ARTIKEL. Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum s.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

Oleh: Anak Agung Ngr. Wisnu Wisesa Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Oleh: TRIYONO EDY BUDHIARTO PANITERA MUDA I MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Ilham Imaman Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Andri Kurniawan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

I. UMUM

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

ARTIKEL. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Oleh : FAISAL AL RIYADI

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

MEKANISME, WEWENANG, DAN AKIBAT HUKUM PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA TESIS

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PASAL 50 AYAT (3) SISTEM ARTIKEL. Oleh:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I.

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

Transkripsi:

KAJIAN NORMATIF PUTUSAN ULTRA PETITA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Studi Kasus Putusan Mk Nomor 36/PUU-X/2012 Tentang Bp Migas) ARTIKEL Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum s Oleh: GERI AFANDI NPM: 0910012111282 Bagian Hukum Tata Negara FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014 1

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PERSETUJUAN ARTIKEL Nama : GERI AFANDI Nomor Pokok Mahasiswa : 0910012111282 Program Kekhususan : Hukum Tata Negara Judul Skripsi : KAJIAN NORMATIF PUTUSAN ULTRA PETITA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Studi Kasus Putusan Mk Nomor 36/PUU-X/2012 Tentang Bp Migas) Telah dikonsulatasi dan disetujui oleh pembimbing untuk upload website 1. Nurbeti, S.H., M.H. (Pembimbing I) 2. Dr.Sanidjar Pebrihariati R, S.H., M.H. (Pembimbing II) 2

KAJIAN NORMATIF PUTUSAN ULTRA PETITA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Studi Kasus Putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012 Tentang Bp Migas) Geri Afandi 1) Nurbeti 1 Sanidjar Pebrihariati R 1 1) Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta E-mail: ng007.afandi@ymail.com ABSTRACT The Constitutional Court is one of the State institutions established by the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 Article 24 and Article 24 C of the third amendment of the Constitution of the Republic of Indonesia of 1945 (the 1945 Constitution. With the establishment of the Constitutional Court, the organizers of the judicial power in Indonesia is the Court Court and judicial bodies that are below as well as a Constitutional Court. formulation of the problem in this paper, among others, 1). How is the determination of ultra petita decision in terms of the legal event Constitutional Court Constitutional Court Decision Against 36/PUU-X/2012? 2). Is the legal effect of the decision of the Constitutional Court of the Republic of ultra petita Indonesia in law Testing Oil and Gas Executive Agency? The research method in this paper is the legal research done by examining library materials or secondary data, which includes primary legal materials, secondary, and tertiary. Results and discussion: 1). Decision ultra petita event in terms of the law of the Constitutional Court Constitutional Court Decision Against 36/PUU-X/2012, the decision is not set in the procedural law of the Constitutional Court, but the ban on ultra petita only regulated in civil law, 2). Effects of Ultra Petita Court Decisions Constitution of the Republic of Indonesia in Testing the Law of Oil and Gas Executive Agency is to shift the entire management process is being handled by BP Migas to the Ministry of Energy and Mineral Resources. Keywords: Decision, Ultra petita, BP Migas, the Constitutional Court. Pendahuluan dan Pasal 24 C perubahan ketiga Undang- Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu Lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24 Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang disahkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 9 November 2001. Dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi, 1

penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya serta Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga kekuasaan kehakiman. bahwa putusan Mahkamah Konstitusi yang berisi penafsiran terhadap konstitusi menjadi acuan final dan tertinggi yang mengatasi perbedaan penafsiran mengenai konstitusi yang terjadi sebelum adanya putusan dari Kewenangan Mahkamah Konstitusi lembaga Mahkamah Konstitusi sebagai sebagaimana dirumuskan dalam Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan mengacu pada teori dan praktek mengenai Mahkamah Konstitusi atau peradilan konstitusi negara Republik Indonesia, Mahkamah Konstitusi mempunyai dua fungsi pokok yaitu sebagai lembaga pengawal konstitusi (The Guardian of the Constitution) dan lembaga penafsir final konstitusi (The Final Interpreter of the Constitution). Implementasi dari fungsi lembaga pengawal konstitusi adalah bahwa implementasi penafsir final. Dengan dua fungsi pokok tersebut Mahkamah Konstitusi sangat erat hubungannya dengan konstitusi (UUD 1945) dan tidak bisa dipisahkan, maka berdasarkan hal tersebut Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan khusus agar Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dipahami oleh penyelenggara Negara dalam menjalankan tugasnya dan warga Negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mahkamah Konstitusi mengawali dan Mahkamah Konstitusi merupakan menegakkan konstitusi agar dilaksanakan sebaik baiknya sekaligus mencegah terjadinya pelanggaran terhadap konstitusi dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan bernegara. Implementasi sebagai lembaga penaksir final konstitusi adalah salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 2

(satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk 1. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Memutus pembubaran partai politik, dan 4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga: 1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa: b. Korupsi; c. Penyuapan; d. Tindak pidana lainnya; 2. Atau perbuatan tercela, dan/atau 3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu Putusan ultra petita yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi dengan perkara nomor 36/PUU-X/2012 tentang pengujian Undang-Undang Badan Pelaksana, (BP) untuk selanjutnya disebut BP Migas dimana Mahkamah Konstitusi memberikan putusan yang melebihi apa yang dimohonkan oleh pemohon. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) bertentangan dengan a. Penghianatan terhadap negara; 3

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi menilai BP Migas tidak efisien dan berpotensi penyalahgunaan kekuasaan. Metode Penelitian Metode penelitian ini bertitik tolak dari peraturan perundang- undangan yang berlaku dan dikaitkan dengan permasalahan yang di bahas, sehingga penulisan ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. 2. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer ialah bahan-bahan penelitian hukum yang didasarkan kepada sumber hukum formil. dimana bahan hukum ini mempunyai kekuatan mengikat dan berlaku dalam waktu tertentu. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang dipergunakan dan berkaitan dengan permasalah yang diangkat dalam penulisan ini yaitu: 1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316) hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sebagai berikut: 4

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer. Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder yang digunakan adalah literatureliteratur serta buku-buku yang berkaitan dengan masalah tinjauan yuridis terhadap hakim. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamus, tepatnya kamus bahasa Inggris, kamus bahasa hukum, dan Black s Law Dictionary untuk memberikan petunjuk maupun penjelasan Memandang dari pendekatan masalah dalam penelitian ini bersifat normatif, maka dari pada itu teknik pengambilan bahan hukum yang digunakan adalah dengan studi kepustakaan. 4. Analisis Data Mengumpulkan data dengan mengadakan pencatatan yang diambil dari dokumen, buku laporan dan buku catatan lainnya yang berhubungan dengan materi yang ditulis. Analisa bahan hukum dilakukan dengan analisa kualitatif yaitu dengan cara menafsirkan gejala yang terjadi, tidak dalam paparan prilaku, tetapi dalam sebuah kecenderungan. Analisa bahan hukum dilakukan dengan cara mengumpulkan semua bahan hukum yang diperlukan, yang bukan merupakan angka-angka dan kemudian terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. menghubungkannya permasalahan yang diteliti. dengan 3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Hasil Pembahasan Ultra petita berasal dari bahasa latin yakni ultra yang berarti sangat, sekali, 5

ekstrim, berlebihan dan petita yang berarti gugatan atau permohonaan. Biasanya digunakan dalam kaitannya dengan keputusan dari pengadilan yang melebihi apa yang diminta. Ultra petita mengacu kepada keputusan pengadilan yang memberikan lebih dari apa yang terdapat dalam klaim pihak penggugat. Ketika persidangan berkomitmen pihak pengadilan yang ingin membuat satu atau serangkaian klaim. Aplikasi ini menentukan suatu bingkai, yang merupakan batas luar yang melintasinya, hakim melebihi kekuasaannya. Yang berarti dia membuat keputusan pada klaim yang tidak akan telah diserahkan, atau jika sudah melebihi jumlah klaim tersebut, hakim akan memerintah secara ultra petita (juga disebut extra petita). Ultra petita merupakan putusan yang diberikan oleh hakim yang melebihi apa yang dimohonkan oleh pemohon atau penjatuhan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau meluluskan lebih dari apa yang diminta. Penjatuhan Putusan ultra petita oleh hakim Mahkamah Konstitusi banyak ahli hukum. Putusan ultra petita memang tidak diatur dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi, akan tetapi larangan ultra petita hanya diatur dalam hukum acara perdata dinyatakan dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR dan Pasal 189 ayat (2) dan (3) RBg. Mahkamah Konstitusi lahir berdasarkan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24 C dan Pasal 7 B Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang disahkan pada tanggal 9 November Tahun 2011. Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Ultra Petita ditinjau dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- X/2012, dalam putusan tersebut terdapat beberapa pasal yang dimohonkan oleh pemohon yaitu Pasal 1 angka 19 menyatakan : Kontrak kerjasama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerjasama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya Menimbulkan perdebatan dikalangan para 6

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan angka 23 menyatakan badan pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi, Pasal 3 huruf b menyatakan : menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan, Pasal 4 ayat (3) menyatakan : pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan membentuk badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23, Pasal 6 menyatakan : Kegiatan usaha hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 19, ayat (2) kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit memuat persyaratan, a) kepemilikan sumber daya alam tetap ditangan pemerintah sampai pada titik penyerahan, b) pengendalian manajemen operasi berada pada badan pelaksana, c) modal dan risiko seluruhnya ditanggung badan usaha atau bentuk usaha tetap, Pasal 9 menyatakan : kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan 2 dapat dilaksanakan oleh, a) badan usaha milik Negara, b) badan usaha milik daerah, c) koperasi,usaha kecil, d) badan usaha swasta, Pasal 10 ayat (1) menyatakan : badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha hulu dilarang melakukan kegiatan usaha hilir, ayat (2) badan usaha yang melakukan kegiatan usaha hilir tidak dapat melakukan kegiatan usaha hulu, Pasal 11 ayat (2) menyatakan : setiap kontrak kerja sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada dewan perwakilan rakyat republik indonesia, Pasal 13 ayat (1) menyatakan : 7

kepada setiap badan usaha atau bentuk usaha tetap hanya diberikan 1(satu) wilayah kerja, ayat (2) dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap mengusahakan beberapa wilayah kerja,harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja, Pasal 44 ayat (1) menyatakan : pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh badaan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), ayat (2) fungsi badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumberdaya alam minyak dan gas bumi milik Negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan kontrak kerja sama, c) mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja kepada menteri untuk mendapatkan persetujuan, d) memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf c, e) memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran, f) melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada menteri mengenai pelaksanaan kontrak kerjasama, g) menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian Negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi Negara, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan permohonan tersebut Mahkamah Konstitusi menyatakan dalam yang maksimal bagi Negara untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat, ayat (3) tugas badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah a) memberikan pertimbangan kepada menteri atas kebijaksanaanya dalam hal penyiapan dan penawaran wilayah kerja serta kontrak kerja sama, b) melaksanakan penandatanganan putusan bahwa Pasal 1 angka 23 menyatakan : badan pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi, Pasal 4 ayat (3) menyatakan : 8

pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan membentuk badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23, Pasal 41 ayat (2) menyatakan : menyatakan pengawasan atas pelaksana kegiatan usaha hulu berdasarkan kontrak kerja sama dilaksanakan oleh badan pelaksana, Pasal 44 ayat (1) menyatakan : pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh badaan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), ayat (2) fungsi badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumberdaya alam minyak dan gas bumi milik Negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi Negara untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat, ayat (3) tugas badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah a) memberikan pertimbangan kepada menteri atas kebijaksanaanya dalam hal penyiapan dan penawaran wilayah kerja serta kontrak kerja sama, b) melaksanakan penandatanganan kontrak kerja sama, c) mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja kepada menteri untuk mendapatkan persetujuan, d) memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf c, e) memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran, f) melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada menteri mengenai pelaksanaan kontrak kerjasama, g) menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian Negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi Negara, Pasal 45 ayat (1) menyatakan : badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) merupakan badan hukum milik negara, ayat (2) badan pelaksana terdiri atas unsur pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga administratif, 9

ayat (3) kepala badan pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah berkonsultasi dengan dewan perwakilan rakyat republi Indonesia dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden, Pasal 48 ayat 1 menyatakan : anggaran biaya operasional badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 didasarkan pada imbalan (fee) dari pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pasal 59 terbentuknya persero sebagai pengganti pertamina, badan usaha milik Negara tersebut wajib mengadakan kontrak kerjasama dengan badan pelaksana untuk melanjutkan eksplorasi dan eksploitasi pada bekas wilayah kuasa pertambangan pertamina dan dianggap telah mendapatkan izin usaha yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 untuk usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga, Pasal 63 huruf a menyatakan : huruf a menyatakan dalam jangka waktu dengan terbentuknya badan pelaksana, paling lama 1 (satu) tahun dibentuk badan pelaksana, Pasal 59 huruf a menyatakan : dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dibentuk badan pelaksana, Pasal 61 huruf a menyatakan : pertamina tetap melaksanakaan tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan pengusahaan kontraktor eksplorasi dan eksploitasi termasuk kontraktor kontrak bagi hasil sampai terbentuknya badan pelaksana,huruf b menyatakan pada saat semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari kontrak bagi hasi(production sharing contract) antara pertamina dan pihak lain beralih kepada badan pelaksana, huruf b dengan terbentuknya badan pelaksana, kontrak lain yang berkaitan dengan kontrak sebagaimana tersebut pada huruf a antara pertamina dan pihak lain beralih kepada badan pelaksana, huruf c semua kontrak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak yang 10

bersangkutan, huruf d hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari kontrak, perjanjian atau perikatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tetap dilaksanakan oleh pertamina sampai dengan terbentuknya persero yang didirikan untuk itu dan beralih kepada persero tersebut, huruf e pelaksanaan perundingan atau negosiasi antara pertamina dan pihak lain dalam rangka kerja sama eksplorasi dan eksploitasi beralih pelaksanaanya kepada menteri, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat. Beberapa pasal yang tidak dimohonkan oleh pemohon antara lain Pasal sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR dan Pasal 189 ayat (2) dan (3) RBg. Ultra Petita ditinjau dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, dalam putusan tersebut terdapat beberapa pasal yang dimohonkan oleh pemohon, yaitu Pasal 1 angka 19 dan angka 23, Pasal 3 huruf b, Pasal 4 ayat (3), Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 ayat (2), Pasal 13 dan Pasal 44 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan permohonan tersebut 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal Mahkamah Konstitusi menyatakan 61, dan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Simpulan 1. Putusan Ultra petita ditinjau dari hukum acara Mahkamah Konstitusi adalah merupakan putusan yang tidak diatur dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi, akan tetapi larangan ultra petita hanya diatur dalam hukum acara perdata, dalam putusan bahwa Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat. 2. Akibat hukum dari putusan ultra petita Mahkamah Konstitusi 11

Republik Indonesia dalam pengujian undang-undang Badan Pelaksana Minyak dan Gas adalah seluruh proses pengelolaan yang sedang dilakukan oleh BP Migas dilanjutkan oleh MESDM. Pembubaran BP Migas diputuskan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012. Dengan demikian, tugas dan fungsi BP Migas dilaksanakan sementara oleh KESDM. Saran Supaya penetapan putusan yang bersifat ultra petita diatur dalam Peraturan Hukum acara Mahkamah Konstitusi,agar Hukum Acara Mahkamah, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Sinar Grafika, Jakarta, 2011 Moh. Mahfud, MD, Konsitusi Dan Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010. Ucapan terima kasih Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Ibu Nurbeti, S.H., M.H, selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum dan Pembimbing I dan Ibu Dr. Sanidjar Pebrihariati. R, S.H., M.H, selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu dan memberikan nasehat maupun saran dalam menyelesaikan skripsi ini. mempunyai kekuatan hukum tetap. Semoga Mahkamah Konstitusi menjadi lembaga kekuasaan kehakiman yang abadi untuk memperjuangkan keadilan dinegeri ini. Daftar Pustaka Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitualisme, Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan, Jakarta, 2006. 12