BAB I PENDAHULUAN. Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar

dokumen-dokumen yang mirip
SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING DAN LAHIRNYA BK 17 PLUS Oleh, IFDIL DAHLANI

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. seyogyanya dilakukan oleh setiap tenaga pendidikan yang bertugas di

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan konseling merupakan bagian penting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. lengkap ada apabila diinginkan agar pendidikan di sekolah dapat berjalan optimal. 1

KEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LANDASAN HISTORIS BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya mampu menciptakan individu yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

LANDASAN HISTORIS BK Diana Septi Purnama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi-potensinya agar mencapai pribadi yang bermutu. Sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

PERKEMBANGAN, PARADIGMA, VISI DAN MISI SERTA TRILOGI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING A. Perkembangan Bimbingan dan Konseling Bimbingan dan konseling

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

PERSEPSI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO TERHADAP PROFESI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB II LANDASAN TEORITIS. Para ahli psikologi banyak mengemukakan tentang pengertian belajar,

BAB I PENDAHULUAN. sekolah-sekolah dengan dicantumkannya bimbingan dan konseling pada

PELATIHAN PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING BERBASIS DATA ALAT UNGKAP MASALAH KEPADA PARA GURU BK DI KECAMATAN SUKAWATI GIANYAR

SKRIPSI. Diajukan kepada : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Oleh YAYUK WIDIASTUTI NIM.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

A. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya kurikulum 1975 yang menyatakan bawa bimbingan dan penyuluhan

BAB I PENDAHULUAN. Peranan layanan konseling di sekolah-sekolah sangatlah penting bahkan

BAB 1. ini merupakan salah satu hasil konferensi fakultas keguruan dan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. terus diupayakan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang

DAFTAR PERTANYAAN (Kuesioner) a. Isilah pertanyaan dibawah ini dengan jawaban yang sebenarnya.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. mendapat tempat terdepan dan terutama. Pendidikan merupakan faktor yang sangat esensial

I. PENDAHULUAN. sendiri yaitu mempunyai potensi yang luar biasa. Pendidikan yang baik akan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara.

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

PERAN PENGAWAS BK UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALITAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

I. PENDAHULUAN. Konseling (BK) di sekolah. Menurut Prayitno dan Amti (2004), bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lily Nuzuliah, 2014

2014 PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH D AN PENGARUHNYA TERHAD AP KINERJA MENGAJAR GURU D I SMK SMIP YPPT BAND UNG

ARTIKEL ILMIAH PERSEPSI SISWA TERHADAP PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING DI SMP NEGERI I MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan tertentu untuk tetap survive. Dunia kerja

Sejarah dan Aliran Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada dalam rangka upaya

KORELASI ANTARA KEPRIBADIAN KONSELOR DENGAN PEMANFAATAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING PADA SMP NEGERI 1 PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang bermakna dan bisa mengaktifkan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap laju pendidikan di sekolah-sekolah, terutama di tingkat SMP dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003

wujud nyata penyelanggaraan layanan bimbingan dan konseling. Kegiatan bimbingan, yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. hasil-hasil yang diperoleh selama penelitian. Selain itu, terdapat saran untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

PENGARUH KEMAMPUAN DASAR GURU DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH SURUH TAHUN AJARAN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi dalam pelaksanaan pembelajaran 1. belajar mengajar, agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB I PENDAHULUAN. didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Pendukung utama bagi tercapainya negara yang berkualias adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Umbara, Bandung, 2003, hlm Ahmad Juntika Nurihsan dan Akur Sudiarto, Manajemen Bimbingan dan Konseling di

KEPUTUSAN PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (PB ABKIN) Nomor: 010 Tahun 2006 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar berhasil dalam belajar.untuk itu sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada siswa untuk mengatasi masalah-masalahyang timbul dalam kegiatan belajar siswa. Dalam kondisi seperti ini, pelayanan bimbingan dan konseling sekolah sangat penting untuk dilaksanakan guna membantu siswa mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya. Di sinilah, tampak pentingnya posisi bimbingan dan konseling di lingkungan sekolah. Menurut Winkel (1994) bahwa layanan bimbingan dan konseling di Indonesia telah mulai dibicarakan secara terbuka sejak tahun 1962. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan sistem pendidikan di SMA, yaitu terjadinya perubahan nama SMA Gaya Baru. Secara formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975, yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun1975 berdiri Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia(IPBI) di Malang. IPBI ini memberikan pengaruh yang sangat berarti terhadap perluasan program bimbingan di sekolah. Dan sejumlah tenaga pendidikan Guru Bimbingan Konseling sekolah menggabungkan diri pada The Association of Psychological and Educational Counselors of Asia (APECA) yang didirikan di Manila pada tahun 1976. 1

