Oleh : Tri Wijayanti Trisnaningsih 2. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 1 No. 4 ISSN : Model, SETS, Listrik Statis, Hasil Belajar

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN BIOLOGI DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STIK di KELAS XI IPA 4 SMA NEGERI 7 MATARAM

ISMAIL Guru SMAN 3 Luwuk

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS

Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Siswa Kelas X MIPA4 SMA Negeri 5 Palu

Joyful Learning Journal

Mahasiswa S1 Prodi Pendidikan Kimia PMIPA, FKIP, UNS Surakarta, Indonesia

Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang

Seminar Nasional Pendidikan Sains II UKSW

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Rancangan penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut : 1. Tempat Penelitian Penelitian

Berkala Fisika Indonesia Volume 2 Nomor 1 Juli 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Journal of Innovative Science Education PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN LARUTAN PENYANGGA BERBASIS MASALAH BERVISI SETS

BAB III METODE PENELITIAN. kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Panjang Selatan Kecamatan Panjang

Peningkatan Prestasi Belajar PKn Materi Kebebasan Berorganisasi Melalui Metode Mind Mapping Bagi Siswa Kelas V SD Karya Thayyibah Baiya

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkapura ini menggunakan model cooperative learning Tipe TSTS dengan

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Metode NHT (Numbered Head Together) Pada Pokok Bahasan Gaya Kelas V SDN 6 Tambun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB III METODE PENELITIAN. (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian

PENGARUH MEDIA PERMAINAN TRUTH AND DARE TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA DENGAN VISI SETS

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SIFAT-SIFAT CAHAYA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, AND SOCIETY (SETS)

ISSN Oleh. (I Dewa Made Warnita) Guru Mata Pelajaran Fisika SMA Negeri 1 Selemadeg

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Penerapan Project Based Learning untuk Meningkatkan Prestasi Belajar pada Alat Optik Siswa SMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. fasilitas serta sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pembelajaran.

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dimulai pada tanggal 7 Januari 2013 dan diawali dengan

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ARITMATIKA SOSIAL DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 1 SURABAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat yang dipilih untuk penelitian adalah SMA Negeri 2 Boyolali.

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS BERORIENTASI PROBLEM-BASED INSTRUCTION

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MEMPERBAIKI PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA DI KELAS XI MIA-5 SMA NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN T.A.

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 1 ISSN

BAB III RENCANA PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan P MIPA, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2

PENINGKATAN PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN SOAL OPEN ENDED MENANTANG SISWA BERPIKIR TINGKAT TINGGI. Endah Ekowati 1 dan Kukuh Guntoro 2.

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING DI KELAS V SD NEGERI TERBAHSARI ARTIKEL SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

PENELITIAN PEMBELAJARAN BERBASIS SETS (SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, AND SOCIETY) DALAM PENDIDIKAN SAINS

PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN KOLABORASI KONSTRUKTIF DAN INKUIRI BERORIENTASI CHEMO-ENTREPRENEURSHIP

BAB III METODOLOGI PENELITIAAN

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Khususnya Materi Energi dan Perubahannya Melalui Pembelajaran Quantum Teaching di Kelas V SDN Inpres Matamaling

BAB III METODE PENELITIAN. Gunungkuning Kecamatan Sindang Kabupaten Majalengka. Adapun alasan

BAB III METODE PENELITIAN. umumnya disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Kunandar

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR FISIKA MATERI KELISTRIKAN MELALUI PEMANFAATAN ALAT PERAGA KIT

PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KERJA ILMIAH DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X MIA-2 SMA N 6 MALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MATERI AKTIVITAS EKONOMI MELALUI MODEL MAKE A MATCH DI KELAS IV SDN II ARYOJEDING KABUPATEN TULUNGAGUNG

JKPM VOLUME 3 NOMOR 2 SEPTEMBER 2016 ISSN :

Sherli Malinda, Nyoman Rohadi dan Rosane Medriati

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika 2 Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Potensi Utama

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK PADA PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS VI SD NEGERI 03 POJOK KARANGANYAR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan terjemahan dari Classroom Action

BAB III METODE PENELITIAN

Sugianto Universitas Wiralodra Indramayu ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research.

Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kognitif Melalui Metode Teams Games Tournaments dengan Strategi Peta Konsep Pada Siswa SMA

BAB III METODE PENELITIAN. Sekolah MA AL-FALAH Limboto khususnya kelas XI IPS dengan jumlah siswa

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Oleh : Sumarno 2. Abstrak

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Kelas (PTK). Istilah bahasa Inggrisnya adalah Classroom Action Research.

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan (Action

BAB III METODE PENELITIAN. yang difokuskan pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom

BAB III METODE PENELITIAN

Daenah. Kata Kunci: Tujuan Pembelajatan, Kooperatif, Model Jigsaw, Minat, Hasil Belajar PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan classroom action research, yaitu satu action research yang

Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Ke Volume 6 Nomor ISSN : Suparjo

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR FISIKA MENGGUNAKAN MODEL INKUIRI DI SMP

BAB III METODE PENELITIAN

Economic Education Analysis Journal

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat yang dipilih untuk penelitian adalah SMA Muhammadiyah 1

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas X-6 SMAN 1 ToliToli pada Materi Nilai dan Norma Sosial Melalui Metode Problem Solving

Rasiman 1, Wahyu Widayanto 2. Abstrak

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. research). Menurut Kemmis dan Mc.Taggart, PTK adalah studi yang

BAB III METODE PENELITIAN. di dalam kelas, maka penelitian ini disebut Penelitian Tindakan atau Action

BAB III METODE PENELITIAN

UPAYA MENINGKATKAN KINERJA DAN HASIL BELAJAR MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PENDEKATAN SETS (SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, AND SOCIETY) DALAM PEMBELAJARAN SISTEM PERIODIK DAN STRUKTUR ATOM KELAS X SMA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

III. METODE PENELITIAN. tindakan,menurut Suharjono dalam Suharsisi Arikunto (2006:18) penelitian

Transkripsi:

Upaya Meningkatkan Aktivitas. UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR ALAT OPTIK SISWA KELAS X SEMESTER II SMAN 1 SEMARANG DENGAN MENERAPKAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERVISI SETS 1 Oleh : Tri Wijayanti Trisnaningsih 2 Abstrak Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tindakan yang difokuskan pada pemahaman visi SETS (Science, Environment, Technology,and Society), peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Subyek penelitian terdiri dari 39 siswa kelas X.10 yang ditentukan secara acak (random sampling groups) dari 9 kelas reguler yang ada di SMA 1. Peningkatan aktivitas belajar diketahui melalui observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Skor rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I 56,6% meningkat menjadi 67,8% pada siklus II dan 71,5% pada siklus III. Peningkatan hasil belajar siswa diukur melalui tes pemahaman konsep alat optik di akhir pertemuan. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada siklus I sebesar 77,14 dan mengalami kenaikan menjadi 78,08 pada siklus II serta menjadi 83,51 pada siklus III. Ditinjau dari hasil belajarnya secara keseluruhan menunjukkan adanya ketercapaian KKM yang ditetapkan yaitu 75. Respon subyek terhadap pembelajaran yang dilakukan ditentukan melalui pengisian kuesioner yang hasilnya sebagian besar siswa menyatakan bahwa pembelajaran bervisi SETS menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, kondusif dan menambah wawasan. Kata Kunci: aktivitas belajar, SETS, hasil belajar A. Pendahuluan Berdasarkan data hasil observasi yang dilaksanakan pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Semarang, menunjukkan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung sebagian besar siswa cenderung diam dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru. Sebagian besar siswa senang saat melakukan praktikum, namun belum dapat mengkaitkan antara hasil praktikum dengan kompetensi yang sedang dibahas, serta kesulitan memahami konsep-konsep fisika dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Rendahnya aktivitas belajar siswa banyak dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang dipergunakan. Untuk meningkatkan 1 Ringkasan hasil penelitian tahun 2009 2 Guru SMAN 1 Semarang -45-

