EFEKTIVITAS STRATEGI COPING SKILLS UNTUK MENGURANGI KEJENUHAN BELAJAR (BURNOUT) SISWA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon lebih cermat terhadap perubahan-perubahan yang tengah

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. pribadi individu. Secara filosofis dan historis, pendidikan menggambarkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada siswanya. Kerapkali guru tidak menyadari bahwa jebakan rutinitas seperti duduk, diam,

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menjadikan bangsa ini berkualitas adalah dengan meningkatkan

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2015 EFEKTIVITAS PROBLEM FOCUSED COPING DALAM MEREDUKSI STRES AKADEMIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pendidikan atau pembelajaran merupakan proses pembentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB I PENDAHULUAN. lebih sistematis, rasional, dan kritis terhadap permasalahan yang dihadapi.

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensipotensi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilaksanakan melalui proses belajar mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang membuat stres. Dalam hal ini stres adalah perasaan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

Ariesta Marsitho Nugrahawan F

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi kemanusiaan yang menjadi tumpuan harapan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sepanjang hayat, berlangsung di rumah, di sekolah, di unit-unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3.1 Populasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terampil maka dalam proses perencanaan tujuan tersebut akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY 6 LANGKAH (MODEL TF-6M) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA DI SMK

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF. Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helmi Rahmat, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

resensi buku psikologi pendidikan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Dari hasil analisa utama bab 4 dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. datangnya era global dan pasar bebas yang penuh dengan persaingan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan profesionalisasi dan sistem menajemen tenaga kependidikan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Anna Kurnia, 2013 Profil Motivasi Belajar Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan untuk mendongkrak kualitas pendidikan. Inovasi ini dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat. Secara filosofis dan historis, pendidikan menggambarkan suatu proses yang melibatkan berbagai faktor dalam upaya mencapai kehidupan yang bermakna. Proses yang berlangsung dalam pendidikan memiliki tujuan untuk membina dan mengantarkan diri individu terutama remaja dalam menemukan jati dirinya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Bab II Pasal 3 menjelaskan Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga siswa secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, kegamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Lingkungan berbasis pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa remaja adalah lingkungan sekolah. Sekolah selain berfungsi pengajaran (mencerdaskan) juga berfungsi pendidikan (transformasi norma). Keterkaitannya dengan fungsi pendidikan, sekolah dirancang untuk melatih remaja secara intelektual, mampu menanamkan kesiapan kerja dan memiliki keterampilan sosial. Remaja berada dalam lingkungan sekolah tidak terlepas dari proses kegiatan belajar. Proses kegiatan belajar menekankan remaja untuk mampu menyelesaikan tugas perkembangannya. Esensi belajar merupakan suatu aktivitas berproses yang di dalamnya terjadi perwujudan-perwujudan perilaku dengan keterikatan satu sama lain. Perwujudan perilaku belajar tampak dalam perubahanperubahan belajar remaja sebagai berikut: (1) kebiasaan; (2) keterampilan; (3) Azalia, Ulva. 2014 EFEKTIVITAS STRATEGI COPING SKILLS UNTUK MENGURANGI KEJENUHAN BELAJAR (BURNOUT) SISWA Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2 pengamatan; (4) berfikir asosiatif dan daya ingat; (5) berfikir rasional; (6) sikap; (7) inhibisi; (8) apresiasi, dan (9) tingkah laku efektif (Muhibbin et al., 2009, hlm. 46). Seorang siswa yang menempuh proses belajar, idealnya ditandai dengan munculnya pengalaman-pengalaman psikologis baru yang positif. Namun, seiring dengan berjalannya proses kegiatan belajar yang dilakukan secara terus menerus, metode pengajaran yang monoton, tingginya akan tuntutan pemenuhan standar nilai, beban tugas yang sulit dan banyak, ditambah dengan tuntutan citra nama baik sekolah, menjadikan munculnya problem siswa dalam proses pembelajaran yang termanifestasi dalam bentuk kesulitan penyelesaian tugas, bahkan menjadi timbulnya kejenuhan. Farber (1991, hlm.7) menegaskan keacuhan teman, ketidakpekaan guru/lembaga sekolah, ketidakpedulian orang tua, kurangnya apresiasi masyarakat terhadap citra pelajar, ruang belajar yang terlalu padat, beban tugas yang berlebihan, bangunan fisik sekolah yang tidak baik, hilangnya otonomi dan keuangan yang tidak memadai merupakan beberapa faktor yang dapat membuat individu mengalami kejenuhan belajar. Siswa yang tidak dapat menyesuaikan diri dan menyelesaikan permasalahan yang muncul secara positif dari hasil tuntutan belajar, pada umumnya mengalami kejenuhan belajar. Schaufeli et al. (2002, hlm. 465) mendefinisikan Burnout among students refers to feeling exhausted because of study demands, having a cynical and detached attitude toward one s study, and feeling incompetent as a student. Secara umum, kejenuhan belajar yang dirasakan siswa tercermin dalam bentuk perilaku seperti rasa malas, mudah putus asa, acuh tak acuh, menunjukkan sikap pemurung, mudah tersinggung bahkan tak jarang bersikap menyimpang seperti membolos, melalaikan tugas dan mogok untuk belajar. Perilaku maladaptif dari kejenuhan belajar timbul bukan sematamata karena reaksi spontan terhadap suatu keadaan, tetapi merupakan akibat dari satu rangkaian peristiwa yang sudah berlangsung lama atau berlarut-larut. Cerminan perilaku siswa yang mengalami kejenuhan belajar terjadi karena adanya mekanisme stimulus (stressor)-coping -respon (fisiologis, emosional, mental), di mana stimulus dari lingkungan (tuntutan belajar) diproses dengan melakukan

