BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA DI KELURAHAN BRONTOKUSUMAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah

BAB I PENDAHULUAN. peka menerangkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Air susu ibu (ASI) adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu, yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Anak merupakan generasi penerus bangsa untuk melanjutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pertama. Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi penting untuk. meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas bayi.

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANGSARI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Program Millenium Development Goals (MDG s) yang terdiri dari delapan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat, yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan mental,

BAB 1 : PENDAHULUAN. sedini mungkin, bahkan sejak masih dalam kandungan. Usaha untuk mencapai

PENGARUH IMPLEMENTASI 10 LANGKAH MENUJU KEBERHASILAN MENYUSUI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DALAM PEMBERIAN ASI PADA BAYI USIA 0-3 BULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Periode lima tahun pertama kehidupan anak (masa balita) merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan, juga mengandung sel-sel darah putih, antibodi,

BAB I PENDAHULUAN. Motorik halus adalah pergerakan yang melibatkan otot-otot halus pada tangan

BAB I PENDAHULUAN. dinilai memberikan hasil yang lebih baik. Keputusan Menteri Kesehatan. eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan (Riksani, 2012).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. ini terjadi terutama di negara berkembang. Diantara kematian pada anak-anak

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian (ASI) masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan total ke kemandirian fisiologis. Proses perubahan yang rumit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia tercatat angka kematian bayi masih sangat tinggi yaitu 2%

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekitar 36% selama periode Berdasarkan hasil Riskesdas. Provinsi Maluku sebesar 25,2% (Balitbangkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran hidup, sesuai dengan target pencapaian Sustainable Development

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR, RIWAYAT PEMBERIAN AIR SUSU IBU DAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DENGAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 3-5 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilahirkan selama enam bulan tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan

225 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.7 No.2, November 2014,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya sesuai untuk kebutuhan bayi. Zat-zat gizi yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Masyarakat (IPM). IPM terdiri dari tiga aspek yaitu pendidikan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. kurang dalam hal pemberian makanan yang baik (Akhsan, 2007).

Oleh : Suyanti ABSTRAK

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

BAB I PENDAHULUAN. menyelamatkan kehidupan seorang anak, tetapi kurang dari setengah anak di

BAB I PENDAHULUAN. dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN BAYI USIA 9-12 BULAN DI PUSKESMAS GAMPING I SLEMAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. keberlangsungan bangsa, sebagai generasi penerus bangsa anak harus dipersiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah awal menuju kesuksesan menyusui. Salah satu tujuan IMD adalah menekan

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian bayi terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya yang sehat,

Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada rakyat jelata, bahkan dasar utama terletak pada kaum wanita, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. makanan yang terbaik bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi, karena selain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab 5. Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari

GAMBARAN TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 6-24 BULAN YANG MENDAPAT ASI EKSKLUSIF DI DESA GASOL KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ABSTRAK

HUBUNGAN LINGKAR KEPALA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 1-24 BULAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PERTIWI MAKASSAR

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TIDAK ASI EKSKLUSIF TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 3-12 BULAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMBERIAN MP-ASI DI KELURAHAN JEMAWAN, KECAMATAN JATINOM, KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terjadi pada 2-3% anak di seluruh dunia. 4 Angka kejadian ASS di. mengenai topik ini belum begitu banyak dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. (Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, 2000)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016

BAB I PENDAHULUAN. KADARZI adalah suatu gerakan yang berhubungan dengan program. Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG), yang merupakan bagian dari Usaha

BAB I PENDAHULUAN. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) (Kementrian Kesehatan RI, juga mengacu kepada Resolusi World Health Assembly (WHA),

