EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

THE ANALYZING ABILITY OF DRAWING CONCLUSIONS AND APPLYING CONCEPTS

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

THE ENHANCEMENT OF INFERRING SKILL AND CONCEPT MASTERY IN BASIC THERMOCHEMISTRY SUBJECT BY LEARNING CYCLE 5E MODEL

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. kinerja dari proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan rangkaian

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

THE ENCHANCEMENT OF INFERRING SKILL AND CONCEPT OF MASTERY IN REACTION RATE MATERIAL BY LEARNING CYCLE 5E MODEL

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,

KETERAMPILAN INFERENSI PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awalnya

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR FLEKSIBEL DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN SISWA MELALUI INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGIDENTIFIKASI VARIABEL DAN MENDESKRIPSIKAN HUBUNGAN ANTAR VARIABEL MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 3E.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai pengalaman

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, maupun prinsip-prinsip saja tetapi juga

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KOLOID DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR LANCAR

THE IMPROVEMENT OF GROUPING SKILLS AND CONCEPT S MASTERY WITH LEARNING CYCLE 3E

I. PENDAHULUAN. penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

: model pembelajaran, pemahaman konsep matematis, tutor sebaya

PENINGKATAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN MERUMUSKAN HIPOTESIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMPULKAN DAN PENGUASAAN KONSEP HUKUM DASAR KIMIA MELALUI INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

1. PENDAHULUAN. berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia

I. PENDAHULUAN. beralasan apabila pendidikan harus mendapatkan perhatian yang cukup serius, lebihlebih. bagi kalangan pendidik maupun calon pendidik.

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERTANYA DAN MENJAWAB PERTANYAAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA yang mempelajari struktur,

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Pada hakikatnya ada tiga hal yang berkaitan

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

PENGARUH CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

1. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

EFEKTIVITAS METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

Ria Septiana, Ila Rosilawati, Tasviri Efkar, Noor Fadiawati, Nina Kadaritna Pendidikan Kimia, Universitas Lampung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YPU Bandar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai pretest dan

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD KELAS IV PADA MATERI HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN DENGAN KEGUNAANNYA

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

I. PENDAHULUAN. kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia kelas XI IPA 2 SMA

EFEKTIVITAS PENERAPAN GROUP INVESTIGATION DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi merupakan bagian dari IPA. Pendidikan Ilmu. hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan

KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI SISWA PADA MATERI REDOKS DI SMA

PEMBELAJARAN ASAM BASA MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR LUWES.

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

I. PENDAHULUAN. dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti

Diterima: 8 Maret Disetujui: 26 Juli Diterbitkan: Desember 2016

III. METODE PENELITIAN. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA N 7 Bandar

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manusia.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

INKURI TERBIMBING PADA LARUTAN ELEKTROLIT NON- ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

I. PENDAHULUAN. konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

I. PENDAHULUAN. SMA Gajah Mada Bandar Lampung yang berjumlah 35 orang siswa yang terdiri

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DISERTAI MEDIA GAMBAR TERHADAP KOGNITIF SISWA KELAS VII MTs BAHRUL ULUM TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

I. PENDAHULUAN. Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu yang memiliki karakteristik yang sama

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM SOLVING

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur,susunan,sifat

PENGARUH PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH FLUIDA STATIS SISWA KELAS XI MAN 3 MALANG

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA. Bahrudin 1, Rini Asnawati 2, Pentatito Gunowibowo 2

EFEKTIVITAS PROBLEM SOLVING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR LANCAR.

KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI PADA MATERI REDOKS DI SMAN 16 BANDAR LAMPUNG.

