BAB I PENDAHULUAN. Non Performing Financing yang selanjutnya disebut NPF adalah risiko

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kegiatan operasionalnya pasti tidak akan terlepas dari risiko.

BAB I PENDAHULUAN. Non Performing Financing (NPF) merupakan salah satu instrumen penilaian

BAB 1 PENDAHULUAN. Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total Aset sebesar Rp. 57 triliun (Republika :

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pesat yang dialami oleh perbankan syariah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan permasalahan dan kehidupan dunia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain untuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produktif, bebas dari hal-hal yang tidak jelas (gharar), berprinsip keadilan

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode pendekatan syariah Islam yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbankan syariah pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor keuangan, terutama industri perbankan, berperan sangat penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. prinsip bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Sebagai bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. syariah di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional yang terbagi menjadi dua macam yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Total Pembiayaan (Financing) terhadap NPF. Berdasarakan analisis data secara statistik dalam penelitian ini,

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kantor, 24 Unit Usaha syariah (UUS) denga n 554 kantor, dan 160 Bank

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah menjelaskan, praktik perbankan syari ah di masa sekarang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Keberadaan perbankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami. perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perbankan Syariah Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Syariah Indonesia No. 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, karena perbankan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia perbankan. Jika dihubungkan dengan pendanaan, hampir semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Abdul Ghafur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hlm. 31.

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sistem ekonomi syariah semakin berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, bank syariah telah muncul semenjak awal tahun 1990-an dengan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem perbankan. konvensional menggunakan bunga (interest) sebagai landasan

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

BAB 1 PENDAHULUAN. popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Bank pada hakikatnya merupakan lembaga perantara (intermediary) yaitu. menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. keberlanjutan entitas bisnis dan untuk mengukur kemampuan bersaing dalam

BAB I PENDAHULUAN. mana didasarkan pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagai landasan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan-pembiayaan yang dapat membantu masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang dapat kita rasakan seperti sekarang, dimana hampir seluruh

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang tumbuh berkisar 8%. (Otoritas Jasa Keuangan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. orang dan ditemui disetiap kehidupan semua orang. Kredit terjadi karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhinya, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Islam di Tanah Air sebenarnya sudah dimulai secara formal dan informal jauh

BAB I PENDAHULUAN. atau penyedia dana bagi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimal, keadilan sosial ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pemerintah secara formal meletakkan dasar-dasar hukum operasionalnya

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dengan prinsip wadiah maupun prinsip mudharabah atau di sebut juga dengan. prinsip bagi hasil, prinsip ujroh, dan akad pelengkap.

BAB I PENDAHULUAN. syariah membawa konsekuensi adanya penghapusan bunga secara mutlak. 1. Firman Allah swt. dalam surah Ali Imran ayat 130:

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perbankan syariah di Indonesia telah muncul pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sustainable. Dari sisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi pioner bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan. sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi umat islam. Rasa terpercaya, amanah dan aman serta

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, perbankan menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank

BAB I PENDAHULUAN. sektor perbankan. Berdasarkan sistem operasionalnya, perbankan Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dan ketiga adalah ijarah dan jasa. Bagi hasil terdiri dari mudharabah dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sistem keuangan dunia. perkembangan perekonomian dunia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non Performing Financing yang selanjutnya disebut NPF adalah risiko pembiayaan yang didapat dari perbandingan total pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan syariah (Gemala, 2015). Dalam praktik perbankan, NPF merupakan pembiayaanpembiayaan yang kategori kolektabilitasnya masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan pembiayaan macet (Dendawijaya, 2005). Bank Indonesia menetapkan NPF gross maksimal 5% sebagai angka toleran bagi kesehatan suatu lembaga keuangan syariah. NPF yang tinggi menyebabkan pembayaran kembali suatu pembiayaan dalam bahaya, terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar pinjaman sehingga belum mencapai/ memenuhi target yang diinginkan, sehingga memiliki kemungkinan timbulnya risiko kerugian di kemudian hari bagi pihak yang memberikan pembiayaan (Rivai, 2007 dalam Gemala, 2015). Statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan rasio NPF industri Bank Umum Syariah (BUS) per Juni 2016 mencapai 5,68% (gross). Angka ini melampaui ketentuan, yakni maksimal 5%. Sementara, NPF unit usaha syariah terkendali di level 3,49% (gross). Secara keseluruhan, NPF perbankan syariah, baik BUS maupun unit usaha syariah, mencapai lebih dari 5% per Juni 2016. Kenaikan rasio pembiayaan macet ini menjadi lampu kuning bagi industri perbankan syariah untuk lebih hati-hati dalam

