BAB I PENDAHULUAN. hal Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusmedia, 2007, hlm. 7.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. suci atau jalinan ikatan yang hakiki antara pasangan suami istri. Hanya melalui

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

SIMULASI PELAKSANAAN AKAD NIKAH

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB IV PENUTUP. atau maskawin. Nikah sirri artinya nikah secara rahasia atau dirahasiakan

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

Mushaf al-azhar, Al-Qur an dan Terjemahan, Bandung: Penebit Hilal, 2010, hal. 354

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. Makna dari mahar pernikahan yang kadang kala disebut dengan belis oleh

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mahluk manusia baik itu aqidah, ibadah dan muamalah, termasuk

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pemahaman Masyarakat Desa Surabaya Udik Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur Mengenai Mahar

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, perkawinan merupakan kehidupan yang berpijak pada rasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

Munakahat ZULKIFLI, MA

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk diciptakan saling berpasangan, begitu juga manusia. Jika pada makhluk lain untuk berpasangan tidak memerlukan tata cara dan peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Pada manusia terdapat beberapa ketentuan yang merupakan peraturan dalam memilih pasangan dan untuk hidup bersama pasangan, baik itu peraturan agama, adat-istiadat maupun sosial kemasyarakatan. Dalam hal dan tujuan untuk hidup berpasangan inilah istilah perkawinan atau pernikahan disebutkan. Pernikahan memiliki arti sangat penting dalam kehidupan manusia. Berbagai macam upacara pun diadakan dan disinilah adat istiadat memperlihatkan pengaruhnya. Sementara itu, acara pernikahan merupakan rangkaian acara dan upacara. Masing-masing acara atau upacara tersebut memiliki makna yang sangat penting karena mengandung falsafah, harapan dan niat yang tersirat dalam aktivitas pelaksanaannya. 1 Pernikahan tradisional adalah acara pernikahan yang memasukkan unsur-unsur budaya, adat istiadat dan kepercayaan dalam proses penyelenggaraannya. Salah satunya adalah pemberian calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin wanita yang biasa disebut dengan seserahan. Pengertian pernikahan ini tidak beda jauh dengan Undang-Undang Perkawinan yang menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin anatara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 Perkawinan merupakan suatu amalan sunnah yang disyariatkan oleh Al Qur anul karim dan Sunnah Rasulullah SAW. dengan kokoh, sejalan dengan watak seksual dan sesuai dengan saluran yang halal dan bersih untuk 1 Lies Aryati, Menjadi MC Acara Pernikahan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, hal. 1. 2 Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusmedia, 2007, hlm. 7. 1

2 memperoleh keturunan yang dapat memelihara kehormatan diri, kegembiraan hati dan ketenangan batin. 3 Hubungan suami istri adalah suci karena diatur dengan pertunangan (khitbah) dan akad nikah atau ijab kabul. Firman Allah SWT : Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S An Nisa :1). 4 Perkawinan bisa dikatakan sah menurut hukum apabila sudah memenuhi syarat-syarat sah dan rukun pernikahan. Salah satu syarat sah pernikahan adalah dengan adanya pemberian mahar atau maskawin kepada calon mempelai putri/calon isteri. Menurut kesepakatan para ulama, mahar adalah pemberian wajib bagi calon suami kepada calon isteri yang merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan. Mahar dalam agama Islam dinilai dengan menggunakan nilai uang sebagai acuan, hal ini disebabkan karena mahar merupakan harta dan bukan semata-mata sebagai sebuah simbol. Wanita dapat meminta mahar dalam bentuk harta dengan nilai nominal tertentu seperti uang tunai, emas atau benda berharga lainnya. Mahar juga dapat berupa mushaf Al-Qur an serta seperangkat alat salat. Agama Islam mengizinkan mahar diberikan 3 Abdul Aziz Salim, Tuntunan Pernikahan dan Perkawinan, Gema Insani Press, Jakarta, 2005, hal. 9. 4 Al-Qur an Surat An Nisa Ayat 1, Al Qur an dan Terjemahannya, Mubarokatan Toyyibah, Kudus, 2008, hal. 14.

