BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. kualitasnya. Dalam satu tahun persediaan air di alam berubah-ubah. Pada musim

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Air merupakan unsur yang sangat penting di bumi dan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang sangat besar terutama potensi sumber daya air. Pelaksanaan

PENDAHULUAN Latar Belakang

REKAYASA HIDROLOGI II

2015 ANALISA PENGISIAN AWAL WADUK (IMPOUNDING) PADA BENDUNGAN JATIGEDE

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

3. METODOLOGI PENELITIAN

Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air

BAB I PENDAHULUAN. Mojokerto, Gresik dan Kodya Surabaya, Propinsi Jawa Timur. DAS Lamong

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

Proses Pembuatan Waduk

EVALUASI KINERJA WADUK DENGAN METODE SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

1. BAB I PENDAHULUAN

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

HIDROLOGI TERAPAN. Bambang Triatmodjo. Beta Offset

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

EVALUASI KINERJA WADUK WADAS LINTANG

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE. Mulai. Pekerjaan Lapangan

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1) Pertambahan jumlah penduduk yang makin tinggi. 2) Perkembangan yang cukup pesat di sektor jasa dan industri

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paket program HEC-HMS bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air pada suatu

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi di Daerah Irigasi Krueng Aceh

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab III Metodologi Analisis Kajian

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

BAB II PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN DANAU, WADUK DAN BENDUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KEANDALAN WADUK SEMPOR

Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan

I. PENDAHULUAN. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai, seperti perencanaan

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

Bab 1 Pendahuluan I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN TEORI RUN UNTUK MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN DI KECAMATAN ENTIKONG

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Desain Penelitian Partisipan... 35


BAB I PENDAHULUAN I - 1. Resti Viratami Maretria, 2011 Perencanaan Bendung Tetap Leuwikadu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7

Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG. Di tulis oleh: Subki, ST

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PERSEMBAHAN... III PERNYATAAN... IV KATA PENGANTAR... V DAFTAR ISI...

BAB III ANALISA HIDROLOGI

DAFTAR ISI. Halaman Konsep Ketersediaan Air dan Model Prakiraan Kesesuaian Model ARIMA untuk Prakiraan Ketersediaan Air 10

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Kuta Baru Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai terancam

PENDAHULUAN. Latar Belakang

ABSTRAK Faris Afif.O,

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Tahun Penelitian 2005

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan sumber daya alam

REKAYASA SUMBERDAYA AIR (WATER RESOURCES ENGINEERING ) OPERASI WADUK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DEFt. W t. 2. Nilai maksimum deficit ratio DEF. max. 3. Nilai maksimum deficit. v = max. 3 t BAB III METODOLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

Transkripsi:

189 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari uraian pada Bab V, memperhatikan tujuan penelitian, kerangka permasalahan, dan batasan-batasan yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Untuk suatu daerah aliran sungai yang mana di dalamnya terdapat dua prasarana sumberdaya air berupa bendung dan bendungan yang tersusun secara seri dalam satu aliran sungai, pengelolaan sumberdaya air di antara keduanya dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien jika pola operasi bendung dan bentungan tersebut disatukan (diintegrasikan) untuk memenuhi suatu tujuan pemanfaatan air tertentu. 2. Jika bendungan dan bendung tersusun seri dalam satu sungai guna memenuhi kebutuhan air irigasi, maka pola operasi bendungan dapat dilakukan harian sedangkan pola operasi bendung tetap dua mingguan sesuai dengan penentuan kebutuhan air irigasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pola operasi bendungan tetap menggunakan kebijakan kurva aturan (rule curve) dikombinasikan dengan kebijakan pola standar operasi (standard operation policy). 2) Potensi sumberdaya air yang terdapat di antara bendungan dan bendung diperhitungkan sebagai sumberdaya air aktif yang akan menentukan besarnya ketersediaan air di sungai pada pintu bendung.

190 3) Waktu konsentrasi (time of concentration) air sejak pelepasan dari bendungan hingga mencapai pintu bendung perlu diperhitungkan guna menentukan saat pelepasan (release). 4) Banyaknya air yang dilepas (release) tergantung pada dua hal, yaitu: a) Ketersediaan air di pintu bendung. Jika ketersediaan lebih besar dari kebutuhan maka bendungan tidak perlu melepas air (Release = nol). b) Ketinggian muka air waduk. Jika muka air waduk berada di atas kurva aturan atas (KAA) maka sejumlah air dikeluarkan (release) untuk mengembalikan posisi muka air waduk berada dalam aras aman antara kurva aturan atas (KAA) dan kurva aturan bawah (KAB). Jika muka air waduk berada di antara KAA dan KAB maka jumlah air yang dilepas (release) sesuai dengan kebutuhan dikurangi dengan air yang telah tersedia di sungai. Jika muka air waduk berada di antara KAB dan KABK (kurva aturan bawah kritis) maka jumlah air yang dilepas (release) maksimum sebanyak 70% dari tingkat kebutuhan air harian. Jika muka air waduk berada di bawah KABK maka waduk tidak melepas (release) air hingga posisi muka air waduk kembali pada aras aman. 3. Konsep Integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dengan pola operasi bendung berbasis dua mingguan, dinilai layak untuk dipertimbangkan sebagai suatu pola operasi bendungan karena memiliki indeks kehandalan (reliability) sebesar 0,91-0,95 saat musim normal dan 0,98 saat musim kering. serta indeks kelentimgan (reciliency) sebesar 0,011-0,033 pada saat musim normal dan 0,021 pada saat musim kering.

