BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa.

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP)

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada dasarnya Negara adalah sebuah rumah tangga yang besar, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut beberapa ahli dalam Sari (2013:33) adalah

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2011

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) mengatakan bahwa pengertian penghasilan adalah tambahan kemampuan

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB II TELAAH PUSTAKA. Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARAA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

- 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian, Unsur, dan Fungsi Pajak. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan

BAB II KAJIAN TEORITIS. Ada beberapa sistem pemungutan pajak menurut Purwono (2010: 12). Lebih

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 23 TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior Menurut Ajzen (1991), Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Teori ini digunakan untuk mengkaji perilaku untuk tidak patuh terhadap ketentuan perpajakan, hal ini dapat dipengaruhi oleh niat dan keinginan individu untuk berperilaku tidak patuh. Niat untuk berperilaku tidak patuh dipengaruhi oleh tiga faktor keyakinan, yaitu : a. Keyakinan Perilaku, yaitu keyakinan akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi dari hasil perilaku tersebut. b. Keyakinan Normatif, yaitu keyakinan individu terhadap harapan normatif orang lain yang menjadi rujukannya untuk mencapai harapan tersebut. c. Keyakinan Kontrol, yaitu keyakinan individu mengenai keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilakunya dalam persepsinya tentang seberapa kuat hal tersebut dapat berpengaruh terhadap perilakunya. 11

12 Teory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Individu sebelum melakukan sesuatu maka memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut kemudian akan memutuskan untuk melakukannya atau tidak melakukannya. Ketiga faktor tersebut dapat menentukan individu dalam melakukan suatu perilaku yang selanjutnya akan ditindak lanjuti dengan niat atau keinginan seseorang untuk berperilaku dan akan mulai melakukan suatu perilaku. Berkaitan dengan penelitian ini yaitu bahwa perilaku Wajib Pajak yang melunasi tunggakan pajaknya atau yang tidak melunasi tunggakan pajaknya dipengaruhi oleh niat Wajib Pajak itu sendiri. 2. Teori Bakti (Teori Kewajiban Mutlak) Teoti bakti ini disebut juga teori kewajiban mutlak merupakan teori yang didasari paham organisasi negara yang mengajarkan bahwa negara sebagai suatu organisasi mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat sehingga negara mempunyai hak mutlak untuk melakukan pemungutan pajak. Selain itu, masyarakat juga menyadari bahwa pembayaran pajak merupakan suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara. Dasar keadilan pemungutan pajak pada hubungan antara rakyat dengan negaranya. Sebagai negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa kewajibannya yaitu melakukan pembayaran pajak.

13 Menurut Pohan (2014), pemahaman yang sederhana mengenai teori bakti yaitu : a. Hukum pajak terletak dalam hubungan antara negara dengan rakyatnya. b. Negara menyelenggarakan kepentingan rakyatnya sehingga negara mempunyai hak mutlak untuk melakukan pemungutan pajak. c. Rakyat melakukan pembayaran pajak karena merasa berbakti kepada negaranya. maka timbullah hak mutlak negara untuk melakukan pemungutan pajak dan kewajiban rakyat untuk melakukan pembayaran pajak. Teori bakti ini bisa dikatakan sebagai adanya perjanjian dalam masyarakat untuk membentuk negara dan menyerahkan sebagian hartanya untuk negara dalam menyelenggarakan kepentingan umum. Karena negara diberikan kepercayaan oleh masyarakat, maka pembayaran pajak merupakan bakti dari masyarakat kepada negara, karena negaralah yang bertugas untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat.

14 3. Pajak a. Definisi Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pepajakan yang menyatakan bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi dan atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mengharapkan imbalan secara langsung dan dapat digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Najoan, M.P, dkk, 2015). Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara karena merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Negara mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pembangunan dalam memenuhi kepentingan para rakyatnya. Menurut Prof Dr.Rochmat Soemitro, SH, pajak merupakan iuran wajib kepada negara yang berdasarkan kepada Undang- Undang yang sifatnya memaksa dengan tidak mengharapkan jasa timbal yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo,2011). Sementara menurut Waluyo (2012) bahwa pajak merupakan iuran kepada negara yang teutang oleh Wajib Pajak baik Orang Pribadi ataupun Badan yang pembayarannya dapat dipaksakan berdasarkan peraturan dengan tidak

15 mengharapkan imbalan dan dapat langsung digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara. b. Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2011) terdapat dua fungsi pajak, antara lain : 1) Fungsi Penerimaan Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah yang digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran pemerintahan. 2) Fungsi Mengatur Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. c. Jenis Pajak Menurut Mardiasmo (2011) Indonesia menetapkan berbagai pengelompokkan pajak agar dapat membedakan antara pajak yang satu dengan pajak yang lain. Jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu : 1) Menurut Golongannya a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak serta tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.