3 oleh pihak laki-laki dalam bentuk apapun (cincin dari besi, sebutir kurma, ataupun jasa), namun demikian mempelai wanita sebagai pihak penerima memiliki hak penuh untuk menerima ataupun menolak mahar tersebut. Mahar merupakan kewajiban dari pihak pria namun biasanya dibicarakan anatara kedua belah pihak agar dicapai kesepakatan bersama dan menjadi simbol dimulainya ikatan kekeluargaan yang diawali dengan sikap saling mengerti dan penerimaan. Mahar, dianjurkan yang bermanfaat, ringan, sederhana, dan tidak berlebihan. Dalam prosesi adat Jawa mahar biasa diiringi pula dengan seserahan atau juga disebut peningset. Peningset atau seserahan bisa dibuat sebagus dan semenarik mungkin, namun pada dasarnya peningset adalah perlambang ikatan. Berasal dari kata singset yang artinya mengikat, berarti adalah pengikat hati antara dua keluarga. Secara adat Jawa, peningset biasanya terdiri atas: satu set daun sirih yang disebut Suruh Ayu, beberapa helai kain jarik dengan motif batik yang berbeda, kain bahan untuk kebaya, ikat pinggang tradisional yang disebut stagen, buah-buahan (terutama pisang), sembako (beras, ketan, gula, garam, minyak goreng, bumbu dapur), satu set cincin nikah, dan sejumlah uang sebagai sumbangan pihak pria untuk penyelenggaraan acara pernikahan. Mahar dan Peningset sesungguhnya mempunyai arti yang sangat dalam, jauh lebih dalam dari sekedar pemberian materi dari pihak pria kepada wanita. Kesungguhan mempelai pria dalam memberikan mahar peningset (dalam kemampuannya) menyiratkan penghargaannya yang tinggi kepada calon mempelai wanita dan juga kedua orang tuanya. Orang tua mempelai wanita akan mendapatkan kesan yang mendalam dengan pemberian mahar ataupun peningset, yang diupayakan oleh calan mempelai pria menurut kadar dan kemampuannya dalam wujud terbaik yang bisa dipersembahkannya. Kesan dasar yang didapat dari sebuah mahar atau peningset adalah bahwa calon mempelai pria akan menghormati, memberikan penghargaan dan menjaga dengan baik calon

4 mempelai wanita dengan ketulusan hati dan keluhuran budi, hingga akhir hayatnya. 5 Sehubungan dengan praktek kebiasaan masyarakat yang mana calon mempelai pria memberikan sesuatu pada saat peminangan, yang disebut dengan tunangan, di mana Kompilasi Hukum Islam tidak membicaraknnya. Pada dasarnya, pemberian semacam ini telah menjadi urf atau kebiasaan yang dianggap baik. Tentu saja, apabila tunangan tersebut berlanjut hingga perkawinan dilangsungkan, dan rumah tangga tersebut berjalan rukun damai tanpa ada gangguan badai yang memporak porandakannya. Namun demikian adalah hal yang lumrah terjadi dalam rumah tangga kadang terjadi perselisihan. Oleh karena itu penyelesaian perselisihan atau perbedaan pendapat itu diselesaikan dengan musyawarah. Perceraian merupakan putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri yang sah dengan menggunakan lafadz talak atau semisalnya. Maka dari itu dalam keumuman masyarakat, talak dipahami sebagai sebuah perceraian atau perpisahan yang terjadi antara suami dan istri. Kata talak itu sendiri sudah menjadi bahasa sehari-hari sehingga jika menyebutkan talak berarti perceraian. 6 Di Desa Pekalongan Kecamatan Winong Kabupaten Pati yang memiliki tradisi seserahan pada saat pernikahan. Seserahan adalah penyerahan perabotan rumah tangga dari pihak calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita pada saat sehari sebelum akad nikah berlangsung. Seserahan ini di antaranya berbentuk lemari, satu set kursi dan meja untuk ruang tamu, perangkat tempat tidur lengkap dengan kasur, bantal, bantal guling, seprai dan sarung bantal serta selimut, barang-barang pecah belah, lemari sebagai tempatnya, peralatan dapur, dan alat-alat kecantikan/ kosmetik dengan lemari hiasnya. Seserahan ini di luar mas kawin yang disebutkan secara terang-terangan saat akad nikah berlangsung di hadapan penghulu dan para saksi dari kedua belah pihak. 5 Saeful Nur, Arti Mahar dan Seserahan, Jurnal Psikologi, 2013, hal.1. 6 M. Dahlan, Fikih Munakahat, Deepublish, Yogyakarta, 2015, hal. 112.

