BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan.

KINERJA PENILIK PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PELAKSANAAN TUPOKSINYA DI KABUPATEN GORONTALO. Hj. Rusmin Husaen Dosen PGSD Universitas Negeri Gorontalo

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERAN DAN STANDAR KOMPETENSI PENILIK

PENDAHULUAN Latar Belakang

Studi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal Dalam Era Otonomi Daerah (Pedoman Wawancara untuk Penilik PLS)

BAB I PENDAHULUAN. Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan akhir manusia dalam menempuh pendidikan biasanya berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat berlangsung melalui lembaga pendidikan informal, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyandang buta aksara, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan. kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui

BABI PENDAHULUAN. Mutu merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014

Banyuwangi Tahun telah ditetapkan melalui surat. : 421/ 159/ /2014 tanggal 23 September Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Juariah, 2013

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PROGRAM KURSUS BAHASA ASING BERBASIS DESA/KELURAHAN KABUPATEN BANYUWANGI.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pembangunan bangsa. Melihat kondisi masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

PERATURAN BUPATI PIDIE NOMOR : 09 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. elemen pembangunan adalah orang yang sangat berkompeten dalam bidangnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan proses pendidikan yang bermutu (Input) maka pengetahuan (output) akan

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BAB I PENDAHULUAN. dimulai sejak dilahirkan hingga ke liang lahat. Oleh sebab itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang memiliki budi pekerti luhur,

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA. Renova Marpaung. Abstrak. Kata Kunci : Manajemen Mutu, Pembangunan, Pendidikan

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menyelenggarakan pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. persaingan yang ketat di bidang bisnis jasa pendidikan. Lembaga non formal

Studi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal Dalam Era Otonomi Daerah (Pedoman Wawancara untuk Warga Belajar)

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2014 TENTANG

- 1 - Studi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal Dalam Era Otonomi Daerah (Pedoman Wawancara untuk Tutor) PETUNJUK PENGISIAN A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

WALIKOTA TASIKMALAYA

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGENDALIAN MUTU PROGRAM PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL 1

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BUPATI KUDUS KEPUTUSAN BUPATI KUDUS NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PENILIK PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH BUPATI KUDUS,

2016 PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYRAKAT

BAB I PENDAHULUAN. pertama dituliskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Kinerja Tutor Pada Pembelajaran Program Paket B di Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KEAKSARAAN TERHADAP PENDIDIKAN ORANG DEWASA (Penelitian Tentang Keaksaraan di PKBM Hidayah)

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia. Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencetak peserta didik yang mempunyai intelektual yang tinggi, mempunyai. sesuai dengan norma agama dan norma masyarakat.

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 39

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI PESERTA DIDIK PADA PAKET C KELAS TIGA DI SKB KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lusi Anzarsari, 2013

- 1 - BUPATI BANYUWANGI

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PELATIHAN MANAJEMEN PENGEMBANGAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PROGRAM BANTUAN PENYELESAIAN TESIS (S2) BAGI PTK PAUDNI KERJASAMA DIREKTORAT P2TK-PAUDNI DAN PPS UM TAHUN 2011 A. MAKSUD DAN PENGERTIAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MUSI RAWAS

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi

BAB I PENDAHULUAN. formal maupun pendidikan nonformal. Salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan struktur ekonomi di dalam negeri. Menurut Undang Undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

VI. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL. Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan Gambaran

PLS Masa DEPAN dan Tantangannya. Strategi Pengembangan. Menyiapkan kurikulum yang menyatu dengan perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajar Nugroho Muttaqin, 2016

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN PROFIL ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkurang apalagi tuntas, hal ini dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan

Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa Pendidikan Non Formal (PNF) adalah bagian terpadu dari Sistem Pendidikan Nasional yang berfungsi mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional. Kehadiran program Pendidikan Non Formal (PNF) sangat membantu keberadaan lembaga pendidikan formal khususnya dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Meningkatnya kebutuhan masyarakat serta lajunya proses perubahan kehidupan masyarakat yang terjadi saat ini menyebabkan hasil pendidikan di lembaga formal tidak mampu menghadapi tuntutan baru di era ini khususnya dalam dunia kerja. Oleh karena itu kehadiran pendidikan non formal yang dilengkapi dengan berbagai bentuk layanannya diharapkan mampu berperan sebagai pengganti, penambah dan pelengkap layanan pendidikan formal yang pada gilirannya dapat mengimbangi tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/ atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Dari konsep ini dapat dipahami bahwa pada prinsipnya pendidikan non formal ini ditujukan untuk seluruh lapisan masyarakat dan tidak terbatas pada usia, jenis kelamin, status sosial, danekonomi. Dalam pasal 26 ayat 3 UU No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Intinya adalah baik pendidikan formal maupun 1

pendidikan non formal merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka mendukung program pendidikan sepanjang hayat. Terselenggaranya program-program pendidikan non formal tidak terlepas dari bagaimana peran dari komponen-komponen terkait dalam mendukung dan melaksanakannya. Komponen-komponen yang dimaksud adalah masyarakat, pemerintah, dan beberapa unsur tenaga kependidikan diantaranya : pamong belajar, penilik Pendidikan Non Formal (PNF), tutor, pendidik PAUD, instruktur, pengelola PKBM maupun kursus. Diantara beberapa komponen pendidikan non formal diatas, kedudukan penilik dipandang sangat strategis dalam membantu penyelenggaraan pendidikan non formal di Indonesia. Sebagai bagian dari program pendidikan masyarakat, pelaksanaan program-program Pendidikan Non Formal (PNF) dilapangan tidak lepas dari keikutsertaan penilik Pendidikan Non Formal (PNF) dalam mengawasi, memberikan bimbingan, serta memberikan pembinaan agar mutu dari proses dan hasil dari pendidikan non formal tercapai sesuai dengan harapan. Mengingat pentingnya peran penilik dalam penyelenggaraan dalam pengendalian mutu pendidikan nonformal yang diikuti oleh perluasan program dan sasaran pendidikan non formal, maka seorang penilik harus memiliki pengalaman yang luas, memiliki kemampuan dan kredibilitas yang tinggi, mampu mengelola pendidikan non formal serta memiliki kompetensi yang cukup. Kompetensi yang dimaksudkan adalah menyangkut kompentensi andragogi, kompetensi professional, kompetensi sosial serta mampu menjalin kerjasama dengan pelaksana-pelaksana pendidikan non formal lainnya. Penilik Pendidikan Non Formal (PNF) sebagai salah satu tenaga kependidikan nonformal yang menjadi pengendali mutu, maka keberadaannya selalu diamati oleh berbagai kalangan yang berkaitan dengan pendidikan nonformal. Seorang Penilik Pendidikan Non Formal (PNF) harus mempunyai semangat dalam melaksanakan tupoksinya. Pada saat melakukan pemantauan, penilaian, bimbingan dan pelaporan tanpa didasari oleh semangat yang tinggi tidak akan membawa hasil yang positif. Oleh karena apa yang dilakukannya itu 2