16 b) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. 2) Menurut Sifatnya a) Pajak Subyektif, yaitu pajak yang berpangkal, atau berdasarkan pada subyeknya dalam arti memperhatikan keberadaan diri Wajib Pajak. b) Pajak Obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan kondisi dan keadaan Wajib Pajak. 3) Menurut Lembaga Pemungutnya a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, dimana pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, dimana pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. 4. Wajib Pajak a. Definisi Wajib Pajak Wajib Pajak merupakan Orang Pribadi atau Badan yang meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan, sesuai

17 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Mardiasmo,2011). Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha atapun yang tidak melakukan usaha, seperti Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massal, organisasi sosial politik politik, atau organisasi lainnya, lembaga atau bentuk badan lainnya. b. Kewajiban Wajib Pajak Menurut Mardiasmo (2011) kewajiban Wajib Pajak antara lain : 1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP; 2) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP; 3) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar; 4) Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditetapkan; 5) Menyelenggarakan pembukuan pencatatan;

18 6) Jika diperiksa, wajib : a) Memperlihatkan dan/atau menunjukkan buku atau catatan yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau obyek yang terutang pajak. b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 7) Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen, serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan. c. Hak-hak Wajib Pajak Menurut Mardiasmo (2011) hak-hak Wajib Pajak antara lain: 1) Mengajukan surat keberatan dan surat banding; 2) Menerima tanda bukti pemasukan SPT; 3) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan; 4) Melakukan permohonan penundaan atau pengansuran pembayaran pajak;

19 5) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak; 6) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak; 7) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak; 8) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, dan pembetulan surat ketetapan pajak yang salah; 9) Memberikan kuasa kepada orang untuk melaksanakan pajaknya; 10) Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak; 11) Mengajukan keberatan atau banding. 5. Penagihan Pajak a. Definisi Penagihan Pajak Menurut Mardiasmo (2011) bahwa penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi tunggakan pajaknya serta biaya penagihan pajak dengan menegur atau memberi peringatan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, serta menjual barang yang telah disita.

20 Menurut Direktorat Jenderal Pajak (2013), adapun dasar dalam penagihan pajak seperti dalam bukti Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dasar penagihan pajak antara lain: 1) Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang KUP menyatakan bahwa dasar penagihan pajak yaitu: Surat Penagihan Pajak (SPT), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, serta putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibaya bertambah. 2) Pasal 12 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, menyatakan bahwa dasar penagihan pajak yaitu : Surat Pemberitahuan Pajak Teutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak, serta Surat Tagihan Pajak. b. Jangka Waktu Penagihan Pajak Menurut Pasal 22 UU KUP No.16 tahun 2009 menyatakan bahwa hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda kenaikan, serta biaya penagihan pajak, terakhir setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan : 1) Surat Tagihan Pajak; 2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; 3) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; 4) Surat Keputusan Pembetulan;

21 5) Surat Keputusan Keberatan; 6) Putusan Banding; 7) Putusan Peninjauan Kembali. Dalam hal ini, Wajib Pajak atau penunggak pajak boleh mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding, atau peninjauan kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Putusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. c. Tindakan Penagihan Pajak Ketetapan pajak berupa SKP atau STP yang diterbitkan oleh Account Representative (AR) dan Fungsional keluar, setelah lebih dari 30 hari tidak dilakukan pelunasan tagihannya maka akan dilaksanakan tindakan penagihan pajak. Tabel 2.1 Prosedur Penagihan Pajak Tahapan Kegiatan No. Penagihan 1. Menerbitkan surat teguran atau surat peringatan yang tertulis atau surat lain sejenisnya. Waktu Pelaksanaan Penagihan 7 hari setelah tanggal jatuh tempo utang pajak Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya Dasar Hukum Pasal 8 s.d 11 PMK No.24/PMK. 03/2008