Setelah melalui penataan, maka dalam dekade 80-an bimbingan diupayakan agar lebih mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk mewujudkan layanan bimbingan yang profesional. Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukandalam dekade ini adalah penyempurnaan kurikulum, dari Kurikulum 1975 ke Kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984 telah dimasukkan bimbingan karir didalamnya. Dan pada dekade 90-an IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan kebijakan yang menjadikan tugas guru BP menjadi kabur. Hal ini ditandai dengan diubahnya kata penyuluhan menjadi konseling, pelayanan BK disekolah hanya dilaksanakan oleh guru pembimbing,dan diperkenalkannya pelayanan BK disekolah dikemas dengan pola 17. Usaha memantapkan bimbingan terus dilanjutkan dengan diberlakukannya UU No. 2/1989 tentang system Pendidikan Nasional. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam pasal 3 disebutkan tugas pokok guru adalah menyusun program bimbingan, 2

melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan,analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindaklanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK. Dengan SK Mendikbud No 025/1995 khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling sekarang menjadi jelas: pergantian nama dari istilah bimbingan dan penyuluhan menjadi bimbingan dan konseling, pelaksananya guru pembimbing atau guru yang sudah mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama180 jam, kegiatannya dengan BK Pola- 17, pelaksanaan kegiatan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis penilaian dan tindak lanjut. Pelaksanaan kegiatan bisa di dalam dan luar jam kerja. Peningkatan profesionalisme guru pembimbing melalui Musyawarah Guru Pembimbing, dan guru pembimbing juga bisa mendapatkan buku teks dan buku panduan Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia menjadi semakin mantap dengan terjadinya perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) pada tahun 2001. Pemunculan nama ini dilandasi terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik (Nurihsan, 2008). Keberadaan bimbingan dan konseling disekolah hingga sekarang sudah berusia 50 tahun. Dan banyak perubahan 3

perubahan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Sedangkan kenyataan dilapangan menyatakan bahwa kebanyakan siswa menganggap keberadaan Bimbingan dan Konseling tidak diperlukan. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Prayitno dan Amti (2004) bahwa masih banyak anggapan bahwa peranan Guru Bimbingan Konseling disekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin,dan keamanan sekolah. Ketika seseorang masuk ke ruangan BK itu dianggap mempunyai masalah serius disekolah, seperti anak yang nilai akademiknya dibawah rata rata, bermasalah dalam penampilan atau seragam sekolah, cenderung anak yang badung, anak yang jarang masuk sekolah, dan anggapan lainnya yang bernada negatif, sehingga otomatis adanya guru BK itu dikenal sebagai orang yang berhak meluruskan anak anak yang mempunyai perilaku negatif, dan tidak dikenal sebagai sosok yang dapat membimbing serta melayani anak didik dengan tanpa ada asumsi bahwa individu yang di bimbing itu melakukan tindakan yang dianggap negatif. Maka mindset mereka terhadap Bimbingan Konseling cenderung negatif. Hal tersebut bisa mempengaruhi pada minat siswa dalam memanfaatkan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Corey (1999), menyatakan bahwa salah satu keberhasilan proses konseling adalah adanya keinginan atau minat dari klien kepada proses konseling. Menurut Darmono, (2007) minat merupakan suatu keadaan motivasi yang menuntun tingkah laku menuju satu arah atau sasaran tertentu. Timbulnya minat karena adanya suatu objek yang menyenangkan dan mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan terhadap objek tersebut. 4

Keberadaan minat didasarkan orientasi suka atau tidak suka kepada objek atau aktivitas. Penentuan minat ini didasarkan reaksi individu menerima atau menolak. Jika individu menerima berarti berminat, tetapi jika menolak berarti tidak berminat (Blum dan Balinsky, 1993), demikian juga minat berkonsultasi. Menurut Suryabrata (2005), ada dua faktor yang mempengaruhi minat berkonsultasi pada siswa, yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang timbul dari diri siswa, yaitu adanya pengetahuan tentang berkonsultasi dan kebutuhan-kebutuhan siswa untuk berkonsultasi, termasuk kebutuhan untuk penyesuaian diri, kebutuhan untuk aktualisasi diri, keyakinan akan terselesaikannya masalah dengan berkonsultasi, serta harga diri yang tinggi, dimana individu yang memiliki harga tinggi yang tinggi tidak akan merasa ditolak dan tidak merasa direndahkan karena berkonsultasi dengan Guru Bimbingan Konseling. Zeff, 2008 (dalam Azman 2011) menemukan bahwa siswa yang memiliki harga diri yang rendah akan merasa citra dirinya menjadi rendah dengan datang berkonsultasi dengan Guru Bimbingan Konseling, karena takut dipandang siswa lain sebagai orang yang bermasalah. Nunley, (1999) mengemukakan bahwa harga diri merupakan barometer individu, khususnya remaja dalam bermasyarakat. Ini merupakan suatu bentuk monitoring terhadap tingkat penerimaan remaja dalam kelompok atau lingkungan. Remaja dengan harga diri positif ketika menghadapi masalah akan membutuhkan orang lain dalam memecahkan masalah yang dihadapi karena ia yakin dirinya membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. 5