191 4. Integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dan pola operasi bendung berbasis dua mingguan untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan pemeliharaan sungai pada saat musim normal akan dapat meningkatkan luas areal tanam pada musim gadu tahun berikutnya hingga 60% dengan tanpa menyebabkan penurunan muka air waduk hingga melewati aras aman. 5. Integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dan pola operasi bendung berbasis dua mingguan untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan pemeliharaan sungai pada saat musim kering masih mampu untuk melayani kebutuhan air irigasi dan pemeliharaan sungai jika luas areal irigasi pada musim rendeng dan gadu masing-masing seluas 80 dan 60% dari luas areal musim normal. 6. Konsep integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dan pola operasi bendung berbasis dua mingguan untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan pemeliharaan sungai ini memiliki kelebihan sebagaimana telah diungkapkan namun juga memiliki kelemahan sebagai berikut. 1) Konsep integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dengan pola operasi bendung berbasis dua mingguan diuji melalui 6 (enam) tahapan yang dilakukan secara berkesinambungan dan saling terkait antara satu tahap dengan tahap lainnya. Di dalam implementasinya, terdapat 3 (tiga) hal pokok yang menjadi perhatian untuk menentukan waktu dan jumlah release harian, yaitu: (1) jumlah kebutuhan air harian pada pintu bendung saat (t + 1), (2) ketersediaan air harian di pintu bendung saat (t + 1), dan (3) kondisi elevasi muka air waduk saat (t)

192 2) Oleh karena variabel ketersediaan air sungai merupakan satu hal pokok yang harus diketahui sebelum release harian, maka diperlukan informasi tentang besar dan lama hujan dari daerah antara bendungan dan bendung hari ini (saat- t) untuk kemudian dikonversi menjadi besarnya debit aliran sungai yang akan tersedia di pintu bendung hari esok (saat t+1). 3) Hasil analisis debit aliran sungai pasca release harian menunjukkan rasio debit sungai yang masih cukup tinggi (Gambar 5.35 dan Gambar 5.39). 6.2. Saran Hasil penelitian yang didasarkan pada hasil analisis sistem sebagaimana diuraikan pada bab-bab terdahulu, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Penelitian yang telah dilakukan ini dibatasi pada daerah tangkapan hujan (catchment area) di antara bendungan dan bendung yang ada di bawahnya. Analisis pengalihragaman hujan-debit aliran di antara kedua bangunan air tersebut dilakukan menggunakan model SWAT dengan software ArcSWAT versi 2009. Untuk menyempurnakan hasil analisis yang telah diperoleh ini, disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk melakukan optimasi parameter dalam proses kalibrasi model SWAT sehingga diperoleh nilai output yang lebih memuaskan. 2. Sebuah bendungan dibangun dengan satu atau beberapa fungsi tujuan. Dalam penelitian ini meskipun bendungan yang menjadi obyek lokasi pengujian model konsep memiliki beberapa fungsi (multi function) namun tujuan penelitian dibatasi hanya untuk kebutuhan irigasi. Untuk mendapatkan hasil model yang lebih baik maka disarankan dilakukan pengembangan konsep kepada peruntukkan pemanfaatan air yang lebih

193 bervariasi seperti untuk kombinasi antara kebutuhan irigasi dan pembangkit energi listrik atau antara kebutuhan irigasi, pembangkit listrik, dan kebutuhan domestik air bersih air minum. 3. Disarankan untuk menguji keberlakuan model konsep pada daerah lain yang memiliki konfigurasi sistem sungai yang sama, seperti di Sungai Serang Jawa Tengah yang memiliki Bendungan Kedung Ombo dan Bendung Sedadi, atau di Sungai Citarum Jawa Barat yang memiliki Bendungan Jatiluhur dan Bendung Curug. 4. Untuk menerapkan integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dan pola operasi bendung berbasis dua mingguan diperlukan adanya fasilitas dan perangkat pendukung pengambilan keputusan release harian. Fasilitas dan perangkat pendukung tersebut antara lain stasiun klimatologi dan stasiun pencatat hujan otomatis minimal satu unit pada setiap sub DAS. Stasiun pengukur tinggi muka air sungai (SPAS) otomatis minimal tersedia satu unit di antara bendungan dan bendung. Data yang terekam pada ketiga jenis fasilitas tersebut harus dapat tersedia dan terbaca oleh bendungan setiap hari untuk keputusan release hari berikutnya (t+1). 5. Informasi tentang hubungan lama hujan intensitas hujan debit sebagaimana disampaikan pada akhir Bab V dapat dipergunakan untuk keperluan praktis operasional bendungan berbasis harian.

RINGKASAN 193