KEMAMPUAN MAHASISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER 1

dokumen-dokumen yang mirip
P 46 BERPIKIR KREATIF SISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1 Depdiknas Kurikulum Mata Pelajaran Matematika SMP. Jakarta: Depdiknas.

P 34 KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL I

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar siswa kita. Padahal matematika sumber dari segala disiplin ilmu

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan membahas tentang: (A) konteks penelitian,

ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VIIIPADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1 The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Dengan PISA (Program for International Student Assessment) dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK MAHASISWA PGSD DITINJAU DARI PERBEDAAN JENIS KELAMIN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, untuk

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN STRATEGI WRITING TO LEARN PADA SISWA SMP 4

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Eko Wahyu Andrechiana Supriyadi 1, Suharto 2, Hobri 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penalaran merupakan proses berpikir seseorang dalam mengambil

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

PENERAPAN MODEL PROBING PROMPTING LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP. Agni Danaryanti, Dara Tanaffasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN MASALAH OPEN ENDED

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Oleh Nila Kesumawati FKIP Program Studi Pendidikan Matematika Universitas PGRI Palembang

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2, NOMOR 2, JULI 2011

PENGARUH PEMBELAJARAN STRATEGI REACT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MAHASISWA PGSD TENTANG KONEKSI MATEMATIS

METODE PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sri Wahyuni, Tesis : Kemampuan Koneksi Matematika siswa SMP dalam Memecahkan

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA DALAM MATERI BARISAN DAN DERET ARITMATIKA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

EKSPLORASI PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI TINGKAT KONEKSI MATEMATIS YANG DIBANGUN OLEH MAHASISWA STKIP YPUP MAKASSAR. Nurfaida Tasni * ABSTRACT

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis

DAFTAR PUSTAKA. Adinawan, dkk. (2007). Matematika untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V SDN SIDOREJO LOR 03 SALATIGA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN. Abstrak

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MELALUI AKTIVITAS MENULIS MATEMATIKA DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

REPRESENTASI VISUAL DALAM MENYELESAIKAN MASALAH KONTEKSTUAL

Syarifatul Maf ulah, Dwi Juniati, Tatag Yuli Eko Siswono, Analisis Kemampuan Siswa...

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI PENELITIAN DESAIN

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fathimah Bilqis, 2014

Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 1, April 2015

KRITERIA BERPIKIR GEOMETRIS SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI 5

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. SWT. Seperti firman-nya dalam surah Al-Jin ayat 28: Artinya: Supaya dia mengetahui, bahwa Sesungguhnya rasul-rasul itu

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMAHAMAN SISWA DALAM PERMUTASI DAN KOMBINASI MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena pendidikan

Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS VIII SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF

ANALISIS KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP KELAS VII PADA PENERAPAN OPEN-ENDED

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

Amira Yahya. Guru Matematika SMA N 1 Pamekasan. & Amira Yahya: Proses Berpikir Lateral 27

HUBUNGAN ANTARA SELF-CONFIDENCE DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat tidak bisa. dipungkiri berdampak pada pendidikan,khususnya terhadap kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

ANALISIS KESALAHAN KONEKSI MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATERI BANGUN DATAR SEGI EMPAT

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Tujuan pembelajaran matematika dinyatakan dalam National Council

e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Matematika (Volume 2 Tahun 2013)

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR METODE NUMERIK BERBASIS PEMECAHAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, J.PMIPA, FKIP, UNS. Alamat Korespondensi:

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

Transkripsi:

ISSN 2442-3041 Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 1, No. 2, Mei - Agustus 2015 STKIP PGRI Banjarmasin KEMAMPUAN MAHASISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER 1 Karim dan Sumartono FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin E-mail: karim_unlam@hotmail.com Abstrak: Kegiatan menyelesaikan masalah merupakan aktivitas yang membantu mahasiswa untuk dapat mengetahui dan menyadari hubungan berbagai konsep dan prinsip matematika serta penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam matematika dikoneksikan dengan konsep, prinsip, dan keterampilan lainnya. Untuk mengetahui kreativitas mahasiswa dalam membuat koneksi matematis, maka diperlukan masalah matematika yang akan digunakan sebagai stimulus, sehingga kemampuannya dalam membuat koneksi matematis dapat diketahui. Setiap individu mahasiswa tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam bertingkah laku, menilai, dan berpikir. Salah satu karakteristik mahasiswa yang difokuskan pada perbedaan dan penilaian individual adalah masalah gender. Menurut teori nurture (konstruksi budaya), adanya perbedaan laki-laki dan perempuan pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Untuk melihat kemampuan membuat koneksi matematis ditinjau dari perbedaan gender, maka telah dilakukan penelitian terhadap mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unlam yang mengambil mata kuliah kalkulus lanjut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematis, antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan, baik itu kemampuan koneksi internal maupun kemampuan koneksi eksternal. Implikas i hasil penelitian dalam perkuliahan, khususnya perkuliahan kalkulus lanjut adalah pada pelaksanaan perkuliahan tidak perlu adanya perbedaan perlakuan antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan. Kata kunci: gender, koneksi matematis. Masalah merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya. Hudoyo (2001), mengemukakan bahwa suatu pertanyaan merupakan masalah bagi seorang siswa, apabila: (1) pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa sebaiknya dapat 1 Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP PGRI Banjarmasin, 28 Januari 2015 73

74 Karim dan Sumartono dimengerti oleh siswa tersebut, dan (2) pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Masalah dalam matematika dapat dibedakan menjadi 2 macam (Polya, 1973), yaitu: (1) Masalah untuk menemukan (Problem to find), dan (2) Masalah untuk membuktikan (Problem to proof). Lebih lanjut, Polya (1973) mengemukakan ada 4 langkah dalam menyelesaikan masalah, yaitu : (1) Memahami masalah, (2) membuat rencana penyelesaian, (3) melaksanakan rencana penyelesaian, dan (4) memeriksa kembali. Sedangkan Bransford dan Stein (Santrock, 2010) mengemukakan, juga ada empat langkah dalam menyelesaikan masalah, yaitu : (1) Mencari dan memahami problem, (2) menyusun strategi pemecahan problem yang baik, (3) mengeksplorasi solusi, dan (4) memikirkan dan mendefinisikan kembali problem dan solusi dari waktu ke waktu. Kegiatan menyelesaikan masalah merupakan aktivitas yang membantu mahasiswa untuk dapat mengetahui dan menyadari hubungan berbagai konsep matematika dan juga aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari. Brunner (Dahar, 2006) menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam matematika dikoneksikan dengan konsep, prinsip, dan keterampilan lainnya. NCTM (2000) menyebutkan bahwa matematika bukan kumpulan dari topik dan kemampuan yang terpisah-pisah, walaupun dalam kenyataannya pelajaran matematika sering dipartisi dan diajarkan dalam beberapa cabang. Tapi sesungguhnya matematika merupakan ilmu yang terintegrasi. Maka dari itu, dalam pembelajaran matematika perlu adanya penekanan yang mengarah pada adanya koneksi antara konsep, prinsip, maupun prosedur dalam matematika itu sendiri maupun antara konsep, prinsip, dan prosedur matematika dengan bidang lain. Keterkaitan antartopik matematika, keterkaitan antara matematika dengan disiplin ilmu lain, dan keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari diartikan sebagai koneksi matematika. Istilah koneksi matematis dipopulerkan oleh NCTM (1989) dan dijadikan sebagai salah satu standar dalam proses pembelajaran matematika. Selanjutnya, NCTM (1989) memaparkan standar koneksi matematis untuk grade 9-12, yang meliputi : (1) mengenali representasi ekuevalen dari konsep yang sama, (2) menghubungkan prosedur pada satu representasi matematika dengan prosedur lain untuk representasi matematika yang ekuevalen, (3) koneksi antartopik dalam matematika, dan (4) koneksi matematika dengan bidang studi lain. Selanjutnya, pada tahun 2000 NCTM kembali merelis ruang lingkup koneksi matematis untuk grade 9-12 yang menyatakan bahwa standar koneksi matematis adalah penekanan pembelajaran matematika pada kemampuan siswa yang meliputi : (1) mengenali dan memanfaatkan hubungan-hubungan antar gagasan-gagasan matematis, (2) memahami bagaimana gagasan-gagasan matematis saling berhubungan dan saling mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan yang saling koheren, dan (3) mengenali dan menerapkan matematika di dalam kontekskonteks di luar matematika. Berkaitan dengan standar koneksi matematis, Coxford (1995) mengemukakan ada lima standar dalam koneksi matematis, yaitu : (1) koneksi antara pengetahuan konseptual dan prosedural, (2) koneksi antara topik dalam matematika, (3) koneksi matematika dengan bidang studi lain, (4)

Kemampuan Mahasiswa Membuat Koneksi Matematis dalam Menyelesaikan Masalah Matematika... 75 koneksi antara matematika dengan aktivitas kehidupan sehari-hari, dan (5) koneksi antar representasi matematika dari konsep yang sama. Berdasarkan standar tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup koneksi matematis itu meliputi 3 aspek, yaitu : (1) koneksi dalam matematika, (2) koneksi matematika dengan bidang studi lain, dan (3) koneksi matematika dengan dunia nyata. Hal tersebut serupa dengan pendapat Mikovich dan Monroe (1994) yang juga menyatakan bahwa 3 macam aspek koneksi matematis, yaitu : (1) koneksi dalam matematika, (2) koneksi matematika dengan bidang studi lain, dan (3) koneksi matematika dengan dunia nyata. Berdasarkan ruang lingkup koneksi matematis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa koneksi matematis itu dapat dikelompokkan menjadi 2 aspek, yaitu koneksi internal matematis, dan koneksi eksternal matematis. Membuat koneksi matematis adalah proses siswa dalam mengenali dan menggunakan koneksi internal dan koneksi eksternal matematis, sesuai dengan indikator koneksi matematis yang telah dirumuskan. Berdasarkan standar dan ruang lingkup koneksi matematis dan telaah indikator koneksi matematis dari penelitian terdahulu yang relevan, seperti penelitian Ruspiani (2000) dan Frastica (2013) maka indikator koneksi matematis dirumuskan seperti dipaparkan pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Indikator Membuat Koneksi Matematis Aspek Koneksi Matematis Indikator Koneksi Matematis 1. Koneksi internal 1. Mengenali konsep dan prinsip matematika. matematika. 2. Mengenali hubungan antarkonsep dan prinsip matematika. Aspek Koneksi Matematis 2. Koneksi eksternal matematika. Indikator Koneksi Matematis 3. Menggunakan hubungan antarkonsep dan prinsip matematika. 4. Mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama. 5. Menggunakan keterkaitan konsep dan prinsip matematika dengan prosedur atau operasi hitung tertentu. 1. Menghubungkan ide matematika yang dihadapi dengan konteks kehidupan nyata mahasiswa. Setiap individu siswa tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam bertingkah laku, menilai, dan berpikir. Individu siswa akan memiliki cara-cara yang berbeda atas pendekatan yang dilakukan terhadap situasi belajar, dalam cara mereka menerima, mengorganisasikan, serta menghubungkan pengalaman-pengalaman mereka dalam cara mereka merespon terhadap suatu permasalahan. Salah satu karakteristik mahasiswa yang difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individual adalah masalah gender. Perilaku peran gender adalah perilaku yang dipelajari secara luas dalam pembelajaran (Slavin, 2011). Santrock (2010) mengemukakan bahwa gender merupakan dimensi sosiokultural dan psikologis dari pria dan wanita. Sedangkan menurut Sasongko (2008), gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Peran gender adalah ekspektasi sosial yang merumuskan bagaimana pria dan wanita seharusnya berpikir, merasa, dan berbuat. Lippa (Santrock, 2010) mengemukakan ada beragam cara untuk memandang

