BAB I PENDAHULUAN. Anak jalanan merupakan salah satu fenomena sosial di perkotaan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. melanjutkan kehidupan yang baik pula.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun

INTERAKSI SOSIAL PADA PENGAMEN DISEKITAR TERMINAL TIRTONADI SURAKARTA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. seksual pada anak, dan anak jalanan. Hal tersebut juga dicerminkan dari

FUNGSI NEGARA MEMELIHARA ANAK- ANAK TERLANTAR MENURUT UNDANG- UNDANG DASAR Oleh: Triyani Kathrilda Ambat 2

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982:60), adalah Suatu system kaidah kaidah

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengadaan Proyek

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya memiliki banyak sekali potensi sumber daya manusia, hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Novi Samiasih, 2013

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB I PENDAHULUAN. positif bagi kehidupan masyarakat. Perkembangan kota melahirkan persaingan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

ARTIKEL UNTUK PROSIDING PROGRAM UNGGULAN PRODI PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA JURUSAN PKK FPTK UPI 2009

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Konvensi Hak Anak ( Convention of Rights of The Child ) telah disahkan oleh

Mahasiswa Program S1 Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta.

halnya lansia yang bekerja di sektor formal. Hal ini menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia terlantar.

BAB I PERANAN POLISI DALAM PELAKSANAAN PENERTIBAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RANCANGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. selalu mempunyai dampak yang positif dan negatif, di satu pihak terdapat

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam sistem pemerintahan. Sebagai sumber daya manusia (human

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA?

EFEKTIVITAS PELATIHAN PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (TKSM)

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pemenuhan Hak-Hak Anak di Panti Asuhan Nurul Falah. kehidupan yang layak. Secara tegas hukum di Indonesia menghendaki bahwa

I. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 ini sejak pergantian Presiden lama kepada Presiden yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum. dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

PEMBINAAN ANAK JALANAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) KAMPUNG ANAK NEGERI KOTA SURABAYA S K R I P S I

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAHAN TAYANG MODUL 5

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat. tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini.

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

HAK KEBEBASAN BERAGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan pekerja rumah tangga atau yang lebih dikenal sebagai pembantu

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak jalanan merupakan salah satu fenomena sosial di perkotaan yang semakin nyata. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi masalah bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah SWT. yang harus dilindungi, dijamin hakhaknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah. Anak jalanan, pada hakikatnya adalah "anak-anak", sama dengan anakanak lainnya yang bukan anak jalanan. Menurut UUD 1945 pasal 34 anak terlantar itu dipelihara oleh negara, artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak). Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ 1

2 and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family environment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special protection). Sebagai dasar hukum, Pemerintah Indonesia dalam memajukan dan melindungi hak dasar anak telah melakukan upaya pemberdayaan baik secara institusional maupun konstitusional. Pemberdayaan secara institusional, dilakukan dengan pembentukan sejumlah lembaga atau komite yang berada dalam kewenangan negara maupun lembaga swadaya masyarakat. Secara konstitusional Pemerintah Indonesia telah meratifikasi sejumlah instrumen internasional hak asasi manusia (kovenan, konvensi, dan perjanjian yang terkait) antara lain, dalam bentuk undang-undang dan keputusan presiden seperti, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia., dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child. Lebih khusus lagi, pemerintah membuat UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Di tataran Jawa Barat sudah ada Perda No. 5 Tahun 2007 tentang Perlindungan Anak. Payung hukum ini mestinya dapat dijabarkan di tingkat kota/kabupaten agar upaya penanganan masalah anak mendapatkan arah yang tepat dan efektif. Sedangkan Perda Perlindungan Anak di Kota Bandung sendiri saat ini masih dalam proses penggodokan dan sedang didorong berbagai kajian yang intensif menuju lahirnya perda perlindungan anak. Sementara ini upaya Pemerintah Kota Bandung dalam menangani perlindungan anak hanya sebatas

3 kebijakan yang berbentuk program-program seperti: Program Rumah Singgah; Program Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Kota (K3); Program Pelatihan dan Pemberian Bantuan Modal Usaha Bagi Anak Jalanan. Namun, dalam realitasnya upaya-upaya itu belumlah dibuktikan dengan hasil memuaskan. Beberapa media massa di Indonesia termasuk di Bandung sering memuat berita mengenai tindak kekerasan, penipuan dan penganiayaan yang dialami oleh Anak Jalanan di kota Bandung. Anak jalanan di kota Bandung rentan terhadap berbagai tindak kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Kemudian masih tumpah ruahnya anak-anak jalanan di sepanjang Kota Bandung. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bandung, pada tahun 2006 jumlah anak jalanan di Kota Bandung 4.000 orang. Pada akhir 2007, menjadi 6.000 orang, seiring dengan arus mobilisasi wisatawan dari luar kota, terutama pendatang mingguan dari Kota Jakarta yang semakin tinggi (Pikiran Rakyat, 16/05/2009). Angka-angka tersebut, menunjukkan belum terpenuhinya hak-hak anak untuk mengenyam hidup layak. Selama ini dalam menertibkan anak jalanan Pemerintah Kota Bandung hanya bersandarkan Perda K3 (Kebersihan, Ketertiban, Keindahan). Dengan dikeluarkannya Perda K3 di kota Bandung, mungkin seharusnya dapat memberantas atau paling tidak meminimalisasi anak jalanan. Namun pada kenyataannya Pemerintah Kota Bandung terkesan melihat keberadaan anak jalanan sebagai pengganggu ketertiban, kebersihan dan keindahan (K3) kota. Mereka di razia, bukan ditertibkan berdasarkan pada kesejahteraan anak atau

4 perlindungan terhadap anak. Anak jalanan sering dikejar-kejar dan diperlakukan kasar oleh aparat Pemerintah (Polisi Pamong Praja atau Polisi). Beberapa penelitian terdahulu yang ditulis oleh Hani Nurdiawati (2008), dengan judul Pembinaan Anak Jalanan Menjadi Warga Negara yang Baik (Studi Kasus Tentang Proses Pembinaan Anak Jalanan pada Yayasan Saudara Sejiwa Ujungberung, Bandung). Dalam penelitian ini didapatkan temuan bahwa, program pembinaan yang dilakukan Yayasan Saudara Sejiwa sering kurang maksimal dan terhambat karena kurangnya dana, salah satu kendalanya berasal dari pemerintah. Dukungan dari pemerintah yang kurang maksimal menjadi hambatan dari pelaksanaan program yang ada, padahal upaya penanganan anak jalanan seharusnya dapat direalisasikan secara maksimal, karena program penanganan masalah anak jalanan merupakan kewajiban negara dalam melindungi warga negaranya. Berdasarkan realitas di atas dapat diasumsikan bahwa, keberadaan anak jalanan merupakan bukti tidak terpenuhinya hak anak, baik oleh orang tuanya masing-masing maupun oleh Pemerintah. Pemerintah tampaknya dipandang sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menangani anak jalanan karena orang tua mereka tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya (Pasal 45 ayat 2 UU 23/02). Dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 22). Demikian juga masyarakat yang diwujudkan melalui kegiatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 25). Sedangkan orang tua bertanggung jawab mengasuh

5 memelihara, mendidik dan melindungi anak, menumbuh-kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat serta mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak (Pasal 26). Keberadaan anak jalanan menunjukkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak belum sepenuhnya difahami dan dilaksanakan oleh semua pihak (terutama pemerintah) demi peningkatan kesejahteraan anak. Maka dari itu pemerintah khususnya Pemerintah Kota Bandung perlu memformulasikan kebijakan yang berpihak dan bersifat melindungi hak-hak anak terutama anak jalanan yang terlantar. Pada akhirnya titik persoalan anak jalanan sebagai suatu masalah perkotaan yang muncul dalam berbagai dimensi kehidupan kemasyarakatan jelas tidak dapat diabaikan begitu saja. Hal ini terkait dengan posisi anak jalanan yang seyogyanya mendapatkan hak-haknya sebagai anak Indonesia dan perlindungan secara penuh dari keluarga dan pemerintah justru menjadi suatu permasalahan klasik yang harus dihadapi Pemerintah Kota Bandung. Arah kebijakan maupun pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah kota dalam melindungi hak anak jalanan di Kota Bandung ini menjadi suatu yang menarik untuk diangkat dalam topik penelitian ilmiah ini. Maka dari itu peneliti hendak mengangkat penelitian ilmiah yang berjudul KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MELINDUNGI HAK ANAK JALANAN (Studi Kasus di Kota Bandung).

6 B. Fokus Penelitian Fokus masalah dalam penelitian ini secara umum adalah: Bagaimana upaya-upaya Pemerintah Kota Bandung dalam melindungi hak anak jalanan, berkenaan dengan kebijakannya?. Kemudian agar penelitian tidak menyimpang dari tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penulis mengidentifikasikan pokok permasalahan. Adapun fokus penelitian secara khusus yaitu: 1. Bagaimana karakteristik anak jalanan di Kota Bandung? 2. Bagaimana Kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam melindungi hak anak jalanan? 3. Bagaimana kerjasama Pemerintah Kota Bandung dengan Lembaga Sosial Masyarakat lokal dalam hal melindungi hak anak jalanan? 4. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat keberhasilan penanganan anak jalanan di Kota Bandung? 5. Bagaimana upaya Pemerintah Kota Bandung dalam mengatasi penghambat keberhasilan penanganan anak jalanan di Kota Bandung? C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang mengenai hak-hak anak jalanan yang harus dilindungi Pemerintah Kota Bandung dan uraian fokus masalah diatas, maka pokok pertanyaan penelitian dalam masalah ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik anak jalanan di Kota Bandung?

7 a. Berapakah jumlah anak jalanan di Kota Bandung? b. Dimana saja daerah persebaran dan asal anak jalanan di Kota Bandung? c. Berapakah usia anak jalanan yang ada di Kota Bandung? d. Sejauh mana tingkat pendidikan anak jalanan di Kota Bandung? e. Aktivitas apa yang dilakukan anak jalanan di Kota Bandung? f. Apa latar belakang keluarga anak jalanan? g. Apakah anak jalanan memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai anak Indonesia? h. Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab anak turun ke jalanan? 2. Bagaimana Kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam melindungi hak anak jalanan? a. Apakah latar belakang dikeluarkannya kebijakan-kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam penanganan anak jalanan? b. Apa dasar pelaksanaan kebijakan dan landasan hukum kebijakan? c. Apa jenis kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam menangani anak jalanan? d. Strategi apa yang digunakan dalam kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam menangani anak jalanan? e. Model kebijakan apa yang digunakan oleh Pemerintah Kota Bandung dalam upaya melindungi hak anak jalanan? f. Pendekatan apa yang digunakan oleh Pemerintah Kota Bandung dalam upaya melindungi hak anak jalanan? g. Program kebijakan apa yang sedang dan akan dilakukan Pemerintah Kota Bandung dalam upaya melindungi hak anak jalanan? Bagaimana implementasinya? 3. Bagaimana kerjasama Pemerintah Kota Bandung dengan Lembaga Sosial Masyarakat lokal dalam hal melindungi hak anak jalanan?

8 a. Sejauh mana peran Lembaga Sosial Masyarakat lokal ikut membantu dalam perlindungan hak-hak anak jalanan di Kota Bandung? b. Bagaimana upaya Lembaga Sosial Masyarakat lokal dalam melindungi hak-hak anak jalanan di Kota Bandung? 4. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan pemerintah kota dalam menangani anak jalanan di Kota Bandung? 5. Bagaimana upaya Pemerintah Kota Bandung dalam mengatasi penghambat keberhasilan penanganan anak jalanan di Kota Bandung? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian yang akan dicapai adalah untuk mengetahui upaya penanganan dan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kota Bandung dalam melindungi hak anak jalanan dan memberikan uraian tentang pencapaian dari hasil kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah kota terhadap anak jalanan. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui karakteristik anak jalanan di Kota Bandung. b. Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam melindungi hak anak jalanan. c. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama Pemerintah Kota Bandung dengan Lembaga Sosial Masyarakat lokal dalam hal melindungi hak anak jalanan.

9 d. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat keberhasilan penanganan anak jalanan di Kota Bandung. e. Untuk mengetahui upaya Pemerintah Kota Bandung dalam mengatasi penghambat keberhasilan penanganan anak jalanan di Kota Bandung. E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat berguna untuk beberapa keperluan diantaranya: 1. Kegunaan Teoritik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan informasi mengenai kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam melindungi hak-hak anak jalanan. 2. Kegunaan Praktis. a. Bagi Pemerintah Kota Bandung dan instansi lain yang terkait Penelitian dapat dimanfaatkan untuk evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam melindungi hak anak jalanan maupun Lembaga Sosial Masyarakat yang menangani pembinaan dan perlindungan anak jalanan di Kota Bandung. b. Bagi Anak Jalanan Penelitian ini dapat berguna bagi anak jalanan itu sendiri dalam menyadari hak-haknya untuk mendapatkan kehidupan yang layak sebagai anak Indonesia yang utuh.

10 c. Bagi Orang Tua dan Masyarakat Penelitian ini dapat berguna untuk memberikan kesadaran dan pemahaman orang tua dan masyarakat terhadap hak-hak anak sehingga memiliki tanggung jawab moral dan sosial dalam melindungi dan memenuhi kebutuhan hak-hak anak. F. Definisi Operasional 1. Kebijakan Kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja untuk menyelesaikan beberapa permasalahan dan sebagai rangkaian tindakan pemerintah atau tidak bertindaknya pemerintah atas sesuatu masalah (Hugh Heclo, 1972). Kebijakan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kebijakankebijakan yang dimiliki Pemerintah Kota Bandung sebagai ketetapan yang dibuat untuk mengatasi masalah perlindungan hak anak jalanan sebagai masalah sosial. Termasuk upaya-upaya yang dilakukan pemerintah kota dalam meningkatkan kualitas hidup anak jalanan melalui pelayanan kemasyarakatan dan programprogram sosial lainnya. 2. Kota Bandung Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat, merupakan tempat pusat pemerintahan, perekonomian, pendidikan, kesehatan, industri dan berbagai pelayanan lainnya bagi penduduk di daerah Jawa Barat. Kota Bandung merupakan daerah yang memiliki luas tertentu yang dihuni oleh penduduk dalam jumlah tertentu dengan pola kehidupan modern dan semi

11 modern yang diatur oleh aturan-aturan baik formal (Undang-undang, Peraturan Daerah) maupun informal (nilai-nilai, norma-norma atau adat istiadat). 3. Perlindungan Anak Perlindugan anak mengandung arti perlindungan dari kekerasan, abuse, dan ekspolitasi. Dalam bentuknya yang sederhana, perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak sang anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi hak-hak lainnya yang secara internal menjamin bahwa anakanak akan menerima apa yang mereka butuhkan agar supaya mereka bertahan hidup, berkembang dan tumbuh (UNICEF Indonesia, 2007). Perlindungan anak yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah bagaimana Pemerintah Kota Bandung memberikan perlindungannya terhadap pemenuhan hak-hak pada anak jalanan di Kota Bandung. 4. Hak Hak adalah sesuatu yang penting bagi yang bersangkutan, yang dilindungi oleh hukum, yakni hak itu suatu kepentingan yang terlindung (Utrech, 1962: 290). Adapun hak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hak-hak anak jalanan di Kota Bandung yang perlu dilindungi oleh Pemerintah Kota Bandung. 5. Anak Jalanan Definisi anak jalanan menurut Departemen Sosial adalah anak yang berusia 5 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat umum. Sedangkan menurut UNICEF, anak jalanan adalah anak yang menghabiskan

12 waktunya di jalanan untuk melakukan aktivitas ekonomi maupun sosial, anak jalanan ini diklasifikasikan pada anak jalanan yang pulang ke rumah setiap hari dan tidak pernah pulang. Anak jalanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berada di sekitar Kota Bandung yang berada di bawah perlindungan Pemerintah Kota Bandung.