JP2F, Volume 2 Nomor 1 April 2011 aktivitas dan hasil belajar dibutuhkan strategi pembelajaran yang menggunakan berbagai pendekatan. Penelitian Cheng (2004) yang dimuat pada Merlot Journal menyatakan bahwa metode pembelajaran yang dipilih akan menentukan hasil pembelajaran yang dicapai. Pemilihan strategi pembelajaran yang dipergunakan sepenuhnya diserahkan kepada guru disesuaikan dengan kondisi sekolah. Data prosentase penguasaan materi fisika hasil ujian SMA/MA tahun pelajaran 2007/2008 tingkat propinsi Jawa Tengah, yang dikeluarkan Pusat Penilaian Pendidikan (2008) menunjukkan masih terdapat 14 soal dari 40 soal ujian yang hasil penguasaan materinya masih di bawah 60%. Fakta itu menunjukkan bahwa ketercapaian ketuntasan belajar Fisika masih rendah. Mencermati hasil belajar yang masih memprihatinkan, kiranya perlu dilakukan penelitian mengenai model pembelajaran maupun penyempurnaan kurikulum. Saat ini Pemerintah memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. KTSP diberlakukan dengan segala tuntutannya dengan memberikan keleluasaan kepada guru untuk mengembangkannya sesuai kondisi sekolah masing-masing. Inovasi dalam pembelajaran fisika diperlukan untuk mensukseskan pemberlakuan KTSP dan diharapkan terjadi pergeseran dari peran guru sebagai pemberi informasi (tranfer of knowledge) ke peran guru sebagai pendorong belajar (stimulation of learning). Guru dituntut untuk memberi kesempatan kepada siswa agar dapat menemukan konsep pengetahuan yang dipelajari melalui aktivitas-aktivitasnya. Pembelajaran Fisika akan memberikan hasil optimal jika siswa dapat menemukan jawaban dari suatu masalah melalui proses bekerja ilmiah yang dilakukan. Kismunadi (2008: 74) menyimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan laboratorium bersifat inkuiri berhasil menumbuhkan kebiasaan bekerja ilmiah sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan laboratorium dalam pembelajaran fisika belum dilakukan secara optimal. Hal ini menjadi kendala di beberapa sekolah, seperti ditunjukkan Indrawati (2006) bahwa secara umum potensi sarana laboratorium Fisika di SMA untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran Fisika masih belum mencukupi. Keterbatasan sarana laboratorium dapat disiasati dengan penggunaan strategi pembelajaran yang lain. Muslich (2007: 62) menyatakan bahwa pemanfaatan sumber belajar di lingkungan sekitar diperlukan sebagai bagian integral dari masyarakat. Siswa dituntut meningkatkan aktivitas belajarnya dengan cara menemukan permasalahan secara langsung. Binadja (1999a) menyatakan bahwa Pengajaran SETS (Science, Environment, Technology, and Society) pada dasarnya harus dapat membuat siswa melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat yang saling berkaitan. Hal ini sejalan dengan kegiatan bekerja ilmiah, namun pelaksanaan pembelajarannya dapat dilakukan di dalam maupun di luar laboratorium. Hal ini dapat menjadi solusi mengatasi keterbatasan sarana laboratorium yang dialami sekolah. -46-

Upaya Meningkatkan Aktivitas. Utomo (2008) menyatakan bahwa wawasan SETS (Science, Environment, Technology, and Society) yang diaplikasikan ke dalam proses pembelajaran Fisika diyakini dapat membawa sistem pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang dapat menerapkan pengetahuan yang diperolehnya guna meningkatkan kualitas hidup manusia tanpa harus membahayakan lingkungannya. Binadja (2003) menyatakan bahwa pendekatan yang paling dianjurkan dalam pembelajaran bervisi SETS adalah pendekatan SETS itu sendiri. Konteks pendidikan SETS membawa pesan agar menggunakan sains dalam bentuk teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan disertai pemikiran tentang berbagai implikasinya pada lingkungan. SMA Negeri 1 Semarang sejak tahun pelajaran 2007-2008 ditetapkan sebagai sekolah kategori Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Sekolah kategori RSBI harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) ditambah pendalaman atau pengembangan melalui adaptasi atau adopsi kurikulum pendidikan setara dari dalam atau luar negeri yang diakui secara internasional. Pembelajaran bervisi SETS (Science, Environment, Technology, and Society) merupakan salah satu pengembangan yang dipilih. Alasan pemilihan Alat Optika sebagai bahan yang dikaji dalam penelitian ini karena penguasaan kompetensi Alat Optika siswa masih rendah. Prosentase penguasaan kompetensi Alat Optika oleh siswa SMA/MA se propinsi Jawa Tengah dalam ujian nasional tahun 2008 hanya mencapai 31,47% (Puspendik, 2008). Kemampuan kognitif siswa menguasai kompetensi ini juga masih rendah yang dibuktikan dengan nilai ulangan harian siswa banyak yang masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sehingga diperlukan program remidial. Hasil wawancara dengan siswa menunjukkan bahwa kompetensi Alat Optika sulit dipahami karena pemahaman siswa sebatas pada menghafalkan konsep. B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research) yang bertujuan untuk menemukan pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil pembelajaran. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Semarang yang terletak di jalan Taman Menteri Supeno nomor 1 Semarang. Pelaksanakan penelitian dimulai bulan Maret 2009 sampai dengan bulan Juni 2009. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X -10 SMAN 1 Semarang tahun pelajaran 2008-2009 yang ditentukan secara acak (cluster random sampling) dari 9 kelas reguler yang tersedia. Kelas X-10 dipilih sebagai subjek penelitian karena dipandang memiliki aktivitas belajar yang rendah. Menurut Arikunto (2006) penelitian tindakan bersifat siklus artinya semakin lama semakin meningkat perubahan dan pencapaian hasilnya. Kurt Lewin (dalam Arikunto, 2006), menyatakan bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat langkah, yaitu (1) perencanan (planning), (2) tindakan -47-

