Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan melawan hukum. secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB IV HAK TERSANGKA MENURUT KUHAP DALAM PRESPEKTIF FIQIH MURA>FA AH. A. Persamaan Hak-Hak Tersangka Dalam Proses Penyidikan Menurut KUHAP

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

LATAR BELAKANG MASALAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

Bagian Kedua Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Supriyadi Widodo Eddyono

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PERADILAN IN ABSENTIA TERHADAP TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK-HAK TERDAKWA DALAM PERADILAN IN ABSENTIA TINDAK PIDANA TERORISME DITINJAU DARI FIQH AL-MURA>FA A>T DAN UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2003 A. Analisis Perlindungan Hak-Hak Terdakwa Dalam Peradilan In Absentia Tindak Pidana Terorisme Ditinjau Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Terorisme berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan Negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa tacit terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral, peradaban, rahasia Negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas internasional. Secara umum, fungsi suatu undang-undang acara pidana adalah membatasi kekuasaan negara dan melindungi setiap warga masyarakat yang terlibat dalam proses peradilan pidana, sehingga diharapkan terjamin perlindungan para tersangka dari tindakan aparat penegak hukum dan pengadilan. Dengan demikian, hukum yang sama meberikan pula pembatasan- 59

60 pembatasan terhadap hak asasi warganya. Dengan kata lain, hukum acara pidana adalah alat yang memberi kekuasaan terutama penegak hukum yang juga sekaligus alat hukum untuk membatasi wewenang kekuasaan tersebut. Jaminan dan perlindungan terhadap HAM dalam peraturan hukum acara dalam rangkaian proses dari hukum acara pidana ini menjurus kepada pembatasan-pembatasan HAM seperti penangkapan, penahan, penyitaan, penggeledahan dan penghukuman, yang pada hakekatnya adalah pembatasanpembatasan HAM. Proses pembentukan KUHAP menunjukkan bahwa yang ingin diperjuangkan adalah pemahaman untuk melihat proses peradilan pidana itu sebagai berlandaskan proses hukum yang adil (due process of law), dimana hakhak tersangka, terdakwa dan terpidana dilindungi serta dianggap sebagai bagian dari hak-hak warga negara (civil rights) dan karena itu bagian dari HAM. Proses pemeriksaan perkara pidana, pemeriksaan terhadap seorang tersangka/terdakwa merupakan suatu hal yang sangat penting agar terciptanya proses penegakan hukum yang baik dan benar. Dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan proses pemeriksaan perkara di persidangan, terhadap seorang tersangka harus diperlakukan azas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Azas ini sangat erat hubungannya dengan hak asasi dari seseorang. Namun dalam melaksanakan proses pemeriksaan tersangka/terdakwa yang seringkali terjadi pelanggaran-pelanggaran yang

61 dilakukan oleh aparat penegak hukum, pelanggaran ini antara lain dapat berupa upaya paksa. Upaya paksa tersebut sekalipun dibenarkan, namun tetap ada batasanbatasannya. Oleh karena itu KUHAP memberikan ketentuan yang limitatif terhadap pelaksanaan upaya paksa. Penegak hukum harus melaksanakan upaya paksa tidak boleh lebih dari ketentuan yang telah digariskan KUHAP. Sehingga dengan berlakunya KUHAP hak asasi dari seorang tersangka dan terdakwa dapat terlindungi, dan diharapkan dapat menegakan hukum di Indonesia, sehingga terbina satuan tugas penegak hukum yang berwibawa dan mampu bertindak dengan penuh rasa tangggung jawab. Selain itu juga mewujudkan peradilan yang dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Salah satu asas terpenting dalam hukum acara pidana ialah Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Asas tersebut telah dimuat dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Bersumber pada asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) maka jelas dan sewajarnya bahwa tersangka/terdakwa dalam proses peradilan pidana wajib mendapat hakhaknya, asas praduga tak bersalah berarti bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di depan Pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

