BAB I PENDAHULUAN. melakukan usaha, bekerja, sekolah, bahkan menjadi gaya hidup bagi sebagian elemen

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB III PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh. guna menjawab permasalahan yang diteliti, maka pada bab ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undangundang

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai langkah

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, dan untuk menjawab

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INFORMASI PRIBADI TERKAIT PRIVACY RIGHT

PANANGGULANGAN KEJAHATAN MAYANTARA (CYBER CRIME) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (STUDI DI DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA)

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Universitas Kristen Satya Wacana

MODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA)

NASKAH PUBLIKASI KEDUDUKAN ALAT BUKTI DIGITAL DALAM PEMBUKTIAN CYBER CRIME DI PENGADILAN

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCURIAN DANA NASABAH BANK MELALUI MODUS PENGGANDAAN KARTU ATM (SKIMMER) DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 363 AYAT (5) KITAB UNDANG-

CYBER LAW & CYBER CRIME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KETERKAITAN ARSIP ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH DI PENGADILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perpustakaan LAFAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh Dunia. Internet sebagai media komunikasi kini sudah biasa. memasarkan dan bertransaksi atas barang dagangannya.

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

I. PENDAHULUAN. hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer ( computer

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perlindungan Hukum Domain Name Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DATA ELEKTRONIK

Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan jaman telah membawa perubahan di berbagai

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI SECARA ONLINE BERDASARKAN PERSPEKTIF CYBER CRIME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. melakukan hubungan melalui jaringan internet 1. dampak perkembangan internet adalah cybercrime; bahkan pembajakan

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

BAB I PENDAHULUAN. negosiasi diantara para pihak. Melalui proses negosiasi para pihak berupaya

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENGATURAN TINDAK PIDANA CYBER PROSTITUTION DALAM UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE)

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengkaji tentang kemajuan teknologi informasi, maka tidak dapat dipisahkan dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Dalam Bab mengenai hasil penelitian dan analisis ini, Penulis akan

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan suatu masalah (perselisihan) yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Efek positif yang paling nampak yakni interaksi antara masyarakat dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

Benyamin Yasolala Zebua ( )

informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional

LEGALITAS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MELINDUNGI PENGGUNA INTERNET DENGAN UU ITE

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. moderen demi menunjang dan mempermudah kehidupannya.

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA CYBERCRIME. A. Pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana cybercrime.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi sekarang semua teknologi semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi informasi dan komuniksai telah menyebabkan

BAB III PENUTUP. 1. Upaya Penegakan Hukum terhadap Cybercrime terkait pembuktian. pembuktian terhadap perkara dibidang cybercrime tidak

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

RechtsVinding Online. serta penawaran dan pembayaran bisa dilakukan melalui online. Emas dipilih untuk investasi dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN KASUS KORUPSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BUKTI ELEKTRONIK DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat telah memanfaatkan teknologi sebagai bagian utama dalam menjalankan roda kehidupan mereka baik dalam melakukan usaha, bekerja, sekolah, bahkan menjadi gaya hidup bagi sebagian elemen masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi juga berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. 1 Untuk menunjang kemajuan teknologi itu maka di buatlah hukum telematika, sebagai pedoman dan dasar hukum bagi setiap perbuatan hukum masyarakat yang berkaitan dengan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penggunaan teknologi yang marak saat ini menyulitkan pemisahan antara teknologi informasi dan telekomunikasi. Hal ini disebabkan karena hukum telematika merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan Elektronik, huruf C. 1 Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi 1

2 mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi. 2 Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia. Oleh sebab itu Indonesia yang wajib membentuk pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional. Tujuannya agar pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Hukum yang mengatur jaringan informasi diperlukan oleh masyarakat untuk mengakses dan mendistribusikan informasi, baik di dalam negeri maupun global. 3 Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. 4 Indonesia merupakan negara yang turut aktif dalam perkembangan hukum ITE di dunia internasional. Oleh karena itu perkembangan hukum teknologi informasi di Indonesia juga tetap memperhatikan perkembangan hukum ITE di dunia internasional. Antaralain, Singapura yang proses perkembangan hukum tersebut menjadi latar belakang disusunnya skripsi ini dengan judul Pembuktian Dalam Transaksi Elektonik di Indonesia dan Singapura. Adapun masalah (legal issue) yang akan dikaji dalam proposal ini antaralain kaidah dan asas-asas tentang pembuktian 2 Penjelasan UU Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999, Paragraf ke 2. 3 Hinca P, L.H. Pranoto, M. D. A. Siregar. Irfan Fahmi, Membangun Cyber Law Indonesia yang Demokratis, Jakarta, 2005, hal.,17. 4 Ibid.

3 yang berlaku di UU ITE dan UU Telekomunikasi Indonesia serta beberapa putusan pengadilan mengenai ITE perlu dibandingkan dengan ETA 2010 Singapura dan yurisprudensi tentang ITE. Kehadiran teknologi informasi telah merubah paradigma dalam kehidupan manusia. Dalam aspek hukum perubahan paradigma ini berkaitan dengan penggunaan komputer sebagai media untuk melakukan kegiatan di dunia ITE khususnya kejahatan, memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam pembuktiannya. Meskipun secara substansi pasal-pasal dalam KUHP dan KUHAP dapat saja diupayakan untuk mengakomodasikan modus kejahatan ITE. 5 Namun dalam hukum pidana terjadi perdebatan mengenai apakah masih relevan model pembuktian konvensional dihadapkan pada kejahatan di dunia maya. 6 Pembuktian sebagai issue dalam perbandingan ini memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dalam kasus ITE dan Telekomunikasi pembuktian dalam persidangan menjadi sedikit berbeda, pembuktian yang berkaitan dengan dunia maya menggunakan sarana internet. Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang relevan dengan apa yang akan dibuktikan. Alat bukti yang relevan adalah suatu alat bukti di mana penggunaan alat bukti tersebut dalam proses pengadilan lebih besar kemungkinan akan dapat membuat fakta yang akan dibuktikan menjadi lebih jelas 5 Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime), Kencana, Makassar, 2012, hal., 18. 6 Abdul Wahid, Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Refika Aditama, Malang, 2005, hal., 104.

4 daripada jika alat bukti tersebut tidak digunakan. 7 Dengan demikian relevansi alat bukti tidak hanya diukur dari ada tidaknya hubungan antara alat bukti dengan fakta, melainkan berkaitan apakah alat bukti ini dapat mengungkap fakta menjadi lebih jelas. Seperti yang sudah diketahui bersama jika menggunakan sarana internet maka data-data jaringan internet atau komputer relatif sulit dan berbeda caranya untuk ditemukan oleh aparat penegak hukum. Aparat relatif kesulitan dalam mengumpulkan bukti-bukti untuk menjerat pelaku tindak pidana. Oleh karena itu UU ITE 2008 mengatur secara khusus mengenai alat bukti dalam Pasal 5. Dalam pasal 5 UU ITE Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Kemudian dalam UU Telekomunikasi dalam Pasal 42 (2), rekaman informasi yang dikirim dan atau diterima oleh jasa penyelenggara telekomunikasi dapat diberikan kepada penyidik untuk keperluan proses peradilan pidana. Berdasarkan aturan dalam Pasal 5 UU ITE 2008 maka alat bukti konvensional yang telah diatur dalam KUHAP dan KUHPerdata mengalami perubahan (penambahan). Sedangkan dalam Pasal 6 ETA 2010 Singapura, alat bukti yang sah dalam kasus transaksi elektonik adalah setiap informasi yang dibuat dalam bentuk catatan elektronik. Selain alat bukti, hal yang juga penting diperhatikan adalah beban pembuktikan. Beban pembuktian (onus) terdapat dalam Pasal 7 UU ITE 2008 dan Pasal 15 (1) UU Telekomunikasi. Dalam pasal 7 UU ITE 2008, setiap orang yang hal., 27. 7 Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, Citra Adytia Bakti, 2012,

5 dalam kaitannya dengan informasi/dokumen elektronik menolak hak orang lain, maka ia wajib membuktikan atau memastikan bahwa informasi/dokumen elektronik yang dimaksud dapat digunakan sebagai alasan timbulnya hak. 8 Untuk beban pembuktian UU Telekomunikasi dalam 15 (1) dijelaskan bahwa pihak-pihak yang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian dari penyelenggara telekomunikasi berhak mengajukan tuntutan ganti rugi. Apabila dibandingkan dengan ETA 2010 Singapura, pengaturan mengenai beban pembuktian terdapat dalam Pasal 19. Dirumuskan dalam Pasal 19 ETA 2010, setiap proses yang melibatkan catatan elektronik harus dianggap ada kecuali dibuktian sebaliknya pada waktu tertentu catatan elektronik tersebut telah diubah. Perlu juga diketahui mengenai rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum dalam ketiga peraturan mengenai ITE, sebagai bahan hukum dari penelitian ini. Dalam UU Telekomunikasi 1999 rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang mengakibatkan kerugian serta praktek monopoli, persaingan usaha, menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi, dan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun kecuali untuk keperluan pembuktian. Kemudian rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum dalam UU ITE 2008 yaitu tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak yang menimbulkan kerugian dan dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Sedangkan tindak pidana dan perbuatan melawan 8 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektonik, Pasal 7.

6 hukum menurut ETA 2010 Singapura adalah mengakses informasi pribadi dan memberitahukan informasi tersebut tanpa adanya persetujuan dari si pemilik informasi dan mengintersepsi jaringan dengan tujuan untuk mengakses informasi pribdi seseorang. Matrix 1: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura No Pumpunan Indonesia Singapura 1 Pembuktian: Alat Bukti 2 Pembuktian: Beban Pembuktian UU Telekomunikasi 1999 Pasal 42 (2): Rekaman informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk proses peradilan pidana. Pasal 15 (1): Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara Telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi. UU ITE 2008 ETA 2010 Pasal 5: Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Pasal 7: Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berasal dari Sistem Elektronik memenuhi syarat Berdasarkan Peraturan Perundangundangan. dan Pasal 6: For the avoidance of doubt, it is declared that information shall not be denied legal effect, validity or enforceability solely on the ground that it is in the form of an electronic record. Pasal 19: In any proceedings involving a secure electronic record, it shall be presumed, unless evidence to the contrary is adduced, that the secure electronic record has not been altered since the specific point in time to which the secure status relates. Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, (3) Electronik Transaction Act 2010 Singapura.

7 Variabel pembanding pertama adalah alat bukti. Alat bukti elektronik secara jelas telah diatur dalam UU Telekomunikasi 1999, UU ITE 2008, dan ETA 2010. Dalam ke tiga peraturan ini menyatakan bahwa pengadilan tidak dapat menolak suatu alat bukti dengan alasan bahwa alat bukti tersebut adalah alat bukti elektronik. Variabel pembanding kedua adalah beban pembuktian. Pengaturan tentang beban pembuktian di Indonesia dan di Singapura menyatakan bahwa setiap orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak orang lain harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berasal dari Sistem Elektronik dan memenuhi syarat Berdasarkan Peraturan Perundangundangan. Matrix 2: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura No Pumpunan Indonesia Singapura UU Telekomunikasi 1999 1 Penyidik Pasal 44 (1): Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik yang diatur dalam Undang- Undang Hukum Acara Pidana untuk UU ITE 2008 ETA 2010 Pasal 43 (1): Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 27: The Controller shall, subject to any general or special directions of the Minister, perform such duties as are imposed and may exercise such powers as are conferred upon him by this Act or any other written law.

8 melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi. dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang ITE. Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, (3) Electronik Transaction Act 2010 Singapura. Variabel pembanding ketiga adalah penyidikan. UU Telekomunikasi 1999 dan UU ITE 2008 mengatur tentang penyidik kasus ITE adalah penyidik POLRI, penyidik khusus yaitu Pegawai Negeri Sipil yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi dan transaksi elektronik. Sedangkan dalam ETA 2010, penyidik kasus transaksi elektronik adalah seseorang yang di tunjuk Menteri yang dianggap mampu membantu melaksanakan tujuan ETA 2010. Matrix 3: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura No Pumpunan Indonesia Singapura 1 Waktu berlakunya kontrak UU Telekomunikasi 1999 PP 82 2012 Pasal 50 (3): Kesepakatan kontrak dapat dilakukan dengan cara penerimaan yang menyatakan persetujuan dan penerimaan dan/atau pemakaian objek oleh Pengguna Sitem Elektronik. UU ITE 2008 ETA 2010 Pasal 20: Transaksi elektronik pada saat penawaran yang dikirim oleh pengirim telah di terima dan di setujui oleh penerima dengan cara memberikan pernyataan penerimaan secara elektronik. Pasal 13 (2): The time of receipt of an electronic communication is the time when the electronic communication becomes capable of being retrieved by the addressee at an electronic address designated by the addressee. Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, (3) Electronik Transaction Act 2010 Singapura.

9 Variabel pembanding keempat adalah waktu berlakunya kontrak elektronik. Dalam ETA 2010 suatu kontrak elektronik dinyatakan mulai berlaku sejak kontrak tersebut telah dikirim dan dapat di unduh oleh penerima melalui alamat elektronik penerima. Sedangkan waktu berlakunya kontrak menurut UU Telekomunikasi 1999 dan UU ITE 2008 adalah ketika kontrak telah diterima dan penerima harus memberikan pernyataan penerimaan kepada pengirim kontrak. Alasan dipilihnya keempat variable tersebut sebagai variabel dalam penelitian ini karena variabel yang telah diuraikan adalah elemen-elemen penting, setiap kali orang hendak membicarakan mengenai hukum pembuktian. Demikian pula dengan yang dilakukan dalam skripsi ini. Keempat variabel tersebut dibandingkan dalam dua hukum pembuktian dari dua sistem hukum yang berbeda. 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia? 2. Bagaimana pengaturan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi Elektronik di Singapura? 3. Bagaimana perbandingan aspek-aspek hukum Pembuktian yang mengatur Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia dan Singapura?

10 1.3. Tujuan Penelitian 1. Ingin mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia 2. Ingin mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi Elektronik di Singapura 3. Ingin membandingkan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi Elektonik di Indonesia dan Singapura. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis dan Manfaat Praktis: Dengan penelitian ini dapat digambarkan aspek-aspek dari konsep pengatutan transaksi elektonik dan telekomunikasi dan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pembelajaran ITE di Indonesia. Ingin menemukan hal-hal baru dalam pengaturan ITE dan Telekomunikasi sehingga dapat dipergunakan dalam pembaruan hukum yang mengatur ITE dan Telekomunikasi di Indonesia. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian ini adalah suatu penelitian orisinil. Belum pernah ada penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya. Sebagai gambaran mengenai hal itu, dibawah ini disajikan beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya:

11 Matrix 5: Perbandingan Skripsi-Skripsi yang Pernah Ditulis Sebelumnya No Nama Penulis 1 Henry Nugraha Judul Skripsi Rumusan Masalah Kesimpulan Pembuktian Tindak Pidana Siber Dalam Perspektif Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sumber: Diolah dari skripsi-skripsi yang pernah ditulis 1. Bagaimana sistem pembuktian tindak pidana siber (Cyber Crime)? 2. Siapakah yang berwenang (yang memiliki kapasitas dan kekuasaan) untuk melakukan penyidikan terhadap dugaan adanya tindak pidana siber? Dalam perspektif UU ITE ada penambahan alat bukti yaitu perluasan dari alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHP,ditambah dengan Pasal 5 UU ITE. Pihak yang berwenang melakukan penyidikan tindak pidana siber dalam perspektif UU ITE: yang berwenang melakukan penyidikan dalam perspektif UU ITE terdiri dari dua peyidik, pertama penyidik POLRI kedua penyidik PPNS. Skripsi yang pertama ditulis oleh Henry Nugraha dengan judul Pembuktian Tindak Pidan Siber Dalam Perspektif Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Rumusan masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah pembuktian tindak pidana siber (CyberCrime) dan pihak yang berwenang menangani tindak pidana siber.

12 Matrix 6: Perbandingan Skripsi-Skripsi yang Pernah Ditulis Sebelumnya No Nama Penulis 1 Aryo Hendrawan Judul Skripsi Rumusan Masalah Kesimpulan Pengaturan Alat Bukti Elektronik Dalam Pembuktian Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime) Sumber: Diolah dari skripsi-skripsi yang pernah ditulis 1. Bagaimana pengaturan alat bukti elektronik dalam pembuktian kejahatan dunia maya (cyber crime)? 2. Kesulitankesuliatan di dalam penggunaan alat bukti elektronik. Pengaturan alat bukti elektronik yang sah diatur dalam UU ITE Tahun 2008 Pasal 5. Alat bukti elektronik khususnya yang berkaitan dengan rekaman/salinan data yang dapat diperoleh dari sebuah sistem jaringan komputer yang aman dan dapat di percaya serta dapat diterima untuk membuktikan kejahatan di dunia maya dan di jadikan Real Evidence Skripsi yang pertama ditulis oleh Henry Nugraha dengan judul Pembuktian Tindak Pidan Siber Dalam Perspektif Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Rumusan masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah pembuktian tindak pidana siber (CyberCrime) dan pihak yang berwenang menangani tindak pidana siber. Matrix 7: Perbandingan Skripsi-Skripsi yang Pernah Ditulis Sebelumnya No Nama Penulis 1 Joko Kusuma Judul Skripsi Rumusan Masalah Kesimpulan Pengaturan KUHP dalam Menanggulangi 1. Apakah KUHP dapat di gunakan KUHP bisa di gunakan dalam menanggulangi cyber

13 Cyber Crime Sumber: Diolah dari skripsi-skripsi yang pernah ditulis. sebagai perangkat hukum dalam menanggulangi cyber crime? crime. Pasal-pasal yang dapat diterapkan dalam kasus cyber crime yaitu Pasal 263 KUHP, Pasal 362 KUHP, Pasal 378 KUHP, dan Pasal 407 KUHP. Skripsi yang ketiga ditulis oleh Joko Kusuma dengan judul Pengaturan KUHP dalam menanggulangi Cyber Crime. Skripsi ini menganalisi tentang apakah KUHP dapat di gunakan sebagai dasar hukum jika terjadi cyber crime. Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa KUHP dapat digunakan untuk menanggulangi cyber crime. Jika di bandingkan dengan skripsi-skripsi yang sudah pernah di tulis sebelumnya, penelitian ini menjadi berbeda karena selain akan membahas pengaturan hukum ITE di Indonesia, juga akan menganalisis pengaturan hukum ITE di Singapura. Walaupun Indonesia dan Singapura telah memberlakukan undang-undang tentang transaksi elektronik, namun pada kenyataannya Singapura berada jauh di atas Indonesia dalam hal penggunaan kecanggihan teknologi serta peraturan yang menunjang kegiatan-kegiatan di bidang transaksi elektronik. Oleh karena itu, penelitian ini juga akan membandingakan aspek-aspek hukum yang mengatur hukum ITE di Singapura dan Indonesia. 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum. Untuk membandingkan pengaturan tentang pembuktian Informasi dan

14 Transaksi Elektronik di Indonesia dan Singapura serta perbandingannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hukum Komparatif (Comparative Law). Pendekatan Hukum Komparatif bertujuan memaparkan persamaan dan perbedaan sistem hukum asing dengan maksud untuk membandingkannya. Kemudian dengan Pendekatan Undang-undang (Statute Approach). 9 Pendekatan peraturan perundangundangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Dan dengan Pendekatan Analitis (Analitycal Approach), yaitu menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis. 10 9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hal., 96. 10 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia Publishing, 2006, hal., 45.