3 coping maladaptif yang berdampak pada timbulnya suatu bentuk respon fisiologis, respon emosional, dan respon mental. Coping maladaptif terhadap stressor (tuntutan belajar) menghasilkan respon maladaptif pula yang pada akhirnya berujung pada timbulnya kelelahan fisik, kelelahan emosional dan kelelahan mental. Pendekatan kognitif-perilaku, memandang kejenuhan belajar adalah bentuk respon dari hasil olah pemikiran dan perasaan siswa dalam mempertahankan diri dari stres yang berkepanjangan (defensive coping) (Sugara, 2011, hlm. 17). Cherniss (1980, hlm. 16) mendefiniskan Burnout is defined as psychological withdrawal from work in response to excessive stress or dissatisfaction. Kedua pandangan di atas sejalan dengan Maslach & Leiter (1997, hlm. 19) yang menyebutkan sumber utama timbulnya kejenuhan adalah adanya stres yang berkembang secara akumulatif akibat keterlibatan individu dalam suatu aktivitas dalam jangka panjang. Pengalaman stres siswa jika dibiarkan berkepanjangan dan tidak segera ditangani dapat memunculkan dampak baru seperti yang dinyatakan oleh Silvar (2001, hlm. 21) dalam efek jangka panjang, stres belajar dapat menyebabkan gejala kejenuhan (burnout syndrom). Penelitian lokal yang dilakukan Firmansyah (2012) terhadap siswa SMP dan Sugara (2011) terhadap siswa SMA menemukan ternyata intensitas kejenuhan berada di atas 14%. Penelitian yang dilakukan Diaz (2007) dan Agustin (2009) terhadap mahasiswa menunjukkan lebih dari 50% hasilnya mengalami kejenuhan belajar. Persentase siswa yang mengalami kejenuhan belajar cenderung meningkat seiring lamanya waktu belajar. Semakin lama siswa belajar, semakin berat derajat kejenuhan belajar yang dialami. Seperti hasil penelitian Uludag et al. (2010) menemukan siswa yang lebih lama belajar lebih rentan mengalami kejenuhan belajar dari pada siswa yang masih pemula. Hasil penelitian Jacobs et al. (2003, hlm. 291) kepada 149 orang mahasiswa (103 orang perempuan dan 46 orang laki-laki) menemukan mahasiswa perempuan mengalami kejenuhan belajar sebesar 30% sedangkan mahasiswa lakilaki mengalami kejenuhan belajar sebesar 70%. Beberapa faktor penyebab