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR ORISINIL PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT-NONELEKTROLIT MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

I. PENDAHULUAN. belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING TOGETHER DISERTAI MEDIA CARD SORT DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika STKIP PGRI Sumatera Barat 2

Wardah Fajar Hani, 2) Indrawati, 2) Subiki 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika. Dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED LEARNING IN STUDENT S LEARNING OUTCOMES

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE QUESTION STUDENT HAVE (QSH) PADA KONSEP EKOSISTEM DI KELAS VII SMP NEGERI 5 TASIKMALAYA JURNAL

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE (5E) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS BIOLOGI SISWA KELAS X SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK USAHA DAN ENERGI KELAS VIII MTS N-3 MEDAN

Transkripsi:

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI Anton Harmoko, Nina Kadaritna, Lisa Tania, Noor Fadiawati Pendidikan Kimia, Universitas Lampung antone_keyboads@yahoo.com Abstract: This study aimed to describe the effectiveness of Learning Cycle 3E model on Thermochemical materials in improving the skills of communicating and inference. Pre-experimental research applied the method of Static Group Comparison or Pos-test Only With Nonequivalent Control Groups. The populations in this study were all students of Science class XI YP Unila High School Bandar Lampung. The selection of the sample used purposive sampling techniques. The samples in this study were students of class XI IPA 3 and XI IPA 4. Effectiveness of Learning Cycle Model 3E is measured by the post-test mean difference value and a significant t-test. Post-test mean value of communicate skills both experimental class and control class are 69.90 and 64.27, meanwhile t post-test mean of inference skills class both experimental and control class are 64.00 and 59.62. t-test results showed that Learning Cycle 3E model is effectively improving both communicating skills and inference. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model Learning Cycle 3E pada materi termokimia dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi. Penelitian menggunakan metode preexperimental dengan Static Group Comparison or Posstest Only With Nonequivalent Control Groups. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA YP Unila Bandar Lampung. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4. Efektivitas model Learning Cycle 3E diukur berdasarkan perbedaan rerata nilai posttest dan uji-t yang signifikan. Nilai rerata posttest keterampilan mengkomunikasikan kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 69,90 dan 64,27; dan nilai rerata posttest keterampilan inferensi kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 64,00 dan 59,62. Hasil uji-t menunjukkan bahwa model Learning Cycle 3E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi. Kata kunci: model Learning Cycle 3E, keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi. 1

PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. (Badan Standar Nasional Pendidikan,2006). Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA, dimana dalam membelajarkannya mencakup dua bagian yakni kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses (BSNP, 2006). Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri dari fakta-fakta, konsep-konsep, teori, dan prinsipprinsip ilmu kimia. Kimia sebagai proses adalah dalam pembelajaran kimia dituntut kerja ilmiah yang dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti mengamati (observasi), mengelompokkan, meramalkan (prediksi), mengkomunikasikan, dan inferensi. Keterampilan proses sains (KPS) pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berpikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip pengetahuan yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. Pembelajaran dengan KPS berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, siswa perlu dilatih menggunakan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi sehingga siswa dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya secara mandiri sebagai proses untuk terus selalu belajar dimana kedua keterampilan ini merupakan bagian dari KPS. Pada kenyataannya proses pembelajaran di sekolah-sekolah, guru masih menerapkan bahwa pengetahuan 2

sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Pembelajaran masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, ceramah, penugasan, dan latihan. Akibatnya pembelajaran kimia menjadi kehilangan daya tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi objek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2008). Hal itu diperkuat dengan hasil observasi yang telah dilakukan di SMA YP Unila Bandar Lampung, dimana guru masih menerapkan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, penugasan, dan kadang-kadang dilakukan praktikum sehingga keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa kurang dilatih. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut sehingga keterampilan proses sains (KPS) siswa dapat meningkat. Salah satunya model yang diharapkan dapat meningkatkan KPS siswa adalah Learning Cycle 3E. Beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa kelas XI IPA semester ganjil adalah mendeskripsikan perubahan entalpi suatu reaksi, reaksi eksoterm dan endoterm serta menentukan H reaksi berdasarkan percobaan, hukum Hess, data perubahan entalpi pembentukan standar, dan data energi ikatan. Pada materi termokimia terdapat sub materi yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari, misalnya saja reaksi yang melepaskan kalor (reaksi eksoterm) dan menyerap kalor (reaksi endoterm). Pada materi ini dapat dilatihkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi. Siswa dapat mengkomunikasikan data yang diperoleh dari hasil praktikum mengenai reaksi eksoterm dan reaksi endoterm. Siswa dapat menyimpulkan (inferensi) dari hasil pengamatan yang telah diperoleh. Beberapa hasil penelitian yang mengkaji penerapan model pembelajaran learning cycle adalah Retnaningati (2011) bahwa model pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Agustyaningrum (2011) bahwa pembelajaran Learning Cycle 5E dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Wibowo (2010) bahwa model pembelajaran 3