76 Karim dan Sumartono perkembangan gender. Beberapa diantaranya lebih menitikberatkan pada faktor-faktor dalam perilaku pria dan wanita, sedangkan yang lainnya menekankan pada faktor sosial dan kognitif. Cara memandang perkembangan gender berdasarkan faktor-faktor dalam perilaku pria dan wanita memunculkan teori nurture, nature, dan equilibrium. Sasongko (2008) mengemukakan menurut teori nurture (konstruksi budaya) adanya perbedaan lakilaki dan perempuan pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Sedangkan menurut teori nature (alamiah), adanya perbedaan laki-laki dan perempuan adalah karena kodrat yang menyebabkan perbedaan biologis yang memberikan implikasi bahwa kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Teori yang menyeimbangkan antara teori nurture dengan teori nature disebut sebagai teori equilibrium. Teori equilibrium ini menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara lakilaki dan perempuan. Santrock (2010), mengemukakan pandang-an kognitif terhadap gender dikelompokan menjadi 2 kelompok teori, yaitu teori perkembangan kognitif dan teori skema gender. Menurut teori perkembangan kognitif, anak mengadopsi suatu gender setelah mereka mengembangkan konsep gender. Sedangkan menurut teori skema gender, perhatian dan perilaku individu dituntun oleh motivasi internal untuk menyesuaikan diri dengan standar sosikultural berbasis gender dan stereotip gender. Lebih lanjut, Rodgers (Santrock, 2010) berpendapat tentang teori skema gender, bahwa gendertyping terjadi ketika anak siap untuk memahami dan menata informasi berdasarkan apa yang dianggapnya sebagai tepat bagi pria dan wanita dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, perbedaan gender dapat diartikan sebagai perbedaan prilaku, peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial. Dalam menyelesaikan masalah, tentunya banyak ide-ide matematika yang dapat dikoneksikan. Hal ini dapat dilakukan karena struktur koneksi yang terdapat diantara cabang-cabang matematika memungkinkan mahasiswa melakukan penalaran matematis secara analitik dan sentetik. Sehingga untuk menyelesaikan suatu masalah matematika sangat dimungkinkan akan terjadi banyak alternatif koneksi matematis yang dapat dibuat. Oleh karena itu, akan dapat diketahui kemampuan membuat koneksi matematis dalam menyelesaikan masalah matematika tersebut. Permasalahan yang akan diteliti adalah kemampuan mahasiswa dalam membuat koneksi matematis ditinjau dari perbedaan gender. Apakah dengan adanya perbedaan gender ini akan berdampak pada terjadinya perbedaan dalam membuat koneksi matematis. Mahasiswa dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi pendidikan matematika FKIP Unlam. Mengingat banyaknya mahasiswa pada program studi pendidikan matematika FKIP Unlam yang tercatat aktif pada tahun 2014, maka penelitian ini dibatasi hanya pada mahasiswa program studi pendidikan matematika FKIP Unlam yang mengambil mata kuliah kalkulus lanjut pada semester ganjil tahun akademik 2014/2015. Sehingga pembatasan yang dikemukakan pada penelitian ini merupakan keterbatasan dari penelitian ini. Berdasarkan paparan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dalam membuat koneksi matematis dalam