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa seorang ibu seharusnya menyusui bayinya dalam waktu satu jam pertama. Penyediaan ASI kepada bayi dalam waktu satu jam pertama disebut dengan inisiasi menyusu dini (IMD) (WHO, 2015b). Pelaksanaan IMD perlu dipastikan bahwa bayi benarbenar menerima kolostrum sebagai makanan sempurna yang kaya akan faktor protektif untuk bayi baru lahir (WHO, 2015c). Kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi membantu memulai IMD dan meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif selama satu hingga empat bulan menyusui (WHO, 2015b). Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sampai berusia 6 bulan, kemudian dilanjutkan menyusui dengan makanan pendamping yang bergizi hingga usia 2 tahun (WHO, 2015c). Hal tersebut dapat meningkatkan status gizi dan pertumbuhan fisik, mengurangi kerentanan terhadap penyakit dan ketahanan tubuh yang lebih baik. Peningkatan hasil kesehatan pada masa - memiliki efek kesehatan yang lebih tahan lama yakni sepanjang umur kehidupan, termasuk meningkatan kinerja produktivitas, dan mengurangi risiko penyakit tidak menular (WHO, 2015d). Melalui pelaksanaan IMD dan pemberian ASI, sekitar 800.000 jiwa akan diselamatkan setiap tahun dimana 16% kematian neonatal bisa diselamatkan jika semua bayi disusui pada hari pertama dan 22% kematian neonatal bisa diselamatkan jika menyusui dimulai dalam satu jam pertama. Namun kenyataanya secara global kurang dari 40% bayi di bawah usia enam bulan yang mendapat ASI eksklusif. Konseling menyusui yang memadai dan dukungan sangat penting bagi ibu dan keluarga untuk memulai dan mempertahankan praktik pemberian ASI optimal (Edmond, 2006; WHO, 2015d). Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang merekomendasikan IMD sebagai tindakan penyelamatan kehidupan. Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa persentase IMD pada umur 0-23 bulan di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 34,5% (Depkes R.I, 2014). Persentase 1

2 pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 54,3%. Pemberian ASI eksklusif bila dibandingkan dengan tahun 2012 (48,6%) cukup meningkat, namun dapat dikatakan bahwa hanya separuh bayi 0-6 bulan di Indonesia yang diberikan ASI eksklusif (Depkes R.I, 2014). Provinsi Jawa Tengah masih berada di peringkat 17 se-indonesia dari 19 provinsi yang berada di atas cakupan nasional, dengan cakupan sebesar 58,4%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa 42% bayi di Jawa Tengah belum memperoleh haknya berupa ASI eksklusif. Kabupaten Kendal yang berada di Jawa Tengah memiliki cakupan pemberian ASI eksklusif yang belum memenuhi standar pelayanan minimal (SPM), meskipun terjadi peningkatan yg signifikan dari 22,9% (2012) menjadi 47,8% (2013). Selain itu, pelaksanaan IMD juga belum ada laporan pelaksanaannya di Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal. Penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (2015) di Kabupaten Kendal menunjukkan cakupan IMD tidak lebih dari 25% dan pelaksanaan ASI eksklusif hanya 46%. Penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2013), yang mengambil data dari RSUD Dr.H.Soewondo Kendal, jumlah bayi yang dilahirkan dari bulan Juli-September 2011 sebanyak 456 orang, namun bidan yang melakukan IMD pada bayi yang baru lahir hanya sebanyak 30% dari persalinan yang ditolong oleh bidan. Bidan yang bertugas di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal sudah mengikuti pelatihan asuhan persalinan normal (APN), inisiasi menyusu dini (IMD), dan konselor air susu ibu (ASI), namun pada kenyataannya masih ada ibu yang mempunyai bayi pada saat melahirkan tidak dilakukan IMD. Pelaksanaan IMD dan Pemberian ASI eksklusif merupakan bagian dari scalling up nutrition (SUN) yang bertujuan meningkatkan status gizi selama seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK). United Nations System Standing Comittee on Nutrition (UNSCN) menyatakan bahwa SUN sebagai dorongan global dalam tindakan dan investasi untuk meningkatkan gizi ibu dan. Masa 1000 HPK disebut sebagai periode emas karena terjadi pertumbuhan otak yang sangat pesat. Apabila terjadi kurang gizi di periode ini akan mengakibatkan kerusakan atau terhambatnya pertumbuhan yang tidak dapat diperbaiki dimasa