menyalurkan pembiayaan (www.cnnindonesia.com/ diakses pada 4 Februari 2017). Seiring perkembangan industri keuangan syariah terutama perbankan syariah di Indonesia yang saat ini tumbuh secara pesat, maka risiko adanya NPF dari pembiayaan yang disalurkan pihak lembaga keuangan syariah juga akan bertambah (Dahlan, 2012:93 dalam Sunarti, 2015). Perkembangan ini dapat dilihat dari meningkatnya total aset keuangan syariah dalam 4 tahun terakhir yang tumbuh lebih dari 20%, mencapai lebih dari Rp.306 triliun atau setara 4,8% dari total aset perbankan nasional. Hingga Juni 2016 terdapat 12 BUS, 22 Unit Usaha Syariah (UUS) serta 165 BPR Syariah di 2.557 jaringan kantor cabang di seluruh Indonesia (www.bi.go.id/ diakses pada tanggal 5 Februari 2017). Dalam skala mikro hal ini diikuti pula oleh perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang terbagi menjadi tiga bentuk yaitu: Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KSPS) atau Unit Simpan Pinjam Syariah (USPS) yang biasanya menggunakan nama Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) (Harmoyo, 2012). Menurut Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi, Choirul Djamhari dalam Suara Pembaruan (2015) bahwa hingga semester I 2014, secara keseluruhan jumlah KJKS dan USP/UJKS di Indonesia mencapai 110.079 unit dengan total aset Rp 87,28 triliun dan melayani 18,9 juta orang. Rinciannya, jumlah KJKS mencapai 10.838 unit beranggotakan 3,052 juta orang dan memiliki aset Rp 24,20 triliun. UJKS Koperasi sebanyak 95.881 unit beranggotakan 15,409 juta orang dan memiliki aset Rp 57,63 triliun. Jumlah KJKS sebanyak 1.197 unit beranggotakan 136.710 orang dan memiliki aset

Rp4,28 triliun, sedangkan UJKS Koperasi sebanyak 2.163 unit beranggotakan 333.282 orang dan memiliki aset Rp 1,16 triliun. Seiring berjalannya waktu, data tersebut bukan tidak mungkin mengalami pertambahan serta perkembangan yang signifikan, mengingat masih banyaknya KJKS yang telah berdiri namun belum tergabung dalam asosiasi KJKS. Besar kemungkinan juga ada KJKS yang telah beroperasi tanpa berbadan hukum, yang hal ini secara tidak langsung tentu tidak tercatat ke dalam data statistik sebaran KJKS di seluruh Indonesia. Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan memiliki potensi kekayaan alam yang cukup besar untuk kesejahteraan rakyatnya. Permasalahan pembangunan perekonomian masyarakat, penanggulangan kemiskinan, dan mengurangi pengangguran merupakan beberapa permasalahan yang sudah menjadi prioritas utama untuk diselesaikan pemerintah Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia 28,01 juta atau 10,86% pada Maret 2016. Permasalahan yang sama juga dihadapi oleh Pemerintah Kota (Pemko) Padang. Sejak tahun 2004, terdapat peningkatan jumlah penduduk miskin dan mulai mengalami penurunan pada tahun 2012. Sebagai salah satu bentuk LKMS, KJKS memiliki peran penting dalam menjalankan program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan perekonomian masyarakat saat ini. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia No. 35.3/Per/M.KUKM/X/2007, KJKS adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Adapun tujuan pendirian KJKS menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia No. 35.3/Per/M.KUKM/X/2007,