4 terjadinya kejenuhan belajar mahasiswa menurut Jacobs et al. (2003) adalah stres dan banyaknya tekanan psikologis. Penelitian Salamah (2006, hlm. 38), mengungkapkan beberapa faktor penyebab kejenuhan belajar yaitu aspek materi dengan tingkat kejenuhan sebanyak (44%), aspek guru ikut berkontribusi dalam memicu kejenuhan dengan hasil (47%), aspek lingkungan belajar sebesar (76,4%), dan terakhir yaitu aspek diri siswa sebanyak (62%). Dampak yang ditimbulkan akibat kejenuhan belajar hasil penelitian Agustin (2009, hlm. 9) adalah menjadi suka marah-marah (23,5%); sering susah tidur (26,5%); tidak peduli dengan tugas-tugas (14,5%); tidak peduli dengan nilai (14,5%); mudah bosan dengan kegiatan belajar (57%); menjadi mudah tersinggung (31,5%); sering gelisah (44%); menjadi mudah sakit (13%); sering merasa gagal (11%); dan merasa rendah diri (23,5%). Fenomena kejenuhan belajar juga muncul di kalangan siswa SMA Negeri 15 Bandung. Hasil studi pendahuluan menggambarkan banyak siswa yang berperilaku seolah-olah tidak antusias dan tidak bergairah dalam mengikuti jam pelajaran seperti tidur di kelas, menggunakan headset ketika jam pelajaran berlangsung, lambat dalam mengerjakan tugas dan memilih bolos untuk diam di kantin sekolah. Secara jelasnya, kejenuhan belajar merupakan bentuk respon pertahanan diri siswa terhadap stres belajar yang tidak terselesaikan akibat dari adanya tuntutan belajar. Tuntutan belajar yang berlebihan dapat menjadi stressor bagi siswa yang berakibat pada dua reaksi yaitu eustress dan distress. Eustress dapat memotivasi siswa untuk tetap maju, sedangkan distress dapat melumpuhkan. Gejala yang ditimbulkan dari kejenuhan belajar sendiri seperti kelelahan fisik, kelelahan emosional dan kelelahan mental merupakan bentuk distress siswa terhadap tuntutan belajar. Itu sebabnya burnout dapat terjadi pada siswa dikarenakan siswa mereaksi stres dengan cara yang negatif (distress). Beberapa penelitian membuktikan distress dapat mengganggu individu tersebut maupun kinerjanya, termasuk siswa yang berada pada fase remaja yang sangat rentan terhadap stres.

5 Berdasarkan informasi dan fenomena yang telah dipaparkan, siswa perlu mengatasi berkembangnya stres agar tidak terjadi burnout yang berkepanjangan. Strategi coping skills perlu diterapkan dalam upaya untuk mengurangi stres agar tidak berdampak buruk baik terhadap diri siswa maupun pencapaian prestasinya. Strategi coping skills yang baik dapat mereduksi stres siswa, sehingga dampak negatif yang dimunculkan dapat diminimalisir. Aldwin et al. (2006, hlm. 295), mengatakan coping berkaitan dengan pilihan yang sadar, perilaku yang disengaja, dan pemikiran yang fleksibel terhadap tuntutan belajar. Lazarus & Folkman (Aldwin et al., 2006, hlm. 296), menyebutkan coping adalah faktor kemampuan yang dapat menolong individu dari aspek psikologis agar mampu menyesuaikan diri selama periode stres yang meliputi aspek kognitif dan perilaku untuk mereduksi atau meminimalisir kondisi yang penuh stres yang dikaitkan dengan distress emosi. Pada dasarnya, setiap individu telah memiliki sistem coping tersendiri dalam menghadapi berbagai perubahan atau tantangan. Namun, dengan adanya siswa yang mengalami kejenuhan belajar membuktikan siswa kurang mampu dalam mengelola stres belajar yang dialaminya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu strategi coping skills yang efektif dalam upaya mengelola stres belajar sehingga mampu berdampak secara langsung pada penurunan gejala kejenuhan belajar. Berdasarkan rasional di atas maka penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 15 Bandung dengan judul penelitian Efektivitas Strategi Coping Skills untuk Mengurangi Kejenuhan Belajar (Burnout) Siswa. B. Rumusan Masalah Kejenuhan belajar jika tidak diatasi dapat menjadi penyebab turunnya prestasi siswa dan membuat tujuan belajar menjadi tidak tercapai. Kejenuhan belajar juga dapat menimbulkan dampak buruk pada kondisi psikologis individu dan pencapaian prestasinya. Cherniss (1980, hlm. 65) memaparkan, dampak psikis dari kejenuhan berakibat pada kemandekan pencapaian prestasi individu secara personal, akademik, sosial, atau profesional. Lebih parah lagi, jika tidak segera ditangani maka siswa tidak produktif dalam belajar, potensi yang

6 dimilikinya terhambat, proses pembelajaran menjadi tidak efektif, tidak kondusifnya iklim emosional di dalam kelas, serta memburuknya kondisi psikologis sehingga dapat mempengaruhi pada kualitas diri individu, pencapaian prestasi dan masa depannya. Beberapa penyebab burnout dikaitkan dengan pengalaman stres. Lazarus & Folkman (Aldwin et al., 2006, hlm. 296) menyebutkan dalam menghadapi situasi stres, biasanya siswa menggunakan strategi coping. Mengingat proses coping sangat membantu di dalam menghadapi situasi yang penuh dengan stres sehingga pemberian layanan dengan strategi coping skills diharapkan mampu mengurangi kejenuhan belajar siswa karena dapat menumbuhkan self-coping siswa. Berdasarkan pemaparan rumusan masalah, dimunculkan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana gambaran umum kejenuhan belajar (burnout) siswa Kelas X MIA di SMA Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014? 2. Bagaimana rancangan intervensi melalui strategi coping skills untuk mengurangi kejenuhan belajar siswa Kelas X MIA di SMA Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014? 3. Bagaimana efektivitas strategi coping skills untuk mengurangi kejenuhan belajar siswa Kelas X MIA di SMA Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014? C. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian adalah mengetahui efektivitas strategi coping skills untuk mengurangi kejenuhan belajar pada siswa Kelas X MIA di SMA Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. Adapun tujuan khusus adalah memperoleh gambaran empirik mengenai: 1. kejenuhan belajar (burnout) siswa Kelas X MIA di SMA Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014; 2. rancangan intervensi strategi coping skills untuk mengurangi kejenuhan belajar siswa Kelas X MIA di SMA Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014; dan

7 3. keefektifan strategi coping skills untuk mengurangi kejenuhan belajar Kelas X MIA di SMA Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian membantu memperkaya dan mengembangkan khazanah teori dinamika kejenuhan belajar (burnout) siswa dan melengkapi berbagai model intervensi konseling untuk mengatasi kejenuhan belajar (burnout). 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru BK/ Konselor Hasil penelitian diharapkan menjadi pedoman praktis dan dapat dipergunakan oleh guru BK/Konselor sekolah sebagai rujukan dalam mengembangkan kebijakan dan fokus layanan bimbingan dan konseling terhadap permasalahan kejenuhan belajar (burnout). b. Bagi Wali Kelas Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, serta membantu guru untuk lebih memperhatikan kondisi para siswa sehingga dapat terhindar atau meminimalkan dampak masalah kejenuhan belajar (burnout). c. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya baik mengenai kejenuhan belajar (burnout) maupun mengenai strategi coping skills dan peneliti dapat memperluas berbagai alternatif pemberian intervensi lainnya. E. Asumsi Asumsi berikut menjadi acuan pokok penelitian. 1. Kejenuhan merupakan bentuk penarikan diri secara psikologis dalam merespon stres yang berlebihan atau terhadap ketidakpuasan dari hasil yang ingin dicapai (Cherniss, 1980, hlm. 16).

8 2. Coping terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi kegiatan dan intrapsikis (seperti menuntaskan, tabah, mengurangi, atau meminimalkan) tuntutan internal dan eksternal (Yusuf, 2004, hlm. 128). 3. Strategi Coping Skills merupakan suatu perubahan kognitif dan perilaku yang berlangsung terus menerus untuk mengatasi tuntutan eksternal atau internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya individu tersebut (Aldwin & Yancura, 2004, hlm. 2). F. Hipotesis Hipotesis penelitian adalah: strategi coping skills efektif untuk mengurangi kejenuhan belajar (burnout) siswa. G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode pra-eksperimen dengan one-group pretest-posttest design. 2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling a. Populasi Populasi penelitian yaitu siswa Kelas X MIA (Matematika dan Ilmu Alam) yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam pembelajaran di SMA Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. b. Sampel dan teknik sampling Sampel penelitian menggunakann teknik nonprobability dengan metode purposive sampling. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data penelitian menggunakan instrumen berupa angket. 4. Teknik Analisis Data Analisis data menggunakan teknik perhitungan yang disebut uji paired sample (ttes) dengan bantuan software SPSS 20.

9