Learning Cycle 5E dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah berhasil menggunakan model learning cycle untuk meningkatkan keterampilan proses sanis (KPS) siswa. Untuk mengetahui efektif tidaknya model Learning Cycle 3E dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan infereni siswa di SMA YP Unila Bandar Lampung, maka akan dilaksanakan penelitian yang berjudul: Efektivitas Model Learning Cycle 3E Pada Materi Termokimia Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Inferensi. METODOLOGI PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI SMA YP Unila Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 238 siswa dan tersebar dalam enam kelas yang masing-masing kelas terdiri atas 40 siswa untuk empat kelas dan 39 siswa untuk dua kelas. Dari populasi tersebut diambil dua kelas yang akan dijadikan sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang akan diberi perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling purposif. Sampling purposif dikenal juga sebagai sampling pertimbangan, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau peneliti (berdasarkan saran dari ahli). Dalam hal ini seorang ahli yang diminta saran dalam menentukan dua kelas yang akan dijadikan sampel adalah orang yang lebih memahami mengenai kondisi kelas dan karakter siswa yaitu ibu Ismita Dewi, S. Pd. sebagai guru kimia yang mengajar di kelas XI IPA SMA YP Unila Bandarlampung. Berdasarkan saran dari guru kimia di sekolah ini dan hasil nilai ujian dari materi sebelumnya, maka dua kelas yang dipilih adalah kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4. Selanjutnya dua kelas sampel tersebut dibagi menjadi kelas eksperimen yang diterapkan model Learning Cycle 3E, dan kelas kontrol akan diterapkan pembelajaran konvensional. Metode penelitian yang digunakan adalah preexperimental design dengan menggunakan Static Group 4

Comparison or Posttest Only With Nonequivalent Groups. Desain penelitian ini melihat perbedaan nilai Rerata nilai posttest keterampilan mengkomunikasikan disajikan pada Gambar 2 berikut: rerata posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol Dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model Learning Cycle 3E dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada materi termokimia siswa kelas XI SMA YP Unila Bandar Lampung. Untuk 71 70 69 68 67 66 65 64 63 62 61 Rerata nilai posttest 64,27 KONTROL 69,9 EKSPERIMEN Kelas Penelitian mengetahui efektivitas model Learning Cycle 3E dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi maka dilakukan analisis uji kesamaan dua rata-rata / uji-t (Sudjana, 2005). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data penelitian terdiri dari nilai posttest keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai posttest keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi untuk kelas eksperimen dan kontrol disajikan dalam lampiran 8, 9, Gambar 2. Rerata nilai posttest keterampilan mengkomunikasikan Pada Gambar 1, terlihat bahwa perolehan rerata nilai posttest keterampilan mengkomunikasikan kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 69,9 untuk kelas eksperimen dan 64, 27 untuk kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa model Learning Cycle 3E lebih baik dari konvensional. Rerata nilai posttest keterampilan inferensi disajikan pada Gambar 3 berikut: 10, dan 11. 5

Rerata nilai posttest 65 64 64 63 62 61 60 59,62 59 58 57 KONTROL EKSPERIMEN Kelas Penelitian Gambar 3. Rerata nilai posttest keterampilan inferensi Pada Gambar 3, terlihat perolehan rerata nilai posttest keterampilan inferensi kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 69,9 untuk kelas eksperimen dan 64, 27 untuk kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa model Learning Cycle 3E lebih baik dari konvensional. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model yang diterapkan pada kelas eksperimen dapat meningkatkan hasil KPS siswa mengenai keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa dibandingkan model pada kelas kontrol. Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berlaku bagi keseluruhan populasi, maka dilakukan pengujian hipotesis dengan uji-t. Langkah pertama dalam peng-ujian yang dilakukan adalah uji normalitas, dilanjutkan dengan ujian homogenitas dua varian dan terakhir uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dengan menggunakan program microsoft office exel. Hasil uji normalitas didapatkan nilai x 2 hitung keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada kelas sampel memiliki nilai yang lebih kecil dari x 2 tabel yaitu kurang dari 7,81 yang artinya behwa data keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi untuk kelas sampel berdistribusi normal. Selanjutnya hasil uji homogenitas dua varians diperoleh nilai F hitung keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada kelas eksperimen dan kontrol kurang dari F tabel maka H o diterima yang artinya bahwa kedua populai bersifat homogen atau memiliki varians yang sama. Sedangkan hasil uji-t diperoleh nilai t hitung keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi kelas eksperimen dan kontrol lebih besar atau sama dengan t tabel yang artinya bahwa model Learning Cycle 3E efektif meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi di- 6

