persatuan dan kesatuan nasional, tindak lanjut yang diperlukan adalah (a) kegiatan dan operasi intelijen penanggulangan separatisme; (b) sosialisasi wawasan kebangsaan; (c) pelaksanaan dan pengembangan sistem 05-7

kewaspadaan dini sosial di Papua; dan (d) fasilitasi koordinasi dan komunikasi berbagai pihak dalam penanganan konflik. Sementara itu, penegakan hukum serta penyelesaian pelanggaran HAM, pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua, dan adanya perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu diselesaikan dengan segera. Kekecewaan masyarakat Papua dan masyarakat lainnya yang ada di Indonesia perlu diobati dengan kebijakan yang menyentuh akar permasalahan dan sebanyak mungkin mengakomodasi aspirasi yang berkembang pada masyarakat Papua. Akhirnya, untuk meingkatkan kualitas pelayanan informasi publik, tindak lanjut yang diperlukan adalah menyosialisasikan nilainilai wawasan kebangsaan melalui berbagai media. 05-8