Kemampuan Mahasiswa Membuat Koneksi Matematis dalam Menyelesaikan Masalah Matematika... 77 menyelesaikan masalah ditinjau dari perbedaan gender. Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: (1) Manfaat teoritis. Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan bukti empirik tentang kemampuan mahasiswa dalam membuat koneksi matematis. (2) Manfaat praktis. Manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses perkuliahan mata kuliah kalkulus lanjut khususnya, sehingga dosen dapat melakukan penguatan dalam hal kemampuan koneksi matematis. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksploratif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian eksploratif digunakan untuk memberikan gambaran tentang kemampuan mahasiswa dalam membuat koneksi matematis dalam menyelesaikan masalah matematika. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FKIP Unlam yang mengambil mata kuliah kalkulus lanjut pada semester ganjil tahun akademik 2014/2015. Jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah kalkulus lanjut yang ikut serta dengan peneliti sebanyak 39 orang, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa laki-laki dan 33 orang mahasiswa perempuan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah berupa lembar tugas mahasiswa (LTM) berupa soal pemecahan masalah. LTM yang digunakan ada 2 buah, yaitu 1 buah yang berkaitan dengan koneksi internal matematis dan 1 buah yang berkaitan dengan koneksi eksternal matematis. Prosedur pengumpulan data meliputi: 1. Pengumpulan data awal kemampuan matematika mahasiswa. Kemampuan awal mahasiswa dilihat dari indeks prestasi komulatif (IP_k) mahasiswa. 2. Pengumpulan data yang berkaitan dengan kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis yang akan diteliti ada 2 macam, yaitu : (a) kemampuan koneksi internal, dan (b) kemampuan koneksi eksternal. Sedangkan tahap-tahap dalam pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari: (1) membuat tabulasi/rekapitulasi data, (2) menelaah data yang terdapat dalam tabulasi, (3) mereduksi data, (4) mengolah/menganalisis data, dan (5) membuat kesimpulan. Hasil dan Pembahasan Data mahasiswa peserta kuliah kalkulus lanjut tahun 2014, yang dikumpulkan meliputi jenis kelamin, IP_k, kemampuan koneksi internal, dan kemampuan koneksi eksternal. Kemampuan awal mahasiswa ini diperlukan untuk melihat ada atau tidak adanya perbedaan kemampuan matematika mahasiswa antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan. Paparan ringkas hasil pengolahan data kemampuan matematika mahasiswa antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan dipaparkan pada tabel 2 berikut ini.

78 Karim dan Sumartono Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas dan Uji Beda Kemampuan Awal Mahasiswa Jenis Kelamin Jumlah Rata-rata IP_k Laki-laki 6 3,09 Perempuan 33 3,25 Uji Homogenitas: F_hitung : 1,884 p_value : 0,178 Kesimpulan : Data laki-laki dan data perempuan homogen. Uji beda dengan uji_t: T_hitung : 1,373 p_value : 0,178 Kesimpulan : Ho diterima, jadi tidak terdapat perbedaan kemampuan awal mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan. Berdasarkan data pada tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan matematika mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan. Karena kemampuan matematika mahasiswa laki-laki dengan kemampuan matematika mahasiswa perempuan tidak berbeda, maka data tentang kemampuan koneksi matematis dapat dianalisis lebih lanjut. Selanjutnya untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan koneksi matematis antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan, maka dilakukan pengolahan data tentang kemampuan koneksi matematis, baik koneksi internal maupun koneksi eksternal. Hasil pengolahan data, secara ringkas dipaparkan dalam tabel 3 dan tabel 4 berikut ini. Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas dan Uji Beda Koneksi Internal Jenis Kelamin Jumlah Rata-rata koneksi internal Laki-laki 6 86,67 Perempuan 33 83,65 Uji Homogenitas: F_hitung : 0,062 p_value : 0,804 Kesimpulan : Data koneksi internal laki-laki dan data perempuan adalah homogen. Uji beda dengan uji_t: T_hitung : 0,250 p_value : 0,804 Kesimpulan : Ho diterima, jadi tidak terdapat perbedaan kemampuan koneksi internal mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan. Berdasarkan data pada tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan koneksi internal mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan. Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas dan Uji Beda Koneksi Eksternal Jenis Kelamin Jumlah Rata-rata koneksi eksternal Laki-laki 6 65,00 Perempuan 33 71,06 Uji Homogenitas: F_hitung : 0,165 p_value : 0,687 Kesimpulan : Data koneksi eksternal laki-laki dan data perempuan adalah homogen. Uji beda dengan uji_t: T_hitung : 0,406 p_value : 0,687 Kesimpulan : Ho diterima, jadi tidak terdapat perbedaan kemampuan koneksi eksternal mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan. Berdasarkan data pada tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan koneksi eksternal mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematis mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan adalah sama. Gender tidak memiliki pengaruh terhadap kemungkinan munculnya perbedaan kemampuan koneksi