3 kehidupan selanjutnya. Bayi yang mendapat cukup gizi selama periode emas, berupa IMD langsung setelah bayi dilahirkan, ASI eksklusif sejak usia 0-6 bulan, imunisasi lengkap, dan gizi cukup dengan makanan pendamping ASI setelah usia 6 bulan, akan tumbuh menjadi balita yang sehat, kuat dan cerdas (Kemenkes RI, 2014a). Menyusui sebagai cara normal dan efektif dalam memberikan nutrisi untuk pertumbuhan yang sehat dan secara optimal. Hampir semua ibu dapat menyusui, asalkan memiliki informasi yang akurat, dukungan dari keluarga, dan mendapat sistem pelayanan kesehatan masyarakat (WHO, 2015a). Pemberian ASI tidak eksklusif berisiko 5,6 kali terjadi motorik kasar balita tidak sesuai umur dibandingkan dengan balita yang diberi ASI eksklusif (Lisa, 2012). Penelitian Husniati (2007) menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif >4 bulan berhubungan dengan motorik. Selain itu, ASI yang memilki kandungan nutrisi yang sangat dibutuhkan di masa emas pertumbuhan, apabila nutrisi tidak terpenuhi maka diduga akan timbul masalah kesehatan yang mempengaruhi status gizi. Anak yang status gizi kurang berisiko 1,8 kali mengalami yang suspect dibandingkan dengan yang status gizinya baik (Pilihaningtyas, 2010) Perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, intelegensi, kesadaran sosial, moral, dan emosional berjalan dengan cepat pada masa balita dan menjadi landasan berikutnya. Penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi, tidak ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas SDM dikemudian hari (Kemenkes RI, 2010a). Pemerintah Indonesia memiliki upaya penanggulangan masalah tumbuh kembang berupa program stimulasi deteksi intervensi tumbuh kembang (SDIDTK), namun pelaksanaannya masih belum terpantau dengan baik. Penelitian Maritalia (2009) di Semarang menyatakan bahwa pelaksanaan SDIDTK di Puskesmas dan jaringannya masih terbatas karena belum tersosialisasi dengan baik dan benar, fasilitas pendukung yang belum memadai dan kurangnya dukungan kepala puskesmas. Hal ini berindikasi pada tujuan akhir program belum tercapai seperti yang diharapkan, yang terlaksana hanya deteksi dini

4 penyimpangan pertumbuhan, sedangkan deteksi dini penyimpangan, penyimpangan mental emosional dan stimulasi sesuai usia masih belum dilaksan. Deteksi penyimpangan pada usia dini yang belum optimal perlu menjadi perhatian karena dapat diartikan bahwa skrining dan pemantauan masih jarang dilakukan sehingga balita yang mengalami penyimpangan ataupun keterlambatan tidak diketahui jumlahnya di Indonesia. Gambaran seberapa besar balita yang mengalami masalah dapat dilihat dari beberapa penelitian, seperti penelitian Lisa (2012) di Yogyakarta yang menyatakan bahwa 38,1% dari 231 balita yang memiliki motorik kasar sesuai dengan umur, sedangkan sisanya 61,9% balita memiliki yang tidak sesuai umur. Penelitian Fitri (2014) di Kota Padang terhadap usia 6 bulan menunjukkan hasil 36% dari 50 bayi mengalami yang tidak normal atau terhambat dan nutrisi dianggap sebagai faktor yang berperan dalam masalah tersebut. Penelitian serupa mengenai usia 4-5 tahun menunjukkan 25 (26,6%) mengalami keterlambatan (Wilar, 2015). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Pilihaningtyas (2010) pada usia 12-24 bulan di Kabupaten Bantul terdapat hampir 50% mengalami supek atau dicurigai mengalami keterlambatan. Pelaksanaan SDIDTK di Jawa Tengah memiliki cakupan yang selalu meningkat dari tahun 2008 hingga 2011 yaitu 44,38%; 50,29%; 65,88%; dan 69,62%; namun capaian tersebut masih jauh dari SPM nasional (90%), serta penyimpangan atau keterlambatan yang terjadi tidak diketahui. Kabupaten Kendal sebagai salah satu wilayah di Jawa Tengah perlu melakukan deteksi dini balita. Pelaksanaan SDIDTK di Kabupaten Kendal tergabung dalam program pelayanan balita, bersamaan dengan penimbangan, dan pemberian vitamin A. Cakupan pelayanan balita di Kabupaten Kendal 2014 sebesar 95%, namun cakupan tersebut tidak dilaporkan secara spesifik pelaksanaan SDIDTK, sehingga balita yang mengalami gangguan dan yang mendapatkan penanganan dini tidak diketahui.