5 Keunikan dalam penelitian ini antara lain ketetapan seserahan yang menjadi tradisi dalam hampir setiap pernikahan masyarakat Desa Pekalongan. Untuk sampai pada hari pernikahan dibutuhkan banyak persiapan. Keluarga calon mempelai pria harus memiliki persiapan materi yang tidak sedikit. Sedangkan mas kawin biasanya akan ditentukan oleh calon pengantin wanita dengan jumlah standar atau barang standar seperti emas dengan jumlah gram yang tidak besar, yaitu dua hingga lima gram atau seperti kebiasaan yang sudah berlaku yakni seperangkat alat sholat yang dijadikan mahar. Ketertarikan peneliti berkaitan dengan penelitian ini adalah seserahan ini biasanya dilaksanakan bersama dengan akad nikah dilaksanakan. Seserahan dibawa oleh pihak mempelai pria dan diberikan kepada pihak mempelai wanita. Dalam seserahan ini ada proses serah terima yakni dari pihak mempelai putra memberikan sambutan sebagai penyerahan barang seserahan dan dari pihak mempelai wanita juga ada sambutan sebagai penerima barang seserahan yang diberikan. Tradisi seserahan dalam pernikahan ini memang sudah tidak heran lagi karena sebagian besar masyarakat di Indonesia mengikuti tradisi seserahan tersebut, baik pernikahan adat Sunda ataupun pernikahan adat Jawa, akan tetapi yang menjadi menarik dan aneh yang membuat penulis ingin meneliti tradisi seserahan di Desa Pekalongan ini karena harta seserahan tersebut di tarik kembali pasca perceraian. Harta seserahan yang sudah diberikan suami kepada isterinya pada saat pernikahan akan ditarik kembali setelah keduanya resmi bercerai. Harta seserahan tersebut akan dibagi dua, sebagian harta seserahan untuk isteri dan sebagian lagi untuk suami. Tradisi penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian ini sebagian masyarakat Pekalongan bahkan seluruhnya mengikuti tradisi tersebut. Kasus penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian yang terjadi di Desa Pekalongan seperti yang di alami oleh keluarga saudara Cahyono. Cahyono menikah dengan saudari Puji Astuti. Pada saat

6 pernikahan Cahyono membawa barang seserahan mengikuti adat yang ada di Desa Pekalongan. Layaknya sebuah keluarga, Cahyono dan Puji Astuti hidup rukun dan bahagia, akan tetapi beberapa bulan kemudian sendisendi perpecahan keluarga mulai muncul. Isteri Cahyono dipergoki sedang bermesraan dengan pria lain yang mana pria tersebut adalah tetangganya, dari situlah awal terjadinya percekcokan yang berakhir pada perceraian. Singkat cerita Cahyono pun resmi bercerai, dan barang-barang yang di bawa pada saat seserahan di tarik kembali. Barang seserahan di bagi dua, sebagian untuk mantan isteri dan sebagian lagi untuk Cahyono. Barangbarang seserahan yang bersifat untuk kebutuhan perempuan untuk pihak bekas isteri dan barang-barang yang bersifat kebutuhan suami untuk bekas suami. Penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian ini sebagian besar masyarakat Pekalongan bahkan semuanya mengikuti adat tersebut. Permasalahan atau problematika yang terjadi di Desa Pekalongan Winong Pati yang menjadi lokasi penelitian, selain pemberian mahar juga ada seserahan yakni pemberian dari calon suami kepada calon isteri berbentuk barang-barang perlengkapan rumah tangga mulai lemari, dipan atau tempat tidur, kursi dengan meja, lemari hias, dan sebagainya. Barangbarang ini dibawa ke rumah pihak mempelai perempuan pada saat penyelenggaraan pernikahan. Seserahan ini dipastikan selalu ada di hampir semua perkawinan yang berlangsung di desa Pekalongan Winong Pati. Seserahan ini tidak disebutkan dalam prosesi Ijab Qabul seperti halnya mahar tetapi keberadaanya diketahui semua orang sebagai sebuah kebiasaan yang dianggap wajib bagi yang mampu. Harta seserahan ini akan di tarik kembali walaupun sudah campur (dukhul) dan dibagi dua ketika pernikahan berakhir dengan perceraian dan belum dikaruniai keturunan. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini mengambil judul Pandangan Hukum Islam Terhadap Penarikan Kembali Harta Seserahan Pasca Perceraian di Desa Pekalongan Winong Pati.