diantaranya: meningkatkan program pemberdayaan ekonomi khususnya di kalangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan koperasi melalui sistem syariah, mendorong kehidupan ekonomi syariah dalam kegiatan usaha mikro kecil dan menengah khususnya dan ekonomi Indonesia pada umumnya serta meningkatkan semangat dan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan KJKS. Khususnya di Kota Padang, Sumatera Barat, KJKS dirintis pada tahun 2010 dan tersebar diseluruh kelurahan di Kota Padang. Pendirian KJKS ini dilakukan bertahap, yaitu pada tahun 2010 didirikan 54 KJKS, dan dilanjutkan pada 2011 dengan mendirikan 20 KJKS. Pada tahun 2012 dikembangkan lagi pada 30 kelurahan, dan tahun 2013 berdiri lagi 20 KJKS. Sehingga total keseluruhan ada 104 KJKS yang tersebar pada 11 kecamatan Kota Padang (Wira & Gustati, 2015). Dinas Koperasi dan UKM Kota Padang, Sumatera Barat, mencatat pada tahun 2016 dari 104 KJKS yang ada, 76 KJKS diantaranya telah berbadan hukum dan sebanyak 13 ribu orang lebih menjadi anggota KJKS yang tertampung dalam program kesejahteraan masyarakat. Sama halnya dengan lembaga keuangan syariah lainnya, KJKS juga kerap kali menghadapi risiko NPF dalam penyaluran pembiayaan. Menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Produk pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yaitu pembiayaan dengan kerjasama (mudharabah, musyarakah), pembiayaan dengan jual beli (murabahah, salam, istishna), pembiayaan dengan sewa (ijarah) dan pembiayaan kebaikan (qard) (Popita, 2013). Produk pembiayaan yang sering terjadi NPF adalah pembiayaan murabahah dan mudharabah. Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang paling banyak disalurkan oleh KJKS khususnya di kota Padang, sehingga murabahah menjadi pembiayaan yang berisiko terjadinya NPF. Sedangkan dalam pembiayaan mudharabah terdapat istilah kepercayaan antara pihak pemilik dana (shahibul maal) sebagai pihak yang menyediakan modal dana sebesar 100% dengan pihak pengelola modal (mudharib), dengan porsi keuntungan akan dibagi bersama (nisbah) sesuai dengan kesepakatan dimuka dari kedua belah pihak. Jika ada kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal kecuali jika ditemukan adanya kelalaian dan kesalahan dari pihak pengelola modal seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana. Hal ini diperkuat oleh Wira & Gustati (2015) dalam tulisannya yang menyatakan bahwa mudharabah adalah pembiayaan yang paling rentan dengan risiko terjadinya kerugian. Hingga tahun 2015, jenis pembiayaan yang paling banyak diterapkan KJKS di Kota Padang adalah pembiayaan murabahah, yaitu 81 KJKS. Selanjutnya pembiayaan mudharabah sebanyak 21 KJKS. Umumnya pihak KJKS dengan nasabah sebelum melakukan transaksi pembiayaan akan selalu membuat kesepakatan yang disetujui kedua belah pihak. Kesepakatan tersebut tertuang dalam sebuah akad pembiayaan. Demikian keduanya terikat perjanjian dan hukum yang telah dibuat bersama. Hakekatnya kadang dijumpai cidera janji yang dilakukan oleh pihak anggota yang tidak

melaksanakan kewajibannya terhadap KJKS terkait, yang sebelumnya menjadi kesepakatan bersama antara keduanya baik disengaja maupun tidak disengaja (Karim 2010:260, dalam Listanti, 2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi NPF dapat dilihat dari sisi nasabah (debitur), lembaga keuangan (kreditur) dan faktor lain dari luar (eksternal). Perubahan kebijaksanaan pemerintah di sektor rill, kenaikan harga-harga faktor produksi yang tinggi karena adanya perubahan nilai tukar/kurs, meningkatnya tingkat suku bunga pinjaman, adanya resesi yaitu berkaitan dengan menurunnya tingkat Gross Domestic Product, devaluasi, inflasi, deflasi dan kebijakan moneter lainnya, serta adanya bencana alam dan peningkatan persaingan merupakan faktor penyebab eksternal. Dari sisi lembaga keuangan (kreditur) disebabkan buruknya perencanaan finansial atas aset tetap/ modal kerja, adanya kegagalan dalam memenuhi syarat-syarat dalam pemberian kredit, serta kelemahan analisis oleh pejabat kredit sejak awal proses pemberian kredit. Dari segi kreditur yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari rasio keuangan yang ada di lembaga keuangan tersebut (Sunarti, 2015). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi NPF. Salah satu penelitian yang terus dikembangkan adalah menganalisis faktor yang berasal dari sisi nasabah. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2013) mengenai karakter debitur Bank Syariah dalam memenuhi kewajiban. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi NPF dan implikasi pendekatan keagamaan sebagai upaya penyelesaian masalah pembiayaan nasabah. Dalam penelitian ini religiusitas dan perilaku ekonomi dihubungkan berdasarkan penelitian ahli ekonomi politik dan sosiolog