Perasaan positif tentang diri sendiri akan menyanggupkan mereka untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan keadaan yang terus berubah. Sebaliknya, remaja yang memiliki harga diri negatif akan merasa kesulitan dan tertekan dalam menghadapi tuntutan kehidupan. Djannah, dkk (2003) yang menyatakan bahwa perkembangan harga diri yang negatif dapat menghilangkan rasa percaya diri, hilangnya kemampauan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya. Kondisi ini dapat terjadi, karena remaja memiliki harga diri yang rendah sehingga rentan dalam menghadapi konflik, karena proses berpikir mereka terhambat, dan berhubungan negatif dengan perilaku yang ditimbulkan. Hal tersebut ditegaskan lagi oleh Branden (dalam Widyastuti, 2002) yang menyatakan bahwa harga diri sangat berpengaruh pada perilaku seseorang, karena harga diri berperan dalam proses berpikir, emosi, keputusan-keputusan yang diambil bahkan berpengaruh pada nilai-nilai, cita-cita serta tujuan yang hendak dicapai individu. Rendahnya harga diri remaja diprediksi berdampak pada perilaku dalam menghadapi persoalan, sehingga ia selalu menolak bantuan orang lain, dan ia menjadi rendah diri dengan masalah yang menimpanya. Harga diri individu mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku yang ditampilkannya. Mc Dougall (1926) mengemukakan harga diri merupakan pengatur utama perilaku individu atau merupakan pemimpin bagi semua dorongan. Kepadanya bergantung kekuatan pribadi, tindakan dan integritas diri. Rosenberg (Gilmore, 1974) mengemukakan karakteristik individu yang memiliki harga diri mantap yaitu memiliki kehormatan dan menghargai diri sendiri seperti 6

adanya. Sebaliknya, individu yang memiliki harga diri rendah cenderung memiliki sikap penolakan diri, kurang puas terhadap diri sendiri, merasa rendah diri dan individu dengan keadaan seperti ini akan menolak bantuan orang lain ketika menghadapi permasalahan. Pentingnya pemenuhan kebutuhan harga diri individu, khususnya pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka tidak memiliki harga diri yang baik. Mereka akan mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior dan canggung. Namun apabila kebutuhan harga diri mereka dapat terpenuhi secara memadai, kemungkinan mereka akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan kayakinan diri (self-confidence) dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya, sehingga penerimaan terhadap situasi sosial dan kebutuhan akan bantuan orang lain juga menjadi baik. (Jordan et. al. 1999) Selain harga diri, timbulnya minat siswa untuk berkonsultasi dengan Guru Bimbingan Konseling sekolah juga melalui serangkaian proses yang didahului dengan adanya pengenalan siswa terhadap Guru Bimbingan Konseling sekolah dan kegiatan berkonsultasi itu sendiri. Kalau individu telah menyadari bahwa Guru Bimbingan Konseling sekolah dan juga kegiatan berkonsultasi merupakan sesuatu yang menyenangkan, penting, dan bermanfaat bagi dirinya, tentu individu tersebut akan merasa suka untuk melakukan konsultasi dengan Guru Bimbingan Konseling sekolah. (Azman, 2010) Menurut Wirawan (1992), seorang Guru Bimbingan Konseling yang baik tentunya dapat melaksanakan konseling dengan efektif. Oleh karena itu kriteria 7

seorang Guru Bimbingan Konseling yang baik harus mencakup empat aspek, yakni sikap atau pandangan Guru Bimbingan Konseling tentang siswa (klien), pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, tuntutan etika, dan tuntutan praktis. Prayitno (2004), juga menjelaskan bahwa Guru Bimbingan Konseling di sekolah dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya, karena kualifikasi tersebut dapat mendukung keberhasilan Guru Bimbingan Konseling dalam melaksanakan tugasnya. Banyak masalah-masalah siswa yang dalam pemecahannya memerlukan dukungan pengalaman, keluasan wawasan, kemampuan dan kepribadian dari seorang Guru Bimbingan Konseling sekolah. Dalam hal ini persepsi siswa terhadap Guru Bimbingan Konseling sangat mempengaruhi minat berkonsultasi. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di SMP N 1 Besitang selama ini kurang diminati siswa untuk berkonsultasi kepada Guru Bimbingan Konseling sekolah. Masih ada siswa yang memiliki harga diri yang rendah sehingga kurang mau berbagi masalah dengan Guru Bimbingan Konseling dan mempersepsikan atau mempunyai kesan negatif tentang Guru Bimbingan Konseling sekolah. Hal tersebut terlihat dalam data kunjungan siswa yang datang ke Unit Layanan BK berjumlah 3 atau 4 orang setiap bulan, bahkan berdasarkan data di bulan Agustus, Oktober dan Nopember 2015 tidak ada siswa yang datang untuk konseling. Persepsi atau kesan negatif tentang Guru Bimbingan Konseling sekolah, seperti Guru Bimbingan Konseling sebagai polisi sekolah, petugas yang memata- 8

matai siswa, ingin tahu pribadi siswa, memanggil siswa bermasalah, menghukum siswa yang tidak patuh, melanggar disiplin sekolah, dan kurangnya kepercayaan terhadap Guru Bimbingan Konseling atas kemampuannya dalam menyimpan rahasia pribadi siswa. Persepsi atau kesan siswa terhadap Guru Bimbingan Konseling tentu akan dapat mempengaruhi minat berkonsultasi dengan Guru Bimbingan Konseling sekolah. Guru Bimbingan Konseling hanya menduduki urutan ketiga sebagai orang yang dimintai bantuan oleh siswa untuk memecahkan masalahnya. Siswa lebih senang membicarakan masalah mereka kepada teman dan menyukai orang tua untuk membicarakan sebagian besar jenis masalah yang mereka alami. Yusri (2005), menjelaskan bahwa dari 38 siswa yang diteliti hanya 4 orang yang ingin berkonsultasi kepada Guru Bimbingan Konseling sekolah, 5 orang kepada teman, 7 orang kepada orang tua, dan sisanya tidak ingin berkonsultasi kepada siapapun. Padahal sebenarnya banyak permasalahan yang dialami siswa seperti; masalah pendidikan dan pelajaran, masalah karir dan pekerjaan, masalah diri pribadi, serta masalah keadaan dan hubungan keluarga. Menurut Woodwort (dalam Waseso, 1994), bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh persepsinya terhadap rangsangan-rangsangan atau pengalamanpengalaman yang diterimanya dari objek tertentu yang sumbernya dari luar diri individu tersebut. Siswa-siswa yang kurang berminat datang berkonsultasi, tentu tidak terlepas dari persepsinya terhadap rangsangan-rangsangan atau pengalamanpengalaman yang diperoleh dari Guru Bimbingan Konseling sekolah selama ini, baik yang berhubungan dengan Guru Bimbingan Konseling sekolah, maupun 9

manfaat dari layanan konseling individual yang dirasakan siswa. Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Harga Diri Dan Persepsi Terhadap Guru Bimbingan Konseling Dengan Minat Berkonsultasi Pada Siswa SMP Negeri 1 Besitang. B. Identifikasi Masalah Adapun yang menjadi identifikasi masalah pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana minat berkonsultasi pada siswa? 2. Bagaimana harga diri siswa 3. Bagaimana persepsi siswa terhadap Guru Bimbingan Konseling? 4. Bagaimana hubungan harga diri dan persepsi terhadap Guru Bimbingan Konseling dengan minat berkonsultasi pada siswa C. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, maka pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan harga diri dan persepsi terhadap Guru Bimbingan Konseling dengan minat berkonsultasi pada siswa? 2. Apakah ada hubungan harga diri dengan minat berkonsultasi pada siswa? 3. Apakah ada hubungan persepsi terhadap Guru Bimbingan Konseling dengan minat berkonsultasi pada siswa? 10

D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang dijelaskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Hubungan harga diri dan persepsi terhadap Guru Bimbingan Konseling dengan minat berkonsultasi pada siswa SMP N 1 Besitang 2. Hubungan harga diri dengan minat berkonsultasi pada siswa SMP N 1 Besitang 3. Hubungan persepsi terhadap Guru Bimbingan Konseling dengan minat berkonsultasi pada siswa SMP N 1 Besitang E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dilihat dari segi kontribusinya, diharapkan hasil penelitian ini akan menambah wawasan ilmu pengetahuan psikologi, khususnya dalam bidang psikologi pendidikan. Dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan atau referensi bagi peneliti yang lainnya, yang tertarik pada masalah persepsi terhadap Guru Bimbingan Konseling dan layanan konseling individual. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat : a. Menjadikan masukan yang berharga bagi Guru Bimbingan Konseling dalam usaha memberikan layanan yang maksimal kepada siswa-siswa di sekolah. 11

b. Memberikan masukan bagi kepala sekolah tentang kinerja yang telah dilakukan oleh Guru Bimbingan Konseling sehubungan dengan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa-siswa di sekolah. c. Kepada para siswa, bahwa keberadaan seorang guru bimbingan konseling akan sangat membantu para siswa dalam memecahkan beberapa persoalan yang sedang dihadapinya, dengan proses konseling yang lebih nyaman 12