bandingkan model yang mengguna-kan konvensional. Dari hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa model Learning Cycle 3E yang diterapkan pada kelas eksperimen lebih efeketif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi dibandingkan model yang diterapkan pada kelas kontrol yaitu konvensional. Hal ini sesuai dengan fakta yang terjadi pada tahap-tahap pembelajaran selama penelitian berlangsung, penjabarannya sebagai berikut. Fase Exploration Pada pertemuan pertama pada kelas eksperimen, guru membagikan LKS I pada masing-masing kelompok dan menyampaikan indikator, serta tujuan pembelajaran. Teramati beberapa siswa tampak bingung melihat LKS terstruktur dan baru pertama kalinya mendapatkan pembelajaran seperti ini. Pada fase explorasi, pertama kali guru memberikan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa mengenai energi yaitu Apa yang kalian tahu tentang energi?. Selanjutnya guru memberikan topik fenomena yang berkaitan dengan energi yaitu Pembangkit Listsrik Tenaga Angin dan beberapa pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan siswa mengenai energi seperti Bagaimana caranya memperoleh energi yang berasal dari angin?. Siswa diminta untuk berdiskusi dalam kelompoknya dan menyimpulkan mengenai hukum kekekalan energi berdasarkan penjelasan dan fakta-fakta yang telah dipaparkan di dalam LKS I tersebut. Namun siswa masih sangat sulit untuk membuat inferensi dan masih dibimbing oleh guru. Selanjutnya guru melakukan percobaan yakni mereaksikan antara batu kapur (CaCO 3 ) dengan HCl. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mendefinisikan mengenai sistem dan lingkungan. Pada saat guru melakukan percobaan, siswa diminta untuk mengamati, mencatat hasil pengamatan, dan membuat tabel hasil pengamatan. Namun dalam proses tersebut, siswa banyak yang bermainmain, malu dan takut untuk bertanya dan tidak kondusif sehingga dalam mengamati dan mencatat hasil percobaan tidak berjalan dengan baik dan masih dibimbing oleh guru. Demikian juga dalam membuat tabel hasil pengamatan, kelompok masih 7

mengalami kesulitan dalam membuat tabel hasil pengamatan sehingga masih dibimbing oleh guru. Membuat tabel hasil pengamatan adalah hal baru bagi siswa, dimana pembelajaran sebelumnya siswa tidak pernah diberi kesempatan untuk merancang tabel hasil pengamatan sendiri. Hal ini menunjukkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa pada kelas eksperimen masih sangat rendah. Pada pertemuan kedua, masing-masing kelompok berdiskusi untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS II yakni pada fase eksplorasi mengenai eltalpi (H) dan perubahan entalpi ( H). Pada fase tersebut, masing-masing kelompok diminta untuk membuat inferensi mengenai eltalpi (H) dan perubahan entalpi ( H). Dalam proses pembelajaran siswa sudah cukup kondusif dan beberapa siswa mulai aktif bertanya. Namun siswa masih mengalami kesulitan dalam membuat inferensi, terlihat pada masing-masing kelompok dalam membuat inferensi ada yang tidak menjawab dan ada yang menjawab tapi masih kurang tepat. Pada pertemuan ketiga, masing-masing kelompok diminta untuk melakukan percobaan mengenai reaksi eksoterm dan reaksi endoterm yakni mereaksikan antara batu kapur (CaCO 3 ) dengan HCl dan soda kue (NaHCO 3 ) dengan asam cuka (CH 3 COOH). Percobaan ini bertujuan memberi kesempatan kepada siswa untuk memanfaatkan panca indera semaksimal mungkin, serta memacu munculnya pertanyaanpertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi. Setelah itu, siswa diminta untuk mencatat hasil pengamatan dalam tabel hasil pengamatan. Pada proses pembelajaran sudah mengalami peningkatan yakni terlihat pada masingmasing kelompok sudah aktif bertanya meskipun masih ada beberapa siswa yang bermain-main pada saat melakukan percobaan dan membuat tabel hasil pengamatan pun sudah cukup meningkat daripada pertemuan sebelumnya meskipun ada beberapa kelompok yang membuat tabel hasil pengamatan masih kurang tepat. Melalui latihan rutin dan evaluasi yang diberikan, terlihat bahwa tiap kelompok perlahan-lahan telah mampu mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan baik. Tanpa disadari siswa telah diupayakan untuk menyusun tabel merupakan salah satu indikator dalam KPS, yaitu terampil mengkomunikasi- 8