Kemampuan Mahasiswa Membuat Koneksi Matematis dalam Menyelesaikan Masalah Matematika... 79 matematis mahasiswa dalam menyelesaikan masalah. Untuk rata-rata kemampuan koneksi internal lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata kemampuan koneksi eksternal. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Ruspiani (2000) yang menyatakan bahwa rata-rata kemampuan koneksi matematis siswa SMA, baik internal maupun eksternal yang rendah. Jika dikaitkan dengan peran gender, hasil penelitian yang didapat sejalan dengan hasil penelitian Frastica (2013) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematis antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan pada sekolah menengah pertama (SMP). Implikasi hasil penelitian dalam perkuliahan, khususnya perkuliahan kalkulus lanjut adalah pada pelaksanaan perkuliaha n tidak perlu adanya perbedaan perlakuan antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan. Keterbatasan dari penelitian ini adalah jumlah subyek penelitian yang dilibatkan relatif kecil. Sehingga hasil yang diperoleh hanya menggambarkan peran gender, yang khusus untuk mahasiswa peserta kuliah Kalkulus Lanjut. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang peran gender ini, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan subyek penelitian yang lebih besar. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematis, antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan, baik itu koneksi internal maupun koneksi eksternal. Implikasi hasil penelitian dalam perkuliahan, khususnya perkuliahan kalkulus lanjut adalah pada pelaksanaan perkuliahan tidak perlu adanya perbedaan perlakuan antara mahasiswa lakilaki dengan mahasiswa perempuan. Ucapan Terima Kasih Terima kasih disampaikan kepada Ketua Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unlam dan Pengelola PGU MIPA FKIP Unlam yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian dan bantuan dana. Daftar Pustaka Coxford, A.F. 1995. The Cace for Connections, dalam P.A. House (1995), Connecting Mathematics across the Curriculum. Yearbook. Virginia : The National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Dahar, R.W. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Erlangga. Frastica, Zulaicha Ranum. 2013. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Melalui Pendekatan Open Ended pada Siswa SMPN Ditinjau dari Perbedaan Gender. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Hudoyo, H. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang : IKIP Malang. Micovich, A.K. and Monroe, E.E. 1994. Making Mathematical Connection Across The Curriculum : Activities to Help Teachers Begin. School Science and Mathematics. 94(7). NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, Reston, VA : Arthur.. 2000. Principles and Standards for School Mathematics, Reston, VA : Arthur.

80 Karim dan Sumartono Polya, G. 1973. How To Solve It. New Jersey : Princeton University Press. Ruspiani. 2000. Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematika. Tesis. Bandung : Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan. Santrock, Jhon W. 2010. Psikologi Pendidikan. Edisi Kedua. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia (Penerjemah : Tri Wibowo. B.S.). Jakarta : Kencana. Sasongko, S.S., 2008. Konsep dan Teori Gender. Modul 2. Pusat Pelatihan Gender dan peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN. Jakarta. Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan, Teori dan Praktik. Edisi Kesembilan. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia (Penerjemah : Marianto Samosir). Jakarta : PT. Indeks.