5 Beberapa hal yang diuraikan di atas perlu menjadi perhatian karena upaya deteksi dini harus dilakukan, mengingat dapat mempengaruhi tumbuh kembang yang akan menentukan kualitas generasi penerus bangsa. Sesuai dengan hal tersebut peneliti bermaksud ingin mengetahui hubungan IMD dan ASI eksklusif dengan di Kabupaten Kendal. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif merupakan determinan masalah usia 12-24 bulan di Kabupaten Kendal? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif merupakan determinan masalah usia 12-24 bulan di Kabupaten Kendal. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi responden a. Diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pentingnya pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif bagi kesehatan. b. Diharapkan dapat meningkatkan kesadaran ibu tentang pentingnya deteksi dini tumbuh kembang sejak usia dini, sehingga dapat segera mendapatkan menanganan yang sesuai dengan keterlambatan yang terjadi. 2. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan pentingnya IMD dan ASI eksklusif serta determinan yang mempengaruhi, agar dapat ditanggulangi masalah kesehatan yang mungkin terjadi. 3. Bagi puskesmas di Kabupaten Kendal Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai determinan yang mempengaruhi, sehingga dapat dilakukan upaya preventif.

6 4. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menentukan kebijakan-kebijakan terkait upaya kesehatan berupa deteksi dini dan penanggulangan masalah kesehatan, khususnya E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini dapat dilihat dari tabel sebagai berikut : Tabel 1. Keaslian penelitian Peneliti Abubakar (2008) Angelson (2001) Ariani and Yosoprawoto (2013) Judul Penelitian Socioeconomic status, anthropometric status, and psychomotor development of kenyan children from resource-limited settings: a pathanalytic study Breastfeeding is associated with improved child cognitive development: a populationbased cohort study Usia dan pendidikan ibu sebagai faktor risiko gangguan Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Terdapat hubungan yang signifikan antara status antropometri dengan fungsi psikomotorik. Terdapat hubungan yang tidak langsung antara sosioekonomi dengan Tidak ada hubungan antara durasi menyusui dengan motorik usia 13 bulan sampai 5 tahun Pemberian ASI eksklusif yang lebih lama bermanfaat pada kognitif Usia (OR=2,93) dan pendidikan ibu (OR=3,44) merupakan faktor risiko terjadinya gangguan tumbuh kembang. Independen variabel: Dependen variabel: antropometri status (weight for age), sosioeconomi Independen variabel: pemberian ASI Dependen variabel: Provinsi Coast di Kenya t : Kilifi developmental inventory Desain Penelitian: : 6-35 bulan Lokai Penelitian: Scandinavia t : bayle s scale : 1-5 tahun in usia dan pendidikan ibu menggunakan KPSP : 3-6 bulan TK dan PAUD di wilayah Puskesmas Arjuno Klojen Kotamadya Malang Desain Penelitian:

7 Lanjutan Tabel 1. Peneliti Chiu WC (2011) Fitri (2014) Gunawan (2011) Jonsdottir O.H. et al. (2013) Judul Penelitian Duration of breast feeding and risk of developmental delay in taiwanese children: a nationwide birth cohort study Hubungan pemberian ASI dengan tumbuh kembang bayi umur 6 bulan di puskesmas nanggalo Hubungan status gizi dan usia 1-2 tahun Exclusive breastfeeding and developmental and behavioral status in early childhood Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Proporsi yang telah menguasai peringkat tertentu secara konsisten memilki riwayat durasi menyusui yang lebih lama. Anak yang diberi ASI lebih dari 6 bulan memiliki risiko yang rendah mengalami keterlambatan daripada yang tidak pernah disusui Bayi ASI eksklusif berpeluang mengalami pertumbuhan normal 1,62 kali lebih besar dibandingkan bayi ASI non eksklusif dan sesuai umur 5,474 kali lebih besar dibandingkan bayi ASI non eksklusif. Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan gangguan. Faktor yang berhubungkan dengan status adalah umur. Tidak ada pengaruh durasi pemberian ASI eksklusif dengan pada usia 18 bulan, namun orang tua dari usia 30-35 bulan yang mendapat MP-ASI pada usia 4 bulan, banyak yang menyatakan keprihatinan pada motorik kasar. in durasi pemberian ASI (motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan sosial) dengan menggunakan DDST atau denver II Indenpenden: pemberian asi variabel Perkembangan bayi : denver II Usia responden : 1-2 tahun (12-24 bulan) : 0-18 bulan Taiwan kohor pertumbuhan bayi Puskesmas Nanggalo Kota Padang : 6 bulan cross Sectional in Status gizi Kabupaten Bandung menggunakan KPSP cross Sectional in ASI eksklusif : brigance screens-ii Boston USA

8 Lanjutan Tabel 1. Peneliti Nurwati, 2014 Pilihaningtyas (2010) Shafir T. (2008) Wijayanti (2010) Judul Penelitian Asupan energi dan finger food dengan motorik Pemberian ASI episode kejadian penyakit infeksi dan status gizi hubungannya dengan usia 12-24 bulan di kabupaten bantul Provinsi D.I.Yogyakarta Iron deficiency and infant motor development Hubungan pemberian ASI dan penyapihan dengan manifestasi kemampuan kognitif usia 4-6 tahun di TK IT Al- Mawaddah Seruni Tlogosari Semarang Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Ada hubungan antara asupan energi dengan. Ada hubungan antara finger food dengan. Tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI, kejadian ISPA dan riwayat TB dengan usia 12-24 bulan. Sedangkan kejadian diare dan status gizi memiliki hubungan bermakna dengan usia 12-24 bulan. Ada pengaruh status zat besi pada tahap, kemampuan motorik buruk terjadi pada bayi dengan defisiensi zat besi dan tanpa anemia. Bayi dengan status defisiensi zat besi tidak anemia memilki kemampuan motorik buruk atau memprihatinkan, bayi dengan status defisiensi besi tanpa anemia tidak dapat dideteksi dengan skrining dan lebih dari sekedar keadaaan anemia defisiensi besi. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI, usia penyapihan dengan. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI dengan kemampuan kognitif. Tidak ada hubungan antara usia penyapihan dengan kognitif Dependen: denver II indenpenden: pemberian asi, status gizi Terikat: Perkembangan denver II Usia: 12-24 bulan motorik in pemberian ASI asupan energi kecamatan Srandakan Bantul : 7-12 bulan indenpenden: kejadian penyakit infeksi kabupaten bantul Yogyakarta in anemia defisiensi zat besi dan status zat besi tanpa anemia : usia 9-10 bulan : bayley behavioral rating scale Tempat penelitian: general pediatric clinic of the children s hospital of Michigan in usia penyapihan kemampuan kognitif : 4-6 tahun TK IT Al-Mawaddah Seruni Tlogosari Semarang