BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan di negara Indonesia khususnya dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga keuntungan selisih nilai tukar rupiah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah dalam menjalankan pemerintahannya.otonomi daerah sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penggalian potensi penerimaan dalam negeri akan terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Negara saat ini tak lepas dari campur tangan pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang menjadi kebutuhan daerahnya. Menurut Blakely (dalam Kuncoro, 2006:110), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat membuat kebijakan dimana pemerintah daerah diberikan kekuasaan untuk mengelola keuangan daerahnya masingmasing atau lebih dikenal dengan sebutan desentralisasi, hal ini dilakukan dengan harapan daerah akan memiliki kemampuan untuk membiayai pembangunan daerahnya sendiri sesuai prinsip daerah otonom yang nyata. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi daerah diharapkan terwujud melalui pengelolaan sumber-sumber daerah. Otonomi daerah merupakan kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan 1

2 mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai aturan perundang-undangan. Akibat dari pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah memacu untuk meningkatkan penerimaan daerahnya. Potensi penerimaan daerah ini dapat bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Penerapan Desentralisasi sebagai wujud dari otonomi daerah juga menimbulkan permasalahan dalam pembagian keuangan antara pusat dan daerah dimana pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing tingkat pemerintahan memerlukan dukungan pendanaan. Pemerintah daerah dalam hal ini dituntut memiliki kemandirian secara fiskal karena subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat selama ini sebagai sumber utama dalam APBD, mulai kurang konstribusinya dan menjadi sumber utamanya adalah pendapatan dari daerah sendiri. Menurut Koswara (dalam Indra Riadi, 2010), ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya. Artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, sedangkan ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan pembagian keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar sistem pemerintahan Negara.

3 Konsekuensi dari penerapan otonomi daerah yaitu setiap daerah dituntut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) guna membiayai urusan rumah tangganya sendiri. Peningkatan ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik sehingga dapat menciptakan tata pemerintahan yang lebih baik (good governance). Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan penerimaan dari sumber-sumber penerimaan daerah, salah satunya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah beberapa pos pendapatan asli daerah harus ditingkatkan antara lain pajak daerah dan retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Untuk meningkatkan penerimaan atau sumber fiskal daerah, pemerintah daerah harus memiliki kekuatan untuk menarik pungutan dan pajak dan pemerintah pusat harus membagi sebagian penerimaan pajaknya dengan pemerintah daerah. Kebijakan ini sesuai dengan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka sistem pengelolaan keuangan harus dilakukan oleh daerah itu sendiri, dengan syarat pengelolaan keuangan harus dilakukan secara professional, efisien, transparan dan bertanggungjawab. Hal ini memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangan dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah. Tujuan utama dari penerapan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah pemerintah daerah harus bisa menjalankan rumah tangganya sendiri

4 atau mandiri karena pemerintah daerah dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor. Produktivitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Salah satu penerimaan Pendapatan Asli Daerah berasal dari sektor pajak daerah. Pajak daerah di Indonesia menurut Undang-undang No. 34 Tahun 2000 adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Menurut Miyasto (1997), Pajak sebagai penerimaan pemerintah merupakan salah satu alat yang cukup penting bagi pemerintah untuk menjalankan fungsinya, terutama sebagai stabilisator perekonomian melalui kebijakan anggaran guna menjamin tingkat kesempatan kerja yang tinggi serta pertumbuhan ekonomi yang cukup. Pajak daerah terbagi menjadi dua yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten atau kota. Pajak provinsi terdiri dari pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air dibawah tanah dan air permukaan. Pajak kabupaten atau kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C dan pajak parkir.

5 Pajak bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber pendapatan (budgetary function) yang utama dan juga sebagai alat pengatur (regulatory fuction). Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan daerah digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, seperti membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki infrastruktur, menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, membiayai anggota polisi, dan membiayai kegiatan pemerintah daerah dalam menyediakan kebutuhankebutuhan yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta yatitu berupa barang-barang publik. Melihat dari fenomena tersebut dapat dilihat bahwa pentingnya pajak bagi suatu daerah, terutama dalam menyokong pembangunan daerah itu sendiri merupakan pemasukan dana yang sangat potensial karena besarnya penerimaan pajak akan meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk, perekonomian dan stabilitas politik. Dalam pembangunan suatu daerah, pajak memegang peranan penting dalam suatu pembangunan. Penarikan pajak di suatu daerah disesuaikan dengan Undang-undang No. 34 Tahun 2000, sesuai dengan Undang-undang tersebut maka Kabupaten atau kota diperkenankan untuk menarik pajak daerah. Salah satu jenis pajak daerah yaitu Pajak Reklame. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Dimana yang dimaksud dengan reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial untuk memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa,

6 orang, atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan/atau Pemerintah Daerah (Siahaan, 2005:323). Salah satu penerimaan yang cukup menonjol di Kabupaten Jepara yaitu sektor pajak daerah. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan daerah tersebut. Di Kabupaten Jepara, Pajak Daerah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir h. Pajak Sarang Burung Kabupaten Jepara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dimana sering disebut sebagai Bumi Kartini ini banyak terdapat usahausaha kecil seperti meubel, disepanjang jalan menuju Ibukota. Akan tetapi penerimaan pajak reklame terbilang masih minim dikarenakan masih ada industri atau usaha kecil yang belum membayar pajak, tidak membayar pajak, tidak memiliki izin pemasangan reklame dan juga dikarenakan masa tayangnya sudah habis oleh karena itu akan dilakukan penertiban reklame.

7 Objek pajak reklame akan tumbuh seiring dengan pertumbuhan industri dan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) juga sudah memakai reklame untuk kepentingan politik dalam kegiatan kampanye. Dalam ilmu marketing ada bauran pemasaran yang dipakai industri yang bertujuan untuk memasarkan atau memperkenalkan produk maupun barang atau jasa. Salah satu bauran pemasaran tersebut adalah promosi yang terdiri dari antara lain iklan, reklame, dan promosi penjualan. Maka prospek pajak reklame di Kabupaten Jepara cukup potensial untuk waktu yang akan datang. Dalam memperhatikan hal-hal tersebut diatas Pemerintah Kabupaten Jepara dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan-urusan yang menyangkut bidang pendapatan daerah sangat memerlukan keberadaan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebagai instansi pemerintah yang dapat membantu pelaksanaan pembangunan daerah. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa pajak reklame merupakan salah satu pajak daerah kabupaten/kota yang dapat menunjang penerimaan Pendapatan Asli Daerah, karena pajak reklame merupakan sumber penerimaan yang cukup potensial untuk waktu yang akan datang sehingga dapat menyumbang pendapatan kepada pemerintah daerah Kota Jepara. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pajak reklame, yang merupakan salah satu pajak daerah yang diharapkan dapat memberikan andil yang besar dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah sehingga dapat mensukseskan pembangunan daerah. Maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul: Analisis Potensi

8 Penerimaan Pajak Reklame dan Efektivitas Pajak Reklame dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2008-2012) B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah potensi penerimaan Pajak Reklame yang dimiliki Kabupaten Jepara? 2. Bagaimanakah efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Jepara? 3. Bagaimanakah daya pajak (tax effort) dari Pajak Reklame di Kabupaten Jepara? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah untuk: 1. Untuk menganalisis potensi riil dari penerimaan Pajak Reklame yang dimiliki Kabupaten Jepara. 2. Untuk menganalisis efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Jepara. 3. Untuk menganalisis daya pajak (tax effort) dari Pajak Reklame di Kabupaten Jepara. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain: 1. Bagi Penulis

9 Menambah khasanah keilmuan serta sumber pustaka (referensi) dalam bidang pengembangan Pajak Daerah Kabupaten Jepara, khususnya Pajak Reklame. 2. Bagi Masyarakat Sebagai acuan bagi masyarakat terutama wajib pajak untuk menyadari pentingnya membayar pajak. 3. Bagi Pemerintah a. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan untuk merumuskan kebijakan strategis untuk meningkatkan realisasi Pajak Reklame Kabupaten Jepara. b. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Jepara dan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Jepara dalam menerapkan kebijakan dalam rangka meningkatkan realisasi penerimaan Pajak Reklame di Kabupaten Jepara. 4. Bagi Pembaca Sebagai bahan informasi dan dapat dijadikan referensi bagi penelitianpenelitian selanjutnya tentang Potensi Penerimaan Pajak Relame dan Efektivitas Pajak Reklame Kabupaten Jepara. E. Sistematika Penulisan Bab I PENDAHULUAN Bab ini memuat uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat dan tujuan penelitian dan sistematika penulisan.

10 Bab II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi mengenai teori yang digunakan untuk mendekati permasalahan yang akan diteliti. Kemudian berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Dari usaha ini akan ditemukan kelemahan pada penelitian yang lalu, sehingga dapat dijelaskan dimana letak hubungan dan perbedaan. Bab III METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang metode analisis yang digunakan dalam penelitian dan data-data yang digunakan beserta sumber data. Bab IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan uraian/deskripsi/gambaran secara umum atas subjek penelitian. Deskripsi dilakukan dengan merujuk fakta yang bersumber pada data yang bersifat umum sebagai wacana pemahaman secara makro yang berkaitan dengan penelitian. Kemudian berisi semua temuan-temuan yang dihasilkan dalam penelitian dan analisis. Bab V PENUTUP Bab ini berisi tentang simpulan, keterbatasan, dan saran penelitian. Pada bab ini dikemukakan kesimpulan penelitian sesuai dengan hasil yang ditemukan dari pembahasan serta saran yang diharapkan berguna bagi kebijakan terkait tentang pengembangan potensi penerimaan daerah.