berkebangsaan Jerman Maxmillian Weber (1864-1920), dalam bukunya, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, menjelaskan bahwa kapitalisme modern berkembang di Eropa Barat dan Amerika berkat etika protestan ini. Reformasi Protestan (Calvinisme), telah melahirkan nilai-nilai baru secara mendasar, yang memberikan dorongan bagi usaha-usaha yang menggiatkan ekonomi. Hasil dari penelitian ini ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi NPF diantaranya: character yang buruk (33%), diikuti dengan condition yang kurang mendukung bagi nasabah (27%) dan kekurangan collateral (23%). Adapun faktor capacity hanya menyumbang 10% sedangkan faktor condition hanya 7%. Penurunan jumlah pembiayaan bermasalah di BPRS dengan pendekatan keagamaan, kegigihan, maupun pressure yang kuat, memberi hasil positif pada penyelesaian kewajiban nasabah. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2016) mengenai faktor faktor yang mempengaruhi kredit macet dana bergulir di PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Guntur Kabupaten Demak. Penelitian ini terdiri dari tiga variabel, diantaranya: karakter nasabah, jangka waktu pinjaman kredit dan kemampuan mengelola kredit. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel karakter nasabah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kredit macet di PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Guntur Kabupaten Demak. Penelitian yang dilakukan oleh Gemala (2015) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kredit macet dilihat dari pesrpektif mitra pembiayaan pada BMT Prima Syariah. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu: administrasi (persyaratan awal), pendapatan nasabah, Itikad nasabah, dan evaluasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel administrasi (persyaratan awal)

mempengaruhi kredit macet pada BMT Prima Syariah sedangkan variabel pendapatan nasabah, Itikad nasabah mempengaruhi kredit macet pada BMT Prima Syariah. Penelitian serupa yang juga dilakukan oleh Wijayanti (2014) dan Ayuningtyas (2012) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kredit macet pada BMT Surya Madani Boyolali tahun 2013-2014 dan BMT Kube Colomadu tahun 2010-2011. Berdasarkan penelitian tersebut ada beberapa variabel yang menyebabkan kredit macet yaitu: peran BMT, Itikad nasabah, perencanaan, administrasi nasabah, musibah, musim, dan peraturan pemerintah. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan dimana pada penelitian Wijayanti (2014) hanya variabel Itikad nasabah yang mempengaruhi kredit macet, sedangkan hasil penelitian Ayuningtyas (2012) menunjukkan hanya variabel musibah yang menyebabkan kredit macet. Penelitian lain yang juga dilakukan oleh Novitasari (2010) menunjukkan bahwa secara parsial maupun simultan variabel karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah, dan sistem pengendalian kredit macet bepengaruh pada kredit macet pada KJKS Amanah Ummah Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu mengenai analisis faktor-faktor yang menyebabkan NPF yang masih kontradiktif, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk menganalisis kembali faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi NPF dari sisi nasabah pada KJKS khususnya di Kota Padang. KJKS yang menjadi objek penelitian ini ditentukan dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). DEA merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengukur efesiensi relatif dari kumpulan Decision Making Unit (DMU) dalam mengelola sumber daya (input) dengan jenis yang sama sehingga menghasilkan output dengan jenis