22 Lanjutan Tabel 2.1 2. Menerbitkan surat paksa Setelah lewat 21 hari sejak diterbitkannya surat teguran atau surat peringatan dan Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya. 3. Menerbitkan surat Setelah lewat 2x24 perintah jam surat paksa melaksanakan diberitahukan dan penyitaan Wajib Pajak belum melunasi utang pajaknya. 4. Pengumuman lelang Setelah lewat 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya 5 Penjualan atau Setelah lewat waktu pelelanggan barang 14 hari sejak yang telah disita pengumuman lelang dan Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya Sumber : Pedoman Penagihan Pajak DJP, 2009 Pasal 7 UU No.19 Thn 2000 dan Pasal 15-23 PMK No.24/PMK. 03/2000 Pasal 12 UU No.19 tahun 2000 Pasal 26 PMKN.24/P MK.03/2008 Pasal 26 UU No.19 tahun 2000 dan pasal 28 PMK No.24/PMK. 03/2008

23 6. Surat Teguran a. Definisi Surat Teguran Menurut Direktorat Jenderal Pajak (2013) surat teguran merupakan surat yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak selaku penunggak pajak untuk segera melunasi utang pajaknya setelah tanggal jatuh tempo pembayaran. Menurut Priantara (2013) surat teguran merupakan surat yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memberikan peringatan kepada Wajib Pajak untuk segera melunasi utang pajaknya. Surat teguran diterbitkan apabila utang pajak yang tercantum dalam STP, SKPKB atau SKPKBT tidak dilunasi dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari batas waktu jatuh tempo 1 bulan sejak diterbitkannya. b. Tata Cara Penyampaian Surat Teguran Penyampaian surat teguran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Secara langsung dengan pembuktian surat tanda terima; 2) Melalui pos; atau 3) Perusahaan jasa ekspedisi atau kurir dengan bukti pengiriman surat.

24 c. Prosedur Penerbitan Surat Teguran Prosedur penerbitan surat teguran dilakukan pada seksi penagihan pajak yaitu sebagi berikut : 1) Seksi penagihan meneliti Surat Ketetapan Pajak (SKP) / Surat Tagihan Pajak (STP) / atau Surat Tagihan Bea (STB) yang harus diterbitkan surat teguran dalam sistem administrasi Perpajakan serta meminta persetujuan dari Kepala Seksi dan diteruskan Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak. 2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan pemeriksaan terhadap usulan penerbitan surat teguran serta memberikan persetujuan penerbitan melalui Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak. 3) Sistem Penagihan melihat Sistem Informasi Direktorat jenderal Pajak dan melakukan pemeriksaan persetujuan penerbitan surat teguran dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak, mencetak surat teguran, serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.

25 7. Surat Paksa a. Definisi Surat Paksa Surat paksa merupakan surat perintah membayar utang pajak serta biaya penagihan pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Mardiasmo,2011) Menurut Direktorat Jenderal Pajak (2013) surat paksa merupakan surat perintah untuk membayar utang pajak serta biaya penagihan pajak yang mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan keputusan pengadilan sehingga tidak diaju bandingkan lagi. b. Penerbitan Surat Paksa Menurut pasal 18 ayat (1) Undang-Undang PPSP, penerbitan surat paksa dapat dilakukan apabila : 1) Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya setelah diterbitkan surat teguran; 2) Wajib Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, atau 3) Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuam sebagaimana yang tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

26 c. Isi Surat Paksa Surat paksa harus memuat sekurang-kurangnya : 1) Nama Wajib Pajak; 2) Dasar Penagihan; 3) Besarnya tunggakan pajak; 4) Perintah untuk membayar. 8. Pencairan Tunggakan Pajak a. Definisi Pencairan Tunggakan Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, pasal 1 angka (8) menyebutkan bahwa Tunggakan pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi yang berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak maupun surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Surat Edaran DJP Nomor SE-29-PJ-2012 tentang kebijakan Penagihan Pajak mendefinisikan bahwa pencairan tunggakan pajak adalah pembayaran dan pengurangan piutang yang terbit sebelum tahun berjalan. Pencairan tunggakan pajak yaitu segala bentuk pencairan yang berkaitan dengan tunggakan

27 pajak yang disetorkan ke kas negara yang berupa pembayaran, penghapusan, pemindahbukuan, maupun keberatan. b. Pembayaran Tunggakan Pajak Menurut Waluyo dan Wirawan (2003) bahwa, pencairan tunggakan pajak yaitu jumlah pembayran atas tunggakan pajak yang dapat terjadi karena : 1) Pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak untuk pelunasan piutang pajak yang terdaftar dalam STP/SKPKB/SKPKBT/SK pembetulan/sk Keberatan/Putusan Banding yang dapat mengakibatkan bertambahnya jumlah piutang pajak. 2) Pemindahbukuan. Sebenarnya Wajib Pajak sudah membayar utang pajaknya tetapi salah nomor rekening sehingga dianggap belum melunasi utangnya, maka dilakukan pemindahbukuan. 3) Pengajuan permohonan pembetulan yang dikabulkan atas Surat Teguran/Surat Peringatan/Surat lain yang sejenisnya, Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa SPMP, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang, serta Surat Penentuan Harga Limit yang dalam perhitungannya terdapat kesalahan maupun kekeliruan yang mengakibatkan berkurangnnya jumlah piutang pajak.

28 4) Pengajuan keberatan atau banding yang dikabulkan atas SKPKB/SKPKBT yang mengakibatkan berkurangnya jumlah piutang pajak. B. Hipotesis 1. Hubungan antara Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dengan Pencairan Tunggakan Pajak Menurut Direktorat Jenderal Pajak (2013), surat teguran merupakan surat yang dikeluarkan dan diterbitkan olek Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak selaku penunggak pajak untuk segera melunasi utang pajaknya setelah tanggal jatuh tempo pembayaran. Tindakan awal untuk melakukan penagihan pajak yaitu dengan diterbitkannya surat teguran. Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya merupakan surat yang diterbitkan oleh pejabat menegur serta memberikan peringatan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya sebelum jatuh tempo penagihan. Surat teguran diterbitkan oleh bagian administrasi pajak dan dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari jatuh tempo penagihan. Setelah diterbitkan surat teguran biasanya Wajib Pajak akan merasa takut dan akan segera melunasi utang pajaknya baik secara langsung maupun angsuran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marjuanianto dan Sugianto (2015) menunjukkan bahwa surat teguran dikirimkan kepada

29 Wajib Pajak mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak oleh Wajib Pajak. Penelitian oleh Saputri (2015) juga menunjukkan bahwa penagihan pajak dengan surat teguran berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pencairan tunggakan pajak. Berbeda dengan penelitian yang dilakuakan oleh Pertiwi (2014) menunjukkan bahwa penagihan pajak dengan surat teguran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas pencairan tunggakan pajak. Berdasrkan uraian dan hasil penelitian sebelumnya,maka hipotesis yang diajukan yaitu : H1 : Penagihan pajak dengan surat teguran berpengaruh positif dalam pencairan tunggakan pajak 2. Hubungan antara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dengan Pencairan Tunggakan Pajak Surat paksa merupakan surat perintah membayar utang pajak serta biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Mardiasmo,2011). Jika dalam kurun waktu 21 (dua puluh satu) hari setelah diterbitkan surat teguran Wajib Pajak belum juga melunasi tunggakan pajaknya, maka langkah selanjutnya yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak adalah dengan menerbitkan surak paksa. Dimana

30 penunggak pajak harus melunasi utang pajaknya dalam waktu 2x24 jam sejak tanggal penerbitan surat paksa. Surat paksa mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (Mardiasmo,2011). Dengan demikian surat paksa langsung dapat dilaksanakan dengan melakukan eksekusi langsung atas barang-barang milik Wajib Pajak tanpa bantuan putusan pengadilan lagi serta tidak dapat diaju bandingkan. Hal ini membuktikan bahwa surat paksa mempunyai efek yang langsung ke Wajib Pajak dan akan membuat jera kepada Wajib Pajak yang menunggak. Sehingga Wajib Pajak lebih merasa takut dan akan membayar utang pajaknya agar tidak dilakukan tindakan penyitaan. Dengan efektifnya penagihan pajak dengan surat paksa maka dapat meningkatkan pencairan tunggakan pajak, dimana diharapkan memberikan kontribusi terhadap pembangunan negara. Maka, penagihan pajak dengan surat paksa sangat dipentingkan untuk meningkatkan penerimaan negara. Hasil penelitian sebelumnya oleh Tunas (2013) mengemukakan bahwa penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado dalam hal pembayaran tunggakan pajak dengan surat paksa bisa dikategorikan efektif karena penerimaan tunggakan pajak tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan. Penelitian yang dilakukan oleh Saputri (2015) menunjukkan bahwa penagihan pajak dengan surat

31 paksa berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pencairan tunggakan pajak. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Paseleng, dkk (2013) menyatakan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa pada tahun 2011 dan 2012 tergolong tidak efektif dan memberikan kontribusi yang sangat kurang terhadap penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Berdasarkan uraian dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan yaitu : H2 : Penagihan pajak dengan surat paksa berpengaruh positif dalam pencairan tunggakan pajak C. Model Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Penagihan Pajak dengan Surat Teguran (X1) Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (X2) H1 (+) H2 (+) Pencairan Tunggakan Pajak (Y) Gambar 2.1. Model Penelitian