kan. Yang artinya, secara tidak langsung siswa telah dibimbing untuk berfikir secara sains dan dilatih agar terampil berkomunikasi. Pada pertemuan 4 sampai 8, siswa sudah lebih mengerti proses pembelajaran pada tahap ini sehingga suasana kelas lebih kondusif. Proses pembelajaran dari pertemuan ke pertemuan berikutnya mengalami peningkatan yakni terlihat pada masingmasing kelompok dalam berdiskusi sudah sangat kondusif, rasa keingintahuan siswa pun semakin meningkat terlihat banyak siswa yang aktif bertanya dari pertemuan ke pertemaun berikutnya, dan siswa dalam membuat inferensi pun mengalami peningkatan. Sedangkan untuk keterampilan mengkomunikasikan siswa diminta untuk mendeskripsikan data dari fakta yang ada seperti pada LKS IV, LKS VI, dan LKS VII. Pada pertemuan keempat, siswa masih kesulitan dalam mendeskripsikan suatu permasalahan yang ada yakni terlihat dengan jawaban kelompok yang masih salah dan kurang tepat sehingga masih dibimbing oleh guru. Sedangkan untuk pertemuan keenam dan ketujuh, siswa mengalami peningkatan dalam mendeskripsikan suatu permasalahan yakni terlihat pada jawaban kelompok yang semakin tepat. Dapat disimpulkan bahwa, keterampilan mengkomunikasikan siswa mengalami peningkatan dari kelompok yang sebelumnya menjawab salah menjadi kurang tepat, dan yang kurang tepat menjadi tepat. Fakta yang terjadi pada kelas eksperimen sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007) pada tahap exploration, guru membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang topik yang akan diajarkan, siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui kegiatan praktikum. Siswa bekerjasama dalam kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk melakukan pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan praktikum, sehingga muncul pertanyaan yang mengarah pada perkembangan daya nalar tingkat tinggi yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan tersebut merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase berikutnya. 9

Pengelompokkan pada kelas eksperimen ternyata memberi pengaruh bagi perkembangan potensi siswa. Siswa bekerjasama dalam kelompoknya untuk melakukan percobaan sehingga siswa menjadi lebih aktif berbicara ketika mereka berada di lingkungan bersama temannya. Seperti siswi dengan nomor urut 4 di kelompok 3 di kelas eksperimen. Berbeda dari pembelajaran biasanya siswa ini cenderung pendiam, siswa ini aktif berbicara ketika berada dalam kelompok tiga. Bahkan teramati bahwa kemampuan berbicaranya menjadi lebih baik dari pertemuan ke pertemuan berikutnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vygotsky dalam Arends (2008) mendefinisikan tingkat perkembangan potensi sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain seperti teman sejawat yang kemampuannya lebih tinggi. Pada kelas kontrol, awal proses pembelajaran guru menyampaikan indikator, tujuan pembelajaran dan memberikan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Proporsi guru memberikan ceramah pada kegiatan pembelajaran di setiap pertemuan lebih banyak terjadi. Siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru, sehingga minat dan antusias siswa untuk mengikuti pelajaran sangat kurang. Fase Explaination Pelaksanaan pada kelas eksperimen, siswa dituntut untuk mampu membuat inferensi dan mendeskripsikan data berdasarkan fakta dan permasalahan yang ada setelah fase eksplorasi. Pada pertemuan pertama, setelah membuat tabel hasil pengamatan, siswa pada kelas eksperimen diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan singkat terkait informasi dalam tabel tersebut. Pada tahap ini, guru menunjuk salah satu kelompok secara acak untuk mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya. Awalnya tidak ada kelompok yang mau mempersentasikan hasil diskusinya, namun setelah diberi pengertian bahwa hal ini baik untuk melatih mental dan tanggung jawab akhirnya ada perwakilan kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi mereka. Pada pertemuan kedua, siswa sudah mulai mengerti tentang proses pembelajaran pada fase ini. Proses pembelajaran semakin kondusif, karena siswa mulai mengerti bahwa pada fase ini dibutuhkan konsentrasi dan 10

pemahaman konsep agar dapat mengikuti fase berikutnya yaitu fase elaborasi. Terlihat siswa semakin antusias untuk memperhatikan guru, dan mulai aktif untuk bertanya ataupun memberikan pendapat. Pada pertemuan ketiga, siswa dituntut kembali agar mampu membaca hasil pengamatan setelah melakukan percobaan. Selanjutnya guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya, terlihat semakin banyak kelompok yang antusias dan ingin mempersentasikan hasil diskusinya. Keadaan ini terbukti mampu menggali kemampuan berbicara siswa. Metode acak yang dilakukan menuntut siswa pada setiap kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusinya seperti pada kelompok 4. Siswa pada kelompok 4 yang semula kurang antusias mengikuti pembelajaran ini menjadi terampil berbicara dan menyampaikan laporan secara sistematis. Tanpa disadari, tahap ini manghantarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan mengkomunikasikan. Pada petemuan 4 sampai dengan 8, siswa semakin antusias dalam mengikuti fase ini. Proses pembelajaran pun semakin kondusif dari pertemuan ke pertemuan berikutnya. Selanjutnya, dalam mendeskripsikan suatu permasalahan dan membuat inferensi pun semakin meningkat. Hal ini terlihat dari kelompok yang sebelumnya tidak menjawab menjadi menjawab, salah menjadi kurang tepat, dst. Pelaksanaan yang terjadi di kelas eksperimen sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007) bahwa pada tahap explaination diharapkan siswa dapat membuat inferensi dari setiap permasalahan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Pada kelas kontrol, siswa hanya menjawab pertanyaan yang ada di dalam LKS. Beberapa siswa yang aktif bertanya apabila ada pemahaman konsep yang kurang dimengerti. Siswa lain hanya diam dan mencatat, hal ini dikarenakan guru lebih mendominasi sebagai pusat informasi sehingga keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa masih belum terlatih dan masih sangat rendah. 11

Fase Elaboration Pada fase ini, siswa dituntut agar dapat menyelesaikan suatu topik permasalahan yang berbeda dari topik permasalahan sebelumnya pada fase eksplain dengan konsep yang telah dimengerti. Hal ini bertujuan untuk mengasah pemahaman yang sudah didapatkan, dan meningkatkan potensi yang ada pada diri siswa. Pada pertemuan pertama kelas eksperimen, siswa masih sangat kesulitan dalam menyelesaikan evaluasi soal yang ada pada LKS I. Siswa masih sangat mengalami kesulitan dalam mendeskripsikan suatu data pengamatan dan membuat inferensi masih dibimbing oleh guru. Pada saat tugas evaluasi diberikan, suasana kelas tidak kondusif karena banyak siswa yang masih bermain-main dan mengobrol. Kemudian pada pertemuan kedua, dalam mengerjakan evaluasi pada LKS II tidak jauh berbeda dari pertemuan sebelumnya yakni dalam mendeskripsikan suatu topik permasalahan dan membuat inferensi masih dibimbing oleh guru. Hanya saja pada saat pembelajaran, suasana kelas sudah cukup kondusif. Siswa sudah lebih fokus, dan sedikit yang bermain-main maupun mengobrol. Sedangkan pada pertemuan ketiga, dalam mengerjakan LKS III sudah mengalami peningkatan dari pertemuan sebelumnya. Siswa sudah lebih fokus berdiskusi dalam kelompoknya dan suasana kelas lebih kondusif, serta dalam mendeskripsikan suatu topik permasalahan maupun membuat inferensi guru sedikit membimbing. Pada pertemuan 4 sampai dengan 8, siswa terus dilatih dalam mendeskripsikan suatu topik permasalahan dan membuat inferensi dengan mengerjakan evaluasi yang ada pada tiap LKS sudah mengalami peningkatan dari pertemuan ke pertemuan berikutnya. Selain itu, siswa sudah lebih mengerti mengenai proses pembelajaran pada fase ini sehingga siswa semakin fokus dalam berdiskusi pada kelompoknya. Dan terlihat rasa keingintahuan siswa semakin tinggi, dimana siswa yang sebelumnya tidak aktif bertanya menjadi aktif bertanya kepada teman kelompoknya ataupun guru. Fakta yang terjadi pada kelas eksperimen sesuai dengan pendapat Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007) pada tahap elaboration, siswa diharapkan mampu menerapkan 12

pemahaman konsep dan keterampilan yang telah diperolehnya. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep karena siswa mengetahui penerapan dari konsep yang mereka pelajari. Pada kelas kontrol tahap akhir pembelajaran, guru hanya mengajak siswa untuk bersama-sama menyimpulkan tentang materi yang telah dipelajari, tanpa mengarahkan siswa untuk menghubungkan materi pelajaran dengan hal-hal lain yang dapat ditemui di sekitar mereka. Berdasarkan fakta dan teori-teori yang telah diungkapkan di atas, menjadi hal yang wajar jika kelas eksperimen memperoleh hasil yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol baik dalam keterampilan mengkomunikasikan maupun inferensi. Pada kelas eksperimen media yang disiapkan menghantar siswa untuk meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang semula kesulitan membuat tabel pengamatan dari data percobaan yang diperoleh, meningkat setelah diterapkan pembelajaran ini. Dan siswa untuk membuat inferensi pun lebih meningkat dari fakata-fakta yang telah dibuat ke dalam bentuk tabel. Menurut Vygotsky dalam Arends (2008) bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Metode pembelajaran yang digunakan pada kelas eksperimen memiliki keunggulan jika dibandingkan media pada kelas kontrol. Adapun keunggulannya adalah: dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa yakni keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi, sehingga siswa dapat mengembangkan ide-ide atau daya pikir yang mereka miliki. Mengembangkan sikap ilmiah siswa sehingga kemampuan sains siswa meningkat dalam mengintegralkan teori dan praktek. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: model Learning Cycle 3E pada materi termokimia efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan siswa kelas XI IPA 3 SMA YP Unila Bandar Lampung, karena pada proses pembelajaran siswa dilatih untuk mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel dan mengungkapkan pendapat atau memberikan penjelasan secara 13

tertulis. Model Learning Cycle 3E pada materi termokimia efektif dalam meningkatkan keterampilan inferensi siswa kelas XI IPA 3 SMA YP Unila Bandar Lampung untuk meningkatkan keterampilan inferensi siswa kelas XI IPA 3 SMA YP Unila Bandar Lampung, karena pada proses pembelajaran siswa dilatih agar dapat mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan data, dan mampu menginterpretasi data dan informasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan: bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih memperhatikan pengelolaan kelas dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran terlaksana dengan maksimal. Model Learning Cycle 3E dapat dipakai sebagai alternatif model pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi pokok termokimia dan materi lain dengan karakteristik materi yang sama. DAFTAR PUSTAKA Agustyaningrum, Nina. 2010. Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman. Online. Tersedia di: http://eprints.uny.ac.id/7389/1/p-34.pdf. Tanggal Akses: 25 November 2012. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA. BSNP. Jakarta. Fajaroh dan Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle).Universitas Negeri Malang. Malang. Retnaningati, Dewi. 2011. Jurnal Skripsi Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. Online. Tersedia di: http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/bio/article/ download/40/28. Tanggal Akses: 25 November 2012. Wibowo, Ari. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi. Online. Tersedia di: ttp://cs.upi.edu/uploads/paper_skrips i_dik/penerapan%20model% 20PEMBELAJARAN%20SIKLUS %20BELAJAR%20(LEARNING% 20CYCLE)%205E%20DALAM%2 0MENINGKATKAN%20HASIL% 20BELAJAR%20SISWA%20PAD A%20MATAPELAJARAN%20TE KNOLOGI%20INFORMASI%20D AN%20KOMUNIKASI.pdf. Diakses 28 Agustus 2012. 14