yang sama pula, dimana hubungan bentuk fungsi dari input ke output tidak diketahui (Siswandi, 2004). DMU dapat berupa badan, perusahaan maupun organisasi profit/ non profit, dan sebagainya yang dalam penelitian ini berfokus pada KJKS. DMU dikatakan efisien jika nilai DEA sama dengan 1, sementara DEA yang nilainya kurang dari 1 dikatakan tidak efisien. Ketidakefisienan ini dapat berupa Increasing Return to Scale (IRS) dan Decreasing Return to Scale (DRS). IRS mengindikasikan bahwa DMU yang tidak efisien memiliki potensi untuk menjadi efisien, sementara DRS mensyaratkan suatu DMU yang tidak efisien sudah tidak memiliki potensi untuk efisien atau dapat dikatakan tidak dapat tertolong lagi (Siswandi, 2004). Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti DMU yang dalam hal ini adalah KJKS yang tingkat ketidakefisienannya tergolong DRS. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang di atas adalah : 1. Bagaimana pengaruh religiusitas nasabah terhadap Non Performing Financing pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Kota Padang? 2. Bagaimana pengaruh perencanaan pembiayaan terhadap Non Performing Financing pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Kota Padang? 3. Bagaimana pengaruh pendapatan nasabah terhadap Non Performing Financing pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Kota Padang? 4. Bagaimana pengaruh administrasi persyaratan awal terhadap Non Performing Financing pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Kota Padang?

5. Bagaimana pengaruh evaluasi oleh pihak Koperasi Jasa Keuangan Syariah terhadap Non Performing Financing pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Kota Padang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh religiusitas nasabah terhadap Non Performing Financing pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Kota Padang 2. Menganalisis pengaruh perencanaan pembiayaan terhadap Non Performing Financing pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Kota Padang 3. Menganalisis pengaruh pendapatan nasabah terhadap Non Performing Financing pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Kota Padang 4. Menganalisis pengaruh administrasi persyaratan awal terhadap Non Performing Financing pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Kota Padang 5. Menganalisis pengaruh evaluasi oleh pihak Koperasi Jasa Keuangan Syariah terhadap Non Performing Financing pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Kota Padang. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi akademisi Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan referensi dan tambahan literatur dalam membuat penelitian sejenis selanjutnya serta dapat memberikan gagasan, ide, dan pemikiran dalam upaya penerapan ilmu

khususnya terkait dengan pemahaman dibidang Non Performing Financing. 2. Bagi Nasabah Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dan pertimbangan nasabah dalam mengambil keputusan pembiayaan di KJKS khususnya Kota Padang. 3. Bagi KJKS Hasil penelitian ini diharapkan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan kebijakan masalah pembiayaan di KJKS khususnya Kota Padang. 1.5 Batasan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi NPF dari sisi nasabah yang kerap kali terjadi pada KJKS di Kota Padang. Penulis membagi batasan masalah penelitian menjadi dua bagian yaitu: 1. Variabel, dalam penelitian ini variabel yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi NPF dari sisi nasabah antara lain yaitu religiusitas nasabah, perencanaan pembiayaan, pendapatan nasabah, administrasi persyaratan awal, dan evaluasi oleh pihak KJKS pada KJKS di Kota Padang. 2. Ruang lingkup, dalam penelitian ini ruang lingkup adalah KJKS yang terdapat di Kota Padang dan mengambil 5 KJKS dengan menggunakan purposive sampling. Sementara untuk nasabah dipilih dengan menggunakan Random Sampling.

1.6 Sistematika Penelitian Dalam menyusun penelitian ini, sistematika pembahasan masalah dimulai dari latar belakang masalah hingga kesimpulan dan saran, penulisan sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Merupakan bab pembuka yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini membahas tentang teori-teori yang akan digunakan sebagai dasar pembahasan dari penulisan ini yang meliputi tentang landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka berpikir, dan hipotesis. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini membahas tentang metode penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini. Beberapa hal yang dijelaskan pada bab ini adalah tentang definisi operasional variabel, populasi dan prosedur penentuan sampel, jenis dan metode pengumpulan data, serta teknik analisis. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini membahas deskripsi objek penelitian yang terdiri dari deskripsi variabel dependen dan independen, analisis data dan interpretasi terhadap hasil analisis berdasarkan alat dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian. BAB V : PENUTUP Bab ini membahas kesimpulan mengenai hasil penelitian dan diuraikan pula keterbatasan penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya.