BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang. dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan pembanguanan nasional tidak dapat dipisahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam terselenggaranya pemerintahan daerah yang baik. Tuntutan

Disusun oleh: B

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan tentunya mempunyai masalah dalam menyusun

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. seperti jalan, jembatan, rumah sakit. Pemberlakuan undang-undang tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai keberhasilan Otonomi Daerah. hanya mencakup reformasi akuntansi keuangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan antara pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Kediri)

1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. RI secara resmi telah menetapkan dimulainya pelaksanaan otonomi daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

EVALUASI SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan dengan otonomi daerah yang mulai direalisasikan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumen ke daerah dalam jumlah besar. Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer keuangan oleh pemerintah kepada daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, meskipun jumlahnya relative memadai namun daerah harus lebih kreatif dalam meningkatkan PAD-nya. OIeh kaerena itu, daerah harus dapat menggali sumber PAD yang potensial secara maksimal namun tentu saja harus dalam koridor peraturan perundang- undangan yang berlaku (Nugradi,2011,36). Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, merupakan awal dimulainya otonomi daerah, yaitu diberikannya peran yang lebih besar kepada kabupaten atau kota untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah merupakan suatu proses yang memerlukan transformasi paradigmatic dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Ditinjau dari aspek ekonomi, perubahan yang utama terletak pada perspektif bahwa sumber-sumber ekonomi yang tersedia di daerah harus dikelola secara 1

2 mandiri daan bertanggung jaawab, dan hasilnya lebih diorientasikan kepada kesejahteraan masyarakat. Dalam perjalanan waktu penerapan otonomi daerah di Indonesia yaitu berdasarkan perkembangan dan kondisi riil di masing-masing pemerintahan daerah, kedua Undan-Undang ditintut untuk diadakan penyempurnaan. Akhirnya pada tahun 2004 telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang merupakan hasil revisi dari Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999. Dengan diberlakukannya kedua Undang-Undang tersebut, maka membawa konsekuensi yang luas terhadap tata kehidupan pemerintahan dan pengelola keuangan daerah. Pemberlakuan otonomi daerah dan desentralisasi fiscal tersebut juga membawa konsekuensi pada pola pemanfaatan, pengalokasian dana dan dukungan sumber-sumber penerimaan daerah. Kota Surakarta, sebagai daerah otonom di dalam wilayah propinsi Jawa Tengah, diberi wewenang untuk sumber dana yang ada sesuai dengan potensi dan keadaan daerah sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri untuk membiayai rumah tanggannya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang nomor 22 dan 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, merupakan awal dimulainya otonomi daerah, yaitu diberikannya peran yang lebih besar

3 kepada kabupaten dan kota untuk mengatur rumah tangganya sendiri (Harjono,2008:83). Selanjutnya Kago (2005:66) menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah yaitu, manusia, keuangan, peralatan, organisasi dan manajemen. Dengan melihat hal tersebut, salah satu faktor yang memegang peranan sangat penting adalah faktor keuangan. Seperti yang kita ketahui bahwa keberhasilan pembangunan akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan keuangan (dana) yang baik pula. Keuangan merupakan salah satu syarat kelancaran pelaksanaan pembangunan. Menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang pokok-pokok pemerintah daerah, sumber-sumber pendapatan asli daerah terdiri atas : 1. Pendapatan Pajak Daerah 2. Pendapatan Retribusi Daerah 3. Pendapatan bagian laba BUMD dan investasi lainnya 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Suatu pemerintah daerah dapat menetapkan dan memungut beragam jenis pajak daerah sesuai dengan potensi daerah yang dimilikinya. Hal ini sangat dimungkinkan jika Pemerintah Daerah memiliki kemampuan untuk menetapkan sendiri jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat dipungutnya, tanpa ada intervensi dari tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi. Agar Pemerintah Daerah memiliki kemampuan optimal untuk memungut pajak daerah yang ada di daerahnya, perlu kiranya mempertimbangkan pajak-pajak daerah yang memang sesuai untuk dijadikan

4 sumber pendapatan agar tercipta efisiensi dan efektivitas dalam pemungutan pajak daerah. Jenis-jenis pajak yang dipungut di daerah sangat beragam. Pemungutan pajak daerah ini harus mengindahkan ketentuan bahwa lapangan pajak yang akan dipungut belum diusahakan oleh tingkatan pemerintahan yang ada diatasnya (Enggar,2011:70). Tax reform pajak pusat pertama di Indonesia telah dilaksanakan tahun 1983. Hal ini ditandai dengan diberlakukannya sistim pemungutan pajak dengan self assessment system dan ketentuan-ketentuan baru yang diberlakukan saat itu. Pajak daerah bukan jenis pajak yang baru, melainkan telah lama ada di Indonesia, yakni sebagai sumber penerimaan pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebelum dilakukan reformasi terhadap pajak daerah, cukup banyak jenis pajak yang dibuat oleh masing masing daerah (Panca Kurniawan dan Agus Purwanto,2004:1). Pajak daerah yang diterapkan oleh Pemerintah Daerah, baik yang ditentukan oleh Undang-Undang pajak daerah maupun yang merupakan perluasan objek pajak pun juga beragam, namun bila diteliti keadaannya masing-masing daerah belum mampu menunjukkan kinerja sebagai sumber penerimaan daerah melalui APBD maupun PAD. Dari peraturan pajak daerah yang ada beberapa diantara mempunyai biaya administrasi yang lebih tinggi daripada hasilnya (high cost of collection), sehingga hasilnya tidak memadai. Juga adanya beberapa jenis pajak yang tidak memadai di pungut daerah, karena tumpang tindih dengan pajak yang lain,menghambat alokasi sumbersumber ekonomi yang lain, menghambat alokasi sumber ekonomi, bersifat

5 tidak adil, atau tidak benar-benar bersifat pajak, tetapi bersifat retribusi. Untuk itu agar pajak daerah lebih efektif dan efisien, maka pada tahun 1997 pemerintah telah melakukan reformasi terhadap aturan pajak daerah dan retribusi yang ada sebelum untuk disesuaikan dengan perkembangan perekonomian nasional (Panca Kurniawan dan Agus Purwanto,2004 : 2). Kota Surakarta, yang memiliki sumber dayaalam yang cukup besar, sudah seharusnya mengoptimalkaan penerimaan pajak daerah sebagai sumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kemampuan menggali sumber penerimaan pajak daerah tersebut harus diikuti dengan kemampuan penetapan target sesuai dengan potensi dengan potensi sebenarnya serta kemampuan menekan biaya yang dikeluarkan dalam pemungutannya. Kemampuan tersebut akan memperbesar penerimaan dan menciptakan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Melihat kontribusi dan potensi dari pajak daerah sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka penulis tertarik mengambil judul ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA SURAKARTA B. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat efisiensi penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta? 2. Bagaimanaa tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta?

6 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis tingkat efisiensi penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta. 2. Untuk menganalisis tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Kota Surakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi agar Pemerintah Daerah Kota Surakarta dapat mengetahui besarnya tingkat efisiensi dan efektivitas penerimaan pajak daerah. 2. Bagi Penulis Penelitian ini sebagai sarana untuk memperdalam dan menerapkan teori yang diperoleh ke dalam praktek yang sesungguhnya. Serta memberikan tambahan gambaran tentang efisiensi penerimaan pajak daerah dan efektivitas penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta. E. Pembatasan Masalah Karena banyaknya penerimaan asli daerah Kota Surakarta maka penulis hanya membatasi masalah mengenai pelaksanaan pemungutan pajak daerah berupa pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan,pajak reklame, pajak penerangan jalan dari tahun 2006 sampai dengan 2011 (enam tahun).

7 Untuk tolak ukur pencapaian efisiensi penerimaan pajak daerah dibatasi pada biaya pemungutan pajak dan realisasi pajak daerah. Tolak ukur pencapaian efektivitas penerimaan pajak daerah dibatasi pada target dan realisasi penerimaan pajak daerah. Tolak ukur perkembangan pajak daerah dibatasi pajak daerah tahun tertentu dan pajak daerah tahun sebelumnya. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 BAB. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, dalam bab ini diuraikan tentang pengertian umum tentang pajak yang terdiri dari pengertian pajak pada umumnya dan jenis pajak,pendapatan penyelenggaraan pemerintah daerah yang terdiri dari pengertian Pemerintah di Daerah, dan sumber-sumber peneriman daerah, tinjauan tentang pajak daerah yang terdiri perngertian pajak daerah dan dasar hukumnya, ruang lingkup pajak daerah, dan jenis-jenis pajak daerah, pengertian efisiensi penerimaan pajak daerah, pengertian efektivitas pajak daerah serta tinjauan penelitian terdahulu. BAB III METODE PENELITIAN, bab ini berisikan tentang objek penelitian, metode pengumpulan data serta analisis data.

8 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN, bab ini berisikan tentang gambaran umum Pemerintah Kota Surakarta dan susunan organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta serta analisis mengenai efisiensi dan efektivitas penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.