JP2F, Volume 2 Nomor 1 April 2011 (acting), (3) pengamatan (observing) dan (4) refleksi (reflecting). Apabila divisualisasikan, akan tergambar dalam bentuk bagan lingkaran seperti terlihat pada Gambar 1. Acting Planning Observing Reflecting Gambar 1. Bagan Langkah Penelitian Tindakan Planning merupakan perencanaan awal dengan menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. Acting dan Observing, merupakan kegiatan pengamatan yang meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya perangkat pembelajaran. Pada kgiatan ini peneliti berkolaborasi dengan rekan guru yang bertindak sebagai observer. Pada langkah reflecting, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. Rancangan/rencana untuk sikus berikutnya direvisi berdasarkan hasil refleksi dari pengamat dan dipergunakan pada siklus berikutnya sehingga diharapkan memperoleh hasil yang lebih baik. Pada siklus pertama guru menyusun rencana pembelajaran menggunakan model yang dikembangkan, tahap ini disebut sebagai rencana (planning). Setelah itu dilakukan tindakan (acting) berupa pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan rencana yang telah disusun. Selama proses pembelajaran dilakukan pengamatan (observing) terhadap seluruh aktivitas pembelajaran yang sedang berlangsung, setelah itu dilakukan refleksi untuk merevisi desain yang dikembangkan. Semua hasil refleksi dipergunakan untuk menyusun rencana pembelajaran menggunakan model yang dikembangkan yang dipersiapkan untuk siklus kedua. Pada siklus ini pelaksanannya sama dengan siklus I, evaluasi berdasarkan refleksi yang kedua dipergunakan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran siklus ketiga dan setelah direvisi dilaksanakan siklus III. Setiap siklus berakhir dilakukan analisis terhadap keseluruhan desain pembelajaran. Secara garis besar diagram alur keseluruhan siklus pada penelitian ini merujuk pada siklus yang disusun oleh Kemmis dan Mc Taggart (Arikunto, S. 2006) dapat dilihat pada Gambar 2. -48-

Upaya Meningkatkan Aktivitas. Gambar 2. Diagram Alur Siklus Penelitian Tindakan Indikator keberhasilan penelitian dilihat dari peningkatan skor ratarata yang diperoleh tiap siklus. Hasil belajar siswa ditentukan melalui pencapaian nilai rata-rata tiap siklus dan hasil analisa ketuntasan. Perlu disampaikan bahwa penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Semarang yang saat ini merupakan sekolah kategori Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), sehingga perangkat pembelajaran yang dikembangkan dibuat dalam bahasa Inggris. Apabila produk penelitian ini akan diaplikasikan di tempat yang lain maka diperlukan identifikasi karakteristik kondisi dan kurikulum sebelumnya di tempat tersebut untuk menentukan ketepatan/kedekatan penggunaan produk ini. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Mata pelajaran Fisika di SMA dikembangkan dengan mengacu pada Kurikulum Fisika yang bertujuan untuk mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi serta berpikir taat asas (Depdiknas, 2006a). Hal ini didasari oleh tujuan Fisika yakni mengamati, memahami dan memanfaatkan gejala-gejala alam yang melibatkan zat (materi) dan energi. Penelitian dilaksanakan pada saat proses pembelajaran kelas X semester 2 tahun pelajaran 2008/2009 yaitu mulai bulan Maret 2009 sampai dengan bulan Juni 2009. Skala penilaian aktivitas belajar siswa ditentukan melalui observasi yang dilakukan berkolaborasi dengan beberapa guru sebagai observer. Subskala aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Alat Optik berdasarkan -49-