tidak sebagaimana seharusnya dalam melaksanakan tugas kepenilikan yang professional. Dilihat dari tingkat komplektisitas kegiatannya, dapat dipahami bahwa tugas seorang penilik PNF merupakan tugas yang berat, karena selain sasaran kegiatannya luas dan tidak terbatas, tugas sebagai penilik juga senantiasa berkaitan dengan masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang minim bahkan belum pernah tersentuh oleh pendidikan. Oleh karenanya dalam hal ini dituntut kinerja dan profesionalisme seorang penilik. Kinerja yang dimaksud adalah kualitas kerja dari seorang penilik yang diserahkan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas tertentu dimana dalam hal ini yang bersangkutan harus siap menjalankan tugasnya yakni mengawasi/ mengontrol semua kegiatan Pendidikan Non Formal (PNF), memenuhi kewajiban dengan melaporkan setiap perkembangan yang terjadi dalam lingkungan kerjanya kepada pihak atasan serta senantiasa memberikan binaan kepada warga masyarakat sehingga program Pendidikan Non Formal (PNF) yang dibinanya mampu mencapai target yag telah ditetapkan. Selain itu, seorang penilik harus memiliki motivasi yang tinggi yang dapat mempengaruhi kinerjanya. Motivasi adalah sesuatu yang pokok yang dapat mendorong seseorang menjadi belajar (Hasibuan, 2007; 29). Motivasi yang tinggi dalam pelaksanaan tugas kepenilikan tentu akan berpengaruh terhadap kinerja penilik. Menurut Daft dalam (Hasibuan, 2007: 29) disebutkan bahwa Motivasi adalah dorongan yang bersifat internal atau eksternal pada diri individu yang menimbulkan antusiasme dan ketekunan untuk mengejar tujuan-tujuan spesifik. Definisi motivasi diatas menunjukkan bahwa Penilik Pendidikan Non Formal (PNF) dalam melaksanakan tugas kepenilikannya sangat dipengaruhi oleh suatu dorongan yang timbul dari kemauannya sendiri atau pengaruh dari luar dirinya. Dorongan dari dalam dirinya misalnya kemauan kerja keras untuk meraih prestasi, sedangkan dorongan dari luar pribadinya diantaranya adalah tanggung jawab tugas atau kenaikan pangkat. Kinerja tinggi diakibatkan oleh motivasi yang tinggi pula. Kinerja diartikan oleh beberapa ahli hampir senada. Menurut Srimindarti (2006: 48), 3

kinerja adalah tingkat hasil kerja dalam mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan yang diberikan, dengan kata lain kinerja adalah hasil kerja dari para pekerja baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditetapkan. Kinerja Penilik PNF dikatakan tinggi apabila telah mampu melaksanakan tugas kepenilikannya sesuai dengan aturan tugasnya. Oleh karena itu Penilik Pendidikan Non Formal (PNF) dituntut mempunyai motivasi tinggi dalam melaksanakan tugas kepenilikannya agar kinerjanya tinggi juga. Dengan meningkatnya kinerja Penilik Pendidikan Non Formal (PNF) sudah tentu program-program pendidikan nonformal juga akan berjalan lancar sehingga apa yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945, alinea 4, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui jalur pendidikan nonformal dapat tercapai. Dengan adanya program maka akan nampak dengan jelas bagaimana sebenarnya kinerja dari Penilik PNFPendidikan Non Formal (PNF). Untuk itu, ada beberapa indikator kinerja Penilik PNF yang paling utama, yaitu : cara yang ditempuh, usaha yang dilakukan dan hasil yang dicapai dalam merencanakan, melaksanakan/mengelola program, mengevaluasi keberhasilan program dan melaksanakan pelaporan. Dari indikator tersebut dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa sub indikator, yaitu: (1) cara-cara yang ditempuh dalam perencanaan program, cara-cara yang ditempuh dalam pelaksanaan/pengelolaan program, caracara yang digunakan dalam evaluasi keberhasilan program dan cara-cara yang ditempuh dalam penyusunan dan panyampaian laporan, (2) usaha-usaha yang dilakukan dalam perencanaan, pelaksanaan/pengelolaan, evaluasi hasil dan pelaporan, (3) hasil yang dicapai dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan. Berdasarkan Keputusan Nomor: 15/KEP/M.PAN/3/2002 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Bab II Pasal 4 disebutkan bahwa tugas pokok penilik adalah merencanakan, melaksanakan dan menilai, membimbing melaporkan kegiatan penilikan Pendidikan Non Formal (PNF). Dari tugas pokok tersebut dijabarkan dalam rincian kegiatan penilik. Rincian kegiatan tersebut dibagi habis kepada masing-masing jenjang jabatan penilik sesuai bidang kegiatan 4

yang meliputi: bidang pembelajaran, pelatihan, bimbingan, sumberdaya PLS dan pemanfaatannya, materi pembelajaran, pelatihan, bimbingan, metode dan media pembelajaran, pelatihan dan bimbingan. Patut diakui bahwa hingga saat ini telah banyak program-program Pendidikan Non Formal (PNF) yang telah dilaksanakan, namun, meluasnya program-program layanan PNF ini belum diikuti oleh meningkatnya mutu dari out putnya. Belum optimalnya out put yang dihasilkan oleh pendidikan non formal ini dapat diindikasikan karena disebabkan oleh beberapa hal seperti: Partisipasi masyarakat yang belum optimal, dana pelaksanaannya yang minim, jangkauannya yang terlalu luas dan tidak diimbangi oleh jumlah pendidik maupun tenaga pendidiknya, bahkan salah satu faktor yang sangat penting adalah belum optimalnya kinerja penilik Pendidikan Non Formal (PNF) dalam melaksanakan tugasnya. Kondisiy ang sama juga terjadi di Dinas Dikpora Kabupaten Gorontalo Utara, dimana program-program Pendidikan Non Formal (PNF) belum dapat berjalan dengan lancar, padahal jika melihat karakterisistik masyarakatnya, banyak sekali program-program Pendidikan Non Formal (PNF) yang dapat di laksanakan, akan tetapi hingga saat ini program-program yang eksis hanya sebatas proyek semata seperti program pendidikan anak usia dini. Sementara programprogram lainnya banyak yang tidak berlanjut bahkan cenderung terbengkalai. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa kondisi ini diakibatkan oleh belum optimalnya kinerja penilik-penilik Pendidikan Non Formal (PNF) baik dalam hal memberikan pengawasan, memberikan pembinaan ataupun memberikan motivasi kepada masyarakat sehingga banyak program-program Pendidikan Non Formal (PNF) yang tidak tuntas pelaksanaannya. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja penilik, mulai dari peninjauan kembali terhadap program-program PNF yang telah berjalan saat ini serta upaya melakukan penilaian terhadap kerja penilik PNF yang mencapai prestasi kerja. Namun, upaya tersebut belum membuahkan hasil peningkatan kinerja penilik yang ada di Dinas Dikpora Kabupaten Gorontalo Utara. Jika hal ini terusdiabaikan, maka akan berimbas pada program-program 5

Pendidikan Nonformal yang ditijukan kepada masyarakat, tetapi tidak terlaksanakan dengan masimal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari aspek pendidikan, maupun aspek keterampilan masyarakat itu sendiri. Dari fenomena yang dideskripsikan sebelumnya merupakan pendorong utama yang menjadi alasan dalam penentuan masalah kinerjapenilik yang diformulasikan dengan judul: Kinerja Penilik Pendidikan Non Formal dalam Pelaksanaan Tugas di Dinas Dikpora Kabupaten Gorontalo Utara. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana kinerja penilik Pendidikan Non Formal dalam pelaksanaan tugas di Dinas Dikpora Kabupaten Gorontalo Utara? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kinerja penilik Pendidikan Non Formal dalam pelaksanaan tugas di Dinas Dikpora Kabupaten Gorontalo Utara. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis a) Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan pendidikan, khususnya tentang kinerja penilik Pendidikan Non Formal dalam melaksanakan tugasnya. b) Mengembangkan potensi untuk penulisan karya ilmiah, khususnya bagi pribadi peneliti maupun kalangan akademisi, dalam memberikan informasi kepada dunia pendidikan akan pentingnya kinerja penilik Pendidikan Non Formal. 2. Secara Praktis a) Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman terhadap kinerja penilik Pendidikan Non Formal dalam melaksanakan tugasnya di Dinas Dikpora Kabupaten Gorontalo Utara. 6

b) Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam meningkatkan kinerja penilik Pendidikan Non Formal dalam melaksanakan tugasnya, serta berguna untuk pengembangan penelitian selanjutnya. 7