62 Ketentuan tersebut menegaskan, bahwa terhadap semua perkara pidana diberlakukan ketentuan-ketentuan menurut KUHAP, dengan pengecualian mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undangundang tertentu. Berkaitan dengan hadirnya terdakwa dalam persidangan, hukum tidak membenarkan proses peradilan In Absentia dalam acara pemeriksaan biasa dan pemeriksaan acara singkat. Tanpa hadirnya terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan. Itu sebabnya Pasal 154 KUHAP mengatur bagaimana cara menghadirkan terdakwa dalam persidangan. Tata cara tersebut memperlihatkan tanpa hadirnya terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan. Perintah menghadirkan secara paksa terhadap seorang terdakwa telah dua kali dipanggil secara sah. Dan walaupun kedua panggilan itu telah dilakukan dengan sah, terdakwa tetap tidak hadir tanpa alasan yang sah. Jika ada alasan yang sah, misalnya karena sakit yang dikuatkan surat keterangan dokter atau karena halangan yang patut dan wajar seperti terdakwa mengalami musibah, merupakan alasan yang dapat dibenarkan. Alasan yang sah dengan sendirinya mengahapus wewenang ketua sidang untuk memerintahkan terdakwa dihadirkan dengan paksa. Prinsip hadirnya terdakwa dalam perkara ini didasarkan atas hak-hak asasi terdakwa sebagai manusia yang berhak membela diri dan

63 mempertahankan hak-hak kebebasannya, harta bendanya ataupun kehormatannya. Dalam hal tersebut diatas terdakwa memiliki hak dianggap tidak bersalah selama ia belum dijatuhi hukuman yang menpunyai kekuatan pasti oleh pengadilan (presumption of innocence). Selain itu di dalam peradilan dikehendaki adanya peradilan yang jujur atau fair trial dimana setiap individu dalam negara berhak mendapat perlakuan hukum yang sama ( equality before the law). Sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945. Hal itu lebih ditegaskan lagi di dalam penjelasan umum dari Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yaitu: Jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban waraga negara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warga negara, setiap penyelenggra negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah yang perlu terwujud pula dalam dan dengan adanya hukum acara pidana ini. Dalam praktek sehari-sehari yang terjadi di Indonesia pada umumnya, tidak hadirnya terdakwa dalam pemeriksaan sidang tersebut, maka pemeriksaannya ditunda, dan ini berarti untuk sementara waktu pemeriksaan perkara ini tidak dapat dilanjutkan. Jika terdakwa ada dalam tahanan maka tidaklah sulit untuk membawa terdakwa tersebut ke muka pemeriksaan sidang dan dalam keadaan demikian, biasanya yang bersangkutan sendiri menghendaki agar perkaranya segera diperiksa sehingga cepat selesai, namun keadaannya akan jauh berbeda apabila terdakwa tidak ditahan, lebih-lebih lagi jika terdakwa telah berpindah-pindah alamat tanpa memberitahukan kepada penuntut umum,

64 sehingga pemanggilan secara sah menurut hukum sulit sekali untuk dilaksanakan. Keadaan ini sering menimbulkan tertundanya perkara sampai berbulan-bulan yang selanjutnya menimbulkan banyak tunggakan perkara. Ada sepuluh asas yang ditegaskan dalam Penjelasan KUHAP mengatur perlidungan terhadap keluhuran martabat dan harkat manusia. Menurut Mardjono Reksodiputro kesepuluh asas ini dapat dibedakan menjadi 7 (tujuh) asas umum dan 3 (tiga) asas khusus, tujuh asas umum yaitu perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun, praduga tidak bersalah, hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi, hak untuk mendapatkan bantuan hukum, hak pengadilan terdakwa di muka pengadilan, peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana, peradilan yang terbuka untuk umum. Ditambah tiga asas-asas khusus yaitu pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis), hak seorang tersangka untuk diberitahukan tentang persangkaan serta pendakwaan terhadapnya dan kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-putusannya. Mempelajari asas-asas di atas tidak dapat dilepaskan dari desain prosedur (procedural design) sistem peradilan pidana yang ditata melalui KUHAP. Sistem ini dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pra-ajudikasi (preadjudication), ajudikasi (adjudication) dan purna ajudikasi (post-adjudication).

65 Urutan di atas adalah jelas, tetapi yang sering tidak terlihat jelas (tidak transparan) adalah tahap mana dari ketiga tahap tersebut yang dominan. Suatu desain prosedur yang memberikan dominasi kepada tahap pra-ajudikasi tidak menguntungkan perlindungan terhadap hak-hak tersangka/terdakwa. Karena apabila sidang pengadilan (tahap ajudikasi) mendasarkan diri terutama pada data dan bukti yang dikumpulkan dalam tahap penyidikan (tahap pra-ajudikasi), maka pengadilan akan sangat tergantung pada apa yang disampaikan oleh polisi dan jaksa tentang perkara pidana tersebut. Terdakwa dan pembelanya akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Bukti-bukti baru, kesaksian a de charge dan setiap pendapat terdakwa terhadap setiap peristiwa atau fakta dalam perkaranya, selalu akan dinilai oleh hakim dengan memperbandingkannya terhadap pandangan jaksa atau penuntut umum (berdasarkan pemeriksaan oleh kepolisian). Meskipun rumusan pasal-pasal KUHAP tidak secara jelas merupakan rumusan HAM untuk tersangka dan terdakwa, namun sikap batin (spirit) peraturan perundang-undangan ini menolak pelanggaran HAM dalam setiap tahap dari sistem peradilan pidana (criminal justice system) kita. Desain prosedur (procedural design) sistem peradilan pidana kita yang ditata melalui KUHAP harus memberikan kedudukan pusat (dominan) kepada tahap ajudikasi sidang pengadilan. Hanya dalam tahap ajudikasi ini terdakwa dengan pembelanya dapat berdiri tegak sebagai pihak yang bersamaan derajatnya

66 berhadapan dengan jaksa/penuntut umum. Pengadilan wajib menjamin sepenuhnya hak-hak kedua belah pihak, hak penuntut umum adalah mendakwa dan hak terdakwa adalah membela dirinya terhadap dakwaan. Suatu proses hukum yang adil (fair trial) dengan majelis hakim yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial tribunal) adalah sangat penting untuk rasa aman masyarakat, tidak kalah penting dari usaha menanggulangi kejahatan itu sendiri. Perlu selalu diingat, bahwa adalah dalam kemampuan kita masing-masing untuk mencegah diri kita melakukan kejahatan, tetapi kita tidak mungkin dapat melepaskan diri kita dari risiko diajukan sebagai tersangka dan terdakwa. Kesepuluh asas di atas, haruslah dilaksanakan dengan baik oleh pihak pemerintah baik oleh aparat maupun pejabat pemerintahan agar terwujudnya perlindungan HAM dan proses penegakan hukum yang adil bagi setiap warga negara Indonesia. Proses pelaksanaannya berawal dari pihak kepolisian, kejaksaan, kehakiman, lembaga swadaya masyarakat serta dibantu pula oleh pengacara atau advokat di dalam mendampingi tersangka/terdakwa, dari tahap penangkapan, penahanan, penuntutan, putusan pengadilan dan sampai pelaksanaan putusan pengadilan.

67 B. Analisis Perlindungan Hak-Hak Terdakwa Dalam Peradilan In Absentia Tindak Pidana Terorisme Ditinjau Dari Fiqh Al-Mura>Fa a>t Dalam melaksanakan persidangan, hakim harus menyamakan kedudukan para pihak sama dalam majelis persidangan. Tidak diperkenankan melebihkan salah satu dengan lainnya, baik mengenai sikap, pertanyaan yang diajukan kepada para pihak, tempat duduk para pihak, dan mendengar keterangan para pihak, pelayanan ketika masuk, selama dalam persidangan dan ketika keluar persidangan. Konsep kehakiman dalam peradilan Islam sangat mengutamakan asas equality before the law dan asas audi et alteram partem. Kedudukan para pihak adalah sama di muka hukum dan memutuskan perkara hakim harus menghadirkan ke dalam majelis pihak-pihak yang berperkara dan hakim dilarang memutus perkara sebelum mendengar semua pihak yang terkait dengan perkara yang disidangkan itu. Hakim dilarang berbicara dengan lembut dan bahasa yang hormat kepada salah satu pihak. Tidak boleh menekan satu pihak dan menolong pihak lain. Hakim harus bersikap berimbang dalam memeriksa keterangan para pihak yang berperkara, ia harus bersikap adil. Asy-Syaukani menjelaskan, bahwa Rasulullah pernah bersabda yang maksudnya siapa saja yang mengadili suatu perkara di antara orang-orang Islam, maka hendaklah memeriksanya dengan adil, baik dalam percakapan, isyarat, duduknya, janganlah terlalu keras suaranya pada seseorang, tapi lemahlembut kepada orang lain.

68 Hakim dalam menghadapi berbagai masalah hukum, hendaklah selalu berlapang dada dan sabar mendengar segala keluhan pihak-pihak yang berperkara. Janganlah menjatuhkan putusan berdasarkan keterangan dari satu pihak saja, tetapi hendaknya mendengar keterangan dari pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. Dapat dipahami, jika keadilan merupakan cita yang harus diterapkan. Rasul sendiri melaksanakan keadilan yang tidak berat sebelah, dan untuk menjamin pelaksanaannya, maka ditunjuklah Qadhi, yaitu mereka yang bertakwa kepada Allah, shaleh, tidak berkelakuan tercela, memahami syari ah dan telah dilatih dengan baik. Sistem keadilan seperti ini merupakan lembaga pertama yang didirikan oleh Islam. Hal ini bukan saja disebut di dalam al-qur an dan as-sunnah, namun juga dilukiskan dalam banyak karya kepustakaan Arab. Ungkapan: Keadilan merupakan landasan pemerintahan sudah merupakan pengetahuan umum. Celakalah suatu umat bila yang melakukan kejahatan itu orang bangsawan, tidak berlaku baginya hukum. Dengarlah, sekiranya Fatimah anak kandungku melakukan pencurian, akan diberlakukan hukum potong tangan akibat perbuatannya. (Hadits Nabi Muhammad SAW). Dalam kaca mata hukum pidana Islam, aturan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terirusme juga merepresentasikan penerapan maslahat. Secara teoritis, bahwa aturan yang dicantum dalam peraturan

69 perundang-undangan tersebut bertujuan untuk memberikan rasa keadilan masyarakat dan sarana perlindungan masyarakat. Sebagaimana wujud dari komponen maslahat, yakni jalb al-mas}a>lih} wa dar al-mafa>sid, di mana kepentingan yang dilindungi ialah kepentingan hidup masyarakat (mas}lah}ah} ammah}) Pelaku atau terdakwa bisa diputus secara tanpa kehadirannya (in absentia) mengingat kepentingan perekonomian dan atau keuangan negara yang harus dilindungi serta kehidupan masyarakat agar menjadi sejahtera. Karena akibat dan dampak dari perbuatan para pelaku terorisme sangat besar dan merusak kestabilan negara, sehingga perlu adanya penerapan teori maslahat. Dalam hukum Islam, Abu Hanifah berpendapat mengenai peradilan, bahwa Tidak boleh dijatuhkan hukuman terhadap orang yang tidak datang dan terhadap orang yang lari sebelum dijatuhkan hukuman dan sesudah dimajukan keterangan-keterangan. Hanya perlu tiga orang pergi menemui terdakwa untuk diminta datang ke pengadilan. Kalau dia tidak mau datang, boleh dipaksa. Selain itu, menurut Imam Malik, boleh dihukum orang yang tidak datang apabila yang telah datang itu telah mengemukakan keterangan dan meminta dihukumkan. Dari pendapat di atas, telah sesuai dengan unsur-unsur yang telah tercantum di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme boleh diberi putusan terhadap terdakwa tanpa kehadirannya, apabila telah

70 dilakukan pemanggilan secara patut dan tidak hadir tanpa alasan yang sah. Nah, hakim menurut penulis telah melaksanakan suatu peraturan perundangundangan. Di sisi lain, perlu dilihat dari kaca mata kemaslahatan masyarakat (mas{lah}ah ammah). Terorisme telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, baik dari segi politik, budaya, ekonomi, sosial dan hukum. Maka, kaidah jalb al-mas}a>lih} wa dar al-mafa>sid sangat relevan untuk digunakan dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana terorisme. Penulis beranggapan bahwa menurut hukum Islam perbuatan terdakwa merupakan suatu jarimah yang harus dipertanggung jawabkan. Adapun dalam hal tersebut, pertanggung jawaban harus ditanggung secara pribadi, tidak dapat dibebani oleh siapa pun baik keluarga, saudara atau kerabat.