7 B. Penegasan istilah 1. Pandangan Pandangan atau persepsi merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu terhadap sesuatu. 7 2. Hukum Islam Hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. 8 3. Seserahan Seserahan merupakan hadiah dari calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan. Itu artinya, yang berkewajiban membeli barang seserahan adalah pihak laki-laki. Namun, ada pula calon pengantin laki-laki yang memberi kebebasan kepada calon pengantin perempuan untuk memilih sendiri hadiah yang akan diberikan. 9 4. Perceraian Perceraian erat kaitannya dengan kata thalaq. Kata benda infinitif dari kata thalaqat, ini jika diterapkan terhadap wanita artinya ia bebas berbuat sekehendaknya atau ia diceraikan dari suaminya dan berarti pula, putusnya tali perkawinan. 10 7 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002, hal. 70. 8 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam ), Sinar Baru Algensindo, Bandung, 1994. 9 Nurul Fithrati, Wedding Manual Book Mewujudkan Pesta Pernikahan Idaman Bukan Lagi Impian, Visimedia, Jakarta, 2014, hal. 163. 10 Muhammad Ali, Qur an Suci: Teks Arab, Terjemah Dan Tafsir Bahasa Indonesia, Darul Kutubil Islamiyah, Jakarta, 2014, hal. 68.

8 5. Desa Pekalongan Winong Pati Desa Pekalongan merupakan 1 dari 30 desa di Kecamatan Winong Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah, berlokasi arah tenggara dari pusat Kota Kabupaten Pati dengan jarak tempuh sejauh kurang lebih 17 Km. Secara administratif letak desa Pekalongan sebelah Utara :berbatasan dengan Desa Winong Kecamatan Winong. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Karangkongan dan Desa Pagendisan Kecamatan Winong. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Kebolampang dan Danyangmulyo Kecamatan Winong. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Winong Kecamatan Winong. Pekalongan juga di kenal dengan desa yang maju olah raganya. Desa Pekalongan terkenal dengan masyarakatnya yang terpelajar banyak dari pemuda-pemudi desa ini lulusan dari perguruan tinggi terkenal di tanah air maupun luar negeri. Desa ini juga menjadi salah satu basis agama Islam di kecamatan Winong. 11 Jadi arti judul secara keseluruhan adalah penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian di Desa Pekalongan Winong Pati dikaitkan dengan pandangan hukum Islam mengenai hukum tersebut. C. Fokus Penelitian Penulis membatasi ruang lingkup penelitian agar penulisan skripsi ini dapat menjadi tegas dan jelas permasalahannya serta untuk menghindari adanya kesulitan yang mungkin timbul karena terlalu luasnya ruang lingkup permasalahan. Penulis membatasi permasalahan mengenai pandangan hukum Islam terhadap penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian di Desa Pekalongan Winong Pati. Untuk dapat mengetahui pandangan hukum Islam terhadap penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian di desa Pekalongan Winong Pati, penulis memberikan fokus penelitian sebagai berikut: 11 Wikipedia, Pekalongan, Winong, Pati, diakses tanggal 15 Maret 2016.

9 1. Subyek penelitian dibatasi pada Bapak Tjarlam selaku kepala desa Pekalongan, Bapak KH. Abdurrahman selaku tokoh agama di desa Pekalongan. 2. Obyek penelitian ini adalah pandangan hukum Islam terhadap penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian. D. Rumusan Masalah Agar penelitian ini sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka perlu adanya suatu perumusan masalah yang jelas dan terarah. Adapun rumusan masalah yang ingin peneliti kemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah proses penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian di desa Pekalongan Winong Pati? 2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam yang meliputi pandangan ulama setempat, pandangan ulama Fiqih dalam literatur serta pandangan Kompilasi Hukum Islam terhadap penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian di desa Pekalongan Winong Pati? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui proses penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian di desa Pekalongan Winong Pati. 2. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam yang meliputi pandangan ulama setempat, pandangan ulama Fiqih dalam literatur serta pandangan Kompilasi Hukum Islam terhadap penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian di desa Pekalongan Winong Pati.

10 F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pemikiran di bidang ilmu hukum, khususnya mengenai pandangan Hukum Islam terhadap penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian. 2. Manfaat Praktis a. Bagi lembaga Memberi sumbangan pemikiran bagi lembaga terkait misalnya kantor urusan agama, mengenai pandangan hukum Islam terhadap penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian. b. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara realistis solusi yang dapat dilakukan apabila terjadi permasalahan penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian.