I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas tanah harus dipertahankan pada tingkat yang optimal. Tanaman memerlukan tanah yang subur untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yang memungkinkan fungsi-fungsi pertumbuhan dan produktivitas tanaman dapat berlangsung optimal. Sampai saat ini kebanyakan petani di Indonesia mengandalkan pemupukan dengan pupuk anorganik karena dianggap memiliki kandungan unsur hara yang bisa langsung diserap oleh akar tanaman, sehingga efeknya akan lebih cepat terlihat pada pertanaman. Sedangkan penggunakan pupuk organik masih sangat rendah karena kebanyakan petani menggangap pupuk organik cenderung sulit untuk langsung diserap oleh tanaman hal ini diakibatkan karena unsur-unsur hara dalam pupuk organik masih tersimpan dalam ikatan kimia yang kompleks. Penggunaan pupuk yang salah dapat menyebabkan proses produksi yang tidak efisien. Kesalahan penggunaan pupuk dapat mengakibatkan biaya produksi meningkat tetapi hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan. Selain itu penggunaan pupuk anorganik dalam jangka panjang secara terus menerus dan tidak terkendali akan berdampak buruk pada kesuburan tanah dan lingkungan di sekitar daerah pertanian. Oleh karena itu dibutuhkan teknik pemupukan yang tepat untuk meningkatkan hasil produksi tanaman (Manurung, 2011). Peningkatan hasil pertanian tentunya harus didukung dengan pengelolaan yang dilakukan secara intensif agar memberikan hasil yang maksimal dan 1
2 menguntungkan bagi para petani. Pengelolaan lahan dapat dilakukan secara intensif didukung dengan data dan informasi mengenai karakteristik serta distribusi tanah tersebut, sehingga pengelolaanya dapat dilakukan sesuai dengan potensi yang ada. Inceptisols adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibandingkan dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Inceptisols merupakan salah satu ordo tanah yang penyebarannya cukup luas di Indonesia. Tanah ini tersebar dengan luasan sekitar 70,52 juta ha atau 44,60 % dari potensial luas daratan Indonesia (Puslittanak, 2003), maka pengembangan tanah ini dalam bidang pertanian memiliki nilai yang cukup prospektif, termasuk untuk pengembangan tanaman sayuran. Salah satu produk pertanian yang mendapat perhatian lebih dari masyarakat Indonesia yaitu sayuran. Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Sayuran sangat penting dikonsumsi untuk kesehatan masyarakat. Nilai gizi makanan dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi sayuran karena sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, protein nabati dan serat. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin bertambah setiap tahunnya dan meningkatnya pengetahuan serta kesadaran masyarakat mengenai kebutuhan gizi menyebabkan bertambahnya permintaan pasar akan sayuran terutama sawi hijau. Sawi hijau merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Konsumennya mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan masyarakat kelas atas. Sawi hijau dapat tumbuh dengan baik pada suhu panas maupun dingin, sehingga dapat diusahakan di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi. Umumnya tanaman sawi hijau dibudidayakan pada daerah dengan ketinggian antara 5 m sampai 1200 m diatas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang memiliki ketinggian 100-500 m diatas
3 permukaan laut (Haryanto, dkk.,2003). Tanaman sawi hijau mudah dibudidayakan serta bersifat responsif terhadap perubahan lingkungan dan pemberian pupuk. Sawi hijau membutuhkan asupan unsur hara N, P dan K yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya. Menurut Haryanto (2003), dosis pemupukan yang biasa diberikan untuk tanaman sawi hijau adalah 100 kg ha -1 Urea, 100 kg ha -1 SP-36 dan 50 kg ha -1 KCl. Dengan pemberian dosis pupuk yang tepat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hara sawi hijau sehingga pertumbuhan tanaman tersebut dapat optimal. Pupuk majemuk merupakan pupuk campuran yang umumnya mengandung lebih dari satu macam unsur hara (makro maupun mikro) terutama N, P, dan K (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Keunggulan pupuk majemuk NPK yaitu dengan satu kali pemberian pupuk dapat mencakup beberapa unsur sehingga lebih efisien dalam penggunaan bila dibandingkan dengan pupuk tunggal (Hardjowigeno, 2003). Pupuk majemuk NPK yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan N, P2O5, dan K2O masing-masing 16%, 16%, dan 16%. Penggunaan pupuk NPK diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pengaplikasian di lapangan dan dapat meningkatkan kandungan unsur hara yang dibutuhkan di dalam tanah serta dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman. Fungsi N untuk tanaman sayuran yaitu sebagai penyusun protein, untuk pertumbuhan pucuk tanaman dan menyuburkan pertumbuhan vegetatif sehingga sesuai untuk tanaman sayuran daun seperti sawi hijau. Fungsi P bagi tanaman antara lain unsur penyusun protein, merangsang pertumbuhan akar menjadi memanjang dan tumbuh kuat sehingga tanaman akan tahan kekeringan. Kekurangan pupuk P akan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, serta tanaman menjadi lemah sehingga mudah terserang penyakit. Unsur K berperan sebagai katalisator dalam
4 proses metabolisme seperti fotosintesis dan respirasi yang merupakan hal penting dalam pertumbuhan (Sutejo, 2002). Selain unsur N,P,K tanaman sawi juga memerlukan unsur Ca dan Mg yang cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Penggunaan pupuk mineral plus yang mengandung Ca dan Mg tinggi dapat meningkatkan pembentukan klorofil dan permeabilitas dinding sel untuk meningkatkan produksi. Sesuai dengan penelitian (Lanya, 2002) dan ( Subadiyasa, dkk, 2013). Stanier et al. 1963 (dalam Subadiyasa, dkk, 2013). menyatakan bahwa Ca sebagai kofaktor beberapa enzim, seperti proteinase, sehingga berperanan dalam pembentukan senyawa protein. Peranan ion Ca sangat esensial dalam pengangkutan asam amino dan sintesis protein dalam sel Achliya (Singh dan Le John, 1975 dalam Payne, 1980). Booth dan Hamilton (1980) melaporkan bahwa ion Ca berperan sebagai perangkai atau pengikat energi dalam pengangkutan asam amino dengan sistem penggerak proton. Berbeda dengan Mg, yang berperan sebagai inti klorofil, kofaktor beberapa enzim pengikat energi dan stabilisator asam dan basa dalam sel. Hal ini disebabkan oleh kandungan pupuk mineral plus yang dapat memenuhi kebutuhan unsur makro tanaman, seperti N, P, K, Ca dan Mg dibanding dengan pupuk organik. Pertumbuhan sawi hijau yang baik akan meningkatkan bobot per tanaman sehingga mempengaruhi kuantitas dan kualitas hasil sawi hijau. Dengan demikian, perlu dicari pemupukan yang terbaik, antara lain melalui rekayasa pemupukan dengan menggunakan pupuk tunggal seperti yang sudah banyak digunakan atau pupuk majemuk sebagai alternatif. Pemilihan jenis pupuk juga memegang peranan penting dalam kelangsungan pertumbuhan tanaman. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh beberapa formula pupuk dan dosis pupuk yang sesuai untuk meningkatkan produksi dan mutu sawi hijau (Brassica juncea L.).
5 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana respon tanaman sawi terhadap berbagai jenis perlakuan pupuk (organik, mineral, kimia, dan kombinasinya) yang digunakan terhadap produksi dan mutu sawi hijau? 2. Formula pupuk yang bagaimana yang dapat memberikan produksi tertinggi dan mutu terbaik untuk tanaman sawi? 3. Bagaimana efek residu perlakuan terhadap beberapa parameter sifat kimia tanah seperti: ph, KTK, KB, N-total, P-tersedia, K-tersedia, Ca, Mg, C-Organik, serta DHL tanah saat panen? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui respon dari masing-masing formula pupuk yang digunakan terhadap mutu dan produksi sawi hijau. 2. Untuk mendapatkan formula pupuk yang mampu meningkatkan produksi dan mutu tanaman sawi. 3. Untuk mengetahui efek residu perlakuan terhadap beberapa parameter sifat kimia tanah seperti: ph, KTK, KB, N-total, P-tersedia, K-tersedia, Ca, Mg, C-Organik, serta DHL tanah saat panen.