JP2F, Volume 2 Nomor 1 April 2011 dua belas subskala aktivitas. Kedua belas aspek tersebut meliputi keaktifan dalam menanggapi masalah, kegiatan diskusi, bersosialisasi dengan teman, mengkaitkan materi terhadap lingkungan, memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, menyelesaikan tugas, memberikan apersepsi dan motivasi, mempresentasikan hasil diskusi, mengajukan pertanyaan, menaggapi pertanyaan, menyampaikan pendapat dan dalam pembahasan masalah. Penilaian aktivitas yang digunakan pada pengamatan dibagi dalam lima rentang skor yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5 sesuai kriteria yang telah ditetapkan pada masing-masing aspek setiap kali melakukan observasi. Penafsiran skor aktivitas belajar dikonversikan dalam prosentase dengan skor maksimum 60. Peningkatan aktivitas belajar siswa dapat diketahui dengan membandingkan aktivitas siswa pada saat pengamatan siklus pertama, siklus kedua dan siklus ketiga. Prosentase skor rata-rata yang diperoleh saat siklus pertama sebesar 56,62%. Setelah diperoleh masukan dari hasil refleksi pada siklus I, siswa mengikuti pembelajaran dengan menerapkan perangkat pembelajaran bervisi SETS pada siklus kedua. Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan sehingga pada siklus kedua prosentase skor rata-rata aktivitas belajarnya meningkat menjadi 67,82% dengan peningkatan skor sebesar 11,20% dari siklus sebelumnya. Setelah dilakukan refleksi berdasarkan hasil pada siklus I dan siklus II, aktivitas belajar siswa pada siklus ketiga mengalami peningkatan prosentase skor menjadi 71,49%. Untuk lebih jelasnya peningkatan prosentase skor yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 1. dan Gambar 3. Tabel 1. Prosentase Tingkat Aktivitas Belajar Siswa No Siklus Prosentase Rata-rata Aktivitas belajar Siswa 1 Siklus I 56,62% 2 SIklus II 67,82% 3 Siklus III 71,49% -50-

Upaya Meningkatkan Aktivitas. 80 70 60 50 40 30 20 10 0 PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA Aktivitas Belajar Siklus I Aktivitas Belajar Siklus II Aktivitas Belajar Siklus III Prosentase skor rata- rata(%) Gambar 3. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Untuk mengukur peningkatan aktivitas belajar siswa, maka dilakukan analisis terhadap dua belas aspek aktivitas belajar siswa yang diamati. Tabel 2. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Tiap Aspek Prosentase Skor (%) : No Aspek Aktivitas Siklus I Siklus II Siklus III 1 Keaktifan menanggapi masalah 44 58 64 2 Keaktifan dalam berdiskusi 54 66 66 Keaktifan dalam bersosialisasi 55 64 70 3 dengan teman Keaktifan mengkaitkan materi 54 68 68 4 dengan lingkungan Keaktifan dalam memecahkan 67 76 76 5 masalah 6 Keaktifan menyelesaikan tugas 50 62 66 Keaktifan dalam memberikan 66 84 84 7 apersepsi dan motivasi Keaktifan dalam mempresentasikan 60 73 73 8 hasil diskusi Keaktifan dalam mengajukan 53 61 68 9 pertanyaan 10 Keaktifan dalam menanggapi pertanyaan 54 63 67-51-

JP2F, Volume 2 Nomor 1 April 2011 11 12 Keaktifan dalam menyampaikan pendapat Keaktifan dalam pembahasan masalah 66 71 71 56 69 85 Grafik Peningkatan 12 Aspek Aktivitas Belajar Prosentase Skor 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Prosentase Skor (%) : Siklus I Prosentase Skor (%) : Siklus II Prosentase Skor (%) : Siklus III Menanggapi Berdiskusi Bersosialisasi Mengkaitkan Memecahkan Menyelesaikan Memberikan Mempresentasikan Mengajukan Menanggapi Menyampaikan Pembahasan Aspek Aktivitas Gambar 4. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa dengan menerapkan perangkat pembelajaran bervisi SETS Dari 12 aspek yang diamati, terlihat aktivitas siswa dalam menanggapi permasalahan masih dalam kategori rendah namun keaktifan siswa dalam memberikan apersepsi dan motivasi selama pembelajaran sudah cukup tinggi. Dalam menyatakan pendapatnya melalui presentasi atau menanggapi masalah juga masih perlu ditingkatkan lagi. Perubahan tingkat aktivitas belajar siswa yang terjadi dari tiap-tiap aspek dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 2 yang grafiknya dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil evaluasi setelah pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Secara umum hasil belajar siswa yang diperoleh mengalami peningkatan. Tabel 3. Rekapitulasi data hasil belajar siswa SIKLUS MATERI NILAI RATA-RATA SIKLUS I Eyes, Glasses and Camera 77.14 SIKLUS II Magnifying Glass & Microscope 78.08 SIKLUS III Telescope 83,51-52-

Upaya Meningkatkan Aktivitas. NILAI RATA-RATA HASIL BELAJAR SISWA 84 82 80 78 NILAI RATA-RATA 76 74 SIKLUS I SIKLUS SIKLUS III SIKLUS Gambar 5. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. dan Gambar 5. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan adanya peningkatan hasil pembelajaran yaitu nilai rata-rata dari 77,14 pada siklus I menjadi 78,08 pada siklus kedua mengalami peningkatan sebesar 0,94. Pada siklus III ratarata nilai siswa menjadi 83,51 sehingga mengalami kenaikan sebesar 5,43 dari siklus sebelumnya. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran bervisi SETS memperlihatkan siswa antusias dan menghayati materi karena banyak berhubungan dengan hal-hal yang saat ini mereka alami biarpun tingkat aktivitas belajarnya masih rendah yang ditandai adanya beberapa siswa yang masih terlihat pasif dan kurang bersemangat. Siswa dalam kelas yang mengenakan kacamata terlihat sangat tertarik saat membahas perkembangan teknologi laser untuk menanggulangi kelainan penglihatan. Pada waktu membahas kamera juga terjadi hal yang sama. Siswa terlihat sangat berminat terhadap materi pelajaran apabila berkaitan langsung dengan apa yang mereka alami. Ini semakin memperkuat pendapat bahwa pendekatan SETS tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran. Indikator prestasi belajar adalah pada hasil tes akhir mencapai nilai rata-rata kelas melebihi nilai target Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan. Dilihat dari perolehan rata-rata nilai tes siswa ternyata hasil yang diperoleh telah melebihi batas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) -53-

JP2F, Volume 2 Nomor 1 April 2011 yang ditetapkan yaitu 75, sehingga ketuntasan hasil belajar secara klasikal tercapai. Menyimak hasil yang diperoleh dari tiga siklus penelitian tindakan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran bervisi SETS dalam penerapannya terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) belajar yang ditetapkan dapat dicapai, siswa merasa lebih asyik dan nyaman dalam mengikuti proses pembelajaran yang tertuang dalam respon siswa. Permasalahan rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa perlu dikaji dengan seksama, apa yang menyebabkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa rendah. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam untuk mengetahui letak permasalahannya. Kousoulas (2002) dalam penelitian yang dilakukannya menyimpulkan bahwa metode pembelajaran yang diterapkan saat ini kebanyakan belum mengarahkan pada latihan-latihan pemikiran yang kritis atau strategi kreativitas intelektual. Perlu diadakannya penelitian dalam pembelajaran untuk mengubah metode latihan dari bentuk yang tertutup menjadi beragam interaksi dengan lingkungan, dimana pemikiran diukur dari pengalaman pembelajaran bukan dari kapasitasnya yang tetap. Penelitian tentang pembelajaran bervisi SETS sudah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang signifikan. Beberapa penelitian tentang pembelajaran bervisi SETS yang telah dilakukan diantaranya adalah penelitian oleh Indihartati (2008: 58) yang menyimpulkan bahwa aktivitas siswa dengan menerapkan lembar siswa bervisi SETS (eksperimen) lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas siswa pada pembelajaran tanpa menggunakan lembar siswa bervisi SETS; Nuroso (2005) menyimpulkan bahwa respon mahasiswa terhadap pembelajaran fisika berwawasan SETS melalui bahan ajar berbasis WEB menjadikan pemahaman terhadap materi perkuliahan 75% mudah diterima. Aktivitas belajar siswa dapat diukur melalui hasil pengamatan selama pembelajaran berlangsung Kegiatan laboratorium yang dilakukan terdiri atas dua macam yaitu mengamati jalannya sinar pada mikroskop dan penggunaan mikroskop. Pembuatan desain dan teropong sederhana dilakukan siswa diluar jam pembelajaran sebagai tugas terstruktur yang didiskusikan pada saat pembelajaran di kelas yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan mengembangkan kreativitas siswa. D. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan perangkat pembelajaran bervisi SETS dapat meningkatkan hasil belajar siswa ditandai dengan tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Ketercapaian hasil belajar tiap siklus mengalami peningkatan yang ditunjukkan melalui perolehan nilai rata-rata yaitu 77,14 pada siklus I, 78,08 pada siklus II dan 83,51 pada siklus III. -54-

Upaya Meningkatkan Aktivitas. Aktivitas belajar siswa dari duabelas aspek yang diamati mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi dialami pada aspek keaktifan memberikan apersepsi dan motivasi serta keaktifan siswa dalam pembahasan masalah. Prosentase aktivitas siswa pada siklus pertama sebesar 56,62%, pada siklus kedua mengalami peningkatan menjadi 67,82% dan menjadi 71,49% pada siklus III. Respon sikap siswa terhadap pembelajaran fisika bervisi SETS pada dasarnya baik dan sangat baik. Siswa merasa belajar alat optik menjadi hal yang mengasikkan, wawasannya bertambah dan motivasi belajar fisikanya juga semakin meningkat. Pendekatan SETS perlu dikembangkan dan diterapkan dalam pembelajaran berbagai materi, mengingat hampir semua materi berkaitan dengan sains, teknologi, lingkungan dan masyarakat di sekitar kita. Daftar Pustaka Arikunto, S. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Binadja, A. 2003. Pemikiran dalam SETS. Semarang: Pascasarjana UNNES ----------------------. 1999a. Hakekat dan tujuan Pendidikan SETS dalam Konteks Kehidupan dan Pendidikan yang Ada. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Pendidikan SETS, UNNES Semarang, 14-15 Desember 1999. Cheng,Vivian. 2004 Developing Physics Learning Activities for Fostering Student Creativity in Hong Kong Context. Merlot Journal of Online Learning and Teaching,Hong Kong:Hong Kong Institute of Education Depdiknas. 2006a. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Dikdasmen Direktorat Pembinaan SMA( 2006 ) petunjuk teknis pengembangan silabus dan contoh / model silabus sma / ma mata pelajaran fisika. Jakarta: Depdiknas. Indihartati, S. 2008. Pengaruh Penerapan Lembar kegiatan Bervisi SETS pada Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Ungaran. Tesis. Program Pascasarjana UNNES. Indrawati. 2006. Potensi Laboratorium Fisika di SMA dalam Mendukung Pelaksanaan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. http://www.depdiknas.go.id/jurnal/64/j64_06.pdf Kismunadi. 2008. Pengembangan Kegiatan Laboratorium Fisika SMA Berbasis Empat Pilar Pendidikan untuk menumbuhkan Kebiasaan Bekerja Ilmiah.Tesis. Program Pascasarjana UNNES Kousoulas, F. 2002. Creative and Critical Thinking in the Context of Problem Finding and Problem Solving: A Research among Students in Primary School, Athens College University of Athens Muslich, M. 2007. Dasar Pemahaman dan Pengembangan KTSP. Jakarta: PT Bumi Aksara. -55-

JP2F, Volume 2 Nomor 1 April 2011 Nuroso, H. 2005. Model Pembelajaran Fisika Berwawasan SETS melalui Bahan Ajar Berbasis Web Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Mahasiswa. Tesis. Program Pascasarjana UNNES. Pusat Penilaian Pendidikan. 2008. Analisa Hasil Ujian Nasional 2008. Disajikan dalam In House Training RSBI. SMA 1 Semarang. Utomo, P. Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan SETS. http://ilmuwanmuda.wordpress.com/pembelajaran-fisika-denganpendekatan-sets/ Downlod, 23 April 2009. -56-